Laporan Hak Asasi Manusia di Indonesia tahun 2013

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia adalah suatu negara demokrasi multi partai. Pada tahun 2009 para pemilih memilih kembali Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Para pengamat dalam dan luar negeri menilai bahwa pemilihan umum legislatif dan presiden tahun 2009 berlangung secara bebas dan adil. Pada umumnya, pemerintah menjaga kendali yang efektif terhadap  institusi keamanan; akan tetapi, ada kejadian dimana unsur-unsur dari institusi keamanan melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

Pemerintah gagal melakukan investigasi yang transparan dan kredibel terhadap beberapa tuduhan pembunuhan di luar pengadilan oleh pasukan keamanan. Pemerintah tidak selamanya melindungi hak-hak kaum minoritas secara agama dan sosial serta penduduk yang terpinggirkan secara ekonomi. Pemerintah menerapkan undang-undang tentang makar dan  penistaan untuk membatasi kebebasan berekspresi para aktivis independen secara damai di provinsi Papua dan Papua Barat dan oleh kelompok agama minoritas.

Korupsi, penyiksaan terhadap narapidana dan tahanan, kondisi penjara yang buruk, perdagangan manusia, buruh anak, dan kegagalan menerapkan standar tenaga kerja dan hak-hak pekerja terus menjadi persoalan.

Dalam beberapa kejadian pemerintah menghukum para pejabat yang melakukan pelanggaran, tetapi hukuman peradilan seringkali tidak sesuai dengan beratnya pelanggaran, sebagaimana terjadi dalam jenis tindak kejahatan lain.

Gerilyawan separatis di Papua membunuh anggota keamanan dan melukai yang lainnya dalam beberapa serangan.

Bagian 1. Penghormatan terhadap Integritas Seseorang, Termasuk Kebebasan dari:

 

a. Penghilangan Nyawa Secara Sewenang-wenang atau Melanggar Hukum

Ada beberapa laporan bahwa pemerintah atau petugasnya melakukan pembunuhan secara sewenang-wenang dan melakukan pelanggaran hukum sepanjang tahun ini. Beberapa tim investigasi yang ditunjuk oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertanggung jawab untuk menginvestigasi dan mengevaluasi apakah pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh personel militer dapat dibenarkan. Divisi Profesi dan Pengamanan dari Kepolisian Negara Indonesia  bertanggung jawab untuk menyelidiki dan mengevaluasi apakah pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh personel polisi dapat dibenarkan.  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang secara umum dihormati juga menginvestigasi kasus-kasus dugaan pelanggaran; akan tetapi, pasukan keamanan seringkali tidak bekerjasama secara penuh dengan mereka.

Selama tahun ini, kelompok-kelompok hak asasi manusia dan media melaporkan bahwa personel militer dan polisi telah melakukan pembunuhan yang tidak dapat dibenarkan, sebagian tidak diselidiki secara transparan.

Pada tanggal 23 Maret, antara 12 sampai 14 anggota Kopassus Grup 2 secara paksa memasuki Penjara Cebongan di Sleman, Yogyakarta, untuk menembak empat tahanan yang telah ditangkap oleh polisi atas dugaan pembunuhan terhadap anggota Kopassus. Komnas HAM melakukan penyelidikan secara independen terhadap kejadian tersebut dan menetapkan bahwa kasus ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia, suatu kesimpulan yang dibantah secara publik oleh Menteri Pertahanan dan Komandan Jenderal Kopassus. Selanjutnya, Komnas HAM menemukan bahwa sejumlah anggota polisi dan TNI bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Pengadilan militer hanya menuntut 12 orang tentara, termasuk beberapa perwira lapangan, atas peran mereka dalam pembunuhan-pembunuhan tersebut. Kelompok hak asasi manusia menduga bahwa sejumlah perwira senior Grup 2 Kopassus telah mendorong polisi untuk memindahkan para tahanan ke fasilitas yang kurang aman,  kemudian mengarahkan tindakan anak buah mereka yang melakukan penyerbuan atau secara sengaja menutup mata atas persiapan serangan tersebut. Pengadilan militer menghukum ke 12 tentara tersebut atas kelalaian dalam tugas hingga pembunuhan yang direncanakan serta menjatuhkan hukuman penjara berkisar antara empat bulan hingga 11 tahun.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan Komnas HAM mengkritisi polisi, termasuk satuan anti teror Detasemen Khusus 88 atas penggunaan kekuatan yang berlebihan, misalnya dalam beberapa kasus, petugas kepolisian menembak dan membunuh tersangka teroris. Kurangnya investigasi yang transparan terhadap tuduhan penggunaan kekuatan yang berlebihan menyulitkan pengkonfirmasian fakta, dan pernyataan polisi tentang insiden seringkali bertentangan dengan keterangan saksi. Misalnya, pada tanggal 22 Juli, personel Densus 88 menembak dua orang tersangka teroris hingga tewas serta menangkap dua orang lainnya di Tulungagung, Jawa Timur. Menurut polisi, salah satu tersangka menembaki polisi. Namun beberapa saksi di tempat kejadian perkara melaporkan bahwa tersangka tersebut tidak melakukan perlawanan dan ditembak tanpa peringatan.

Kekerasan terus berlangsung di provinsi Papua dan Papua Barat selama tahun ini, dan sebagian besar terkait dengan gerakan separatis Papua. Misalnya, pada tanggal 21 dan 22 Februari di wilayah  pegunungan Papua, para gerilyawan separatis Gerakan Papua Merdeka di bawah komando Goliath Tabuni menyerang dan membunuh delapan tentara dan beberapa masyarakat sipil dalam dua serangan terpisah. Dalam serangan pertama, sekitar 20 orang gerilyawan menyerang pos militer luar dekat Puncak Jaya, serta membunuh satu orang tentara dan membakar mayatnya. Hari berikutnya, kelompok ini menyergap sekelompok tentara yang sedang bebas tugas di area tersebut, dan membunuh tujuh orang tentara dan dua hingga empat orang warga sipil.
Dalam insiden terpisah, pasukan keamanan menembak dua orang hingga tewas serta melukai tiga orang lainnya yang diduga anggota kelompok pro kemerdekaan di Sorong, Papua Barat, pada tanggal 30 April. Kelompok ini dilaporkan tengah berkumpul untuk merencanakan misa doa termasuk pengibaran Bendera Bintang Kejora yang dilarang, untuk memperingati  peringatan integrasi Papua sebagai bagian dari Indonesia tanggal 1 Mei.  Pada saat kendaraan polisi yang tidak bertanda tiba, sebagian anggota kelompok itu diduga melawan polisi dan merusak salah satu mobilnya. Akibat dari kekerasan itu dua orang tewas dan tiga orang terluka. Penguasa memvonis tujuh orang dengan tuduhan “pemberontakan” atas peran mereka dalam merencanakan demonstrasi tersebut.

Kurangnya investigasi yang transparan terus menghambat akuntabilitas dalam sejumlah kasus, termasuk pembunuhan terhadap Mako Tabuni dan Tejoli Weya pada tahun 2012 oleh anggota satuan keamanan , dan pembunuhan tahun 2011 terhadap tiga orang pada saat pembubaran Kongres Masyarakat Papua yang Ketiga.

Pada tanggal 7 Oktober, Mahkamah Agung mengurangi hukuman Pollycarpus Budihari Priyanto atas perannya dalam pembunuhan terhadap aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib dari 20 tahun menjadi 14 tahun penjara. Pengurangan hukuman itu merupakan yang terakhir dalam serangkaian vonis bersalah, vonis bebas, dan perubahan dalam lamanya hukuman bagi Priyanto sejak vonis awalnya di tahun 2004.  Walaupun kelompok hak asasi manusia tetap menduga bahwa anggota intelijen terlibat dalam pembunuhan Munir, investigasi tersebut tampaknya tidak berjalan.

b. Penghilangan Orang

Tidak ada laporan tentang penghilangan orang yang bermotif politik selama tahun ini. Pemerintah dan organisasi masyarakat madani melaporkan sedikit sekali perkembangan dalam pertanggungjawaban atas orang-orang yang hilang pada tahun-tahun sebelumnya atau dalam menuntut pihak-pihak yang bertanggung jawab atas hilangnya orang-orang tersebut.

Pada tahun 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc untuk melakukan investigasi dan kemungkinan penuntutan terhadap penculikan aktivis pro demokrasi 1998. Di akhir tahun pemerintah belum membentuk pengadilan ad hoc ini.

c. Penganiayaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Keji, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Lainnya

Undang-undang Dasar menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan keji, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat lainnya. Undang-undang mengkriminalkan penggunaan kekerasan atau kekuatan oleh pejabat untuk mendorong suatu pengakuan, yang dapat dikenakan hukuman sampai dengan empat tahun penjara, akan tetapi kitab undang-undang hukum pidana tidak secara khusus mengkriminalkan penganiayaan. Pada tahun-tahun sebelumnya pejabat penegak hukum secara luas mengabaikan tuduhan penganiayaan dan jarang yang diadili berdasarkan hukum ini. Baru-baru ini pemerintah telah melakukan upaya untuk meminta pertanggungjawaban dari anggota pasukan keamanan yang dituduh melakukan tindakan penganiayaan, tetapi upaya ini tidak mencerminkan tanggung jawab  penuh. Terdapat laporan bahwa anggota pasukan keamanan menutup mata para tahanan selama lebih dari 48 jam terus-menerus serta memukul mereka dengan tinju, tongkat, kabel, tongkat besi, dan palu. Sebagian tahanan melaporkan bahwa personel polisi menyengat mereka dengan listrik, membakar mereka, atau meletakkan benda berat di atas kaki mereka.

Lembaga swadaya masyarakat melaporkan bahwa penganiayaan terus terjadi di dalam  tahanan polisi. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melaporkan bahwa antara bulan Juli 2012 dan Juni 2013, telah menerima 100 laporan penganiayaan dengan jumlah korban mencapai 219 orang. Jumlah yang tidak proporsional, dan insiden-insiden ini terjadi di daerah-daerah yang terpinggirkan secara ekonomi.

Pada tanggal 20 Desember 2012, sekelompok penyerang tak dikenal menembak empat anggota Brimob yang ditugaskan di Poso, Sulawesi Tengah, hingga tewas. Daerah ini memiliki sejarah sebagai tempat berkembangnya kaum perlawanan Islam. Dalam beberapa jam setelah pembunuhan, personel Brimob menangkap 14 penduduk kampung Kalora di Poso. Setelah tujuh hari, semua tersangka dibebaskan karena kurangnya bukti. Setelah mereka dilepaskan, lima dari tersangka tersebut menuduh bahwa personnel Brimob telah menutup mata mereka selama lebih dari 48 jam, memukuli mereka dengan tinju dan benda tumpul, serta mengancam akan membunuh mereka dengan menodongkan laras senjata ke mulut para tersangka. Personel dari Divisi Etika Kepolisian Republik Indonesia menyelidiki tuduhan tersebut, dan penguasa mendakwa kelima personel Brimob dengan tuduhan penyiksaan. Pada tanggal 29 Juli, pengadilan Sulawesi Tengah menghukum kelima orang personel tersebut dengan hukuman penjara 19 bulan, sedikit lebih ringan dari 20 minggu yang didakwakan oleh kejaksaan dan jauh di bawah hukuman lima tahun yang diizinkan oleh undang-undang.

Antara bulan Januari sampai Agustus, pihak otoritas di Aceh mencambuk tiga orang di depan umum atas pelanggaran terhadap hukum syariah, jumlah ini menurun secara tajam dari tahun 2012 ketika mereka mencambuk 49 orang di depan umum.

Kondisi Penjara dan Rumah Tahanan

Kondisi 428 penjara dan pusat penahanan di Indonesia terkadang keras dan mengancam jiwa. Dalam tahun ini kondisi penjara mendapat pengawasan yang meningkat karena terjadinya pembunuhan di luar pengadilan di Penjara Cebongan (lihat bagian 1.a) dan kerusuhan yang dipicu oleh kelebihan penghuni yang terjadi secara merata.

Kondisi Fisik: Pada bulan Agustus data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan terdapat 156.958 narapidana dan tahanan, sedangkan daya tampung seluruh penjara dan pusat penahanan yang ada sekitar 108.311 orang. Penjara dan pusat penahanan di wilayah Jakarta beroperasi dengan melebihi kapasitas hingga 145 persen. Menurut pemerintah, misalnya Penjara Cipinang di Jakarta, dirancang untuk menampung 880 narapidana namun ternyata menampung 2.826 orang.

Data pemerintah menunjukkan bahwa sekitar 5,1 persen tahanan adalah wanita dan 3,3 persen remaja. Menurut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, pada bulan Agustus terdapat 3.198 narapidana remaja yang dihukum dan 1.909 tahanan remaja menjalani pra-persidangan.

Menurut undang-undang, anak-anak yang dihukum karena tindak kejahatan serius harus menjalani hukumannya di penjara remaja. Menurut undang-undang, penjara menampung mereka yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan, sedangkan pusat penahanan menampung mereka yang menunggu sidang pengadilan, namun kadang kala, petugas memasukkan para tahanan yang menunggu sidang pengadilan bersama dengan narapidana yang telah dijatuhi hukuman.

Pada umumnya menampung narapidana wanita dalam fasilitas yang terpisah. Di penjara yang menampung baik pria maupun wanita, narapidana wanita ditempatkan dalam blok sel yang terpisah dari narapidana pria. Menurut observasi LSM, kondisi penjara wanita cenderung lebih baik secara signifikan ketimbang penjara pria, dan lebih sedikit kekerasan terjadi serta lingkungan yang lebih higienis. Namun blok sel wanita di penjara yang menampung narapidana pria dan wanita, tidak selalu mempunyai kenyamanan yang sama dengan tahanan pria, misalnya akses kepada fasilitas olah raga dan perpustakaan.

Menurut data di pemerintah, 279 narapidana meninggal dalam tahanan antara tanggal 1 Januari hingga 30 Juni. Dari jumlah tersebut, 220 meninggal akibat kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, 10 melakukan bunuh diri, lima karena luka yang diderita selama insiden kekerasan antara para narapidana, dan 44 meninggal karena “penyebab lain.”
LSM mencatat terkadang instansi tidak menyediakan perawatan medis yang memadai untuk para narapidana. Para pegiat HAM melihat ketiadaaan perawatan medis kepada para narapidana bukan berdasarkan tindak kejahatan mereka, namun lebih karena kurangnya sumber daya yang tersedia. LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa dalam beberapa kasus, narapidana tidak mendapatkan akses air minum bersih.

Para sipir terus memeras uang para narapidana untuk fasilitas dasar seperti kasur serta mengizinkan narapidana kaya untuk membayar agar mendapat keistimewaan khusus. Penggunaan dan pembuatan obat-obatan terlarang di penjara merupakan masalah serius. Ada laporan yang menyebar luas bahwa pemerintah tidak memberikan makanan yang cukup kepada narapidana, dan anggota keluarga seringkali membawa makanan untuk menambah makanan keluarga mereka. Anggota keluarga melaporkan bahwa pejabat penjara sering meminta uang untuk mengizinkan keluarga mengunjugi tahanan.

Administrasi:Penyimpanan catatan dianggap cukup. Kitab undang-undang hukum acara pidana tidak memasukkan alternatif untuk hukuman penjara bagi pelanggar hukum tanpa kekerasan.

Pemerintah mengizinkan narapidana dan tahanan untuk melakukan ibadah agama dan akses yang cukup bagi para pengunjung, walaupun dilaporkan dalam beberapa kasus, akses ini dibatasi.  Pemerintah secara aktif memantau kondisi penjara dan pusat penahanan.
mengizinkan narapidana dan tahanan untuk mengajukan keluhan kepada penguasa yudisial tanpa sensor dan meminta investigasi atas dugaan yang dapat dipercaya tentang kondisi yang tidak manusiawi.

Ombudsman Republik Indonesia dapat mengadvokasi atas nama narapidana dan tahanan tentang berbagai masalah, termasuk memantau kondisi dan perlakuan terhadap narapidana; mengangkat masalah status dan kondisi penahanan bagi remaja pelanggar hukum; dan memperbaiki prosedur penahanan pra-persidangan, jaminan,  serta penyimpanan catatan untuk menjamin bahwa narapidana tidak menjalani hukuman melebihi hukuman maksimum atas pelanggaran yang dituduhkan. Pada waktu lalu, Ombudsman telah menginvestigasi masalah-masalah di penjara dan melaporkan temuannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Mahkamah Agung. Kantor Ombudsman dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pengawasan Layanan Publik untuk Tahanan dan Narapidana.

Pemantauan Independen:Sejak tahun 2009 pemerintah tidak memberikan akses kepada Komite Palang Merah Internasional ( International Committee of the Red Cross – ICRC) untuk memantau kondisi penjara serta perlakuan terhadap narapidana di seluruh Indonesia, termasuk izin untuk bertemu dan berbicara secara pribadi dengan para narapidana.

d. Penangkapan atau Penahanan Secara Sewenang-Wenang

Undang-undang melarang penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang namun mekanisme penegakan yang ada kurang memadai. Sebagian petugas pemerintah melanggar ketentuan ini.

Peran Polisi dan Aparat Keamanan

Presiden menunjuk Kepala Kepolisian Nasional (Kapolri), dengan persetujuan DPR. Kapolri berada di bawah Presiden namun bukan anggota kabinet. Polri memiliki sekitar 420.000 personel yang ditempatkan di 31 komando daerah di 33 provinsi. Kepolisian memiliki hirarkhi terpusat; unit kepolisian daerah secara formal berada di bawah markas besar nasional. Militer bertanggung jawab untuk pertahanan eksternal; akan tetapi, pasukan teritorial di dalam militer secara individu ditugaskan untuk mencegah dan menanggulangi ancaman domestik di bawah komando mereka masing-masing. Fungsi-fungsi domestik ini meliputi mendukung kepolisian dalam melaksanakan operasi pengamanan di dalam negeri dan mengatasi konflik komunal yang kadang-kadang terjadi. Instruksi presiden yang dikeluarkan di bulan Januari,  diikuti oleh nota kesepahaman antara Polri dan TNI  lebih jauh menjelaskan tentang peran militer dalam menanggulangi konflik komunal.

Di Aceh, Polisi Syariah, sebuah lembaga provinsi, bertanggung jawab untuk menegakkan syariah.

Divisi Propam dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyelidiki pengaduan terhadap anggota polisi secara individu. Selain itu, Komnas HAM dan LSM juga melakukan investigasi eksternal dengan sepengetahuan dan kerjasama dengan kepolisian. Selama tahun 2012, terdapat 4.154 polisi yang menerima hukuman pelanggaran disiplin.

Tanggal 11 September, pertikaian yang sudah berlangsung lama antara dua sekolah Islam telah memicu  pengeroyokan terhadap  Eko Mardi Santoso hingga tewas. Eko diduga terlibat perusakan di salah satu sekolah di Puger, Jawa Timur (lihat bagian 6, Kekerasan Sosial Lainnya). Anggota polisi dilaporkan berada di tempat kejadian selama aksi perusakan berlangsung namun tidak menangkap seorang pun pada saat itu. Setelah kejadian tersebut, polisi menangkap 10 orang terkait dengan  penyerangan terhadap sekolah tersebut,  dan menangkap tujuh orang lainnya terkait dengan pembunuhan terhadap Santoso.

Impunitas atau pembebasan pelaku kejahatan dan korupsi tetap menjadi masalah.

Prosedur Penangkapan dan Perlakuan terhadap Tahanan

Undang-undang memberikan hak kepada narapidana untuk memberitahukan kepada keluarga mereka sesegera mungkin serta menetapkan agar surat penangkapan harus ditunjukkan dalam penangkapan. Ada pengecualian apabila seorang tersangka tertangkap sedang melakukan suatu tindak kejahatan. Undang-undang mengizinkan para penyelidik untuk menerbitkan surat penangkapan; akan tetapi, kadang-kadang para petugas melakukan penangkapan tanpa dilengkapi surat penangkapan. Seorang tersangka dapat menantang legalitas dari penangkapan dan penahanannya dalam sidang pra-peradilan  serta dapat menuntut ganti rugi jika terjadi salah tangkap atau tahan; akan tetapi, tersangka jarang sekali memenangkan sidang pra-peradilan dan hampir tidak pernah menerima ganti rugi setelah dilepaskan tanpa hukuman. Pengadilan militer dan sipil jarang menerima banding berdasarkan klaim karena salah tangkap dan salah tahan. Tersangka memiliki hak atas pembebasan dengan jaminan dan atas pemberitahuan mengenai tuduhan kepadanya. Menurut undang-undang, para tersangka atau tertuduh berhak mendapatkan pengacara yang mereka pilih pada setiap tahap investigasi. Pejabat pengadilan akan menyediakan pengacara secara cuma-cuma bagi orang-orang yang didakwa melakukan pelanggaran dengan tuntutan hukuman mati atau hukuman penjara selama 15 tahun atau lebih, atau bagi terdakwa kurang mampu yang menghadapi hukuman penjara lima tahun atau lebih.

Penangkapan Sewenang-wenang:Dilaporkan mengenai penangkapan secara sewanang-wenang oleh polisi dan petugas keamanan. Tanggal 20 Desember 2012, sebagai balasan atas pembunuhan empat personel Brimob, polisi menangkap 14 penduduk Kampung Kalora, Poso, Sulawesi Tengah. Polisi menahan 14 tersangka selama tujuh hari, dan selama itu para anggota  Brimob menganiaya sebagian dari mereka secara fisik (lihat bagian 1.c) sebelum melepaskan mereka karena kurangnya barang bukti.

Penahanan Pra-persidangan:Undang-undang membatasi masa penahanan pra-persidangan. Polisi diizinkan melakukan penahanan selama 20 hari, yang dapat diperpanjang selama 60 hari oleh jaksa sementara investigasi sedang dilengkapi; jaksa dapat menahan seorang tersangka selama 30 hari lagi selama tahap penuntutan dan dapat meminta perpanjangan 20 hari dari pengadilan. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dapat menahan seorang tersangka hingga 90 hari selama persidangan atau banding, sedangkan Mahkamah Agung dapat menahan seorang terdakwa selama 110 hari sementara mempertimbangkan permohonan banding. Selain itu, pengadilan dapat memperpanjang masa penahanan hingga 60 hari lagi pada setiap tahap apabila seorang terdakwa menghadapi kemungkinan hukuman penjara sembilan tahun atau lebih atau jika individu tersebut terbukti mengalami gangguan mental. Selama tahun ini, penguasa pada umumnya menghargai batasan-batasan ini. Undang-undang anti terorisme mengizinkan para investigator untuk menahan hingga empat bulan seseorang yang, berdasarkan bukti awal yang cukup, diduga keras melakukan atau merencanakan untuk melakukan tindakan terorisme; setelah itu tuntutan harus diajukan.

Amnesti: Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memberikan remisi dari mulai beberapa hari hingga enam bulan sebagai imbalan atas perilaku yang baik sementara dipenjara bagi kebanyakan narapidana. Selama tahun ini pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaan untuk perubahan tahun 2012 atas undang-undang yang mengatur tentang remisi. Peraturan yang baru memberi syarat yang lebih ketat atas pemberian remisi bagi mereka yang dihukum karena tindak kejahatan terkait korupsi, terorisme, narkoba setelah November 2012.

e. Penolakan terhadap Pengadilan Publik yang Adil

Undang-undang menyediakan hakim independen; akan tetapi, hakim tetap mudah dipengaruhi oleh pihak luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, dan petugas keamanan. Di masa lampau, gaji rendah dan pengawasan yang buruk mendorong penerimaan uang suap, dan tekanan dari otoritas pemerintah serta kelompok lain tampaknya memengaruhi putusan para hakim atas suatu kasus. Akan tetapi, peraturan November 2012 memberikan kenaikan 300 persen gaji hakim. Kenaikan ini mulai berlaku pada bulan Januari.

Selama tahun ini Komnas HAM menemukan bahwa Kejaksanaan Agung telah gagal mendapatkan kepastian hukum, mencegah penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang, memberi keadilan melalui proses hukum yang adil dan jujur, serta menjamin hak dari empat karyawan Chevron Indonesia yang terlibat dalam kasus perdata. Kejaksaan Agung menuntut karyawan-karyawan tersebut dengan tuduhan korupsi dalam proyek bioremediasi di Sumatera. Dua orang menerima hukuman lima tahun penjara.

Kadang-kadang pihak penguasa tidak menghormati perintah pengadilan, dan otonomi daerah  mempersulit pelaksanaan perintah ini. Misalnya, pemerintah kota Bogor terus mengabaikan putusan Mahkamah Agung tahun 2010 terkait izin bangunan GKI Yasmin.  Pada bulan September 2012 penguasa setempat kembali menolak permohonan jemaat untuk memulai pembangunannya.

Dalam tahun ini pengadilan militer mengadili sejumlah tentara berpangkat rendah dan kadang-kadang perwira menengah atas pelanggaran terhadap warga sipil atau pelanggaran yang terjadi ketika tentara tidak sedang dalam tugas. Jika seorang tentara diduga melakukan tindak kejahatan, polisi militer menyelidiki dan kemudian menyerahkan temuannya kepada penuntut militer yang memutuskan untuk menyusun suatu kasus. Berdasarkan undang-undang, penuntut militer bertanggung jawab kepada Mahkamah Agung; akan tetapi, penuntut militer bertanggung jawab kepada institusi TNI dalam penerapan undang-undang.

Suatu panel hakim pengadilan militer, yang terdiri dari tiga orang, mengadili perkara, sedangkan Pengadilan Tinggi Militer, Pengadilan Militer Utama, dan Mahkamah Agung mengadili perkara banding. Organisasi-organisasi masyarakat madani dan para pengamat mengkritik masa hukuman singkat yang dikenakan oleh pengadilan militer.

Empat pengadilan negeri masing-masing di Surabaya, Makassar, Jakarta dan Medan diberikan wewenang untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM berat berdasarkan  rekomendasi Komnas HAM. Undang-undang mengatur masing-masing pengadilan untuk memiliki lima anggota, termasuk tiga orang hakim  non karir, yang diangkat untuk jangka waktu lima tahun.  Banding dapat diajukan ke pengadilan banding dan Mahkamah Agung. Undang-undang mengatur tentang definisi genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tanggung jawab komando yang diakui secara internasional, akan tetapi ini tidak memasukkan kejahatan perang sebagai pelanggaran berat HAM  atau mewajibkan penuntutan terhadap pemimpin dalam kejahatan yang dilakukan oleh anak buahnya. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, tak satu pun dari keempat pengadilan negeri tersebut yang mengadili dan memutuskan kasus apa pun selama tahun ini.

Berdasarkan sistem pengadilan syariah di Aceh, 19 pengadilan agama negeri dan satu pengadilan banding mengadili sejumlah kasus. Pengadilan-pengadilan tersebut hanya mengadili kasus yang melibatkan Muslim dan menggunakan ketentuan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah ketimbang kitab undang-undang hukum pidana. Kritik bermunculan memperdebatkan bahwa penerapan hukum syariah secara hukum acara adalah ambigu, sehingga mengarah pada ketidakkonsistenan dalam penerapannya. Misalkan, terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum, namun hak ini tidak diterapkan secara konsisten. Walaupun kasus-kasus syariah seharusnya diadili dalam persidangan tertutup, selama tahun ini terdapat sejumlah masalah dengan perkara peradilan dilakukan dalam pengadilan terbuka.

Prosedur Persidangan

Undang-Undang Dasar mengatur tentang hak atas pengadilan yang adil, dan sistem yudisial pada umumnya menerapkan hak ini. Undang-undang menganggap bahwa seorang terdakwa dianggap tidak bersalah sampai ia terbukti bersalah. Terdakwa segera menerima informasi mengenai tuntutan mereka secara terperinci dan mereka berhak dihadapkan dengan saksi-saksi dan memanggil saksi-saksi dalam pembelaan mereka. Suatu pengecualian diizinkan dalam kasus di mana jarak atau biaya dianggap terlalu berlebihan untuk mengangkut saksi ke pengadilan; dalam hal demikian dapat dipergunakan keterangan di bawah sumpah. Dalam beberapa kasus, pengadilan mengizinkan pengakuan paksa serta membatasi penyerahan bukti pembelaan. Terdakwa berhak untuk menghindari tindakan memberatkan diri sendiri. Di 804 pengadilan di Indonesia, panel hakim melakukan sidang dengan mengajukan pertanyaan, mendengarkan bukti, memutus apakan bersalah atau tidak, dan menjatuhkan vonis. Terdakwa atau jaksa penuntut dapat mengajukan banding. Terdakwa dapat mengakses bukti penuntutan melalui permohonan kepada majelis hakim yang mengadili.

Undang-undang memberikan hak kepada terdakwa untuk mendapatkan pengacara semenjak penangkapan dan setiap tahap pemeriksaan dan mewajibkan agar terdakwa dalam kasus hukuman mati atau hukuman penjara 15 tahun atau lebih, diwakili oleh penasihat hukum. Dalam kasus-kasus dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih, undang-undang mewajibkan pengacara ditunjuk jika terdakwa kurang mampu dan meminta penasihat. Dalam teori terdakwa yang kurang mampu boleh mendapatkan bantuan hukum pribadi, dan kelompok LSM pengacara menyediakan penasihat hukum cuma-cuma kepada terdakwa yang kurang mampu. Misalnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH)  Jakarta telah menangani 917 kasus selama tahun 2012. Undang-undang memperluas hak ini kepada semua warga negara. Dalam beberapa kasus prosedur perlindungan, termasuk terhadap pengakuan paksa, tidak cukup untuk menjamin pengadilan yang adil. Laporan dari Papua menyatakan bahwa terdakwa tidak mendapatkan akses ke pengacara yang mereka pilih dan bahwa penguasa setempat menolak memberikan mereka waktu dan fasilitas yang cukup untuk menyusun pembelaan. Juga, ada laporan bahwa tersangka dalam kasus terkait terorisme tidak mendapatkan akses ke pengacara yang mereka pilih. Dengan pengecualian yang signifikan dalam pengadilan syariah di Aceh dan sebagian pengadilan militer, pengadilan dilakukan secara terbuka.

Narapidana dan Tahanan Politik

Pada bulan Juni, LSM internasional memperkirakan bahwa terdapat lebih dari 70 tahanan politik.  Sebagian besar tahanan politik dituntut dengan pasal makar dan konspirasi untuk tindakan yang terkait dengan pengibaran simbol-simbol separatis yang dilarang, dan banyak tahanan politik yang menjalani hukuman berat (lihat bagian 2.a.).  Pejabat pemerintah menegaskan secara terbuka bahwa mereka tidak akan mentolerir pengibaran simbol-simbol separatis dan membantah bahwa mereka menahan tahanan politik, serta menganggap mereka yang ditahan sehubungan  dengan  tindak kejahatan terkait dengan seruan untuk merdeka di Papua dan Maluku adalah penjahat.

Sejumlah aktivis kemerdekaan dari daerah Papua dan Maluku, termasuk Johan Teterissa, ditahan atau dipenjara karena mengemukakan pandangan politis mereka secara damai. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah menangkap dan menuntut warga provinsi Papua dan Papua Barat karena mengibarkan bendera separatis yang dilarang.

Tanggal 13 Mei, polisi Papua menangkap aktivis pro-kemerdekaan Victor Yeimo karena mengadakan demonstrasi tanpa izin. Dilaporkan bahwa Yeimo telah mengadakan demonstrasi tanpa izin untuk menyerukan penyelidikan atas pembunuhan tanggal 30 April yang dilakukan oleh polisi di Sorong, Papua Barat, terhadap tiga orang yang akan mengikuti demonstrasi  (lihat bagian 1.a.). Di akhir tahun Yeimo menjalani sisa dari hukuman penjara tiga tahun untuk hukuman sebelumnya terkait tuduhan makar dan penghasutan.

Tanggal 24 Juli, suatu pengadilan di Pulau Serui di Kabupaten Pulau Yapen, Provinsi Papua, menghukum Edison Kendi dan Yan Piet Maniamboi masing-masing dua tahun dan 18 bulan penjara, atas peran mereka dalam peringatan Hari Masyarakat Pribumi Yapen. Pengacara untuk kedua orang tersebut menduga adanya kesalahan signifikan dalam proses yudisial, termasuk intimidasi saksi, bukti yang dibuat-buat, dan prosedur pengadilan pra-yudisial. Pengadilan tersebut melepaskan Kendi dan Maniamboi sementara vonis bersalah mereka dimohonkan banding.

Para aktivis hak asasi setempat melaporkan bahwa para aktivis setempat dan anggota keluarga pada umumnya dapat mengunjungi tahanan politik, walaupun  pihak yang berwenang menempatkan sebagian tahanan di pulau lain jauh dari keluarga mereka.

Prosedur dan Perbaikan Yudisial Perdata

Sistem pengadilan perdata dapat ditempuh untuk mendapatkan ganti rugi bagi korban pelanggaran atas hak asasi manusia; akan tetapi, korupsi yang merajalela dan pengaruh politik membatasi akses korban untuk mendapatkan penggantian.

f. Campur tangan sewenang-wenang terhadap Privasi, Keluarga, Rumah, atau Surat-menyurat

Undang-undang mewajibkan surat perintah penggeledahan kecuali untuk kasus yang terkait dengan subversi, kejahatan ekonomi dan korupsi. Pasukan keamanan pada umumnya menghormati persyaratan ini. Undang-undang juga mengatur untuk penggeledahan tanpa surat perintah manakala keadaannya “mendesak dan memaksa” dan untuk pelaksanaan penyadapan tanpa surat perintah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Petugas keamanan kadang-kadang memaksa masuk ke rumah dan kantor. pihak yang berwenang terkadang melakukan pengawasan tanpa surat perintah terhadap individu dan tempat tinggalnya dan memantau panggilan telepon. Sebagian LSM internasional dan lokal memperingatkan bahwa aturan dalam undang-undang tahun 2011 yang memberi kewenangan kepada Badan Intelijen Negara untuk melakukan mengawasan dan menyadap komunikasi dapat memberi kekuasaan kepada pemerintah untuk membungkam wartawan, lawan politik, dan aktivis hak asasi manusia.

Pemerintah menggunakan kekuasaannya untuk mengambil alih atau memfasilitasi swasta atas kepemilikan tanah untuk proyek-proyek pembangunan, seringkali tanpa ganti rugi yang adil. Dalam kasus lain badan usaha milik negara dituduh membahayakan sumber daya tempat masyarakat menggantungkan kehidupannya.  Undang-undang pemerintahan daerah mengizinkan pemerintah memperuntukkan lahan bagi kepentingan publik asalkan dengan pemberian ganti rugi kepada si pemilik lahan.

Akses dan kepemilikan lahan tetap menjadi sumber konflik selama tahun ini. Banyak undang-undang dan peraturan memungkinkan berbagai pihak untuk menklaim lahan yang sama secara sah. Selama tahun ini, pasukan keamanan seringkali mengusir mereka yang terlibat dalam sengketa tanah tanpa proses yang semestinya, seringkali berpihak pada pihak penuntut yang berasal dari dunia usaha melawan penduduk yang lebih miskin. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat 198 konflik agraria selama tahun 2012. Menurut KPA, konflik tersebut melibatkan 141.915 kepala keluarga dan  tanah seluas 963.411 hektar.

Bagian 2. Menghargai Kebebasan Sipil, Termasuk:

 

a. Kebebasan Berbicara dan Pers

UUD dan undang-undang mengatur kebebasan berbicara dan pers. Pemerintah memakai undang-undang yang bertentangan dengan advokasi terhadap separatis untuk membatasi kemampuan individu-individu di provinsi Papua dan Papua Barat dalam mengkritik pemerintah di depan umum dan menganjurkan kemerdekaan secara damai. Walaupun kebebasan pers gencar diberitakan, pemerintah dan sektor swasta terkadang membatasi penggunaan hak ini.

Kebebasan Berbicara: Individu dan organisasi berhak mengkritik pemerintah dihadapan publik dan secara pribadi dan dapat membicarakan hampir semua hal menyangkut kepentingan publik tanpa adanya serangan balasan. Undang-undang mengkriminalkan isi kritik yang menyerukan separatisme. Sebagian LSM dan organisasi lain menduga adanya pemantauan oleh pemerintah atas organisasi mereka, dan pasal makar yang diterapkan oleh pemerintah dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan seruan damai terhadap separatism dapat membatasi hak individu untuk berbicara dan dianggap sebagai pro-separatis. Pada tanggal 1 Mei, polisi Sorong dan Timika diberitakan menangkap 21 orang karena mengibarkan bendera separatis serta menyerukan kemerdekaan Papua.

Kebebasan Pers: Media independen secara aktif mengekspresikan berbagai pandangan; akan tetapi, peraturan daerah dan peraturan tingkat nasional kadang-kadang dipakai untuk membatasi media. Pemerintah terus membatasi media asing untuk berkunjung ke Papua dan Papua Barat dengan mewajibkan izin dari Kementerian Luar Negeri atau kedutaan besar Indonesia. Pemerintah menyetujui sebagian permohonan dan menolak yang lain dengan alasan keselamatan pengunjung asing tersebut. Para pegiat kebebasan pers menduga bahwa permohonan izin wartawan asing ditinjau terlebih dahulu oleh kementerian-kementerian terkait dan juga menduga TNI dan intelijen mencegah wartawan internasional untuk mengunjungi daerah-daerah tersebut.

Kekerasan dan Pelecehan:Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan bahwa ada 100 kasus kekerasan yang menimpa wartawan tahun 2012, sedikit meningkat dari 96 kasus tahun sebelumnya. AJI melaporkan   pemerintah kadang-kadang terlambat dalam menyelidiki tindak kekerasan terhadap wartawan, seperti contoh kasus pembunuhan tahun 1996 terhadap Fuad Muhammad Syafruddin yang tidak dipecahkan. Penyerang yang tidak dikenal membunuh Syafruddin setelah ia menulis berita tentang korupsi pejabat di Yogyakarta. Status kasus ini berakhir pada bulan Agustus 2014.

Tanggal 26 Maret, ribuan pendukung pencalonan walikota petahana di Gorontalo menyerang serta menduduki stasiun televisi milik pemerintah, TVRI Gorontalo, setelah kedapatan menyiarkan laporan tentang putusan korupsi terhadap walikota tersebut.  Para pendukung memukul dan mengintimidasi beberapa wartawan karena menolak menghapus rekaman peristiwa kekerasan tersebut. Menyusul tuntutan dari kelompok masa ini, TVRI akhirnya meminta maaf atas laporan tersebut. Polisi menangkap beberapa orang, dan walikota yang bersangkutan dilarang mengikuti pilkada.

Sensor atau Pembatasan Konten:Kejaksaan Agung memiliki wewenang untuk memantau materi tertulis serta memerintahkan pengadilan untuk melarangnya. Berdasarkan undang-undang tindak penodaan agama, “menyebarkan kebencian, mencap bidah, dan menghujat suatu agama” dapat diancam hukuman maksimum lima tahun penjara. Protes kelompok garis keras atau dewan pemimpin agama yang konservatif biasanya mendesak pemerintah daerah untuk mengambil tindakan berdasarkan undang-undang tersebut. Tanggal 24 Juli, jaksa menuntut dua orang pria di Sukabumi dengan pasal penodaan agama setelah kelompok garis keras memprotes dan menuntut hukuman karena kedua orang tersebut telah “menghina agama.” Sebelum penangkapan, kelompok garis keras telah melaporkan kepada polisi bahwa kedua orang tersebut telah mengajarkan Islam yang menyimpang kepada anak-anak muda serta mendorong mereka untuk berpindah agama dengan mendapat imbalan materi.

Walaupun Undang-undang Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang melambangkan identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan bendera Bulan Bintang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh.  Tidak ada penangkapan baru yang dilaporkan terkait pengibaran bendera RMS, tetapi polisi terus memenjarakan individu yang mengibarkan bendera Bintang Kejora di Papua. Menurut LSM, antara bulan Juni dan September, pihak berwajib menangkap lebih dari 40 orang di Papua karena pelanggaran terkait bendera. Polisi menahan sebagian besar dari mereka selama satu hingga tiga hari sebelum melepaskan mereka. Bendera GAM menjadi sumber kontroversi lagi pada bulan Maret, ketika dewan legislatif Aceh mengeluarkan peraturan yang menjadikannya sebagai bendera resmi provinsi tersebut. Pada akhir tahun pemerintah provinsi masih belum menerapkan peraturan tersebut karena keberatan dari pemerintah pusat.

Kebebasan Internet

Dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik 2008, pemerintah berupaya untuk membatasi akses internet. Undang-undang ini ditujukan untuk memberantas tindak kejahatan secara daring, perjudian, pemerasan, penipuan, ancaman, dan rasisme, serta melarang warga negara untuk mengedarkan informasi yang bersifat fitnah dalam format elektronik dengan ancaman hukuman maksimum enam tahun penjara atau denda Rp. 1 miliar (87.000 dolar AS) atau keduanya. Menurut survei industri bulan November 2012, terdapat 61 juta pengguna internet (sekitar 25 persen dari penduduk), naik 10 persen dari tahun 2011. Dari jumlah ini, 58 juta biasanya mengakses internet menggunakan perangkat bergerak (mobile) seperti telepon pintar atau tablet.

Alexander Aan tetap menjalani hukuman 30 bulan penjara karena memasang pernyataan dan material yang dianggap oleh pemimpin agama Islam sebagai penyebaran paham atheisme dan penghujatan. Aan dihukum tahun 2012 karena melanggar pasal dalam undang-undang yang melarang menyebarkan informasi “secara sadar dan tanpa wewenang” yang  dapat mengakibatkan “rasa kebencian atau perpecahan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar kelompok.”

Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi terus meminta penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir akses ke situs porno serta konten yang menghina. Kementerian ini tidak memiliki mekasnime internal untuk memblokir situs-situs tersebut. Pembatasan ini diserahkan kepada masing-masing ISP, dan kegagalan untuk menerapkan peraturan ini dapat berakibat pada pencabutan izin.

Pada bulan Juli, Kementerian Informasi dan Telekomunikasi dilaporkan memerintahkan ISP untuk memblokir askes www.ourvoice.or.id, suatu situs yang dibuat oleh kelompok pendamping lesbian, gay, biseks, dan transgender (LGBT) di Jakarta. Sebagian ISP mematuhi arahan ini.

Kebebasan Akademis dan Acara Budaya

Pemerintah terus membatasi acara-acara budaya. Pada umumnya pemerintah tidak membatasi kebebasan akademis; akan tetapi, pada bulan Desember 2012, Universitas Malikusalleh di Lhokseumawe, Aceh, memecat dosen fakultas hukum, Mirza Alfath, karena mengunggah  tulisan yang mengkritik syariah di Facebook.

Para kritikus mengkhawatirkan definisi pornografi dalam undang-undang anti pornografi bisa digunakan untuk menjustifikasi serangan terhadap kebebasan berkesenian, beragama dan berbudaya. Undang-undang ini mencakup ketentuan yang mengizinkan warga negara untuk “mengawasi” kepatuhan terhadap undang-undang tersebut. Pada tahun 2010, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa undang-undang ini konstitusional dan tidak melanggar ketentuan tentang kebebasan beragama dan berekpresi yang terdapat pada Undang-Undang Dasar.

Selama tahun ini Lembaga Sensor Film yang diawasi pemerintah terus menyensor film-film dalam dan luar negeri untuk konten yang dianggap porno dan tidak sopan menurut kaidah keagamaan. Yang terakhir, tahun 2011 Lembaga Sensor Film menyensor film-film yang sensitive secara politik. Tekanan sosial telah mendorong sebagian media untuk melakukan sensor diri sendiri atau self-censorship.

b. Kebebasan Berkumpul dan Berserikat secara Damai

 

Kebebasan untuk Berkumpul

Undang-undang mengatur hak kebebasan untuk berkumpul, dan pada umumnya pemerintah menghormati hak ini. Undang-undang mewajibkan para pengunjuk rasa untuk mengajukan pemberitahuan tertulis kepada pihak kepolisian tiga hari sebelum melakukan aksi yang telah direncanakan. Kepolisian dapat menngeluarkan tanda terima atas pemberitahuan. Tanda terima ini berfungsi sebagai izin secara de facto untuk melaksanakan aksi unjuk rasa.

Kepolisian di Papua secara rutin menolak  menerbitkan tanda terima pemberitahuan kepada pengunjuk rasa dengan alasan bahwa unjuk rasa tersebut juga akan menyuarakan kemerdekaan, sebuah tindakan yang dilarang menurut undang-undang.

Sebagian kelompok pendukung LGBT melaporkan bahwa mereka menemukan kesulitan yang sama, karena polisi menolak untuk menerbitkan tanda terima ketika mereka memberitahukan kepada kepolisian tentang rencana unjuk rasa.

Selama tahun ini polisi menangkap peserta aksi damai yang juga membawa simbol-simbol separatis. (lihat bagian 2.a.).

Sepanjang tahun, sejumlah demonstrasi besar terjadi di seluruh Papua; sebagian besar dilaksanakan secara damai dan sesuai dengan peraturan. Akan tetapi, tanggal 1 Mei, dalam maksi unjuk rasa untuk memperingati kembalinya Papua dan Papua Barat dari Belanda kepada NKRI, polisi menangkap 21 pengunjuk rasa di Sorong dan Timika yang berupaya mengibarkan bendera gerakan separatis.

Kebebasan Berserikat

Pada umumnya pemerintah menghormati Undang-Undang Dasar dan undang-undang mengatur tentang kebebasan berserikat. Pada bulan Juli, DPR mengsahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Ormas) menjadi undang-undang, menggantikan undang-undang tahun 1985. Undang-undang ini mengatur kewajiban pendaftaran berjenjang bagi semua organisasi nirlaba serta mewajibkan organisasi menjunjung nilai-nilai keagamaan dan ideologi nasional Pancasila. Undang-undang ini juga mewajibkan izin pemerintah pusat dan daerah bagi organisasi internasional/asing serta melarang mereka untuk mengganggu persatuan dan kesatuan. Sejak Agustus pemerintah belum menerbitkan aturan pelaksanaan untuk undang-undang ini.

Kritik bermunculan karena undang-undang ini dikhawatirkan akan dipergunakan untuk melemahkan atau membubarkan LSM yang kritis terhadap pemerintah serta individu-individu  atau lembaga yang terkait dengan pemerintah. Kritik-kritik memunculkan kekhawatiran akan berbagai kewajiban dan larangan yang tidak jelas terhadap kegiatan LSM serta pembatasan pendirian organisasi yang didanai oleh pihak asing.

Anggota kelompok agama Ahmadiyya belum menyelenggarakan konferensi nasional sejak 2008, ketika pada saat itu kepolisian di Bali menolak mengeluarkan izin. Selain itu, beberapa pemerintah daerah terus membatasi hak mereka untuk berkumpul.

Sebagian kelompok yang mendukung LGBT melaporkan kesulitan-kesulitan ketika berupaya mendaftarkan organisasi mereka.

c. Kebebasan Beragama

Laporan Kebebasan Beragama Internasional dari Departemen Luar Negeri www.state.gov/j/drl/irf/rpt.

d. Kebebasan Bergerak, Pengungsi Internal (IDP), Perlindungan Terhadap Pengungsi, dan Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan

Undang-undang mengatur tentang kebebasan pergerakan di dalam negeri dan pada umumnya mengizinkan melakukan perjalanan ke luar negeri. Undang-Undang Dasar memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mencegah orang-orang tertentu untuk masuk atau meninggalkan negara. Undang-undang memberikan wewenang yang luas kepada militer untuk menetapkan negara dalam keadaan darurat, termasuk membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut; akan tetapi pemerintah tidak menggunakan wewenang ini.

Pemerintah bekerjasama dengan Kantor PBB urusan pengungsi (UNHCR) dan organisasi-organisasi kemanusiaan lainnya dalam memberikan perlindungan serta bantuan kepada  pengungsi internal (IDP), pengungsi, pengungsi yang kembali, pencari suaka, orang-orang tanpa kewarganegaraan, dan orang-orang lain dengan perhatian tertentu.

Pergerakan di dalam negeri: Pemerintah terus membatasi kebebasan pergerakan bagi orang asing di provinsi Papua dan Papua Barat melalui sistem “surat perjalanan,” akan tetapi pelaksanaannya tidak konsisten.

Perjalanan ke luar negeri: Pemerintah dapat mencegah kedatangan dan keberangkatan atas permintaan polisi, Kejaksaan Agung, KPK, dan Kementerian Keuangan. Sebagian yang dihalangi untuk masuk dan meninggalkan Indonesia adalah pengemplang pajak, orang-orang yang telah didakwa atau dijatuhi hukuman, individu yang tersangkut dalam kasus korupsi, dan orang-orang yang terlibat dalam sengketa hukum.

Pengasingan: Sejumlah aktivis kemerdekaan Papua dengan keinginan sendiri tinggal di pengasingan.

Pengungsi Internal (IDP)

LSM Internasional,  Internal Displacement Monitoring Center, dalam laporan bulan Desember 2012, memperkirakan 170.000 jiwa masih terusir, dan mereka yang telah dipulangkan atau dimukimkan kembali terus menghadapi rintangan untuk menikmati seluruh hak mereka.  Kurangnya pemantauan sistematis kondisi pemulangan dan pemukiman kembali serta kesulitan dalam menentukan siapa yang masih menjadi pengungsi internal menyulitkan perkiraan jumlah  pengungsi internal. Pemerintah secara paksa memukimkan kembali sekitar 200 penganut Syiah Madura yang telah tinggal di penampungan sementara sejak kekerasan komunal  bulan Agustus 2012, yang memaksa mereka meninggalkan tempat tinggal mereka. Pada bulan Juli, pemerintah memulai proses rekonsiliasi untuk menangani penyebab kekerasan tersebut. Pada bulan Agustus, kelompok tersebut terus menyatakan keinginan untuk kembali ke tempat tinggal mereka.

Undang-undang menetapkan bahwa pemerintah menjamin “pemenuhan hak seseorang dan orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya  karena bencana dengan cara yang adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.”

Perlindungan Pengungsi

Akses ke Pencari Suaka: Undang-undang tidak mengatur hal pemberian suaka atau status pengungsi, dan pemerintah belum menetapkan suatu sistem untuk memberi perlindungan bagi pengungsi. Perkiraan jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia bervariasi. Pada bulan Juli terdapat 8.623 pencari suaka dan 2.072 pengungsi yang terdaftar pada UNHCR. Sebagian adalah pemohon dan yang lain adalah tanggungan para pemohon. Kebanyakan pengungsi atau pencari suaka berasal dari Afganistan, Birma dan Iran. Sekitar 1.410 dari jumlah tersebut ditampung dalam 12 rumah tahanan imigrasi di seluruh Indonesia, sementara mayoritas sisanya tinggal di rumah-rumah pemondokan melalui bantuan International Organization for Migration (Organisasi Migrasi Internasional). Kondisi di rumah tahanan imigrasi seringkali melebihi kapasitas, dan kadang-kadang terjadi insiden kekerasan. Pada tanggal 8 April, polisi menangkap 17 pengungsi asal Birma dalam pembunuhan delapan nelayan yang juga dari Birma yang ditahan karena pelanggaran imigrasi.

Akses ke Pelayanan Dasar: Pemerintah melarang pengungsi untuk bekerja dan mendapatkan  pendidikan dasar umum.

Solusi yang Tahan Lama: Menurut Kementerian Perumahan, sekitar 100.000 eks pengungsi Timor Leste (sebelumnya Timor Timur) tinggal di Timor Barat. Pemerintah menyediakan 10.400 rumah untuk eks pengungsi di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Belu. Sekitar 25.000 orang terus tinggal di kamp-kamp pengungsi. Konflik seringkali terjadi antara penduduk setempat dan eks pengungsi. Sebuah laporan dari International Crisis Group pada tahun 2011 menyatakan bahwa banyak pengungsi tidak terintegrasi dengan baik dengan masyarakat setempat dan banyak eks pengungsi yang terus kembali ke Timor Leste dalam kelompok kecil namun dengan jumlah yang meningkat.

Bagian 3. Penghormatan terhadap Hak-hak Politik: Hak Warga Negara untuk Mengubah Pemerintah Mereka

Undang-undang memberikan hak kepada warga negara untuk mengubah pemerintah mereka secara damai, dan warga negara melaksanakan hak ini melalui pemilihan periodik yang bebas dan adil berdasarkan hak pilih universal.

Pemilihan Umum dan Partisipasi Politis

Undang-Undang Dasar mengatur pemilihan umum nasional setiap lima tahun. Anggota DPR secara otomatis menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebuah badan yang dipilih secara penuh yang terdiri dari 550 anggota DPR dan 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pemilihan Umum Baru-baru ini:Pada tahun 2009 para pemilih memlih kembali Susilo Bambang Yudhoyono. Juga pada tahun 2009 Indonesia menyelenggarakan pemilihan legislatif demokratis ketiga. Pada umumnya, pengamat dalam dan luar negeri menemukan bahwa pemilihan tersebut berlangsung secara bebas dan adil. Pemilihan tersebut merupakan urusan yang rumit di mana para pemilih menerima surat suara untuk DPR, DPD, DPRD tingkat I, dan DPRD tingkat II.  Sebanyak tiga puluh delapan partai nasional bersaing dalam pemilu, dengan tambahan enam partai di Provinsi Aceh saja. Terjadi penyelewengan, yang memerlukan 245 pemilu ulang di 10 provinsi dari total 550 pemilihan di 33 provinsi. Terjadi kekerasan pada periode sebelum dan selama pilkada Aceh pada bulan April.

Pada tahun 2009 partai politik diwajibkan untuk meraih minimum 2,5 persen dari suara nasional untuk mendapatkan satu kursi di DPR. Sembilan partai memenuhi ambang batas ini dan memenangkan kursi di DPR. Tiga penerima suara teratas adalah partai sekuler dan nasionalis, diikuti oleh empat partai berorientasi Islam terbesar. Partai Demokrat pimpinan Presiden Yudhoyono memenangkan kursi terbanyak, sementara Partai Golkar berada di tempat kedua. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri berada di posisi ketiga. Pada bulan April 2012 DPR menaikkan ambang batas minimum suara untuk  memperoleh satu kursi menjadi 3,5 persen.

Semua warga negara dewasa, berumur 17 ke atas, berhak untuk memilih kecuali anggota polisi dan tentara yang masih aktif, tahanan yang menjalani kurungan lima tahun atau lebih, orang-orang yang menderita gangguan mental, dan orang-orang yang dicabut hak suaranya melalui putusan pengadilan yang tidak dapat dicabut kembali. Remaja yang sudah menikah (yaitu mereka yang berumur di bawah 17 tahun) adalah orang dewasa dan diizinkan untuk memilih.

Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), 13 provinsi/daerah khusus menyelenggarakan pilkada tingkat provinsi, 23 kota menyelenggarakan pilkada tingkat kotamadya, dan 49 kabupaten menyelenggarakan pilkada tingkat kabupaten antara Januari sampai Agustus. Pada bulan Januari, setelah 18 bulan penundaan birokratis, Papua berhasil menyelenggarakan pilkada gubernur dan wakil gubernur.

Partisipasi Perempuan dan Kaum Minoritas:Tidak ada pembatasan hukum untuk peran perempuan dalam politik. Undang-undang partai politik memandatkan agar perempuan mengisi paling sedikit 30 persen dari anggota pendiri suatu partai politik baru.
Undang-undang pemilu yang dikeluarkan sebelum pemilu nasional 2009 memiliki klausul yang tidak mengikat bagi partai-partai untuk memilih perempuan paling sedikit 30 persen dari tempat calon dalam daftar partai mereka. Pada tahun ini KPU membuat aturan ini mengikat, dan semua partai besar mengikutinya. Jumlah perempuan dalam parlemen meningkat secara signifikan, dari 11 pesen menjadi 18 persen dalam kursi DPR dan dari 19 persen menjadi 27 persen dalam kursi DPD pada pemilu 2009. Perempuan menduduki 38 jabatan tingkat kabinet.

Pada tingkat provinsi, terdapat satu gubernur perempuan dan satu orang wakil gubernur. Selain itu, terdapat tiga orang perempuan sebagai walikota, tiga orang sebagai wakil walikota, 13 orang sebagai bupati, dan 19 orang sebagai wakil bupati.

Perempuan secara tidak proporsional menduduki beberapa jabatan pimpinan dalam pemerintah daerah di sebagian provinsi; misalnya, di Aceh jabatan tertinggi yang dipegang oleh perempuan adalah wakil walikota, di kota Banda Aceh.

Persyaratan bahwa semua calon harus menunjukkan kemampuan mereka untuk membaca Al Qur’an dalam bahasa Arab secara efektif menghalangi non-Muslim dari jabatan politis di sebagian tempat di Indonesia.

Tidak ada statistik resmi mengenai latar belakang suku para anggota legislatif di DPR. Kabinet Presiden Yudhoyono mencerminkan keberagaman suku dan agama di Indonesia.

Bagian 4. Korupsi dan Kurangnya Transparansi dalam Pemerintah

Undang-undang mengatur tentang hukuman pidana bagi korupsi yang dilakukan oleh pejabat, dan pemerintah pada umumnya berusaha menerapkan undang-undang ini. Kendati terdapat penangkapan dan penghukuman banyak pejabat tinggi dan yang mempunyai kuasa, terdapat pandangan luas di dalam dan luar negeri bahwa korupsi tetap menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
KPK dan Kejaksaan Agung di bawah jaksa agung muda bidang tindak pidana khusus memiliki yurisdiksi atas investigasi dan penuntutan terhadap kasus korupsi.

Korupsi: Indonesia mempunyai pengadilan anti korupsi di seluruh 34 provinsi. Dari bulan Januari hingga Juli, KPK melakukan 44 penyelidikan, 37 penyidikan, dan 12 penuntutan. Sebagai hasil dari penyidikan dan penuntutan di tahun 2012, KPK berhasil menyelematkan keuangan  Negara senilai Rp. 1,3 triliun (113 juta dolar AS)  dan mencegah kerugian kehilangan asset Negara senilai lebih dari Rp. 152 triliun (13,3 milyar dolar AS)

KPK terus menyelidiki dan menuntut pejabat yang diduga melakukan korupsi di semua tingkat di pemerintahan. Beberapa kasus korupsi tingkat tinggi meliputi program pengadaan atau proyek konstruksi skala besar di institusi pemerintah. Selama tahun ini pejabat KPK menangkap dua ketua partai nasional, seorang gubernur, beberapa hakim, dan sejumlah pegawai negeri. Sejak pemerintah membentuk KPK tahun 2003, komisi ini menyatakan dengan bangga bahwa tingkat penghukuman adalah 100 persen.

Pada bulan Januari para penyidik KPK menangkap ketua partai politik dengan tuduhan partai tersebut mengendalikan Kementerian Pertanian dan menerima suap sebagai imbalan atas alokasi kuota daging impor.  Pegiat anti-korupsi mengamati bahwa salah satu penyebab dari kasus ini dan kasus-kasus serupa lainnya karena biaya yang sangat luar biasa tinggi yang harus dikeluarkan oleh partai politik ketika berkampanye dan juga tanggung jawab pengurus senior partai untuk mencari dana.

Tanggal 3 Oktober KPK menuntut Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dengan tuduhan suap Rp. 3 miliar (262.500 dolar AS) dalam menetapkan putusan pengadilan untuk kasus pilkada.

Korupsi yang meluas di seluruh sistem hukum terus berlangsung. Pada tahun 2012 kelompok pengawas korupsi independen menyatakan 84 hakim pengadilan korupsi terkait tindak pidana  korupsi. Suap dan pemerasan memengaruhi penuntutan, penjatuhan vonis, serta pemberian hukuman dalam kasus-kasus perdata dan pidana. Oknum-oknum kunci dalam sistem pengadilan dituduh menerima suap dan menutup mata terhadap kantor-kantor pemerintahan lainnya yang diduga melakukan korupsi. Organisasi bantuan hukum melaporkan jalannya kasus sering sangat lambat kecuali diberi suap.

Antara bulan Januari dan Juni, Komisi Ombudsman Nasional menerima 3.023 laporan masyarakat terhadap pejabat pemerintah.  Sebagian besar laporan terkait dengan pemerintah daerah dan polisi.

Laporan terhadap Polisi lazimnya berkisar pembayaran uang damai kepada Polisi lalu lintas hingga suap kepada penyidik dalam jumlah besar dalam kasus pidana. TKI yang kebanyakan wanita kerap menerima perlakuan tidak pantas, penggeledahan yang tidak patut, pencurian barang milik para TKI serta pemerasan yang dilakukan oleh para pejabat korup pada saat kedatangan mereka.

Perlindungan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower): Undang-undang dan peraturan pemerintah memberikan perlindungan kepada pegawai negeri dan karyawan swasta untuk melaporkan tindak kejahatan termasuk korupsi, terorisme, narkoba, pencurian, dan perdagangan manusia. Undang-undang ini diterapkan tidak merata, dan para Pelapor Tindak Pidana seringkali mendapatkan pembalasan dan intimidasi.

Pengungkapan Laporan Keuangan: Menurut undang-undang pejabat pemerintah senior, serta pejabat lain yang bekerja pada instansi tertentu, diwajibkan menyerahkan laporan pengungkapan keuangan. Undang-undang mewajibkan agar laporan tersebut memuat semua kekayaan yang dimiliki oleh pejabat negara, suami atau istri, serta anak yang menjadi tanggungannya. Laporan tersebut harus diserahkan setelah menduduki jabatan, setiap dua tahun setelahnya, dalam waktu dua bulan setelah meninggalkan jabatan, dan segera setelah diminta oleh KPK. KPK bertanggung jawab untuk memverifikasi pengungkapan tersebut dan memublikasikannya dalam Lembar Negara dan di internet. Ada sanksi pidana bagi yang tidak mematuhi kasus yang terkait korupsi. Tidak semua kekayaan diverifikasi karena kurangnya sumber daya manusia di lingkungan KPK.

Akses Publik ke Informasi: Undang-undang tentang Kebebasan atas Informasi memberikan kepada warga negara akses ke informasi pemerintah dan menyediakan suatu mekanisme yang melaluinya warga negara dapat memperoleh informasi tersebut. Undang-undang melindungi pengungkapan informasi berkatagori “rahasia” kepada publik,yang mencakup informasi tentang pertahanan dan keamanan negara, investigasi dan kegiatan penegakan hukum, pejabat publik, dan kepentingan bisnis  badan usaha milik negara. Pada akhir tahun banyak lembaga pemerintahan yang tidak bersedia atau tidak ingin menerapkan undang-undang tersebut. Menurut studi yang dilakukan oleh AJI pada bulan April 2012, hanya 46 persen dari total permintaan informasi oleh Publik dipenuhi oleh pejabat pemerintah. Menurut studi ini, kebanyakan pejabat pemerintah mengabaikan atau menghilangkan permintaan tersebut.

Bagian 5. Sikap Pemerintah Mengenai Investigasi Internasional dan Non Pemerintah tentang Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Sejumlah organisasi hak asasi manusia pada umumnya beroperasi tanpa pembatasan dari pemerintah di seluruh negeri, melakukan investigasi dan menerbitkan temuannya tentang kasus-kasus hak asasi manusia serta mengadvokasi untuk perbaikan atas kinerja pemerintah dalam bidang hak asasi manusia. Pemerintah bertemu dengan LSM lokal, menjawab pertanyaan mereka, dan mengambil beberapa langkah sebagai tanggapan terhadap keprihatinan LSM. Akan tetapi, sebagian pejabat pemerintah, khususnya di Papua dan Aceh, melakukan pemantauan, pelecehan, dan campur tangan serta ancaman dan intimidasi. Para aktivis mengatakan bahwa pejabat intelijen membuntuti mereka, mengambil foto mereka secara diam-diam, dan kadang-kadang menakannya kepada teman dan anggota keluarga mengenai keberadaan dan kegiatan mereka.

Para aktivis hak asasi manusia melaporkan bahwa mereka sering menerima pesan ancaman dan intimidasi dari sumber yang tidak dikenal.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Badan Internasional Lainnya:Pemerintah mengizinkan kunjungan sebagian pejabat PBB terkait dengan pemantauan situasi hak asasi manusia, tetapi menunda kunjungan pejabat lain dengan alasan birokrasi. Dalam kasus tersebut ketika pemerintah memberikan izinkan kunjungan, pejabat PBB tersebut tidak dapat melakukan perjalanan ke Papua dan Papua Barat. Pasukan keamanan dan badan intelijen cenderung mencurigai organisasi hak asasi manusia luar negeri, terutama yang beroperasi di Papua dan Papua Barat, dan membatasi pergerakan mereka di wilayah ini.

Pada tahun 2009 pemerintah membatalkan perjanjian keberadaan ICRC serta menunda permohonan kunjungan ICRC ke penjara-penjara, termasuk pertemuan tertutup dengan para narapidana di seluruh Indonesia. ICRC diizinkan melakukan kunjungan ke Papua serta  melakukan serangkaian kegiatan terbatas (seperti memberikan pelatihan kepada tentara dan polisi, pengembangan kurikulum sekolah, dan memberikan bantuan sanitasi/teknis untuk penjara).

Badan-badan Hak Asasi Manusia Pemerintah:Sejumlah badan independen yang terafiliasi dengan pemerintah mengangkat masalah hak asasi manusia, termasuk Ombudsman Nasional, Komnas Perempuan dan Komnas HAM. Masyarakat pada umumnya mempercayai Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Ombudsman, akan tetapi pemenuhan pemerintah atas rekomendasi dari lembaga-lembaga tersebut bukanlah suatu merupakan kewajiban dan dan kemestian

Tahun 2012, Komnas HAM mengumumkan temuannya mengenai “pembersihan” anti Komunis tahun 1965 dan 1966. Berdasarkan investigasi selama empat tahun, komisi ini menyimpulkan bahwa tindakan pemerintah, termasuk pembunuhan, penumpasan, perbudakan, pengucilan atau pemindahan penduduk secara paksa, pencabutan kemerdekaan pribadi, siksaan, pemerkosaan, dan penghilangan paksa, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pada akhir tahun pemerintah belum mengajukan tuntutan dalam kasus terkait kejadian-kejadian itu.

Pada tahun 2009 DPR menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc untuk menyelidiki dan menuntut kasus hilangnya aktivis HAM. Dua puluh empat aktivis HAM dan mahasiswa hilang antara tahun 1997 dan 1998; 10 orang kemudian muncul kembali, dan menuduh militer atas penculikan dan penganiayaan. Satu mayat ditemukan, dan 13 aktivis masih hilang. Kendati telah persetujuan DPR akan pembentukan Pengadilan ad-hoc HAM sampai akhir tahun pemerintah belum membentuk pengadilan ini.

Walalupun undang-undang tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh menyatakan bahwa pengadilan HAM akan didirikan di Aceh, pengadilan tersebut belum didirikan, tampaknya karena kesulitan yang berasal dari peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional lainnya.

Bagian 6. Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Manusia

Undang-Undang Dasar tidak secara eksplisit melarang diskriminasi berdasarkan gender, ras, ketidakmampuan, bahasa, atau status sosial. Undang-undang dasar mengatur kesamaan hak seluruh warga negara, baik pribumi maupun naturalisasi. Kadang-kadang pemerintah gagal membela hak-hak ini, khususnya untuk masyarakat minoritas.

Perempuan

Pemerkosaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga:Undang-undang mengkriminalkan pemerkosaan, walaupun definisi hukum mengenai pemerkosaan hanya meliputi penetrasi organ seksual secara paksa, dan pengajuan kasus ini memerlukan konfirmasi dan saksi. Undang-undang mengkriminalkan pemerkosaan dalam perkawinan. Statistik nasional yang dapat dipercaya tentang insiden pemerkosaan tetap tidak tersedia. Pemerkosaan dapat dihukum mulai dari empat hingga empat belas tahun penjara, dan pemerintah memenjarakan pelaku pemerkosaan dan upaya pemerkosaan; akan tetapi, hukuman ringan terus menjadi masalah, dan banyak pemerkosa yang divonis menerima hukuman minimum.

Undang-undang melarang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan bentuk kekerasan lain terhadap perempuan; akan tetapi, kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah. Kekerasan terhadap perempuan tetap tidak didokumentasikan dengan baik dan secara signifikan kurang dilaporkan oleh pemerintah.

Angka secara nasional tidak tersedia. Sebagian besar LSM perempuan meyakini bahwa angka sesungguhnya jauh lebih tinggi daripada statistik yang diterbitkan oleh pemerintah, dengan memperhatikan kecenderungan banyaknya korban yang tetap diam. Komnas Perempuan melaporkan KDRT adalah bentuk kekerasan yang paling umum terhadap perempuan.

Tekanan sosial mencegah banyak perempuan untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga. Pada tahun 2012 Yayasan Bantuan Hukum Perempuan di Jakarta menerima 654 keluhan tentang kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pelecehan fisik dan seksual.

Dua jenis pusat krisis tersedia bagi perempuan korban kekerasan: pusat-pusat yang dioperasikan oleh pemerintah di rumah sakit dan pusat-pusat LSM di masyarakat. Secara nasional “ruang krisis khusus” atau “pusat pengaduan perempuan” dioperasikan oleh polisi  di mana polisi wanita menerima laporan tindak kejahatan dari korban perempuan dan anak-anak dari serangan seks dan perdagangan dan di mana para korban menemukan tempat berlindung sementara.

Sunat/Pemotongan Alat Kelamin Perempuan (FGM/C):Menurut sejumlah LSM, masih terjadi sejumlah penyunatan alat kelamin pada perempuan di atas 18 tahun. Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010 memberikan instruksi khusus untuk melarang jenis tertentu yang lebih drastis atas sunat alat kelamin perempuan akan tetapi secara eksplisit mengizinkan yang lainnya. Keputusan tersebut menyatakan bahwa dokter, bidan, dan perawat yang memiliki izin dapat melakukan sunat alat kelamin perempuan tipe IV (menusuk atau melubangi klitoris atau labia secara simbolis) atas permintaan dan izin dari perempuan yang bersangkutan (lihat bagian 6, Anak-anak).

Pelecehan Seksual:Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan dalam kitab undang-undang hukum pidana, pasal 281 melarang tindakan asusila di depan publik, merupakan dasar untuk gugatan pidana mulai dari pelecehan seksual di tempat kerja.  Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dihukum dengan hukuman penjara sampai dengan dua tahun dan delapan bulan serta denda sedikit.

Hak Reproduksi:Pemerintah mengakui hak individu dan pasangan untuk menentukan jumlah, antara, dan waktu melahirkan dan mendorong keluarga berencana. Menurut suatu studi yang diterbitkan oleh sebuah LSM internasional di tahun 2012, rata-rata 30 persen perempuan yang disurvei selama 4 tahun yang tidak lagi menginginkan anak pada akhirnya melahirkan anak. Studi tersebut menemukan bahwa sejumlah faktor yang memengaruhi statistik ini, termasuk pemakaian metoda alat kontrasepsi jangka pendek ketimbang jangka panjang. Walaupun pemerintah menyubsidi dan memberikan akses ke kontrasepsi di seluruh Indonesia, biaya kontrasepsi dan infrastruktur kesehatan yang buruk seringkali membatasi ketersediaannya. Sebuah laporan dari LSM internasional tahun 2010 mengindikasikan bahwa perempuan lajang secara khusus tidak diberi akses yang cukup ke kontrasepsi, dan ini terus menjadi masalah.

Menurut Survei Kesehatan dan Demografis (DHS) tahun 2012, 62 persen perempuan menikah menggunakan kontrasepsi. Studi tersebut juga menemukan bahwa 96 persen perempuan menerima perawatan medis pranatal. Rasio kematian ibu melahirkan resmi per HDS 2007 adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan laporan WHO tahun 2010 tentang kematian ibu melahirkan memperkirakan rasio sebesar 220 per 100.000 kelahiran hidup.

Penyebab utama dari kematian ibu melahirkan adalah postpartum hemorrhage, pre-eclampsia, dan sepsis. Menurut tinjauan Bank Dunia tahun 2010, terdapat beberapa faktor kunci dalam tingkat kematian ibu melahirkan yang tinggi. Sementara 79 persen perempuan mendapatkan perawat yang terampil saat melahirkan, penempatan bidan yang tidak merata pada tingkat masyarakat, pelatihan di bawah standar bagi banyak bidan, dan penggunaan tenaga pembantu kelahiran tradisional yang tinggi merupakan salah satu faktor. Rumah sakit dan pusat kesehatan tidak melaksanakan secara optimum pengelolaan komplikasi, dan terdapat masalah dengan rujukan untuk komplikasi, termasuk masalah keuangan atau terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan yang memenuhi syarat. Hampir 50 persen kelahiran terjadi di rumah. Status ekonomi seorang perempuan, tingkat pendidikan, dan usia pada pernikahan pertama juga memengaruhi kematian ibu melahirkan.

Diskriminasi:Undang-undang menyatakan bahwa perempuan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama seperti laki-laki, akan tetapi undang-undang juga menyatakan bahwa partisipasi perempuan dalam proses pembangunan tidak boleh bertentangan dengan peran mereka dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan dalam mendidik generasi muda. Undang-undang tentang perkawinan menetapkan laki-laki sebagai kepala keluarga. Perempuan di banyak daerah di Indonesia, secara khusus di Papua, mengeluh tentang perlakuan berbeda berdasarkan gender.

Perceraian dimungkinkan bagi laki-laki dan perempuan. Banyak istri yang diceraikan tidak menerima tunjangan dari mantan suami, karena tidak ada sistem untuk melaksanakan pembayaran tersebut. Jika tidak ada perjanjian kawin, harta gono-gini dibagi sama rata. Undang-undang mewajibkan perempuan yang bercerai untuk menunggu 40 hari sebelum menikah kembali, laki-laki dapat segera menikah kembali.

Pemerintah provinsi Nangroe Aceh Darusslam menerapkah hukum syariah. Dampak dari penerapan ini bervariasi di daerah-daerah di provinsi ini tetapi meneruskan pola dari beberapa tahun terakhir, pada umumnya tampak tidak begitu mengganggu lagi karena pengawasan pemerintah yang lebih baik atas Polisi Syariah. Pada bulan Januari, pemerintah kota Lhokseumawe, kota terbesar kedua di Aceh, memberlakukan keputusan walikota yang melarang perempuan membonceng motor dengan duduk mengangkang. Tidak ada laporan mengenai penangkapan karena pelanggaran peraturan ini, tetapi polisi sering membuat titik pemeriksaan untuk menegakkan peraturan ini. Penerapan hukum Syariah bervariasi di seluruh provinsi ini; misalnya, di Kabupaten Aceh Barat perempuan diwajibkan memakai rok, suatu pembatasan yang tidak secara eksplisit ditetapkan di tempat lain. Bukan hal yang aneh bagi Polisi Syariah untuk menghentikan sebentar perempuan Muslim dan menasihati mereka yang berpakaian tidak sesuai dengan persyaratan syariah setempat mengenai pakaian yang pantas.

Pemerintah daerah dan kelompok-kelompok di daerah di luar Aceh juga melakukan kampanye untuk mendorong kepatuhan perempuan terhadap hukum syariah. Peraturan daerah (perda) di beberapa wilayah mengharuskan busana Muslim bagi pegawai negeri. Kesiagaan dalam menegakkan pembedaan jenis kelamin, puasa, dan aturan pakaian meningkat selama Ramadan. Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab untuk “menyelaraskan” peraturan daerah yang tidak sejalan dengan undang-undang nasional. Antara bulan Januari hingga Juni, kementerian dalam negeri mengevaluasi 1.320 perda di seluruh Indonesia dan meminta klarifikasi dari pemerintah daerah atas 142 peraturan daerah yang dianggap bertentangan dengan undang-undang tingkat nasional.

Perempuan masih menghadapi diskriminasi di tempat kerja, baik dalam perekrutan maupun mendapatkan kompensasi yang adil; akan tetapi, sudah ada perkembangan khususnya di sektor publik. Menurut laporan tahun 2012 tentang kesamaan gender, upah per jam untuk perempuan sebagai persentase dari upah laki-laki relatif belum berubah antara tahun 2011 dan 2012. Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2011 menunjukkan kemajuan signifikan ke arah kesetaraan gender dalam partisipasi pasar tenaga kerja, pekerjaan dan upah. Kesenjangan upah gender menyempit antara tahun 2001 dan 2008 di banyak sektor tetapi melebar di sektor yang lain (profesional, teknis, dan pekerja terkait). Sementara perempuan yang menduduki jabatan administratif dan manajerial mendapat upah lebih daripada laki-laki, tidak banyak perempuan yang menduduki jabatan di tingkat manajerial dibandingkan laki-laki. Menurut pemerintah, pada bulan Oktober 2011, 47 persen dari seluruh pegawai negeri adalah perempuan dan lebih dari 24 persen dari pegawai negeri senior, meningkat hanya 9 persen dari tahun 2009. Pada bulan Juli, gubernur Provinsi Gorontalo menghimbau kepala dinas laki-laki pada pemerintah provinsi untuk mengganti sekretaris perempuan dengan laki-laki. Kebijakan ini dibuat setelah adanya laporan tentang dugaan hubungan asmara antara pejabat dengan sekretarisnya. Gubernur memerintahkan kepada pejabat provinsi untuk membuat daftar sekretaris perempuan, dan ia memutuskan bahwa hanya kepala dinas perempuan yang dapat merekrut sekretaris perempuan.

Sebagian aktivis mengatakan bahwa dalam perusahaan manufaktur, pengusaha menurunkan kepentingan perempuan ke pekerjaan dengan upah dan golongan yang lebih rendah. Seperti rekan pekerja pria mereka, banyak pekerja pabrik perempuan dipekerjakan sebagai pekerja temporer ketimbang sebagai karyawan tetap purna waktu, dan perusahaan tidak diwajibkan untuk memberikan fasilitas seperti cuti melahirkan kepada pekerja temporer. Menurut undang-undang, jika suami dan istri bekerja di sebuah instansi pemerintah, suami yang menerima tunjangan kepala keluarga.

Pekerjaan yang secara tradisional dihubungkan dengan perempuan secara signifikan terus kurang dihargai dan tidak ada regulasi. Misalnya, pembantu rumah tangga menerima sedikit perlindungan hukum. Berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan, pembantu rumah tangga tidak diberikan upah minimum, asuransi kesehatan, kebebasan berserikat, delapan jam kerja per hari, satu hari libur mingguan, waktu libur, atau kondisi kerja yang aman. Akibatnya, sebagaimana dilaporkan oleh LSM, perlakuan yang keras dan perilaku diskriminatif terus terjadi di mana-mana.

Anak-Anak

Pencatatan Kelahiran:Kewarganegaraan diperoleh pertama-tama melalui orang tua; akan tetapi, dapat juga diperoleh melalui kelahiran di wilayah Indonesia. Walaupun undang-undang mengatur tentang pencatatan kelahiran secara gratis, persyaratan pencatatan ini tidak dilaksanakan, dan sekitar 30 persen kelahiran warga negara tidak dicatatkan. Tanpa pencatatan kelahiran, keluarga akan menemui kesulitan dalam mengakses manfaat asuransi yang disponsori pemerintah serta dalam mendaftarkan anak-anak ke sekolah. Hampir tidak mungkin untuk memastikan umur seorang anak karena umur sering dipalsukan dalam KTP, seringkali bekerjasama dengan pejabat pemerintah.

Tahun 2012, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 yang menetapkan anak-anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya. Keputusan tersebut mengatur tentang penyertaan bukti DNA dalam menentukan kedudukan sebagai ayah dan memberikan hak warisan atas kekayaan ayah untuk anak-anak yang lahir di luar perkawinan tercatat.

Pendidikan:Walaupun undang-undang mengatur tentang pendidikan gratis, banyak sekolah-sekolah yang tidak gratis, dan kemiskinan menyebabkan pendidikan tidak terjangkau bagi banyak anak-anak. Menurut undang-undang anak-anak diwajibkan mengikuti sekolah dasar enam tahun dan sekolah menengah pertama tiga tahun; akan tetapi, pemerintah tidak secara umum menegakkan kewajiban ini. Walaupun anak laki-laki dan perempuan mendapat kesempatan pendidikan yang sama, anak laki-laki tetap memiliki kemungkinan lebih besar untuk menyelesaikan sekolah, khususnya di daerah pedesaan.

Sebagian provinsi dan kabupaten, seperti  Sumatera Selatan dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, memiliki kebijakan daerah wajib belajar 12 tahun hingga sekolah menengah atas.

Pelecehan Anak:Pekerja anak dan pelecehan seksual merupakan masalah serius. Pelecehan terhadap anak dilarang menurut undang-undang, akan tetapi upaya pemerintah untuk memberantas hal ini pada umumnya masih lambat dan tidak efektif. Undang-undang Perlindungan Anak mengatur tentang eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap anak serta adopsi, perwalian, dan masalah-masalah lain; akan tetapi, sebagian pemerintah provinsi tidak menegakkan ketentuan ini. Antara bulan Januari dan Juli, Komisi Nasional Perlindungan Anak menerima 1.032 laporan  kekerasan terhadap anak-anak, termasuk 535 kasus yang  berhubungan dengan pelecehan seksual.

Menurut laporan tahun 2012 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, sekitar 3,4 juta anak berumur 10-17 tahun terpaksa bekerja karena faktor kemiskinan.

Kawin Paksa dan Kawin pada Usia Dini: Perbedaan hukum antara seorang wanita dewasa dan seorang anak perempuan tidak jelas. Undang-undang menetapkan umur minimum untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun (laki-laki 19 tahun), tetapi Undang-undang tentang Perlindungan Anak menyatakan orang di bawah usia 18 adalah anak-anak. Anak perempuan yang menikah medapatkan status hukum sebagai orang dewasa. Anak-anak perempuan pada akhirnya menikah sebelum mencapai usia 16, terutama di pedesaan dan di daerah miskin. Laporan UN Population Fund (Dana Penduduk PBB) tahun 2012 mengutip penurunan secara menyeluruh dalam tingkat perkawinan anak namun mencatat bahwa 22 persen perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.

Praktik-praktik Tradisional yang Berbahaya: Mutilasi alat kelamin perempuan (FGM/C) dilakukan di sebagian wilayah Indonesia. Sebagian aktivis LSM menolak klaim tentang mutilasi, dan mengatakan bahwa ritual yang dilakukan di negara ini adalah sebagai simbol saja. Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010 melarang jenis FGM yang lebih drastis namun secara eksplisit mengizinkan dokter, bidan, dan perawat yang mempunyai izin untuk melakukan FGM tipe IV (penusukan atau pelubangan klitoris atau labia secara simbolis). Keputusan ini mewajibkan persetujuan terlebih dahulu dari orang yang bersangkutan, orang tua, atau walinya.

Eksploitasi Seksual Anak-Anak: Sementara tidak ada pelanggaran yang disebut pemerkosaan terhadap orang di bawah umur dalam undang-undang ini, kitab undang-undang hukum pidana melarang seks sukarela di luar perkawinan dengan anak perempuan di bawah usia 15 tahun. Undang-undang ini tidak menyebutkan perilaku heteroseksual antara perempuan dewasa dan anak laki-laki, tetapi undang-undang ini melarang perbuatan seks sesama jenis antara orang dewasa dan anak di bawah umur. Undang-undang tentang Pornografi tahun 2008 melarang pornografi anak dan menetapkan hukuman maksimum 12 tahun dan denda Rp 6 milliar ($525.000) untuk membuat dan memperdagangkan pornografi anak. Secara nasional, UN Children’s Fund (Dana Anak-anak PBB) memperkirakan bahwa 40.000 hingga 70.000 anak-anak menjadi korban eksploitasi seks dan bahwa 30 persen dari seluruh pekerja seks komersial perempuan masih di bawah umur.

Anak-anak yang Dipaksa Meninggalkan Rumah: Menurut laporan pemerintah, sejak bulan Maret terdapat setidaknya 7.300 anak jalanan di Jakarta,  dan 6.848 di antaranya termasuk dalam program kesejahteraan sosial yang dijalankan oleh Kementerian Sosial. Pemerintah terus mendanai tempat perlindungan yang diselenggarakan oleh LSM setempat dan membayar untuk pendidikan sebagaian dari anak jalanan tersebut.

Penculikan Anak Internasional: Indonesia bukan merupakan pihak dalam Konvensi Den Haag 1980 tentang Aspek Sipil dari Penculikan Anak Internasional. Untuk informasi mengenai negara secara khusus lihat laporan Departemen Luar Negeri dihttp://travel.state.gov/abduction/country/country_3781.html.

Anti-semitisme

Populasi orang Yahudi sangat sedikit. Tidak ada laporan mengenai tindakan anti-Semitis. Pada bulan Mei pemilik membongkar salah satu dari sinagog yang hanya jumlah hanya beberapa saja. Beberapa anggota dari komunitas Yahudi mengkritik pembongkaran tersebut, namun mengutip adanya sengketa tanah yang berkelanjutan, mengatakan bahwa ini tidak terkait dengan anti-Semitisme.

Perdagangan manusia

Lihat Laporan Perdagangan Manusia Kementerian Luar Negeri diwww.state.gov/j/tip.

Penyandang Cacat

Undang-undang melarang diskriminasi terhadap orang-orang yang memiliki cacat fisik dan mental dalam pekerjaan, pendidikan, akses ke perawatan kesehatan, atau pemberian layanan negara. Undang-undang ini tidak memuat persyaratan khusus mengenai akses ke perjalanan udara dan transportasi lain, namun memerintahkan untuk mendapatkan akses ke fasilitas publik bagi penyandang cacat; akan tetapi, pemerintah tidak melaksanakan ketentuan ini (misalnya, Bandara Internasional Surabaya, tidak dapat diakses oleh penyandang cacat). Pemerintah menggolongkan orang-orang yang memiliki kecacatan ke dalam tiga kategori: cacat secara fisik, cacat secara mental, dan cacat secara fisik dan mental. Kategori ini selanjutnya dibagi untuk bersekolah. Pemerintah membatasi hak orang untuk memberi suara atau berpartisipasi dalam urusan sipil dengan tidak menegakkan undang-undang aksesibilitas. KPU memperkirakan bahwa hanya 50 persen dari penyandang cacat yang mempunyai hak pilih berpartisipasi untuk memilih pada pemilu 2009. Pada bulan Maret, KPU menandatangani nota perjanjian dengan beberapa LSM untuk bekerjasama meningkatkan partisipasi penyandang cacat dalam pemilu nasional 2014.

Undang-undang memberikan hak kepada penyandang cacat anak-anak untuk mendapatkan pendidikan dan perlakuan rehabilitatif. Menurut salah satu LSM, terdapat 1,4 juta penyandang cacat anak-anak di Indonesia, dan kurang dari 4 persen saja yang mendapatkan akses pendidikan. Menurut statistik pemerintah tahun 2008-2009, terdapat 1.686 sekolah yang ditujukan untuk mendidik anak-anak penyandang cacat, 1.274 di antaranya dikelola oleh swasta. Menurut LSM lebih dari 90 persen penyandang tuna netra anak-anak yang buta huruf. Sebagian anak muda yang menyandang acat memilih menjadi pengemis untuk mencari nafkah. Penyandang cacat anak-anak dikirim ke sekolah terpisah, dan pendidikan umum biasa sangat jarang menerima mereka. Universitas di dalam negeri tidak memberikan gelar dalam pendidikan khusus.

Minoritas Nasional/Rasial/Suku

Pemerintah secara resmi mendorong toleransi antar ras dan suku.

Penduduk Pribumi

Pemerintah menganggap semua warga negara sebagai “pribumi”; akan tetapi, pemerintah mengakui adanya beberapa “suku terasing” serta mengakui hak-hak mereka untuk ikut serta secara penuh dalam kehidupan politik dan sosial. Suku terasing ini termasuk ribuan suku Dayak di Kalimantan, keluarga yang hidup sebagai pengembara laut, dan 312 suku asli yang diakui secara resmi di Papua. Masyarakat pribumi, yang paling terkenal di Papua, tetap mendapatkan diskriminasi luas, dan hanya sedikit perubahan terkait tanah adat dan hak mereka. Kegiatan pertambangan dan penebangan kayu, yang kebanyakan ilegal, mengakibatkan masalah sosial, ekonomi, dan logistik yang signifikan bagi masyarakat pribumi. Pemerintah tidak dapat mencegah perusahaan, seringkali berkolusi dengan militer dan polisi setempat, melanggar batas tanah milik masyarakat pribumi. Di Papua dan Papua Barat, ketegangan terus berlanjut antara masyarakat pribumi Papua dan pendatang dari provinsi lain. Orang Melanesia di Papua mengutip bahwa rasisme dan diskriminasi yang terdapat di wilayah tertentu merupakan pendorong kekerasan dan ketimpangan ekonomi di wilayah itu.

Pada bulan Mei, Mahkamah Konstitusi memenangkan aliansi masyarakat pribumi yang mengajukan gugatan sebagian undang-undang tahun 1999 tentang kehutanan. Putusan tersebut meniadakan kepemilikan negara secara otomatis atas hutan adat atau milik masyarakat pribumi. Akan tetapi, akses ke lahan leluhur terus menjadi sumber konflik utama di seluruh negeri. Perusahaan besar dan peraturan pemerintah memaksa orang keluar dari tanah leluhurnya. Sebagian LSM mengatakan bahwa batas lahan yang tidak efektif mengakibatkan tertutupnya akses penduduk asli setempat ke tanah mereka sendiri. Pejabat pemerintah pusat dan daerah dilaporkan memperoleh jatah dari perusahaan pertambangan dan kelapa sawit sebagai imbalan atas akses lahan yang ternyata merugikan penduduk setempat. Para pegiat hak-hak tanah melaporkan ancaman dari pemerintah dan pihak swasta setelah mempublikasikan masalah ini. Program pemerintah untuk memindahkan penduduk (transmigrasi) dari daerah-daerah padat di Jawa dan Madura sudah jauh berkurang di tahun-tahun belakangan ini. Konflik komunal seringkali terjadi di sepanjang garis suku di area yang memiliki populasi transmigran yang cukup besar.

Pelecehan Sosial, Diskriminasi, dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Orientasi Sosial dan Identitas Gender

Undang-undang Pornografi tahun 2008 mengkriminalkan pembuatan media yang memperlihatkan kegiatan seksual sesama jenis secara sukarela dan menggolongkan perbuatan tersebut sebagai abnormal; denda berkisar antara Rp 250 juta hingga 7 millilar (21.800-610.000 dolar AS) serta hukuman antara enam bulan hingga 15 tahun penjara dengan penalti sepertiga lebih tinggi daripada hukuman tersebut untuk perbuatan yang melibatkan anak di bawah umur. Selain itu, peraturan daerah di seluruh negeri mengkriminalkan perbuatan seksual sesama jenis. Misalnya, provinsi Sumatera Selatan dan kotamadya Palembang mempunyai perda yang mengkriminalkan perbuatan seks sesama jenis serta prostitusi. Badan legislatif provinsi Aceh mengeluarkan peraturan yang mengatur “perbuatan amoral”, termasuk perbuatan seks sejenis secara sukarela antara orang dewasa, namun pada akhir tahun gubernur belum menandatanganinya menjadi undang-undang. Selain itu, berdasarkan peraturan daerah di Jakarta, pejabat keamanan menganggap setiap waria (transgender) yang ditemukan di jalanan pada malam hari sebagai pekerja seks. Menurut media dan laporan LSM, sejumlah individu waria dilecehkan dan dipaksa membayar suap setelah ditahan oleh petugas. Menurut LSM banyak orang menganggap masalah LGBT sebagai sesuatu yang tabu. Pemerintah hampir tidak mengambil langkah apa pun untuk mencegah diskriminasi terhadap para LGBT, dan dalam beberapa kasus pemerintah gagal melindungi individu LGBT dari pelecehan sosial. Korupsi polisi, bias, dan kekerasan menyebabkan individu LGBT menghindari interaksi dengan polisi. Polisi Syariah di Aceh dilaporkan melecehkan individu waria. LSM melaporkan kelompok agama, anggota keluarga dan publik pada umumnya seringkali mengucilkan individu LGBT.

Undang-undang tentang anti diskriminasi tidak berlaku bagi individu LGBT.

Organisasi-organisasi LGBT dan LSM beroperasi secara terbuka dan seringkali menyelenggarakan acara sederhana di tempat-tempat umum, walaupun seringkali tanpa izin yang tepat (lihat bagian 2.b.).

Pada bulan September dan Oktober 2012, Festival Film Q!,  yang mendapat protes di tahun 2010, dilaksanakan di Jakarta. Penyelenggara festival memberitahukan kepada polisi tentang rencana mereka menyelenggarakan festival, namun polisi menolak untuk memberikan perlindungan. Pejabat kepolisian menyatakan bahwa penyelenggara harus mendapatkan surat dukungan dari MUI jika mereka menginginkan dukungan polisi. Penyelenggara memilih untuk tidak melibatkan MUI. Sebagai akibat dari keputusan polisi, tiga dari delapan tempat yang sedianya dijadwalkan akan ikut serta dalam festival mengundurkan diri.

Polisi biasanya tidak menyelidiki kasus yang melibatkan campur tangan polisi selama penyerangan oleh kelompok garis keras terhadap pertemuan LGBT. Keluhan resmi oleh korban dan orang-orang yang terkena dampak biasanya diabaikan.

Dalam kasus pidana dengan korban LGBT, polisi menyelidiki kasus dengan cukup baik, sepanjang tersangka tidak terafiliasi dengan polisi. Akan tetapi, ketika menyelidiki dugaan pelecehan oleh polisi, para penyelidik tidak responsif – bahkan di hadapan tekanan dari Komnas HAM.

Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan LGBT, terutama lesbian muda, dengan orang tua yang tidak menyetujui, advokat melaporkan bahwa polisi biasanya membela orang tua dalam menyalahkan anak di bawah umur atas perilaku menyimpang atau menyalahkan teman wanitanya karena telah mempengaruhi  anaknya. LGBT di bawah umur seringkali diberi terapi, dikurung dirumahnya oleh anggota keluarga, atau dipaksa untuk menikah. Di sekolah, mengganggu siswa yang dianggap LGBT sudah merupakan hal biasa.

LSM mendokumentasikan contoh-contoh pejabat pemerintah yang tidak menerbitkan kartu identitas kepada waria. Waria menghadapi diskriminasi dalam mendapatkan layanan, termasuk layanan kesehatan dan layanan publik lainnya.

Kekerasan atau Diskriminasi Sosial Lainnya

Stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS berkembang luas. Akan tetapi, pemerintah mendorong toleransi, mengambil langkah untuk mencegah infeksi baru, dan menyediakan obat antiretroviral gratis, meskipun dengan sejumlah kendala administratif. Posisi pemerintah terkait toleransi ditaati tidak di setiap lapisan masyarakat; misalnya, upaya pencegahan seringkali tidak agresif karena takut terhadap pihak konservatif agama yang menentang. Selain hambatan mendapatkan akses ke obat antiretroviral, calon penerima harus membayar biaya diagnosis, pengobatan, atau biaya dan pengeluaran lain sehingga membuat total biaya menjadi di luar jangkauan banyak orang.

Kelompok agama minoritas kadang-kadang menjadi korban diskriminasi sosial dan seringkali menjadi korban kekerasan, seperti pengikut kelompok Ahmadiah, Syiah, dan Muslim non-Sunni lainnya. Di daerah di mana penganut Muslim Sunni dan Kristen minoritas, juga menjadi korban diskriminasi sosial.

Perselisihan antar suku dan agama kadang-kadang memberikan andil dalam kekerasan di tingkat lokal.  Tanggal 11 September, perseteruan yang sudah berlangsung lama antara dua sekolah Islam menyebabkan pembunuhan beramai-ramai terhadap Eko Mardi Santoso, yang diduga terlibat perusakan dengan sengaja di salah satu sekolah di Puger, Jawa Timur.

Vandalisme dan kemudian pembunuhan menyusul penerbitan fatwa oleh majelis ulama setempat yang menyatakan bahwa salah satu dari kedua sekolah tersebut mempropagandakan ajaran Syiah sementara mengklaim sebagai sekolah Sunni.

Bagian 7. Hak-Hak Pekerja

 

a. Kebebasan Berserikat dan Hak atas Perundingan Bersama

Undang-undang, termasuk peraturan terkait dan instrumen peraturan perundang-undangan, pada umumnya melindungi hak pekerja untuk bergabung dengan serikat independen, melakukan mogok resmi, dan berunding secara kolektif. Pekerja di sektor swasta memiliki hak yang luas untuk berserikat, tetapi undang-undang membatasi pekerja sektor publik untuk berorganisasi.  Para pekerja sektor swasta dapat membentuk atau mengikuti serikat pekerja pilihan mereka sendiri tanpa memerlukan otorisasi atau persyaratan yang berlebihan. Undang-undang mengatur bahwa 10 atau lebih pekerja berhak membentuk serikat, dan keanggotaannya terbuka bagi semua pekerja, tanpa memandang afiliasi, agama, suku, atau gender. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat, bukan menyetujui, pembentukan suatu serikat, federasi, atau konfederasi dan memberikan nomor pendaftaran kepada mereka.

Agar tetap tercatat, serikat harus terus memberitahukan kepada pemerintah tentang perubahan dalam badan pengurusnya. Undang-undang mengizinkan pemerintah untuk memohon pengadilan untuk membubarkan suatu serikat apabila bertentangan dengan ideologi negara (Pancasila atau UUD45). Sebuah serikat juga dapat dibubarkan apabila pimpinan atau anggotanya, atas nama serikat, melakukan tindak pidana yang mengancam keamanan negara dan dapat dikenai hukuman paling sedikit lima tahun penjara. Begitu serikat itu dibubarkan, pimpinan dan anggotanya tidak boleh mendirikan serikat yang lain dalam waktu paling sedikit tiga tahun. Tidak ada laporan bahwa pemerintah membubarkan serikat apa pun selama tahun ini. Akan tetapi, terdapat laporan tentang pemerintah menangguhkan pendaftaran suatu serikat tanpa penjelasan.

Walaupun undang-undang mengakui kemerdekaan berserikat dan berorganisasi bagi pegawai negeri, karyawan hanya boleh membentuk asosiasi dengan hak yang lebih terbatas. Karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diizinkan membentuk serikat. Dalam tahun ini tidak ada kasus karyawan BUMN yang berupaya mendirikan serikat baru.

Hak untuk mogok diakui namun secara substansial dibatasi berdasarkan undang-undang. Berdasarkan Undang-undang tentang Pengembangan dan Perlindungan Tenaga Kerja (Undang-undang Tenaga Kerja), pekerja harus menyerahkan pemberitahuan rencana mogok kerja secara tertulis kepada instansi pemerintah dan kepada perusahaan tujuh hari sebelumnya, sehingga mogok bisa dianggap sah. Pemberitahuan harus menjelaskan waktu pemogokan berlangsung, tempat, serta alasan untuk mogok yang ditandatangani ketua dan sekretaris dari serikat yang akan melakukan pemogokan. Undang-undang tidak memberikan hak untuk mogok kepada sebagain besar pegawai negeri atau pegawai BUMN.

Semua pemogokan di “perusahaan yang memberikan pelayanan untuk kepentingan publik pada umumnya atau perusahaan yang kegiatannya bila dihentikan akan membahayakan keselamatan nyawa manusia” dianggap ilegal. Walaupun kalimat ini mengingatkan definisi dari “industri penting,” peraturan tidak menentukan jenis dari perusahaan yang dimaksud, sehingga menyerahkan penentuan ini kepada kebijaksanaan pemerintah. Peraturan yang sama juga menggolongkan pemogokan sebagai tindak ilegal apabila bukan “merupakan akibat dari negosiasi yang gagal.”

Sebelum mogok, pekerja harus terlibat dalam mediasi yang panjang dengan perusahaan dan kemudian melanjutkan ke mediator pemerintah, jika tidak, maka pemogokan dinyatakan ilegal. Dalam hal pemogokan ilegal, perusahaan dapat membuat dua permintaan tertulis dalam waktu tujuh hari agar pekerja kembali. Pekerja yang tidak kembali bekerja setelah dua permintaan ini dianggap telah mengundurkan diri.

Undang-undang mengatur tentang perundingan bersama dan mengizinkan organisasi pekerja yang tercatat pada pemerintah untuk menyimpulkan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang mengikat dengan perusahaan dan untuk melakukan fungsi serikat pekerja yang lain.  Undang-undang memasukkan pembatasan terhadap perundingan bersama, termasuk persyaratan agar suatu serikat atau serikat-serikat mewakili lebih dari 50 persen tenaga kerja perusahaan untuk merundingkan KKB.

Hampir seluruh KKB memberikan hak kepada pekerja lebih dari ketentuan minimum resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, ada laporan anekdot bahwa sebagian pengusaha dilaporkan melanggar ketentuan dalam KKB tanpa mendapatkan hukuman. Penegakan KKB bervariasi berdasarkan kapasitas dan kepentingan pemerintah daerah masing-masing.

Penegakkan undang-undang yang melindungi kebebasan berserikat oleh pemerintah dianggap tidak efektif dan tidak bisa mencegah diskriminasi anti-serikat. Kebebasan berserikat, kendati dijamin berdasarkan undang-undang, dirongrong oleh beberapa praktik umum termasuk penggunaan pekerja kontrak dan pekerja reguler dengan kontrak jangka pendek untuk menghindari peraturan ketenagakerjaan. Pengusaha biasanya memindahtugaskan pemimpin serikat untuk menghalangi kegiatan pembentukan serikat mereka. Intimidasi anti serikat seringkali berbentuk pemutusan hubungan kerja, mutasi, atau tuduhan tindak kejahatan yang dibuat-buat.
Perusahaan sering menuntut pimpinan serikat atas kerugian yang diderita selama pemogokan.

Kasus diskriminasi anti serikat bergerak sangat lambat melalui sistem pengadilan. Suap dan korupsi yudisial dalam sengketa pekerja terus berlangsung, dan pengadilan jarang memutuskan kasus dan memenangkan pekerja. Sementara pekerja yang dikeluarkan seringkali menerima uang pesangon atau ganti rugi lainnya, mereka jarang dipekerjakan kembali. Selama tahun ini 61 dari 65 pekerja serikat di PT Audio Sumitomo Techno Indonesia di Semarang, Jawa Tengah, dan 180 pekerja di PT Thiess di Sangatta, Kalimantan Timur, menerima paket dengan uang pesangon dan gaji yang harus dibayarkan ketimbang dipekerjakan kembali karena setelah perselisihan yang berkepanjangan dengan perusahaan mereka membutuhkan uang.

Aktivis tenaga kerja terus mengklaim bahwa perusahaan mengatur pembentukan serikat ganda, termasuk serikat “kuning”, untuk melemahkan serikat-serikat yang sah.

Sejak bulan Agustus himbauan dari putusan pengadilan yang lebih rendah untuk mempekerjakan kembali 30 anggota serikat yang dikeluarkan dari Kebun Binatang Surabaya pada tahun 2010 masih ditangguhkan, dan para aktivis serikat tersebut belum dipekerjakan kembali.

Proses yang sulit yang diwajibkan untuk melakukan mogok secara sah, serta peraturan pemerintah yang dimasukkan dalam Undang-undang tentang Ketenagakerjaan, memberikan kepada perusahaan cara yang jelas untuk menghambat gerakan suatu serikat untuk melakukan pemogokan secara sah. Oleh sebab itu, pemogokan cenderung tidak diberi sanksi atau pemogokan “liar” terjadi setelah gagal menyelesaikan keluhan yang berkepanjangan atau ketika pengusaha menolak mengakui suatu serikat. Alasan utama pemogokan selama tahun ini adalah penggunaan karyawan kontrak.

Tindakan perusahaan terhadap penyelenggara serikat, termasuk pemberhentian dan kekerasan terus berlanjut. Perusahaan biasanya memakai taktik intimidasi terhadap pemogok, termasuk pemberhentian administratif terhadap karyawan melalui proses himbauan sebagaimana disebutkan di atas. Sebagian pengusaha mengancam karyawan yang melakukan kontak dengan pengurus serikat. Manajemen memilih pimpinan pemogokan untuk diberhentikan ketika perusahaan melakukan perampingan.

Pengusaha berulangkali mengajukan gugatan pidana terhadap pengurus serikat menyusul perundingan bersama yang gagal atau pemogokan tidak sah. Dalam sejumlah kasus, pengurus serikat dituntut dan bahkan menjalani hukuman penjara karena pengrusakan properti dan ganggauan pada laba sebagai hasil dari gugatan yang diajukan oleh pengusaha. Beberapa ketentuan dalam undang-undang tindak pidana membantu taktik ini, misalnya pidana karena “tindakan tidak menyenangkan” yang menciptakan tanggung jawab pidana atas berbagai bentuk perbuatan. Terdapat laporan yang dapat dipercaya tentang polisi yang menginvestigasi atau menginterogasi pengurus serikat.

Kecenderungan meningkatnya penggunaan karyawan kontrak secara langsung memengaruhi hak serikat untuk berorganisasi dan berunding secara kolektif. Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan, tenaga kerja tidak tetap hanya digunakan untuk pekerjaan yang “bersifat sementara”, sementara perusahaan dapat “mengalihdayakan” (menyerahkan sebagian dari pekerjaannya kepada perusahaan lain) apabila pekerjaan tersebut merupakan kegiatan tambahan dalam suatu bisnis.  Akan tetapi, banyak pengusaha melanggar ketentuan ini, seringkali dengan bantuan kantor dinas ketenagakerjaan setempat. Pada bulan November 2012 pemerintah menerbitkan keputusan menteri yang menjelaskan bahwa pasal 64-66 Undang-undang Ketenagakerjaan membatasi pengusaha untuk mengalihdayakan pekerjaan ke dalam lima kategori pekerja (cleaning service, keamanan (security), transportasi, katering, dan pekerjaan terkait untuk mendukung pertambangan). Pemerintah memberikan waktu satu tahun kepada pengusaha, hingga November 2013, untuk menerapkan peraturan baru ini. Kantor dinas tenaga kerja bertanggung jawab atas penegakannya.

Para pegiat serikat menyatakan keprihatinan bahwa undang-undang baru tentang Organisasi Sosial (lihat bagian 2.b.) dapat digunakan untuk membatasi kebebasan berserikat.

Dalam beberapa kasus, perusahaan menyatakan pailit untuk menghindari pembayaran uang pesangon yang diwajibkan oleh undang-undang, atau menutup pabrik selama beberapa hari untuk kemudian mempekerjakan kembali pekerja sebagai tenaga kerja kontrak dengan biaya lebih rendah. Pimpinan dan pegiat serikat pekerja biasanya tidak dipekerjakan kembali.

Pengadilan tenaga kerja kadang-kadang menjatuhkan putusan yang memenangkan pekerja yang mengajukan ganti rugi atau untuk dipekerjakan kembali. Akan tetapi, untuk sebagian besar kasus, perusahaan mengajukan banding ke Mahkamah Agung, di mana putusan pengadilan tenaga kerja ditolak.

b. Larangan Kerja Paksa atau Kerja Wajib

Undang-undang melarang kerja paksa atau kerja wajib, dengan memberi hukuman antara tiga hingga 15 tahun penjara dan denda Rp. 120 juta hingga 600 juta (10.500 hingga 52.500 dolar AS). Akan tetapi, terdapat laporan yang dapat dipercaya, bahwa praktik yang demikian terjadi, termasuk kerja paksa dan kerja wajib oleh anak-anak (lihat bagian 7.c.). Bentuk kerja paksa termasuk penghambaan dalam rumah tangga, ekspolitasi seksual komersial, dan kerja paksa di sektor pertambangan, perikanan dan pertanian.

Lihat Laporan Perdagangan Manusia Kementerian Luar Negeri diwww.state.gov/j/tip.

c. Larangan Pekerja Anak dan Usia Minimum untuk Bekerja

Undang-undang dan peraturan secara eksplisit melarang kerja paksa oleh anak-anak. Undang-undang tenaga kerja menetapkan kriteria pekerja anak adalah (1) semua pekerja anak yang berusia antara lima hingga 12 tahun, tanpa menghiraukan jumlah jam kerja, (2) pekerja anak berusia antara 13-14 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu, dan (3) pekerja anak berusia antara 15-17 tahun yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu.  Hukuman atas pelanggaran terhadap ketentuan ini berkisar antara satu hingga empat tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp 100 juta hingga 400 juta ($8.750 hingga 35.000). Pekerja anak juga mencakup setiap orang di bawah usia 16 tahun yang terlibat dalam salah satu dari 13 jenis pekerjaan berikut: prostitusi atau ekploitasi seksual komersial lainnya, pertambangan, penyelaman untuk mencari mutiara, konstruksi, perikanan lepas pantai, mencari barang berhaga dalam tumpukan sampah, pembuatan bahan peledak, bekerja di jalanan, pembantu rumah tangga, industri rumahan, perkebunan, kehutanan, dan industri yang menggunakan bahan berbahaya. Pelanggaran terhadap larangan untuk mempekerjakan anak-anak dapat dikenakan hukuman dua hingga lima tahun penjara serta denda Rp 200 juta hingga 500 juta (17.500 hingga 43.700 dolar AS).

Pekerja anak paling banyak ditemukan di sektor pertanian dan jasa.

Lihat Temuan Kementerian Tenaga Kerja tentang Bentuk Terburuk Pekerja Anak di www.dol.gov/ilab/programs/ocft/tda.htm.

d. Kondisi Kerja yang Dapat Diterima

Peraturan tentang ketenagakerjaan, termasuk peraturan tentang upah minimum, hanya berlaku bagi sekitar 30 persen pekerja dalam “sektor formal”. Pekerja pada “sektor informal” tidak mendapat perlindungan atau fasilitas yang sama. Lebih lagi, peraturan pemerintah mengizinkan pengusaha di sektor tertentu, termasuk perusahaan kecil dan menengah dan industri padat karya seperti tekstil, pengecualian dari kewajiban upah minimum.

Upah minimum berbeda di seluruh Indonesia karena gubernur menetapkan batas minimum upah dan kepala daerah mempunyai hak untuk menetapkan tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah setempat menyesuaikan upah minimum setiap tahun berdasarkan rekomendasi dari dewan penggajian setempat, yang terdiri dari perwakilan dari pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat pekerja. Faktor utama dalam menetapkan upah minimum adalah perkiraan pemerintah atas “hidup layak”, yang ditentukan berdasarkan harga dari 60 jenis barang. Selama tahun ini, upah minimum terendah adalah di provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 816.000 (71,42 dolar AS) per bulan, dan yang tertinggi di Jakarta sebesar Rp 2,2 juta (192,50 dolar AS) per bulan. Upah minimum tahun 2013 merupakan hasil kenaikan 44 persen dari tahun 2012 dan kenaikan 97 persen sejak tahun 2010. Negosiasi untuk kenaikan upah minimum tahun 2014 sedang berlangsung, dan untuk besaran nya  diharapkan akan diumumkan bulan November.

Serikat pekerja meminta kenaikan sampai dengan 50 persen, sementara pada bulan September presiden menandatangani suatu instruksi yang meminta kenaikan upah dibatasi hingga 10 persen di atas tingkat inflasi bagi industri padat karya, dan 5 persen di atas tingkat inflasi bagi industri bukan padat karya. Instruksi ini kurang mempunyai kekuatan hukum untuk menerapkan hasil penetapan upah minimum.

Undang-undang menetapkan 40 jam kerja per minggu, dengan satu kali istirahat selama 30 menit untuk setiap empat jam kerja. Perusahaan sering mewajibkan lima setengah atau enam hari kerja per minggu. Undang-undang juga mewajibkan paling sedikit satu hari istirahat per minggu. Tarif kerja lembur harian adalah 1,5 kali upah sejam normal untuk satu jam pertama dan dua kali upah sejam untuk jam kerja berikutnya, dengan minimum tiga jam lembur per hari dan tidak boleh lebih dari 14 jam per minggu. Undang-undang juga mewajibkan pengusaha untuk mendaftarkan pekerja  dan membayar kontribusi kepada perusahaan asuransi milik negara.

Pejabat dari dinas ketenagakerjaan bertanggung jawab untuk melaksanakan peraturan tentang upah minimum dan jam kerja, serta standar kesehatan dan keselamatan. Kementerian Tenaga Kerja terus mendorong pengusaha untuk mematuhi undang-undang; akan tetapi, penegakan pemerintah tetap belum memadai, khususnya pada perusahaan kecil, dan pengawasan terhadap standar kerja masih tetap lemah. Terdapat sekitar 2.400 inspektur. Tidak ada penegakan upah minimum di sektor informal.

Walaupun undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan menteri memberikan kepada pekerja berbagai fasilitas, di samping pejabat pemerintah, hanya sekitar 10 persen pekerja menerima jaminan sosial tenaga kerja. Akan tetapi, pemerintah menerapkan undang-undang tahun 2011 yang memperbarui sistem jaminan sosial. Undang-undang mengamanatkan  badan negara (BPJS Kesehatan) untuk menangani perlindungan kesehatan umum dan badan lain (BPJS Ketenagakerjaan) untuk menangani asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, tunjangan hari tua, dan pensiun. Penerapan perubahan ini dijadwalkan akan dimulai awal 2014, namun peraturan pendukung yang diperlukan belum diselesaikan. Mereka yang bekerja pada perusahaan di sektor formal seringkali menerima tunjangan kesehatan, tunjangan makan, dan transportasi, yang jarang diberikan kepada pekerja pada sektor informal. Undang-undang Ketenagakerjaan juga mewajibkan pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat serta memperlakukan pekerja secara bermartabat. Penegakan standar-standar kesehatan dan keselamatan pada perusahaan yang lebih kecil dan di sektor informal cenderung lemah dan tidak ada.

Catatan keselamatan pekerja negara ini cukup buruk. Badan asuransi milik negara melaporkan sekitar 50.000 kecelakaan di tempat kerja, dan 1.242 kematian di tempat kerja sejak bulan Januari hingga Agustus.