Perempuan, yang merupakan separuh dari populasi dunia, memberikan kontribusi yang luar biasa besar. Perempuan adalah pengusaha, petani, pengajar, ilmuwan, seniman, prajurit, ibu, kepala negara – dan masih banyak lagi. Tanpa perempuan, ekonomi akan terpuruk, sistem politik akan lemah, dan keluarga dan komunitas akan bercerai-berai. Meskipun demikian, masih banyak tempat yang memerlakukan perempuan sebagai warga negara kelas dua. Kemampuan mereka tidak dihargai dan hak asasi mereka – hak untuk belajar, untuk menyuarakan pendapat, untuk hidup bebas dari kekerasan, untuk menentukan apakah mereka akan menikah dan dengan siapa mereka akan menikah – masih sering dilanggar.
Jurang antara nilai-nilai yang melekat pada perempuan dan berapa banyak nilai-nilai tersebut yang benar-benar diterapkan adalah salah satu ketidakadilan terbesar dalam hidup kita. Pada Hari Perempuan Internasional ini, kami kembali menegaskan komitmen kami untuk menutup jurang tersebut.
Hal ini berarti mendukung pendidikan anak perempuan. Kini, ada 62 juta anak perempuan di seluruh dunia yang tidak mendapatkan pendidikan formal di sekolah, sebagaimana seharusnya. Ada jutaan lainnya lagi yang berisiko kehilangan kesempatan pendidikan. Pekan ini, saya dan Michelle mencanangkan prakarsa yang disebut “Let Girls Learn,” untuk membantu menghapuskan rintangan – baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun budaya – yang menghalangi anak-anak perempuan yang ingin belajar.
Saya yakin bahwa dunia yang memerlakukan perempuan dan anak perempuan setara dengan pria dan anak laki-laki adalah dunia yang lebih aman, lebih stabil, dan lebih sejahtera. Selain manfaat nyata tersebut, ini hanya masalah benar atau salah. Perempuan dan anak perempuan adalah manusia, yang memiliki hak dan harga diri yang penuh dan setara. Mereka berhak untuk diperlakukan sebagai manusia, di mana pun, kapan pun. Pemerintahan saya akan terus berupaya untuk mewujudkan tujuan itu.