Menlu Antony J. Blinken
“Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka”
14 Desember 2021
Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia
IBU KUSUMAYATI: Yang Mulia, para duta besar, Sekjen ASEAN, Yang Terhormat Rektor Universitas Indonesia, dan Ketua Dewan Kehormatan AS-Indonesia, para tamu terhormat, bapak ibu hadirin sekalian:
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat yang kita terima, sehingga hari ini kita dapat berkumpul di sini dalam keadaan sehat dan aman. Saya merasa terhormat dapat menyampaikan sambutan terhangat kami di kampus Universitas Indonesia di sini di Kota Depok
Universitas Indonesia merasa rendah hati dan senang dapat menjadi tuan rumah pidato kehormatan yang akan disampaikan oleh Yang Terhormat Menlu AS, Bapak Antony Blinken. Universitas Indonesia, sesuai dengan namanya, bangga membawa nama bangsa. Kami sama-sama mengakui ini sebagai hak istimewa dan juga tanggung jawab kami.
Visi kami menggarisbawahi pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya, serta bagaimana kami mengamalkannya bagi kemaslahatan rakyat di Indonesia dan juga di dunia.
Yang Mulia, bapak-ibu hadirin sekalian, seperti yang kita semua alami, masalah yang luas dan kompleks sedang berlangsung di sekitar kita. Pandemi COVID-19, bencana alam, pemanasan global, perubahan iklim, adalah beberapa di antaranya. Tidak ada solusi instan untuk masalah tersebut, namun kami percaya dalam menginvestasikan waktu kami untuk menyatukan pikiran dan ide-ide kami dan memperoleh inspirasi, dan kemudian mengubahnya menjadi kolaborasi, kebijakan, dan tindakan.
Hari ini merupakan momen yang istimewa bagi kami. Kami merasa terhormat atas kedatangan Yang Mulia Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang hadir di antara kita untuk berbagi pandangannya. Banyak tokoh penting dari berbagai latar belakang dan keahlian telah hadir bersama kita, dan kami sangat percaya bahwa keragaman pengetahuan akan menjadi selaras dalam satu tujuan: untuk menjaga generasi masa depan kita dan pada saat yang sama mengatasi tantangan yang kita hadapi saat ini.
Yang Mulia, hadirin sekalian, mari beri sambutan kepada Yang Terhormat Menteri Luar Negeri AS, Bapak Antony Blinken. (Tepuk tangan).
MENLU BLINKEN: Baiklah, selamat pagi semuanya. Saya senang dapat berada bersama Anda semua. Dr. Kusumayati, terima kasih banyak atas perkenalannya yang penuh kebaikan hati. Namun lebih dari itu, terima kasih atas pengabdian selama puluhan tahun untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, mendidik generasi penerus para dokter dan perawat – termasuk sebagai wanita pertama yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Dari penelitian Anda tentang kesehatan reproduksi hingga kepemimpinan Anda dalam gugus tugas COVID-19 Indonesia, dedikasi Anda terhadap komunitas Anda benar-benar menginspirasi, dan saya mengucapkan terima kasih. (Tepuk tangan).
Dan selamat pagi kepada semua yang hadir di sini. Selamat pagi. Saya senang dapat kembali ke Jakarta. Saya berada di sini pada beberapa kesempatan ketika saya terakhir menjabat di pemerintahan sebagai deputi menteri luar negeri, dan saya menantikan kesempatan ini untuk dapat kembali ke negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara.
Dan untuk para mahasiswa yang berada di ruangan ini, harapan saya Anda merasa senang dapat kembali ke kampus. Saya mengetahui banyak dari Anda harus kuliah dari rumah selama beberapa waktu dan berharap agar dapat kembali ke kelas, dan saya senang kami punya sedikit alasan untuk membawa Anda kembali bersama hari ini. Saya tahu, bu Doktor, Anda dan gugus tugas ingin para mahasiswa kembali, dan saya tahu betapa semua orang mengharapkannya.
Saya berada di sini, kita berada di sini, karena apa yang terjadi di Indo-Pasifik akan, lebih dari kawasan lainnya, menentukan arah pergerakan dunia pada abad ke-21.
Indo-Pasifik adalah kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Kawasan ini mencakup 60 persen dari perekonomian dunia, dua pertiga dari total pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir. Kawasan ini merupakan tempat tinggal bagi lebih dari setengah penduduk dunia, dan tujuh dari 15 negara ekonomi maju.
Kawasan ini sangat majemuk. Lebih dari 3.000 bahasa dan banyak agama, membentang di antara dua samudera dan tiga benua.
Bahkan satu negara seperti Indonesia adalah rumah bagi “gabungan aneka kain perca penuh warna” yang sulit untuk dipisahkan karena keberagamannya. Negara ini menganut semboyan – Bhinneka Tunggal Ika, persatuan dalam keberagaman – yang terdengar cukup akrab bagi orang Amerika. Di Amerika Serikat kami menyebut E Pluribus Unum, beraneka ragam, tetapi tetap satu. Sebuah gagasan yang sama.
Amerika Serikat dari dulu, kini, dan ke depannya selalu menjadi negara di Indo-Pasifik. Ini adalah fakta geografis, dari negara-negara bagian pantai Pasifik kami hingga ke Guam, wilayah kami di sepanjang Pasifik. Itu adalah realitas sejarah yang ditunjukkan oleh aktivitas perdagangan kami selama dua abad, serta hubungan lainnya dengan kawasan ini.
Saat ini, setengah dari mitra dagang utama Amerika Serikat berada di Indo-Pasifik. Kawasan ini adalah tujuan bagi hampir sepertiga ekspor kami, sumber investasi luar negeri langsung senilai 900 miliar dolar di Amerika Serikat yang mampu menciptakan jutaan lapangan kerja yang tersebar di seluruh 50 negara bagian kami. Anggota militer yang kami tempatkan di kawasan ini jumlahnya lebih banyak daripada di mana pun di luar daratan AS demi menjamin perdamaian dan keamanan yang vital bagi kemakmuran di kawasan ini dan menguntungkan bagi kita semua.
Dan tentu saja, kita terikat bersama oleh rakyat kita, yang hubungannya sudah turun-temurun selama beberapa generasi. Ada lebih dari 24 juta orang Asia-Amerika yang tinggal di Amerika Serikat, termasuk Duta Besar Sung Kim, jika sedang tidak bertugas mewakili negaranya di salah satu negara di dunia ini, seperti yang telah dia lakukan selama tiga dekade terakhir.
Sebelum pandemi, ada lebih dari 775.000 mahasiswa dari Indo-Pasifik yang belajar di akademi dan universitas AS. Dan teman-teman sekelas Anda dari Amerika di sini di Universitas Indonesia adalah di antara jutaan orang Amerika yang datang ke kawasan ini untuk belajar, bekerja, dan tinggal, termasuk seorang yang kemudian menjadi presiden kami.
Ada pepatah Indonesia – pepatah yang saya tahu diajarkan kepada anak-anak sejak kecil: “Kita memiliki dua telinga, tetapi hanya satu mulut.” Itu artinya, sebelum kita berbicara atau bertindak, kita harus mendengarkan. Dan kami telah banyak mendengarkan orang-orang di Indo-Pasifik pada tahun pertama pemerintahan Presiden Biden untuk memahami visi Anda terhadap kawasan ini serta masa depannya.
Kami telah menyambut para pemimpin dari kawasan ini di negara kami, termasuk dua pemimpin asing pertama yang diterima oleh Presiden Biden setelah menjabat berasal dari Jepang dan Korea Selatan, dan semua menteri luar negeri di mana saya miliki kesempatan istimewa untuk menyambut mereka di Departemen Luar Negeri, termasuk Menlu Retno. Dan kami telah datang ke wilayah Anda – Wakil Presiden Harris, Menteri Pertahanan Austin, Menteri Perdagangan Raimondo, dan banyak anggota Kabinet lainnya, belum lagi banyak pejabat tinggi Departemen Luar Negeri dari tim saya.
Presiden telah berpartisipasi dalam pertemuan tingkat tinggi para pemimpin yang diadakan oleh lembaga-lembaga regional utama: APEC; KTT AS-ASEAN dan Asia Timur; dan Quad, yang terdiri dari India, Jepang, dan Australia. Saya telah melakukan hal yang sama dengan sesama menteri luar negeri, termasuk menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri Kemitraan Mekong-AS. Presiden Biden juga telah bertemu dengan para pemimpin Indo-Pasifik di luar negeri, termasuk pertemuan yang sangat produktif dengan Presiden Jokowi di Glasgow saat COP26.
Tapi kami tidak hanya mendengarkan para pemimpin. Di kedutaan dan konsulat kami di seluruh kawasan ini, para diplomat kami menggunakan dua telinga untuk menerima pandangan orang-orang dari semua lapisan masyarakat – mahasiswa, aktivis, akademisi, pengusaha.
Meskipun kawasan ini merupakan kawasan yang sangat beragam dengan kepentingan, dan pandangan yang berbeda-beda, kami melihat banyak keselarasan antara visi yang kami dengar dari Indo-Pasifik dan visi kami sendiri.
Rakyat dan pemerintah di kawasan ini menginginkan kesempatan yang lebih besar dan lebih baik bagi semua rakyatnya. Mereka menginginkan lebih banyak kesempatan untuk terhubung – di dalam negara mereka, antarnegara mereka, dan di seluruh dunia. Mereka ingin lebih siap menghadapi krisis seperti pandemi yang sedang kita alami. Mereka menginginkan perdamaian dan stabilitas. Mereka ingin Amerika Serikat lebih nyata kehadirannya dan lebih terlibat. Dan yang terpenting, mereka menginginkan kawasan yang lebih bebas dan lebih terbuka.
Jadi yang ingin saya lakukan hari ini adalah mencoba menetapkan visi bersama itu, dan bagaimana kita bekerja bersama-sama untuk mewujudkannya. Dan ada lima elemen inti yang menjadi fokus saya.
Pertama, kita akan memajukan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Sekarang, kami banyak berbicara tentang Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, tetapi kami jarang mendefinisikan apa yang sebenarnya dimaksud dengan itu. Kebebasan adalah kemampuan untuk menentukan masa depan Anda dan memiliki suara tentang apa yang terjadi di dalam masyarakat dan negara Anda, tidak peduli siapa Anda atau siapa yang Anda kenal. Keterbukaan secara alami berasal dari kebebasan. Tempat yang bebas adalah tempat yang terbuka bagi informasi dan sudut pandang baru; terbuka terhadap budaya, agama, cara hidup yang berbeda; terbuka terhadap kritik, refleksi diri, demikian juga terhadap pembaruan.
Ketika kami mengatakan bahwa kami menginginkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, yang kami maksudkan adalah pada tingkat individu, orang-orang akan bebas dalam kehidupan sehari-hari mereka dan hidup dalam masyarakat terbuka. Pada tingkat negara, masing-masing negara akan dapat memilih jalan mereka sendiri dan mitra mereka sendiri. Dan pada tingkat regional, masalah di bagian dunia ini akan ditangani secara terbuka, aturan akan ditegakkan secara transparan dan diterapkan secara adil, barang, gagasan, dan orang akan melintas bebas melalui daratan, dunia maya, dan laut lepas.
Kita semua memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa kawasan paling dinamis di dunia ini bebas dari paksaan serta dapat diakses oleh semua orang. Ini penting bagi orang-orang di kawasan ini dan bagi Amerika karena sejarah menunjukkan bahwa ketika wilayah yang luas ini bebas dan terbuka, Amerika menjadi lebih aman dan lebih sejahtera. Jadi kami akan bekerja sama dengan para mitra kami di kawasan ini untuk berusaha mewujudkan visi ini.
Kami akan terus mendukung kelompok-kelompok antikorupsi dan transparansi, jurnalis investigasi, lembaga-lembaga cendekiawan di kawasan ini seperti Advocata Institute di Sri Lanka. Dengan dukungan kami, lembaga tersebut membentuk lembaga pencatatan publik perusahaan milik negara seperti bank dan maskapai penerbangan yang beroperasi dengan kerugian besar, dan mengusulkan cara untuk mereformasinya.
Kami juga sedang mencari mitra di pemerintahan, seperti Victor Sotto. Dia adalah walikota Pasig di Filipina. Victor membuka jalur khusus 24 jam/7 hari seminggu bagi konstituen untuk melaporkan kasus korupsi. Hal ini telah membuat proses kontrak publik menjadi lebih transparan dan telah memberikan kesempatan kepada organisasi berbasis masyarakat untuk menyampaikan pendapat terhadap cara pemkot menggunakan sumber dayanya. Dia adalah bagian dari angkatan pertama kelompok pejuang antikorupsi global Departemen Luar Negeri AS yang kami umumkan awal tahun ini.
Kami akan terus belajar praktik terbaik dari sesama negara demokrasi. Itulah gagasan di balik KTT Demokrasi yang diadakan oleh Presiden Biden minggu lalu, di mana Presiden Jokowi berbicara – tentu saja, dia adalah pembicara pertama – dan Forum Demokrasi Bali yang baru saja diadakan Indonesia untuk ke-14 kalinya, di mana saya memiliki kesempatan untuk berbicara.
Kami juga akan melawan para pemimpin yang tidak menghormati hak-hak rakyatnya, seperti yang kita lihat sekarang di Burma. Kami akan terus bekerja bersama dengan para sekutu dan mitra kami untuk menekan rezim di Burma agar menghentikan kekerasannya yang tanpa pandang bulu, membebaskan semua yang ditahan secara tidak adil, mengizinkan akses tanpa hambatan, dan mengembalikan arah Burma menuju demokrasi yang inklusif.
ASEAN telah mengembangkan Konsensus Lima Poin, dan menyerukan kepada rezim di Burma untuk terlibat dalam dialog konstruktif dengan semua pihak untuk mencari resolusi damai yang menghormati kehendak rakyat Burma, tujuan yang akan terus kami perjuangkan.
Cara lain kami dalam mempromosikan kebebasan dan keterbukaan adalah dengan mempertahankan internet yang terbuka, dapat saling dioperasikan, aman, dan andal agar jauh dari mereka yang secara aktif berusaha untuk membuat internet lebih tertutup, lebih retas, dan kurang aman. Kami akan bekerja bersama para mitra kami untuk mempertahankan prinsip-prinsip ini, serta membantu membangun sistem yang aman dan tepercaya yang akan menjadi landasannya. Pada KTT Pemimpin Moon-Biden awal tahun ini, Korea Selatan dan Amerika Serikat mengumumkan investasi lebih dari 3,5 miliar dolar untuk teknologi yang sedang berkembang, termasuk penelitian dan pengembangan pada jaringan 5G dan 6G yang aman.
Terakhir, kami akan bekerja bersama para sekutu dan mitra kami untuk mempertahankan tatanan berdasarkan aturan yang telah kami bangun bersama selama beberapa dekade untuk memastikan kawasan ini tetap terbuka dan mudah diakses.
Perkenankan saya menjelaskan satu hal: tujuan dari mempertahankan tatanan berdasarkan aturan bukanlah untuk menjatuhkan negara mana pun. Melainkan untuk melindungi hak semua negara untuk memilih jalan mereka sendiri, bebas dari paksaan, bebas dari intimidasi. Ini bukan tentang kontes antara kawasan yang sentris AS atau kawasan yang sentris China. Indo-Pasifik adalah kawasan tersendiri. Sebaliknya, tatanan berdasarkan aturan adalah tentang menegakkan hak dan kesepakatan yang bertanggung jawab atas periode paling damai dan sejahtera yang pernah dialami kawasan ini dan dunia.
Itulah sebabnya ada begitu banyak kekhawatiran, dari Asia timur laut hingga Asia tenggara, dan dari Sungai Mekong hingga Kepulauan Pasifik, tentang tindakan agresif Beijing, mengklaim laut lepas sebagai miliknya, mendistorsi pasar terbuka melalui subsidi kepada perusahaan milik negaranya, menolak ekspor atau mencabut kesepakatan terhadap negara-negara yang kebijakannya tidak sejalan, terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak teregulasi. Negara-negara di kawasan ini menghendaki agar perilaku ini berubah.
Kami juga menghendakinya, dan itulah sebabnya kami bertekad untuk memastikan kebebasan navigasi di Laut China Selatan, di mana tindakan agresif Beijing di sana mengancam pergerakan perdagangan senilai lebih dari 3 triliun dolar setiap tahun.
Patut diingat bahwa di dalam jumlah yang sangat besar tersebut, 3 triliun dolar, terdapat mata pencaharian dan kesejahteraan jutaan orang di seluruh dunia. Ketika kegiatan perdagangan tidak dapat melintasi laut lepas, itu berarti para petani tidak dapat mengirim produk mereka; pabrik-pabrik tidak dapat mengirimkan mikro chip mereka; rumah sakit tidak mendapatkan obat-obatan yang dapat menyelamatkan jiwa manusia.
Lima tahun lalu, sebuah pengadilan internasional memberikan keputusan bulat dan mengikat secara hukum dengan tegas menolak klaim maritim Laut China Selatan yang melanggar hukum dan ekspansif karena tidak sesuai dengan hukum internasional. Kami dan negara-negara lain, termasuk negara-negara yang mengajukan gugatan atas Laut China Selatan, akan terus menghalangi perilaku seperti itu. Itu juga alasannya mengapa kami memiliki kepentingan abadi dalam perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, yang konsisten dengan komitmen lama kami.
Kedua, kami akan menjalin hubungan yang lebih kuat di dalam dan di luar kawasan ini. Kami akan memperdalam perjanjian aliansi kami dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, Filipina, dan Thailand. Ikatan tersebut telah lama menjadi landasan bagi perdamaian, keamanan, dan kemakmuran di kawasan ini. Kami juga akan mendorong kerja sama yang lebih besar di antara para sekutu ini. Itulah salah satu hal yang telah kami lakukan dengan memperdalam kerja sama trilateral AS-Jepang-Korea Selatan, dan meluncurkan perjanjian kerja sama keamanan baru yang bersejarah dengan Australia dan Inggris. Kami akan mencari cara untuk menyatukan para sekutu kami dengan mitra kami, seperti yang telah kami lakukan dengan menghidupkan kembali Quad. Dan kami akan memperkuat kemitraan kami dengan ASEAN yang kuat dan independen.
Sentralitas ASEAN berarti kami akan terus bekerja bersama dan melalui ASEAN untuk semakin memperdalam keterlibatan kami di kawasan ini, mengingat keselarasan antara visi kami dan pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik.
Pada bulan Oktober, Presiden Biden mengumumkan lebih dari100 juta dolar untuk meningkatkan kerja sama kami dengan ASEAN di berbagai bidang penting, seperti kesehatan masyarakat dan pemberdayaan perempuan. Presiden akan mengundang para pemimpin ASEAN ke pertemuan puncak di Amerika Serikat dalam beberapa bulan mendatang untuk membahas bagaimana kita dapat memperdalam kemitraan strategis kita.
Kami memperkuat kemitraan strategis dengan negara-negara lain di kawasan ini: Singapura, Vietnam, Malaysia, dan, tentu saja, Indonesia. Dan itulah alasan saya melakukan perjalanan ini.
Kami juga memperdalam hubungan di antara rakyat kami. YSEALI, program unggulan untuk memberdayakan generasi penerus para pemimpin di Asia Tenggara, memiliki lebih dari 150.000 anggota dan terus bertambah.
Terakhir, kami akan bekerja untuk mengaitkan hubungan kami di Indo-Pasifik dengan sistem aliansi dan kemitraan yang tak tertandingi di luar kawasan ini, khususnya di Eropa. Uni Eropa baru-baru ini merilis strategi Indo-Pasifik yang sangat selaras dengan visi kami sendiri. Di NATO, kami memperbarui Konsep Strategis kami untuk mencerminkan arti penting Indo-Pasifik yang terus berkembang, dan mengatasi ancaman baru, seperti implikasi keamanan krisis iklim. Dan kami menempatkan sentralitas ASEAN sebagai inti kerja sama kami dengan para mitra. Kami baru saja melakukan hal tersebut beberapa hari yang lalu, ketika para menteri G7 bertemu di Inggris, dan bertemu dengan rekan-rekan sejawat ASEAN mereka untuk pertama kalinya.
Kami melakukan semua ini karena alasan sederhana: ini memungkinkan kami untuk menyusun koalisi terluas dan paling efektif untuk mengatasi tantangan apa pun, meraih peluang apa pun, dan mencapai tujuan apa pun. Semakin banyak negara yang dapat kita galang demi kepentingan bersama, kita semua akan semakin kuat.
Ketiga, kami akan mendorong kemakmuran yang berdampak luas. Amerika Serikat telah menyediakan lebih dari satu triliun dolar dalam bentuk investasi luar negeri langsung di Indo-Pasifik. Kawasan ini telah menunjukkan sinyal secara lantang dan jelas bahwa mereka ingin kami berbuat lebih banyak. Kami berniat memenuhi panggilan itu. Atas arahan Presiden Biden, kami sedang mengembangkan kerangka kerja ekonomi Indo-Pasifik yang komprehensif untuk meraih tujuan bersama kita, termasuk seputar perdagangan dan ekonomi digital, teknologi, rantai pasokan yang tangguh, dekarbonisasi dan energi bersih, infrastruktur, standar pekerja, serta bidang-bidang kepentingan bersama lainnya.
Diplomasi kami akan memainkan peranan penting. Kami akan mengidentifikasi peluang yang tidak ditemukan sendiri oleh perusahaan-perusahaan Amerika, dan mempermudah mereka untuk membawa keahlian dan modal mereka ke tempat dan sektor baru. Pos-pos diplomatik kami, kedutaan-kedutaan besar kami di Indo-Pasifik sudah memimpin dalam hal ini, dan kami akan meningkatkan kapasitas sehingga mereka dapat berbuat lebih banyak. Lebih dari 2.300 pemimpin bisnis dan pemerintah dari kawasan ini bergabung dengan saya dalam Forum Bisnis Indo-Pasifik tahun ini, yang kami selenggarakan bersama dengan India, di mana kami mengumumkan proyek-proyek sektor swasta baru senilai hampir tujuh miliar dolar.
Kami akan bekerja bersama para mitra kami untuk membuat aturan ekonomi digital yang terus berkembang mengenai masalah-masalah utama seperti privasi serta keamanan data, tetapi dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai kami, dan membuka peluang bagi rakyat kami. Karena jika kita tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya. Dan ada kemungkinan besar mereka akan melakukannya dengan cara yang tidak memajukan kepentingan atau nilai-nilai bersama yang kita miliki.
Saat APEC pada bulan November, Presiden Biden menetapkan visi yang jelas tentang bagaimana kita dapat membangun jalan bersama ke depan di kawasan ini. Tentang teknologi digital, dia berbicara tentang perlunya Internet yang terbuka, dapat saling dioperasikan, andal, dan aman, dan kepentingan kuat kami untuk berinvestasi dalam keamanan siber dan mengembangkan standar-standar ekonomi digital yang akan memposisikan semua ekonomi kita untuk bersaing di masa depan. Dan ketika Perwakilan Perdagangan AS Tai dan saya bersama-sama memimpin delegasi kami dalam pertemuan tingkat menteri APEC pada bulan November, kami menitikberatkan pada kebutuhan untuk memastikan bahwa teknologi melayani Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Kami juga akan mempromosikan perdagangan yang adil dan tangguh. Itulah kisah dari Satu Pintu ASEAN (ASEAN Single Window), sebuah proyek yang didukung Amerika Serikat untuk menciptakan satu sistem otomatis untuk menyelesaikan urusan bea cukai di kawasan ini sehingga membantu menyederhanakan perdagangan dengan menjadikannya lebih transparan dan aman, menurunkan biaya bisnis dan harga bagi konsumen. Perpindahan dari kertas ke bea cukai digital telah memungkinkan menjaga perdagangan lintas batas tetap bergerak, bahkan selama masa lockdown.
Selama tahun pertama pandemi, negara-negara yang paling aktif dalam platform ini menunjukkan aktivitas perdagangan yang meningkat sebesar 20 persen, sementara sebagian besar perdagangan lintas batas lainnya menurun. Dan pada KTT AS-ASEAN pada bulan Oktober, Presiden Biden memberikan dukungan tambahan AS terhadap sistem Satu Pintu ini. Kami akan bekerja bersama para mitra untuk membuat rantai pasokan kami lebih aman dan lebih tangguh. Saya pikir kita semua telah melihat, selama pandemi, betapa rentannya hal itu, betapa merusaknya disrupsi yang terjadi, seperti kekurangan masker dan mikro chip serta penumpukan barang di pelabuhan.
Kami telah memimpin upaya untuk menyatukan komunitas internasional guna mencoba mengatasi hambatan dan membangun ketahanan yang lebih besar terhadap guncangan di masa yang akan datang. Presiden Biden mengadakan KTT Pemimpin tentang ketahanan rantai pasokan. Wakil Presiden Harris menjadikan hal ini sebagai fokus utama pertemuan-pertemuannya selama kunjungannya ke kawasan ini. Menteri Perdagangan Raimondo telah menangani masalah ini bersama Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Malaysia dalam kunjungannya baru-baru ini. Perwakilan Perdagangan AS Tai meluncurkan Gugus Tugas Perdagangan dan Rantai Pasokan antarlembaga, dan membahas masalah ini dalam kunjungannya ke Jepang, Korea Selatan, dan India. Pada tahun baru, Menteri Perdagangan, Gina Raimondo, dan saya akan bekerja sama untuk mengumpulkan para pemimpin pemerintah dan sektor swasta dari seluruh dunia untuk menangani masalah ini dalam Forum Rantai Pasokan Global. Sebagai pusat dari begitu banyak produksi dan perdagangan dunia, kawasan Indo-Pasifik akan menjadi inti dari berbagai upaya ini.
Terakhir, kami akan membantu menutup kesenjangan infrastruktur. Di wilayah ini dan juga di seluruh dunia, terdapat kesenjangan besar dalam hal kebutuhan infrastruktur dan yang saat ini tersedia. Pelabuhan, jalan, jaringan listrik, internet pita lebar – semuanya merupakan hal mendasar bagi perdagangan global, perniagaan, konektivitas, peluang, dan kemakmuran. Hal itu menjadi sangat penting bagi pertumbuhan inklusif Indo-Pasifik. Namun kami mendengar kekhawatiran yang semakin meningkat dari para pejabat pemerintah, industri, tenaga kerja, dan masyarakat di Indo-Pasifik tentang apa yang terjadi jika infrastruktur tidak dilakukan dengan benar, seperti ketika diserahkan melalui proses yang tidak transparan, korup, atau dibangun oleh perusahaan luar negeri yang mengimpor tenaga kerja mereka sendiri, menguras sumber daya, mencemari lingkungan, dan menjerat masyarakat ke dalam utang.
Negara-negara di Indo-Pasifik menginginkan jenis infrastruktur yang lebih baik. Tetapi banyak yang merasa itu terlalu mahal, atau mereka merasa tertekan untuk menerima kesepakatan buruk dengan persyaratan yang ditetapkan oleh orang lain daripada tidak ada kesepakatan sama sekali. Jadi kami akan bekerja dengan negara-negara di kawasan ini untuk menghadirkan infrastruktur berkualitas tinggi dan berstandar tinggi yang layak didapatkan oleh masyarakat. Sesungguhnya, kami sudah melakukan itu.
Baru minggu ini, bersama Australia dan Jepang, kami mengumumkan kemitraan dengan Negara Federasi Mikronesia, dengan Kiribati, dan Nauru untuk membangun kabel bawah laut baru guna meningkatkan konektivitas internet ke negara-negara Pasifik ini. Sejak tahun 2015, para anggota Quad telah menyediakan lebih dari 48 miliar dolar dalam bentuk pendanaan yang didukung pemerintah untuk pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut. Ini mewakili ribuan proyek di lebih dari 30 negara, mulai dari pembangunan pedesaan hingga energi terbarukan. Ini mendatangkan manfaat bagi jutaan orang.
Belum lama ini, Quad meluncurkan kelompok koordinasi infrastruktur untuk mendorong lebih banyak investasi, dan sedang mencari kemitraan dengan Asia Tenggara dalam bidang infrastruktur dan banyak prioritas bersama lainnya. Amerika Serikat akan melakukan lebih dari itu. Build Back Better World, yang kami luncurkan bersama mitra G7 kami pada bulan Juni, berkomitmen untuk mengerahkan ratusan miliar dolar dalam bentuk pembiayaan yang transparan dan berkelanjutan selama beberapa tahun mendatang. Bersama Australia dan Jepang, kami meluncurkan Blue Dot Network untuk mulai menyertifikasi proyek-proyek infrastruktur berkualitas tinggi yang memenuhi tolok ukur yang dikembangkan oleh G20, OECD, dan lainnya, dan untuk menarik investor tambahan.
Keempat, kami akan membantu membangun Indo-Pasifik yang lebih tangguh. Pandemi COVID-19 dan krisis iklim telah mempertegas bagaimana mendesaknya tugas itu. Pandemi telah merenggut nyawa ratusan ribu orang di seluruh kawasan ini, termasuk lebih dari 143.000 pria, wanita, dan anak-anak di sini, di Indonesia. Ini juga menimbulkan korban ekonomi besar-besaran, mulai dari penutupan pabrik hingga pariwisata yang terhenti.
Amerika Serikat telah hadir di sana bersama mereka di kawasan ini di setiap langkah, bahkan saat kami sendiri berjuang menghadapi pandemi dalam negeri. Dari 300 juta dosis vaksin yang aman dan efektif yang telah didistribusikan oleh Amerika Serikat ke seluruh dunia, kami telah mengirimkan lebih dari 100 juta dosis ke Indo-Pasifik. Lebih dari 25 juta dari jumlah itu telah tiba di sini, di Indonesia. Pada akhir tahun depan, kami akan menyumbangkan lebih dari 1,2 miliar dosis ke seluruh dunia. Kami telah menyediakan bantuan tambahan senilai lebih dari 2,8 miliar dolar ke kawasan ini untuk menyelamatkan nyawa, termasuk 77 juta dolar di Indonesia yang mencakup semuanya, mulai dari alat pelindung diri (APD) hingga oksigen medis untuk rumah sakit. Kami telah memberikan bantuan ini secara gratis, tanpa pamrih. Dengan memberikan sebagian besar donasi ini melalui COVAX, kami telah memastikan bahwa bantuan itu didistribusikan secara adil, berdasarkan kebutuhan, bukan politik.
Pada saat yang sama, kami bekerja sama dengan para mitra kami untuk mengakhiri pandemi. Kemitraan vaksin Quad memainkan peran penting dalam hal itu. Kami bekerja sama untuk membiayai, memproduksi, mendistribusikan, dan menyuntikkan vaksin sebanyak dan secepat mungkin. Masing-masing negara sedang melangkah. India baru-baru ini berkomitmen untuk memproduksi lima miliar dosis tambahan pada akhir tahun 2022. Korea Selatan dan Thailand juga meningkatkan produksi mereka.
Kami mengerahkan sektor swasta ke pihak kami. Dalam pertemuan tingkat menteri yang saya adakan bulan lalu, kami meluncurkan Global COVID Corps. Ini adalah koalisi perusahaan terkemuka yang akan menyediakan keahlian, alat, dan kemampuan untuk mendukung upaya logistik dan vaksin di negara-negara berkembang, termasuk sampai pengiriman tahap akhir, yang sangat penting agar benar-benar dapat disuntikkan. Ini yang sering kita lihat semakin meningkat di seluruh dunia, di mana produksi vaksin meningkat, vaksin sampai di sana, namun kemudian tidak dapat disuntikkan karena kendala tahap akhir, masalah logistik yang perlu diselesaikan, dan itulah yang kami fokuskan.
Pada saat yang sama, saat kami memerangi virus, kami membangun kembali sistem kesehatan yang lebih baik di Indo-Pasifik, di seluruh dunia, untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons pandemi berikutnya. Dan yang penting adalah, kami sebenarnya tahu cara melakukan ini. Amerika Serikat telah bekerja bersama para mitra untuk memperkuat sistem kesehatan di kawasan ini selama beberapa dekade. Di ASEAN saja, kami telah menginvestasikan lebih dari 3,5 miliar dolar untuk kesehatan masyarakat selama 20 tahun terakhir. Dan kami memiliki banyak hal untuk ditunjukkan, baik dalam bentuk peningkatan signifikan terhadap kesehatan masyarakat, dan juga dalam hubungan mendalam yang telah kami jalin di lapangan.
Sebagai bagian dari dukungan kami untuk ASEAN, Presiden Biden baru-baru ini mengumumkan bahwa kami akan memberikan 40 juta dolar untuk Prakarsa Masa Depan Kesehatan AS-ASEAN, yang akan mempercepat penelitian bersama, memperkuat sistem kesehatan, melatih generasi penerus para profesional kesehatan.
Kami juga mendukung pengembangan Sistem Koordinasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat ASEAN yang akan membantu negara-negara di kawasan ini dalam mengoordinasikan respons mereka terhadap keadaan darurat kesehatan di masa depan. Dan kantor regional Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pertama di Asia Tenggara yang kami resmikan di Hanoi musim panas ini, telah mendukung upaya ini di lapangan.
Tentu saja, krisis iklim merupakan tantangan global lainnya yang harus kita atasi bersama. Orang-orang di seluruh Indo-Pasifik sudah merasakan dampak bencananya: 70 persen bencana alam dunia terjadi di wilayah ini, dan lebih dari 90 juta orang di wilayah tersebut terkena dampak bencana terkait iklim pada tahun 2019. Tahun berikutnya, kami sendiri di Pantai Pasifik, California mengalami lima dari enam kebakaran hutan terbesar dalam sejarahnya.
Sekarang, banyak penghasil emisi terbesar di kawasan ini telah menyadari kebutuhan untuk segera bertindak, seperti yang kita lihat dalam ikrar ambisius yang mereka tetapkan di COP26. Di Glasgow, 15 negara Indo-Pasifik, termasuk Indonesia, menandatangani Ikrar Metana Global untuk mengurangi emisi hingga 30 persen selama satu dekade berikutnya. Jika semua penghasil emisi terbesar bergabung dengan kita, maka pemanasan global akan lebih banyak berkurang daripada menyingkirkan kapal dari laut dan pesawat udara dari langit.
Tetapi berpikir tentang iklim hanya melalui prisma ancaman adalah hal yang keliru. Alasannya setiap negara di bumi ini harus mengurangi emisi dan bersiap menghadapi dampak perubahan iklim yang tak terhindarkan. Transformasi yang diperlukan untuk teknologi baru serta industri baru juga menawarkan peluang sekali dalam satu generasi untuk menciptakan pekerjaan baru dengan gaji yang baik.
Kami percaya bahwa peluang tersebut mengalir ke Indo-Pasifik, dan kami telah bekerja sama dengan para mitra kami untuk memanfaatkannya. Dalam lima tahun terakhir saja, Amerika Serikat telah mengerahkan investasi lebih dari tujuh miliar dolar untuk energi terbarukan di kawasan ini. Saat kami meningkatkan upaya kami, kami membawa konstelasi unik kemitraan yang telah kami bangun, yaitu organisasi multilateral dan kelompok advokasi, bisnis dan filantropi, peneliti dan pakar teknis.
Pertimbangkan Clean EDGE Initiative yang kami luncurkan bulan ini, yang akan menyatukan keahlian dan inovasi Pemerintah AS dan sektor swasta untuk membantu memajukan solusi energi bersih di seluruh kawasan ini. Pertimbangkan lebih dari 20 juta dolar yang Presiden Biden baru-baru ini janjikan untuk prakarsa Masa Depan Iklim AS-ASEAN, atau 500 juta dolar dalam bentuk pembiayaan yang diumumkan minggu lalu oleh U.S. International Development Finance Corporation untuk membantu membangun fasilitas manufaktur tenaga surya di Tamil Nadu, India.
Pabrik yang sedang dibangun oleh perusahaan Amerika, First Solar, akan memiliki kapasitas tahunan 3,3 gigawatt, cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik lebih dari dua juta rumah. Membangun dan mengoperasikan fasilitas ini akan menciptakan ribuan lowongan kerja di India, mayoritas untuk wanita, dan ratusan lagi lowongan kerja di Amerika Serikat. Itu hanyalah salah satu cara di mana Amerika Serikat akan membantu India mencapai target ambisiusnya yaitu 500 gigawatt kapasitas energi terbarukan pada tahun 2030, dan, pada gilirannya, membantu dunia menghindari bencana iklim.
Sekarang, kami sadar bahwa meskipun transisi ke ekonomi hijau membuka peluang kerja yang besar, yang kami yakini akan terjadi, tidak semua posisi itu akan diisi oleh pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam industri dan sektor lama ketika transisi tersebut berlangsung. Jadi kami memiliki kewajiban bahwa kami berkomitmen untuk melibatkan semua orang.
Kelima, dan terakhir, kami akan meningkatkan keamanan Indo-Pasifik. Ancaman sedang bergulir. Pendekatan keamanan kami harus menyesuaikan dengan hal tersebut. Kami akan mengupayakan kerja sama keamanan sipil yang lebih erat untuk menghadapi tantangan mulai dari kekerasan ekstremisme, penangkapan ikan ilegal, hingga perdagangan manusia. Kami akan mengadopsi strategi menyatukan secara lebih erat semua instrumen kekuatan nasional kami – diplomasi, militer, intelijen – bersama para sekutu dan mitra kami. Menteri Pertahanan kami, Lloyd Austin, menyebut ini sebagai “pencegahan terpadu.”
Ini tentang meningkatkan kekuatan kami sehingga kami dapat menjaga perdamaian, seperti yang telah kami lakukan di kawasan ini selama beberapa dekade. Kami tidak menghendaki konflik di Indo-Pasifik. Itu sebabnya kami mengupayakan diplomasi serius dan berkelanjutan dengan Korea Utara, dengan tujuan akhir denuklirisasi Semenanjung Korea. Kami akan bekerja bersama para sekutu dan mitra untuk mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh program nuklir dan rudal Korea Utara melalui pendekatan praktis yang terukur, sekaligus memperkuat upaya pencegahan kami yang lebih luas.
Itulah mengapa Presiden Biden mengatakan kepada Presiden Xi bulan lalu bahwa kami memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan bahwa persaingan di antara negara kami tidak mengarah kepada konflik. Kami memikul tanggung jawab itu dengan sangat serius, karena kegagalan untuk melakukannya akan menjadi bencana besar bagi kita semua
Pada 14 Februari 1962, Jaksa Agung Amerika Serikat, Robert F. Kennedy, datang untuk berbicara di universitas ini. Dia berbicara tentang perjuangan abadi bersama rakyat kita, yang, katanya, harus dilakukan oleh orang-orang muda seperti para mahasiswa di sini hari ini. Dia mengutip sesuatu yang saudaranya, John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat saat itu, katakan tentang visi kami untuk dunia. Presiden Kennedy berkata, “Tujuan dasar kami tetap sama: dunia yang damai, masyarakat negara-negara yang bebas dan merdeka, bebas untuk memilih masa depan dan sistem mereka sendiri, selama itu tidak mengancam kebebasan orang lain.”
Dengan segala hal yang berubah selama hampir 70 tahun sejak Presiden Kennedy mengucapkan kata-kata itu, sungguh luar biasa betapa visi itu sejalan dengan visi yang kita miliki bersama. Alasan saya merasa sangat bersyukur dapat berbicara tentang hal ini di universitas ini, dengan hadirnya para mahasiswa dan alumni dari begitu banyak program kepemimpinan pemuda kami, adalah karena Andalah yang pada hari ini yang masih akan meneruskan visi tersebut. Saat Anda melakukannya, ingatlah bahwa ada banyak orang di kawasan Indo-Pasifik ini, termasuk di Amerika Serikat, yang harapan dan nasibnya terikat erat dengan Anda, dan yang akan menjadi mitra setia Anda dalam menjadikan Indo-Pasifik kawasan kita bersama, lebih terbuka dan lebih bebas.
Terima kasih banyak sudah mendengarkan. (Tepuk tangan).
Untuk melihat konten asli: https://www.state.gov/a-free-and-open-indo-pacific/
Terjemahan ini disediakan sebagai sarana bantuan dan hanya sumber asli berbahasa Inggris yang dianggap sahih.