RANGKUMAN EKSEKUTIF
Indonesia menganut sistem demokrasi multipartai. Di tahun 2014 para pemilih memilih Joko Widodo sebagai presiden. Para pengamat nasional dan internasional memutuskan pemilihan legislatif dan presidensial 2014 sebagai pemilu yang bebas dan adil. Para pengamat nasional dan internasional menilai bahwa pemilihan kepala dearah (Pilkada) di bulan Juni untuk memilih para kepala daerah asalah pilkada yang bebas dan adil.
Aparat sipil umumnya memegang kendali terhadap pasukan keamanan.
Isu-isu hak asasi manusia (HAM) meliputi laporan perihal aksi pembunuhan semena-mena atau tidak sesuai hukum oleh pasukan keamanan pemerintah; penyiksaan oleh polisi, penahanan semena-mena oleh pemerintah; situasi yang keras dan berbahaya di penjara dan tempat tahanan; tawanan politik; penyensoran, termasuk Undang-undanh yang mengatur perihal makar, penistaan, pencemaran nama baik, dan kesusilaan, pemblokiran situs, serta fitnah; korupsi dan tindakan dari unsur pemerintahan untuk menghambat upaya penuntutan terhadap para pejabat korup; kriminalisasi terhadap aktivitas seksual sesama jenis di tingkat daerah dan kekerasan terhadap golongan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks (LGBTI); serta hukuman kerja paksa atau wajib kerja.
Meski pemerintah telah berupaya menyelidiki dan menuntut sejumlah aparat yang melakukan pelanggaran HAM, longgarnya hukum untuk tindak pelanggaran HAM tetap mengkhawatirkan. Dalam beberapa kasus, pengadilan menjatuhkan hukuman khusus dan lebih berat terhadap warga sipil dibandingkan pejabat pemerintahan yang diputuskan bersalah untuk kejahatan yang sama.
Bab 1. Penghormatan bagi Integritas Manusia, Termasuk Kebebasan
a. Pencabutan Nyawa secara Semena-mena dan Tindak Pembunuhan Lainnya yang Tidak Berdasarkan Hukum atau Bermotif Politik
Ada dugaan pemerintah atau utusannya melakukan tindak pembunuhan semena-mena atau tidak berdasarkan hukum. Ini termasuk laporan oleh kelompok pegiat HAM dan media yang menyatakan bahwa personil militer dan kepolisian menggunakan kekerasan yang mengakibatkan kematian dalam upaya penahanan, investigasi, pengendalian massa, dan operasi lainnya. Dalam kasus-kasus ini dan kasus lainnya seputar pelanggaran yang diduga, kepolisian dan militer kerap tidak mengungkap hasil temuan investigasi internal kepada publik ataupun mengkonfirmasi apakah investigasi benar-benar dilakukan. Pernyataan resmi terkait dugaan-dugaan ini kadang berlawanan dengan pengakuan saksi mata, sehingga mempersulit upaya pencarian fakta. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media melaporkan bahwa polisi melakukan pelecehan terhadap tersangka semasa penahanan dan interogasi.
Upaya kekerasan terus berlanjut di provinsi Papua dan Papua Barat sehingga menimbulkan bentrok yang melibatkan aparat polisi, militer, serta anggota masyarakat. Di bulan Juni terjadi aksi kekerasan lokal terkait pilkada, dilaporkan sejumlah kerugian materi dan luka dari sejumlah pihak di beberapa kabupaten dataran tinggi yang terpencil. Sebagai contoh: di hari pemungutan suara sebuah kelompok bersenjata menembakkan senjata ke perahu yang membawa kepala distrik Torere, Kabupaten Puncak, Obadiah Froaro, sembilan petugas polisi, dan kotak suara di kabupaten Puncak, kemudian menewaskan Froaro dan dua petugas.
Sejumlah insiden penembakan terjadi di distrik dataran tinggi terpencil Kabupaten Mimika, dekat lokasi operasional perusahaan tambang Freeport McMoRan, Inc. Pada tanggal 4 April, sebuah aksi baku tembak antara pasukan gabungan polisi-militer dengan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang telah terlibat dalam upaya pemberontakan separatis bersenjata tingkat rendah selama beberapa dekade, bertempat di Tembagapura, Mimika, yang menewaskan seorang anggota kelompok separatis serta melukai dua lainnya. Insiden ini terjadi selama “operasi sweeping” oleh satuan keamanan setelah terjadi serangan pada tanggal 1 April terhadap personel militer yang berujung pada satu kematian. Aksi kekerasan yang terus terjadi oleh kelompok kriminal bersenjata di area dataran tinggi terpencil memicu peningkatan patroli gabungan polisi dan militer di area-area ini, yang kadang mengakibatkan kematian pasukan keamanan dan tentara OPM.
Kurangnya transparansi dalam investigasi terus menghambat pertanggungjawaban di beberapa kasus di masa lalu yang melibatkan petugas keamanan. Aktivis pegiat HAM Papua terus menyerukan resolusi untuk tiga kasus besar yang melibatkan tindak kekerasan keji terhadap HAM: kasus Wasior 2001, kasus Wamena 2003, dan kasus Paniai 2014.
LSM internasional mengkritik penggunaan kekerasan berlebih pada operasi anti-narkotika dan sweeping oleh polisi untuk membasmi kriminal jalanan sebagai persiapan Asian Games yang dilaksanakan di Indonesia. Tidak tersedia info detail kematian, begitu juga dengan statistik resmi terkonsolidasi dari badan penegak hukum yang terlibat dalam operasi tersebut. Amnesty International melaporkan 77 peristiwa pembunuhan oleh oknum polisi antara Januari hingga 16 Agustus, termasuk 31 kasus di kota tuan rumah Jakarta dan Palembang. Lonjakan ini terjadi setelah diumumkannya Cipta Kondisi, sebuah operasi di mana para petugas polisi senior menjanjikan “upaya tegas” termasuk kebijakan tembak di tempat bagi siapa saja yang melawan petugas. Pemerintah mengklaim para petugas bertindak sesuai protokol yang telah ditentukan terkait penggunaan kekerasan yang wajar dan bahwa polisi telah mengikuti prosedur operasi standar dalam menyelidiki kematian yang terjadi saat bertugas. Namun hasil temuan dari penyelidikan-penyelidikan ini umumnya tidak diungkap untuk umum.
Tanggal 8 Mei, lima petugas polisi terbunuh dalam aksi penyanderaan oleh para tahanan di pusat penahanan khusus untuk terorisme yang berlokasi di markas Korps Brigade Mobil (Brimob) di Depok, Jawa Barat. Kemudian tanggal 9 Mei, dua perempuan yang terkait dengan Jemaah Anshorut Daulah, sebuah organisasi teroris yang berhubungan dengan ISIS, membunuh satu anggota Brimob dalam upaya penyerangan yang gagal terhadap lokasi tersebut.
b. Orang Hilang
Tidak ada laporan orang hilang dari atau yang mengatasnamakan pejabat pemerintahan. Namun pemerintah dan organisasi masyarakat sipil melaporkan sedikit perkembangan dalam menyelidiki orang hilang di tahun-tahun sebelumnya atau dalam menghukum pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
c. Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Keji, Tak Berperikemanusiaan atau Merendahkan Lainnya
Konstitusi melarang tindakan-tindakan tersebut. Hukum mengkriminalisasi penggunaan kekerasan atau kekuatan oleh petugas guna memperoleh pengakuan; namun perlindungan ini tidak selalu ditegakkan. Para petugas menghadapi ancaman penjara maksimal empat tahun jika mereka menggunakan kekerasan atau kekuatan, namun Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) tidak secara spesifik mengkriminalisasi aksi penyiksaan.
LSM melaporkan bahwa polisi, terutama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), yang memiliki wewenang untuk melaksanakan investigasi dan interogasi, menggunakan siksaan selama penahanan dan interogasi. LSM lokal melaporkan 50 dugaan penyiksaan oleh Bareskrim di paruh awal tahun. Rincian dugaan ini tidak tersedia, tetapi di tahun sebelumnya LSM, korban, dan organisasi media melaporkan bahwa petugas polisi, terutama dari unit Bareskrim, menutup mata tahanan, memukuli tahanan dengan tongkat polisi, tinju, dan popor senapan; menggunakan sengatan listrik, membakar tersangka saat interogasi, serta menodong tawanan dengan pistol agar mau mengakui perbuatannya. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) mempertahankan prosedur untuk menangani pelanggaran yang dilakukan polisi, termasuk dugaan penyiksaan. Investigasi internal menyelidiki pelanggaran oleh polisi dan per Agustus telah menghukum 5.067 personel atas tindak pelanggaran. Semua petugas polisi menjalani pelatihan tentang penggunaan kekuatan yang proporsional dan standar HAM.
Di satu kasus kematian besar di Kabupaten Lampung Timur, LSM dan media melaporkan bahwa Bareskrim diduga melakukan pelanggaran dalam upaya penahanan Zainudin (nama tunggal) pada 10 Juli karena diduga menyelundupkan narkoba. Polisi melaporkan bahwa dia tewas di dalam penjara satu hari setelah ditahan. LSM mewakili keluarga Zainudin mengajukan komplain terhadap para petugas yang terlibat, namun kasusnya belum terpecahkan.
Berdasarkan ketentuan kesepakatan damai 2005 yang berakhir dengan konflik separatis di Aceh, provinsi ini memiliki hak istimewa untuk menerapkan hukum syariah. Pemerintah Aceh memberikan pukulan rotan atas pelanggaran syariah untuk aksi judi, tindakan asusila, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas seks sejenis yang konsensual, dan hubungan seks di luar nikah. Tidak ada data resmi terkait jumlah pemberian pukulan rotan untuk tahun ini, namun Amnesty International melaporkan bahwa 47 orang telah menerima hukuman ini antara januari hingga 20 April.
Hukum syariah tidak berlaku bagi non Muslim, orang asing, atau Muslim Indonesia yang bukan warga Aceh. Non Muslim di Aceh sering memilih dihukum secara syariah karena lebih cepat dan murah dibanding prosedur sipil.
Tanggal 13 Juli, dua pria homoseksual yang dituntut karena melanggar hukum syariah Aceh yang melarang perbuatan seks sejenis menerima 87 cambukan di depan umum. Kedua pria dilaporkan beragama Islam. Ini menjadi kasus ketiga di mana orang yang dituntut dan dihukum karena perbuatan seks sejenis yang konsensual di bawah hukum Syariah, meski aktivitas seks sejenis konsensual tidaklah ilegal menurut hukum nasional (untuk informasi lebih lanjut tentang syariah di Aceh, lihat bab 6).
Kondisi Penjara dan Pusat Tahanan
Kondisi di 520 penjara dan pusat tahanan di negara ini umumnya keras dan kadang membahayakan nyawa, utamanya disebabkan oleh kelebihan kapasitas.
Kondisi Fisik: Kelebihan kapasitas adalah masalah serius, termasuk di pusat tahanan imigrasi. Menurut Kemenhunkam, per Januari ada 249.052 napi dan tahanan di penjara dan pusat detensi yang dirancang untuk menampung maksimal 124.177 orang. Penjara yang terlalu penuh memiliki masalah kebersihan dan ventilasi serius di wilayah beriklim panas seperti Sumatra Utara, yang berdampak negatif terhadap kondisi hidup para tahanan.
Menurut hukum, penjara ditujukan untuk menampung mereka yang dihukum oleh pengadilan, sedang pusat detensi untuk menampung mereka yang tengah menunggu persidangan. Namun terkadang, petugas mencampur para tahanan pra-sidang dengan para napi.
Berdasarkan hukum, anak-anak yang dihukum karena kejahatan serius menjalani hukumannya di penjara anak, meski sebagian tahanan anak tetap ditahan di penjara untuk dewasa.
Petugas umumnya menempatkan tawanan wanita di tempat terpisah. Di penjara yang menampung tawanan pria dan wanita, tawanan wanita ditempatkan di blok sel terpisah. Menurut pengamat LSM, kondisi di penjara wanita cenderung jauh lebih baik dibandingkan penjara untuk pria. Namun sel blok wanita dalam penjara yang menampung tahanan dari kedua gender tidak selalu memberikan tawanan wanita akses ke amenitas yang sama dengan tahanan pria, misalnya fasilitas olahraga.
LSM mencatat bahwa petugas kadang tidak memberi penanganan medis yang memadai untuk tahanan. Para aktivis HAM mengamati para petugas tidak menolak penanganan medis pada tahanan karena kejahatannya, melainkan karena kurangnya sumber daya. LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa di sebagian kasus para tahanan tidak memiliki akses siap untuk air minum yang bersih. Terdapat laporan yang meluas bahwa pemerintah tidak memasok makanan yang cukup untuk para tahanan, dan anggota keluarga kerap membawakan makanan guna melengkapi asupan makan kerabatnya.
Para penjaga di fasilitas tahanan dan penjara secara rutin meminta uang dari para napi, dan tahanan melaporkan bahwa mereka mengalami kekerasan fisik oleh petugas. Para napi di lembaga pemasyarakatan kerap menyuap atau membayar petugas untuk mendapat keistimewaan, makanan, telepon, atau narkoba. Pemakaian dan produksi obat-obatan terlarang di penjara merupakan masalah serius, dengan sejumlah jaringan narkoba melakukan operasinya dari dalam penjara.
Administrasi: Di 2016 Ombudsman RI meluncurkan investigasi mandiri terhadap kondisi penjara dan melaporkan hasil temuannya kepada menteri hukum dan HAM. Tidak jelas apakah ada perubahan yang terjadi karena laporan ini.
Pada 8 Mei, sebuah kerusuhan dan upaya kabur terjadi di penjara Mako Brimob mengakibatkan kematian lima anggota polisi. Para napi mengaku bahwa mereka memulai kerusuhan akibat perlakuan kejam yang diterima anggota keluarga mereka saat berkunjung ke tempat tersebut. Para napi mengklaim para petugas menggeledah pasangan mereka hingga bugil dan tidak mengizinkan mereka menerima makanan yang dibawa oleh anggota keluarganya.
Pemantauan Independen: Sejumlah LSM lokal mendapatkan akses ke penjara, namun diwajibkan menerima izin melalui mekanisme birokratik, termasuk izin dari polisi, jaksa agung, pengadilan, Kemendagri, dan institusi lainnya. LSM melaporkan bahwa petugas jarang memberi akses langsung ke tahanan untuk diwawancara.
d. Penahanan atau Detensi Semena-mena
Hukum melarang penahanan dan detensi secara semena-mena, namun peristiwa seperti ini tetap terjadi.
PERAN POLISI DAN APARAT KEAMANAN
Menurut hukum, POLRI bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri.. Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertanggung jawab atas pertahanan eksternal. Atas permintaan dan dengan izin dari presiden, militer dapat memberi bantuan operasional pada polisi dalam operasi anti-terorisme dan dalam menangani konflik dalam masyarakat. Sebuah instruksi presiden yang terbit tahun 2013 dan nota kesepahaman (MOU) antara polisi dan TNI lebih jauh mendeskripsikan peran militer dalam mengatasi konflik masyarakat. Operasi seperti ini berada di bawah hukum dan regulasi yang mengatur aktivitas penegakan hukum, dan polisi memiliki kendali operasional yang eksplisit. Di bulan Mei, anggota parlemen menyetujui amendemen untuk UU anti terorisme, yang secara efektif mengkriminalisasi bantuan transportasi dan materi bagi teroris selain juga memperluas wewenang polisi serta membuka peluang untuk keterlibatan yang lebih besar bagi militer dalam operasi anti-terorisme domestik.
Presiden melantik dan mengangkat Kapolri, dan perlu mendapat persetujuan dari DPR. Kapolri berada di bawah presiden tetapi bukan merupakan anggota penuh dalam kabinet. Polisi memiliki sekitar 443.000 personel yang tersebar di 31 Kepolisian Daerah di 34 provinsi. Mereka tetap memiliki hierarki terpusat di mana unit polisi lokal berada di bawah naungan mabes nasional, tetapi faktanya, unit lokal memiliki wewenang yang cukup besar.
Divisi Profesi dan Pengamanan (PROPAM) POLRI bertanggung jawab menginvestigasi aksi pelanggaran yang dilakukan oleh personel polisi. Jika PROPAM menemukan petugas yang terbukti melakukan pelanggaran maka mereka dapat mengadakan sidang pemeriksaan sebagai tindakan disipliner. TNI membentuk tim penyelidik yang bertugas menginvestigasi tindak kejahatan oleh personel militer. Polisi dan TNI jarang mengungkap kepada publik hasil temuan ataupun mengakui keberadaan investigasi internal. Tetapi Komisi Informasi Nasional memberikan salinan dari laporan investigasi internal polisi yang telah selesai perihal penggunaan kekuatan berlebih oleh polisi pada Agustus 2017 di Deiyai, Papua untuk sebuah LSM yang meminta dokumentasi tersebut. PROPAM dan Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) menyelidiki keluhan dari masyarakat terhadap petugas polisi. Petugas tidak dapat memperoleh kembali pekerjaannya setelah dipecat karena pelanggaran, tetapi petugas yang ditahan dan menerima hukuman di bawah tiga tahun diizinkan mendapatkan kembali jabatannya.
Di Aceh, Polisi Syariah, sebuah badan provinsial independen, bertugas menegakkan hukum syariah.
Pemerintah sipil memegang kendali efektif terhadap militer, dan pemerintah umumnya memiliki mekanisme efektif untuk menginvestigasi dan menghukum tindak pelanggaran. Meski demikian, kasus impunitas dan korupsi dalam badan kepolisian dan militer masih terus terjadi.
Wiranto (nama tunggal), mantan jenderal TNI, tetap memegang jabatan sebagai menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan meski adanya dakwaan dari Special Panel for Serious Crimes PBB untuk kejahatan terhadap kemanusiaan terkait tanggung jawab komandonya melawan milisi anti Indonesia yang melakukan pembantaian di Timor Timur tahun 1999.
Prosedur Penahanan dan Perlakuan terhadap Tawanan
Hukum memberikan hak kepada para tahanan untuk menginfoemasikan kepada keluarga secepatnya setelah mereka ditahan, dan menyebutkan bahwa petugas keamanan harus menunjukkan surat perintah untuk melakukan penahanan. Pengecualian berlaku jika, misalnya, seorang tersangka tertangkap tangan melakukan kejahatan. Hukum mengizinkan penyelidik menerbitkan surat perintah, namun kadang aparat, terutama Bareskrim, melakukan penahanan tanpa surat perintah. Menurut hukum, tersangka atau terdakwa berhak memilih penasihat hukum di tiap tahap investigasi. Petugas pengadilan sepatutnya memberikan penasihat hukum secara cuma-cuma kepada orang yang menerima dakwaan atas pelanggaran yang berakibat hukuman mati atau penjara 15 tahun atau lebih dan memiskinkan terdakwa dengan dakwaan yang menghasilkan hukuman penjara 5 tahun ke atas. Sumber daya hukum seperti ini masih terbatas.
Penahanan Semena-mena: Terdapat laporan penahanan semena-mena oleh polisi, terutama yang dilakukan oleh Bareskrim.
Ada sejumlah laporan media dan LSM terkait perihal polisi yang menahan sementara mereka yang mengikuti aksi demonstrasi damai dan aktivitas non kekerasan lainnya yang menyuarakanhak dan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, terutama di provinsi Papua dan Papua Barat (lihat bab 2.b.). Menurut laporan media, aparat telah menahan sementara lebih dari 300 orang antara bulan Januari hingga September karena mengikuti aksi demonstrasi yang damai. Kontak HAM dan bantuan hukum menduga sejumlah tawanan Papua menjadi korban perlakuan keras oleh polisi, dan terdapat laporan yang menyatakan korban mendapat luka ringan selama masa penahanan.
Penahanan Pra Persidangan: Hukum mengizinkan penahanan pra persidangan hanya bila ada kecurigaan bahwa tersangka akan melarikan diri, menghancurkan atau menghilangkan bukti, atau melakukan kejahatan lainnya; jika pelanggaran berujung pada hukuman penjara lima tahun atau lebih, atau untuk dakwaan tertentu lainnya, seperti penipuan atau penggelapan uang. Dalam kasus di mana berlaku penahanan pra persidangan, polisi dapat memberikan penahanan 20 hari, di mana jaksa dapat memperpanjangnya menjadi 60 hari selagi investigasi berjalan. Jaksa dapat menambah lagi masa tahanan untuk 30 hari selama fase penuntutan dan dapat meminta perpanjangan 20 hari dari pengadilan. Pengadilan distrik dan pengadilan tinggi dapat menahan terdakwa selama maksimal 90 hari selama masa peradilan atau banding, sedangkan Mahkamah Agung (MA) dapat menahan terdakwa selama 110 hari selagi mempertimbangkan banding. Selain itu, pengadilan dapat memperpanjang masa tahanan selama maksimal 60 hari di tiap tingkatan jika terdakwa menghadapi hukuman penjara sembilan tahun atau lebih atau jika terdakwa divonis memiliki gangguan mental. Aparat umumnya mematuhi batasan-batasan ini. UU anti terorisme baru mengizinkan para penyelidik menahan selama maksimal 180 hari siapa saja yang, berdasarkan bukti sementara yang memadai, diduga kuat melakukan atau merencanakan aksi terorisme apa pun; yang dipastikan akan menimbulkan dakwaan. Sesuai kebijakannya, jaksa dan hakim pengadilan negeri dapat memperpanjang masa tahanan ini ke maksimal 120 hari.
Kemampuan Terdakwa untuk Menentang Keabsahan Penahanan sebelum Sidang: Seorang terdakwa dapat menentang legalitas penahanan atau detensi terhadapnya dalam masa pemeriksaan pra peradilan dan dapat menuntut kompensasi jika dakwaan terbukti keliru. Namun faktanya, jarang ada terdakwa yang memenangkan sesi pemeriksaan pra peradilan dan nyaris tidak pernah ada yang menerima kompensasi setelah dibebaskan tanpa tuntutan. Pada Desember 2017, sidang pra peradilan mengabulkan banding dari Herianto (nama tunggal) dan Aris Winata Saputra yang menggugat aksi penahanannya setelah polisi menahan mereka dalam kasus pencurian sepeda motor di bulan April 2017. Keduanya menuntut kompensasi atas penahanan yang keliru.
e. Penolakan untuk Pengadilan Umum yang Adil
Hukum memberikan lembaga kehakiman independensi, namun kehakiman ini tetap rentan terhadap korupsi dan pengaruh dari pihak luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, dan pasukan keamanan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelidiki tuduhan korupsi yang melibatkan para hakim di MA, Pengadilan Tata Usaha Negara, serta Mahkamah Konstitusi.
Kadang pejabat lokal tidak mematuhi perintah pengadilan, dan desentralisasi kian mempersulit upaya penegakan perintah ini.
Di tahun ini pengadilan militer mengadili sejumlah tentara berpangkat rendah dan berpangkatmenengah atas pelanggaran yang melibatkan warga sipil atau terjadi saat tentara tersebut tidak bertugas. Jika seorang tentara diduga melakukan kejahatan, polisi militer menyelidiki kemudian menyerahkan hasil temuannya pada oditur, yang akan memutuskan apakah akan memberikan tuntutan. Berdasarkan hukum, jaksa militer berada di bawah naungan MA, tetapi oditur bertanggung jawab kepada TNI untuk menerapkan hukum. Organisasi Masyarakat Sipil dan pengamat lainnya mengkritisi pendeknya masa hukuman penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan militer.
Empat pengadilan distrik memiliki wewenang mengadili pelanggaran HAM yang sistemik berdasarkan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Tak satu pun dari pengadilan ini pernah memeriksa ataupun membuat keputusan untuk kasus seperti ini sejak 2005.
Berdasarkan sistem pengadilan syariah di Aceh, 19 pengadilan agama distrik dan satu pengadilan banding melakukan pemeriksaan terhadap kasus. Sebelumnya pengadilan hanya memeriksa kasus yang melibatkan umat Muslim dan menggunakan dekrit yang dirancang oleh pemda dan bukan KUHP. Syariah tidak berlaku bagi non Muslim, orang asing, atau Muslim Indonesia yang bukan warga Aceh.
PROSEDUR PERSIDANGAN
Konstitusi memberi hak untuk persidangan yang adil, namun korupsi dan penyelewengan di lembaga kehakiman menghambat upaya penegakan hak ini. Hukum menganggap terdakwa tidak bersalah sampai memang terbukti bersalah, namun hal ini tidak selalu diindahkan. Terdakwa diinformasikan perihal tuntutan secepatnya dan secara rinci serta berhak menentang saksi dan memanggil saksi yang membela mereka, meski berlaku pengecualian dalam kasus di mana jarak menjadi faktor penghambat atau biaya transportasi untuk membawa saksi ke pengadilan terlalu tinggi; dalam kasus ini dapat digunakan pernyataan tertulis di bawah sumpah. Sebagian pengadilan mengizinkan pengakuan paksa dan membatasi presentasi barang bukti pembelaan. Terdakwa berhak menghindari memberikan keterangan yang akan memberatkan/merugikan dirinya. Di setiap pengadilan di Indonesia yang jumlahnya 825 , satu majelis hakim melaksanakan pengadilan dengan mengajukan pertanyaan, memeriksa barang bukti, memutuskan bersalah atau tidak, dan menjatuhkan hukuman. Baik pembela dan jaksa dapat mengajukan banding.
Hukum memberi hak pada terdakwa untuk menggunakan pengacara sejak waktu penahanan dan di tiap tahap pemeriksaan. Berdasarkan hukum, terdakwa yang kurang mampu dapat memperoleh bantuan hukum swasta, dan LSM lembaga bantuan hukum memberikan perwakilan hukum gratis kepada terdakwa yang kurang mampu, meski terdakwa mungkin tidak selalu dapat memanfaatkan keuntungan ini. Terdakwa memiliki hak untuk interpretasi bebas terhadap hukum yang berlaku. Hukum memberikan hak ini kepada semua warga negara. . Di sejumlah kasus perlindungan prosedural, termasuk terhadap pengakuan paksa, tidak mampu menjamin persidangan yang adil. Sidang terbuka untuk umum, dengan pengecualian khusus untuk proses persidangan pengadilan syariah di Aceh dan sejumlah persidangan militer.
NAPI DAN TAHANAN POLITIK
LSM memperkirakan bahwa kurang dari enam tahanan politik dari provinsi Papua dan Papua Barat yang tetap ditahan karena pasal-pasal makar dan konspirasi atas upaya terkait penunjukan simbol separatis yang dilarang. Menurut Human Rights Watch, sebanyak delapan tahanan politik asal Maluku tetap mendekam dalam penjara.
Aparat menahan sementara sejumlah warga Papua sepanjang tahun ini karena menyampaikan pandangan politiknya secara damai; sebagian besar dibebaskan dalam kurun 24 jam. Sebagian kecil menerima tuntutan resmi karena melanggar pasal makar atau pasal pidana lainnya. Sebagai contoh, tanggal 12 Maret, sebuah pengadilan distrik di Papua memvonis aktivis Papua Yanto Awerkion dan menjatuhinya hukuman penjara 10 bulan karena terlibat dalam pelaksanaan sebuah acara dari Komite Nasional Papua Barat untuk mengumpulkan tanda tangan warga Papua yang menuntut adanya referendum kemerdekaan Papua.
Para aktivis lokal dan anggota keluarga umumnya dapat mengunjungi tahanan politik, namun aparat menahan sejumlah tahanan di pulau yang jauh dari keluarga mereka.
PROSEDUR PERADILAN SIPIL DAN PEMULIHAN NAMA BAIK
Para korban pelanggaran HAM dapat menuntut ganti rugi dalam sistem pengadilan sipil, namun korupsi yang merajalela dan pengaruh politik membatasi akses korban untuk keadilan.
RESTITUSI PROPERTI
Hukum pengadaan lahan mengizinkan pemerintah mengambil alih sebuah lahan untuk kepentingan dari si pemilik, dengan catatan pemerintah memberi kompensasi yang setimpal kepada pemilik. LSM menuduh pemerintah memanfaatkan wewenangnya untuk mengambil alih atau memfasilitasi akuisisi swasta atas lahan untuk tujuan proyek pembangunan, seringkali tanpa memberi kompensasi setimpal. Dalam kasus lainnya, perusahaan milik negara diduga membahayakan sumber daya yang menjadi tumpuan hidup masyarakat.
Akses dan kepemilikan lahan merupakan sumber utama konflik. Kurangnya peta yang memadai, hak tradisional, serta sejumlah hukum dan regulasi yang berlawanan terkait kepemilikan lahan mengizinkan beberapa pihak memegang klaim yang sah terhadap satu lahan yang sama. Aparat keamanan kadang menggusur warga yang terlibat dalam sengketa lahan tanpa proses yang benar, seringkali memihak penuntut dari pihak perusahaan dibanding warga miskin. Ombudsman Nasional melaporkan telah menerima 1.890 keluhan terkait lahan dan properti antara bulan Januari dan Juni.
Di bulan Maret di kabupaten Banggai di Sulawesi Tengah, polisi menggusur paksa sekitar 1.411 warga desa Tanjung Luwuk dari rumah mereka. Penyebabnya adalah kasus perdata terkait kepemilikan lahan antara dua pihak yang tidak berhubungan dengan klaim lahan dari warga desa. Komnas HAM menuduh pemerintah daerah menyalahgunakan wewenangnya, selain juga melakukan pelanggaran hukum dan administratif lainnya.
f. Intervensi Semena-mena atau Tidak Berdasarkan Hukum terhadap Privasi, Keluarga, Rumah, atau Korespondensi
Hukum mewajibkan adanya surat perintah pengadilan untuk upaya penggeledahan kecuali dalam kasus yang melibatkan upaya pemberontakan, kejahatan ekonomi, dan korupsi. Petugas keamanan umumnya mematuhi persyaratan ini. Hukum juga mengizinkan penggeledahan tanpa surat perintah dalam situasi “mendesak dan memaksa” dan untuk eksekusi penyadapan tanpa surat perintah oleh KPK. Hukum memberikan polisi wewenang khusus untuk membatasi kebebasan sipil dan mengizinkan intervensi militer guna menangani konflik yang dapat menimbulkan keresahan sosial. Polisi dan warga sipil di seluruh negeri ini kerap bertindak tanpa wewenang yang sah atau melanggar privasi seseorang, termasuk di Aceh.
LSM mengklaim bahwa aparat keamanan kadang melakukan pengintaian tanpa surat perintah terhadap seseorang dan tempat tinggal serta memantau panggilan teleponnya.
Bab 2. Penghormatan untuk Kebebasan Sipil, Termasuk:
a. Kebebasan Berekspresi, Termasuk untuk Pers
Konstitusi secara umum memberikan kebebasan berekspresi dengan menetapkan sejumlah batasan. Sejumlah elemen dalam pemerintahan, kehakiman, dan kepolisian menggunakan hukum yang menentang aksi pencemaran dan penistaan untuk menahan, memvonis, dan menghukum seseorang dan untuk membatasi kebebasan berekspresi, termasuk untuk pers. Pemerintah memanfaatkan hukum yang melarang upaya dukungan terhadap separatisme guna membatasi kemampuan seseorang untuk memberikan dukungan damai terhadap upaya independensi.
Kebebasan Berekspresi: UU perihal ujaran kebencian mengkriminalisasi konten yang dianggap menghina suatu agama atau yang mendukung upaya separatis dan dapat membatasi kebebasan berbicara dan berekspresi seseorang. Surat edaran dari polisi tahun 2015 mendefinisikan ujaran kebencian sebagai hinaan, fitnah, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, hasutan, serta penyebaran berita keliru melalui media, internet, atau secara langsung.
Sejumlah elemen dalam pemerintah dan masyarakat secara selektif mengutip UU pidana pencemaran nama baik untuk mengintimidasi seseorang dan membatasi kebebasan berbicaranya. Sebagai contoh, di Sumatra Utara Front Pembela Islam (FPI) melaporkan seorang mahasiswa Kristen berumur 21 tahun karena postingan Facebook yang menyamakan Nabi Muhammad dengan babi, dan menyebabkan pengadilan distrik Medan menjatuhi hukuman empat tahun penjara atas tuduhan ujaran kebencian.
Menurut hukum, “menyebarkan kebencian , permusuhan , dan penistaan agama” dapat dijatuhi hukuman maksimal lima tahun penjara. Aksi protes oleh kelompok Islam atau majelis ulama yang konservatif kerap meminta pemda mengambil tindakan berdasarkan hukum.
Tanggal 21 Agustus, seorang wanita Buddha keturunan Tionghoa dihukum 18 bulan penjara karena memprotes volume pengeras suara di sebuah masjid di Tanjung Balai, Sumatra Utara. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan organisasi Muslim terkemuka menyayangkan vonis tersebut, dan Kementerian Agama menerbitkan surat edaran berisi pedoman tentang bagaimana dan kapan suara azan seharusnya dikumandangkan oleh masjid.
Kebebasan Pers dan Media: Media independen bersikap aktif dan menyuarakan pandangan dari berbagai sisi. Namun pemerintah kadang memanfaatkan peraturan daerah dan nasional untuk membatasi media. Sejumlah jurnalis asing dikabarkan menerima izin untuk berkunjung ke provinsi Papua dan Papua Barat, sedang lainnya melaporkan mengalami penundaan atau penolakan birokrasi, dengan dalih keamanan. Pada bulan Februari petugas mengusir jurnalis Australia dari Kabupaten Asmat di Provinsi Papua setelah jurnalis tersebut mengunggah postingan kritis di media sosial berupa foto mie instan dan biskuit manis yang kabarnya diberikan oleh pemerintah untuk menangani krisis malnutrisi anak. Para penggiat kebebasan pers menyatakan bahwa kelompok interagensi pemerintah, termasuk TNI dan badan intelijen, terus meninjau permintaan dari para jurnalis asing yang hendak memasuki wilayah tersebut. Konstitusi melindungi jurnalis dari intervensi seperti demikian, dan hukum menyebutkan bahwa siapa saja yang secara sengaja menghalangi jurnalis melakukan tugasnya akan menghadapi hukuman penjara maksimal dua tahun atau denda 500 juta rupiah ($34.300).
Kekerasan dan Pelecehan: Aliansi Jurnalis Independen melaporkan 34 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan kantor media antara Januari hingga April.
Di bulan Mei sebuah video beredar online yang merekam dua petugas polisi di distrik Nabire, Papua menyerang secara fisik jurnalis Papua Abraham Amoye You dan pegawai negeri Mando Mote saat debat politik menyambut pilkada 27 Juni.
Penyensoran atau Pembatasan Konten: Kejaksaan Agung memiliki wewenang memantau materi tulisan dan meminta perintah pengadilan untuk melarang terbitnya sebuah materi tertulis. Komisi Penyiaran Indonesia memiliki wewenang bertindak sebagai regulator bagi institusi penyiaran umum, swasta, dan komunitas.
Para aktivis HAM melaporkan bahwa portal berita Suara Papua, yang hak siarnya diblokir tahun 2016 karena “konten negatif” yang tidak dijelaskan secara rinci, tetap diblokir sementara dari waktu ke waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Meski UU Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang melambangkan identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang pengibaran bendera Papua Barat di Papua, bendera Republik Maluku Selatan di Maluku, serta bendera Bulan Sabit milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Pemerintah pusat berulangkali menyatakan bahwa mereka tidak mengakui adanya bendera provinsi dan bahwa pengibaran bendera GAM adalah tindakan yang dilarang.
UU Fitnah (Tertulis)/Fitnah (Lisan): Pasal yang mengatur pencemaran nama baik dalam KUHP melarang upaya fitnah (tertulis maupun lisan), yang dapat berakibat hukuman lima tahun penjara. Jurnalis Muhammad Yusuf tewas karena dugaan serangan jantung di bulan Juni setelah menghabiskan lima minggu dalam tahanan atas dakwaan pencemaran nama baik terkait sejumlah artikel yang ditulisnya di surat kabar lokal yang melibatkan perusahaan minyak sawit terkemuka.
Dampak Non Pemerintah: Kelompok Muslim garis keras kadang mengintimidasi penyampaian yang dirasa sebagai kritik terhadap Islam dalam rangka membatasi hak berbicaranya. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) melaporkan banyak kasus pelecehan terhadap korban yang diduga menghina pimpinan FPI Rizieq Shihab, yang ditahan atas dakwaan pornografi.
KEBEBASAN INTERNET
Pemerintah menuntut mereka yang menjalankan kebebasan berekspresi atas dasar hukum yang melarang kejahatan online, pornografi, judi, pemerasan, kebohongan, ancaman, dan rasisme serta melarang masyarakat menyebarkan dalam format elektronik segala informasi yang dianggap sebagai mencemarkan nama baik. Hukum mengenakan hukuman maksimal enam tahun penjara, denda sebesar satu miliar rupiah ($68.600), atau keduanya.
Menurut asosiasi penyedia layanan internet (ISP) Indonesia, ada sekitar 143 juta pengguna internet di negara ini, meningkat 6 persen sejak 2017.
Kementerian Komunikasi dan Informatika terus meminta ISP memblokir akses ke website pornografi dan konten lainnya yang dianggap ofensif. Gagal mengindahkan batasan-batasan ini dapat berakibat pencabutan lisensi ISP. Pemerintah juga mengintervensi media sosial, situs pencarian, toko aplikasi, serta website lainnya untuk menghapus konten ofensif dan ekstremis serta mencabut izin mereka yang tidak segera mematuhi arahan pemerintah.
KEBEBASAN AKADEMIS DAN ACARA BUDAYA
Pemerintah umumnya tidak menerapkan batasan untuk acara budaya atau kebebasan akademis, namun kadang mengintervensi acara atau aktivitas budaya yang sensitif atau tidak berupaya mencegah upaya intervensi terhadap aktivitas tersebut yang dilakukan oleh kelompok garis keras. Universitas dan institusi akademik lainnya juga kadang menyerah pada tekanan dari kelompok garis keras yang bertujuan membatasi acara dan aktivitas yang sensitif.
Di awal Juli personel keamanan pemerintah di Malang (Jawa Timur) dan Surabaya membubarkan acara penayangan film dan diskusi damai yang diselenggarakan oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) untuk memperingati perayaan hak asasi manusia yang sensitif.
Sepanjang tahun ini, Lembaga Sensor Film (LSF) yang diawasi pemerintah terus menyensor film domestik dan impor untuk konten yang dianggap porno dan religius atau ofensif.
b. Kebebasan Berkumpul dan Berserikat secara Damai
KEBEBASAN BERKUMPUL SECARA DAMAI
Hukum memberi kebebasan berkumpul, dan pemerintah umumnya menghormati hak ini. Hukum mewajibkan para demonstran menunjukkan pemberitahuan tertulis pada polisi tiga hari sebelum aksi demonstrasi dilakukan dan mengharuskan polisi menerbitkan tanda terima dari pemberitahuan tersebut. Tanda terima ini berfungsi sebagai surat izin de facto untuk aksi demonstrasi. Polisi di Papua secara rutin menerbitkan tanda terima kepada calon demonstran karena demonstrasi bisa dipastikan akan berisi seruan untuk independensi, sebuah aksi yang dilarang menurut hukum yang sama. Polisi provinsi Papua menerbitkan dekrit di 2016 yang melarang aksi demo oleh tujuh organisasi yang dicap sebagai kelompok pro independensi, termasuk Komite Nasional Papua Barat, Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), dan Organisasi Papua Merdeka. Frekuensi demonstrasi berskala besar terkait Papua sepanjang tahun ini lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya
Tanggal 5 April, polisi dari ibukota provinsi, Jayapura, menggerebek asrama Universitas Cenderawasih yang diduga polisi menjadi lokasi deklarasi separatis, mengumpulkan sedikitnya 44 mahasiswa atas keterlibatan mereka dalam acara ini. Polisi kemudian membebaskan mereka semua kecuali tiga orang yang ditahan atas tuduhan berbeda.
KEBEBASAN BERSERIKAT
Konstitusi dan hukum memberikan kebebasan berserikat, yang umumnya dihormati oleh pemerintah.
Menurut hukum, untuk menerima status registrasi resmi, LSM asing harus memiliki Nota Kesepahaman (MoU) dengan pihak kementerian. Sejumlah organisasi melaporkan mengalami kesulitan dalam memperoleh MoU ini dan mengatakan pemerintah menghambat mereka untuk memblokir status registrasinya, meski birokrasi kompleks dalam Kemenhunkam juga menjadi faktor penghambat.
Beberapa kelompok pendukung LGBTI melaporkan menemui kesulitan saat mencoba mendaftarkan organisasi mereka.
c. Kebebasan Beragama
Lihat Laporan Kebebasan Beragama Internasional dari Departemen Luar Negeri AS di www.state.gov/religiousfreedomreport/.
d. Kebebasan Untuk Bergerak
Hukum memberi kebebasan bergerak internal dan secara umum mengizinkan bepergian ke luar negeri, namun konstitusi mengizinkan pemerintah mencegah seseorang memasuki atau meninggalkan Indonesia. Hukum memberi militer wewenang luas dalam situasi yang dinyatakandarurat, termasuk wewenang untuk membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut. Pemerintah tidak menggunakan wewenang ini sepanjang tahun ini.
Pemerintah bekerja sama dengan Kantor PBB untuk urusan Pengungsi (UNHCR), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan organisasi-organiasi kemanusiaan lainnya dalam memberi perlindungan dan bantuan untuk pengungsi internal, pengungsi, pengungsi yang kembali, pencari suaka, orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, serta pihak lainnya yang keadaannya memprihatinkan,
Pergerakan di Dalam Negeri: Pembatasan terhadap jurnalis asing yang melakukan perjalanan ke Provinsi Papua dan Papua Barat tetap berlaku (lihat bab 2.a.).
Perjalanan Mancanegara: Pemerintah menangkal kedatangan dan mencegah keberangkatan atas permintaan polisi, Kejaksaan Agung, KPK, dan Kementerian Keuangan. Sebagian dari pihak yang dilarang masuk dan meninggalkan wilayah Indonesia adalah pembayar pajak yang tidak bertanggung jawab, terpidana atau tertuntut, mereka yang diduga terlibat kasus korupsi, serta mereka yang terlibat dalam perselisihan hukum.
PENGUNGSI INTERNAL
Pemerintah mengumpulkan data pengungsian yang disebabkan oleh bencana alam dan konflik melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), meski kurangnya pemantauan sistematis untuk kondisi kepulangan dan pemukiman kembali mempersulit upaya estimasi akurat untuk jumlah total pengungsi internal.
Hukum mengharuskan pemerintah melaksanakan “pemenuhan hak dari warga atau pengungsi yang menjadi korban bencana secara adil dan sesuai dengan standar layanan minimal.”
BNPB melaporkan bahwa mulai Januari sampai Oktober, sebanyak 3.548 orang meninggal atau hilang dan lebih dari 3.057.787 orang terpaksa mengungsi karena bencana alam.
Lebih dari 300 warga Syiah dari Madura ditampung di pinggiran Surabaya setelah aksi kejahatan komunal yang memaksa mereka meninggalkan rumahnya di 2012. Meski pemerintah pusat melakukan sejumlah upaya rekonsiliasi, aparat belum secara efektif mengatasi isu-isu dengan kelompok garis keras yang menolak mengizinkan para pengungsi Syiah kembali ke rumah mereka. Sekitar 200 Muslim Ahmadiyah masih mengungsi di sejumlah rumah susun di Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat, setelah sekelompok orang mengusir mereka dari desanya di Lombok tahun 2006.
PERLINDUNGAN PENGUNGSI
Akses ke Suaka: Indonesia tidak menjadi anggota Konvensi 1951 perihal Status Pengungsi atau Protokol 1967, dan tidak memiliki sistem penentuan status pengungsi atau suaka. UNHCR memproses semua klaim untuk status pengungsi di Indonesia. Pemerintah tidak menerima pengungsi untuk pemukiman kembali atau memfasilitasi integrasi atau naturalisasi lokal. Aparat merujuk para pendatang yang ingin kembali ke negara asalnya ke IOM untuk akses ke Assisted Voluntary Return Program-nya.
Peraturan pemerintah perihal pengelolaan pengungsi menguraikan peran dan tanggung jawab spesifik untuk kementerian dan pemerintah daerah, termasuk perihal pencarian dan penyelamatan, penampungan, keamanan, dan imigrasi; Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memimpim dalam isu-isu terkait pengungsi. Di bulan April pemerintah provinsi NAD memberikan akses pada UNHCR untuk melakukan penentuan status pengungsi bagi dua kelompok pendatang Rohingya yang ditolong oleh pemerintah di pesisir Aceh. Pemerintah daerah memberi mereka tempat berlindung dan barang-barang kebutuhan, selain juga layanan kesehatan dan psikolog, sesuai dengan dekrit pengelolaan pengungsi dari pemerintah. Sumbangan dari masyarakat lokal dan bantuan dari IOM turut melengkapi bantuan dari tingkat provinsi dan lokal.
Ketenagakerjaan: Pemerintah melarang para pengungsi bekerja, meski tidak secara ketat memaksakan pembatasan ini.
Akses ke Layanan Dasar: Pemerintah tidak secara umum melarang para pengungsi mengakses pendidikan dasar umum, meski banyak hambatan yang menyebabkan hanya sebagian kecil anak-anak pengungsi yang bisa mendapatkan pendidikan, termasuk kurangnya akses bagi anak-anak pengungsi ke nomor identifikasi siswa yang diterbitkan pemerintah. Sebagian kecil pengungsi mengikuti kelas bahasa dan kelas lainnya di sekolah swasta yang dikelola pengungsi atau dalam program yang disponsori LSM. Para pengungsi memiliki akses ke layanan kesehatan umum dasar melalui klinik kesehatan lokal, yang disubsidi oleh pemerintah. Namun penanganan untuk kondisi atau perawatan rumah sakit yang lebih serius tidak ditanggung oleh program ini.
Bab 3. Kebebasan Mengikuti Proses Politik
Konstitusi dan hukum memberi warga hak untuk memilih pemerintahnya melalui ajang pemilihan periodik yang bebas dan adil dalam bentuk pemungutan suara bersifat rahasia dan berdasarkan hak pilih yang universal dan setara.
Pemilihan dan Partisipasi Politik
Pemilihan Terakhir: Tahun 2014 para pemilih memilih Joko Widodo (akrab dipanggil Jokowi) sebagai presiden, menggantikan presiden dua periode Susilo Bambang Yudhoyono. Jokowi mengalahkan Prabowo Subianto, seorang mantan jenderal, dalam ajang pemilihan yang dianggap bebas dan adil oleh para pengamat. Di 2014 para pemilih juga memilih anggota DPR baru dalam pemilihan legislatif nasional. Dalam pemilihan legislatif, 12 partai nasional bersaing dan 10 di antaranya memenangkan kursi.
Indonesia melaksanakan pemilihan umum ketiganya secara nasional untuk memilih para kepala daerah pada tanggal 27 Juni, melalui pemungutan suara di 171 distrik elektoral. Tidak ada laporan tentang upaya kekerasan besar atau gangguan serius ataupun masalah administratif yang memengaruhi pemungutan suara secara sistemik. Di Provinsi Papua, terjadi insiden kekerasan setempat sebelum pemilu, yang mengakibatkan tertundanya pemungutan suara di dua distrik. Tanggal 12 Juni di distrik Empat Lawang, Sumatra Selatan, seorang pria tewas karena ditembak dan tiga lainnya terluka parah setelah terjadi bentrok antara dua pendukung dua kepala daerah. Tingkat kehadiran pemilih terbilang tinggi, 73 persen dari jumlah pemilih terdaftar di kawasan pemilihan.
Partai Politik dan Partisipasi Politik: Berdasarkan UU Pemilu, partai memerlukan 4 persen suara agar dapat memperoleh kursi di badan legislatif. Empat penerima suara terbanyak pada pemilu 2014 adalah partai nasionalis, diikuti dengan tiga partai berorientasi Islam. Undang-undang juga menyebutkan bahwa untuk menominasikan calon presiden, sebuah partai atau koalisi partai harus sudah menerima 25 persen suara nasional atau memenangkan 20 persen kursi di badan legislatif di pemilu sebelumnya.
Semua penduduk dewasa berusia 17 tahun ke atas berhak memilih kecuali polisi dan anggota aktif militer, narapidana dengan hukuman lima tahun atau lebih, penyandang disabilitas mental, serta mereka yang hak pilihnya dicabut atas keputusan pengadilan yang tidak dapat dibatalkan. Remaja yang menikah di bawah usia 17 tahun dianggap sebagai orang dewasa dan berhak memilih.
Keikutsertaan Perempuandan Golongan Minoritas: Tidak ada hukum yang membatasi perempuan dan kelompok minoritas mengikuti proses politik, dan mereka memang mengikutinya. Sebuah hukum perihal partai politik mewajibkan perempuan mengisi minimal 30 persen keanggotaan inti dari partai politik baru.
Undang-undang pemilu memiliki persyaratan bagi partai untuk menominasikan perempuan untuk minimal 30 persen slot kandidat di daftar partainya. Pada pilkada 27 Juni, jumlah kandidat pria tetap lebih banyak atas kandidat perempuan. Meski jumlah keseluruhan yang rendah untuk kandidat perempuan untuk kepala daerah, walikota, dan gubernur, persentasenya sedikit meningkat dari hanya 7 persen di 2017 menjadi 9,6 persen di tahun ini. Menurut International Foundation for Electoral Systems, politisi perempuan menyebutkan masalah pendanaan sebagai hambatan utama untuk melakukan kampanye.
Namun jumlah perempuan dalam parlemen menurun setelah pemilu 2014, dari 18 ke 17 persen dalam kursi DPR dan dari 27 ke 13 persen dalam kursi DPD. Per Agustus, perempuan memegang 8 persen untuk semua posisi walikota dan kepala daerah. Gubernur Jawa Timur yang terpilih belum lama ini Khofifah Indar Parawansa adalah satu-satunya gubernur perempuan di negara ini pada akhir tahun.
Tidak ada statistik resmi perihal latar belakang etnis dari para anggota legislatif di DPR. Kabinet presiden Jokowi mencerminkan keberagaman etnis dan religius di negara ini dan memiliki lebih banyak perempuandibandingkan kabinet-kabinet sebelumnya (sembilan dari 34 anggota kabinet).
Bab 4. Korupsi dan Kurangnya Transparansi dalam Pemerintah
Undang-undang menetapkan hukuman pidana korupsi yang dilakukan pejabat pemerintah dan pemerintah umumnya menegakkan hukum ini. Namun berbagai elemen dalam pemerintah, polisi, dan kehakiman, mencoba menghambat upaya menuntut para pejabat yang korup. Meski dilakukan penahanan dan hukuman kepada banyak pejabat dengan status dan kedudukan tinggi, ada persepsi domestik dan internasional bahwa korupsi tetap menjadi endemik. KPK, POLRI, Unit Kejahatan Ekonomi Khusus TNI, serta Kejaksaan Agung memiliki wewenang menyelidiki dan menjatuhkan hukuman untuk kasus korupsi. KPK tidak memiliki wewenang menyelidiki anggota militer, selain juga dalam kasus di mana kerugian negara dinilai kurang dari satu miliar rupiah ($68.600).
Penyidik KPK kadang mengalami gangguan, intimidasi, atau serangan karena upaya antikorupsi mereka. Di 2017 penyerang menggunakan air keras untuk menyerang penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait skandal E-KTP. Polisi belum mengidentifikasi pelaku serangan tersebut.
Korupsi: KPK terus menginvestigasi dan menghukum para pejabat yang diduga terlibat korupsi di semua level pemerintahan. Sejumlah kasus korupsi tingkat tinggi yang melibatkan program pengadaan atau konstruksi pemerintah berskala besar dan melibatkan anggota legislatif, gubernur, bupati, hakim, polisi, dan pegawai sipil. Sepanjang akhir 2017, KPK telah melakukan penyelidikan dan penuntutan, dan mengembalikan sekitar 1,9 triliun rupiah ($130.000.000) dalam bentuk aset negara. KPK mempertahankan tingkat 100 persen hukuman dan menuntut sebanyak 3.640 kasus korupsi dari total 3.669 yang diselidikinya sejak 2002 hingga 2016. Menurut laporan tahunan tahun 2017, sepanjang tahun tersebut KPK telah melakukan 161 investigasi, memulai 50 penuntutan, dan menyelesaikan 95 kasus yang berujung pada hukuman.
Bulan Desember 2017 KPK melanjutkan upaya penuntutannya terhadap anggota legislatif pusat yang diduga terlibat korupsi terkait pencatutan proyek pengadaan E-KTP, yang merugikan negara sebesar 2,3 triliun rupiah ($158.000.000). Kasus E-KTP, kasus korupsi terbesar yang pernah diselidiki oleh KPK, menghasilkan hukuman korupsi pertama terhadap seorang Ketua DPR. Tanggal 24 April, pengadilan korupsi menghukum mantan ketua DPR dan ketua umum Partai Golkar Setya Novanto dan memvonisnya dengan hukuman 15 tahun penjara atas kasus korupsi terkait pengadaan E-KTP. Pengadilan memerintahkan Novanto membayar ganti rugi terhadap anggaran negara atas kerugian yang terjadi akibat upaya penggelapan yang dilakukannya, dan hak politiknya dicabut selama lima tahun sejak tanggal bebas dari penjara. Pengadilan korupsi juga menghukum dua pengusaha yang terlibat dalam pengadaan E-KTP. KPK berhasil menuntut mereka yang diduga membuat sumpah palsu selama penyelidikan skema korupsi E-KTP, yang membuat mantan anggota DPR Miryam Haryani dihukum lima tahun penjara di akhir 2017, pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, dihukum tiga tahun penjara pada 28 Juni, serta dokter Novanto, Dr. Bimanesh Sutarjo, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada tanggal 23 Juli karena memalsukan informasi medis untuk membantu Novanto menghindari penahanan.
KPK secara aktif menyelidiki dugaan korupsi oleh para pejabat terpilih dan kandidat yang mengikuti pencalonan, termasuk para politisi yang terdaftar dalam pilkada Juni. Per pertengahan Agustus KPK mengumumkan telah menahan 15 kepala daerah, termasuk 14 kepala daerah petahana yang kembali mencalonkan diri. Sebagai contoh, di bulan Januari KPK menahan Rudi Erawan, bupati Halmahera Timur, Maluku Utara, karena menerima suap terkait proyek infrastruktur lokal. Di bulan Februari KPK menahan Marianus Sae, seorang bupati dan kandidat gubernur Nusa Tenggara Timur, karena menerima suap senilai $300.000 untuk sebuah proyek infrastruktur, serta kandidat gubernur Sulawesi Tenggara Asrun (nama tunggal) dan anaknya yang juga walikota Kendari, atas dakwaan korupsi. Pengadilan korupsi memberikan hukuman dalam kasus korupsi yang melibatkan pejabat terpilih di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Menurut laporan LSM dan media, polisi umumnya meminta suap yang bervariasi mulai dari nominal kecil dalam kasus lalu lintas sampai jumlah besar dalam investigasi kriminal. Aparat korup kadang memaksa mereka yang kembali dari luar negeri, terutama wanita, untuk menggeledahnya hingga telanjang, mencuri barangnya, dan memerasnya.
Suap dan pemerasan memengaruhi upaya prosekusi, pemberian vonis, dan penjatuhan hukuman dalam kasus perdata dan pidana. Para tokoh kunci dalam sistem peradilan diduga menerima suap dan juga memberikan pengampunan dugaan korupsi. Organisasi bantuan hukum melaporkan bahwa kasus seringkali bergerak sangat lamban kecuali jika memberi suap dan bahwa di sejumlah kasus jaksa menuntut pembayaran dari terdakwa untuk menjamin tuntutan yang lebih ringan atau menghilangkan kasusnya.
Hingga bulan April, Komisi Ombudsman Nasional telah menerima 263 laporan terkait rekayasa pengadilan dan maladministrasi dalam putusan pengadilan. Di kwartal pertama tahun ini, Komisi Yudisial menerima 124 laporan publik terkait pelanggaran wewenang yudisial dan merekomendasikan 51 hakim untuk dijadikan target penyelidikan lebih lanjut. Di periode yang sama, komisi tersebut merekomendasikan pemberian sanksi terhadap 19 hakim yang diduga memanipulasi sidang.
Tanggal 21 Juli, Presiden Jokowi menandatangani peraturan presiden yang membahas strategi antikorupsi nasional pemerintah yang baru. Dekrit tersebut memandati pembentukan tim nasional untuk melaksanakan aktivitas antikorupsi dari pemerintah. Regulasi ini lebih jauh membahas bahwa upaya antikorupsi harus sejalan dengan prioritas dan upaya dan fokus KPK terhadap penerimaan negara, pemerintahan dan pemberian izin, serta penegakan hukum.
Keterbukaan Keuangan: Hukum mewajibkan pejabat pemerintah senior serta pejabat lainnya di instansi tertentu menyerahkan laporan keuangannya. Hukum mewajibkan laporan tersebut menyertakan semua aset yang dimiliki pejabat, suami/istrinya, serta anak-anaknya. Hukum mewajibkan laporan diserahkan saat pejabat mulai bertugas, setiap dua tahun setelahnya, dua bulan sebelum menyelesaikan masa tugasnya, dan secepatnya jika diminta KPK. KPK bertanggung jawab memverifikasi laporan dan mempublikasikannya dalam Lembaran Negara dan internet. Terdapat sanksi pidana bagi mereka yang tidak taat dalam kasus terkait korupsi. Tidak semua aset dapat diverifikasi akibat keterbatasan sumber daya manusia dalam KPK.
Di bulan Maret, Presiden Jokowi menerbitkan peraturan presiden yang mengharuskan badan usaha di Indonesia mengungkap identitas pemilik sebenarnya kepada pemerintah. Regulasi ini bertujuan membantu mengidentifikasi konflik kepentingan antara pejabat pemerintah dengan badan usaha. Pada 7 Agustus, Badan Ketenagakerjaan Negara menerbitkan surat edaran yang mewajibkan penyelidikan terhadap pegawai pemerintah yang diduga terlibat korupsi.
Bab 5. Sikap Pemerintah Terhadap Investigasi Internasional dan Non-Pemerintah terkait Dugaan Pelanggaran HAM
Banyak organisasi HAM baik domestik dan internasional umumnya beroperasi tanpa batasan dari pemerintah di seantero negeri, hingga mengizinkan mereka menginvestigasi dan menerbitkan hasil temuannya dalam kasus HAM serta memberi dukungan bagi peningkatan kinerja HAM oleh pemerintah. Pemerintah menemui para LSM lokal, merespon aspirasi mereka, dan mengambil langkah guna merespon hal yang disampaikan oleh LSM. Sejumlah pejabat pemerintah, terutama yang berbasis di provinsi Papua dan Papua Barat, melakukan upaya pemantauan, gangguan, intervensi, ancaman, serta intimidasi kepada LSM.
LSM dan aktivis Papua menerima ancaman lewat telepon dan melaporkan sejumlah gangguan dari polisi lokal.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Badan Internasional Lainnya: Pemerintah mengizinkan pejabat PBB memantau situasi HAM di Indonesia. Namun apparat keamanan dan badan intelijen cenderung menaruh kecurigaan terhadap pengamat HAM asing, terutama yang bertugas di Papua dan Papua Barat, di mana upaya operasi mereka dibatasi.
Badan HAM Pemerintah: Banyak badan independen yang terafiliasi pemerintah menangani masalah HAM, termasuk Kantor Ombudsman Nasional, Komnas Perempuan, dan Komnas HAM. Pemerintah tidak wajib memenuhi rekomendasi mereka dan kerap menghindarinya.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh yang berdiri tahun 2016 untuk menyelidiki pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka –yang kini telah bubar– selama konflik bersenjata antara 1976 dan 2005, mengindikasikan badan ini masih kesulitan melanjutkan programnya karena keterbatasan anggaran dan kurangnya dukungan dari administrasi provinsi saat ini.
Meski Undang-undang 2006 perihal Pemerintahan Aceh mewajibkan dibentuknya pengadilan HAM di Aceh, pengadilan tersebut tidak kunjung dibentuk, dengan dalih komplikasi yang berasal dari UU tingkat nasional lainnya.
Bab 6. Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Orang
Perempuan
Perkosaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT): Hukum melarang tindak perkosaan, KDRT, serta bentuk kekerasan lainnya terhadap perempuan. Sebuah survei pemerintah tahun 2016 mengungkap bahwa sepertiga dari perempuan berusia 15 sampai 64 tahun pernah mengalami kekerasan. Sebelumnya kekerasan terhadap perempuan kurang didokumentasikan dan amat jarang dilaporkan oleh pemerintah. Kekerasan dalam rumah tangga adalah bentuk paling umum dari kekerasan terhadap perempuan.
Definisi hukum dari perkosaan hanya mencakup penetrasi paksa pada organ seksual, dan pengajuan kasus seperti ini membutuhkan bukti yang menguatkan dan seorang saksi. Perkosaan dapat dijatuhi hukuman empat sampai 14 tahun penjara. Meski pemerintah memenjarakan para pelaku perkosaan dan upaya permerkosaan, seringkali hukumannya ringan, dan banyak para terdakwa pemerkosa mendapatkan hukuman minimal. Berdasarkan KUHP, perkosaan dalam pernikahan tidak termasuk dalam kejahatan kriminal tertentu, tetapi digolongkan sebagai “hubungan seksual dengan paksaan” dalam UU nasional perihal kekerasan dalam rumah tangga dan dapat dijerat dengan hukum pidana. Masih belum ada statistik nasional yang tepercaya terkait peristiwa perkosaan, meski di 2016 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengumumkan pembentukan pusat data nasional guna memantau kasus kekerasan seksual. Di bulan Juli KOMNAS Perempuan menandatangani kesepakatan dengan Telkomtelstra, sebuah perusahaan telekomunikasi, untuk mengembangkan pusat kontak berbasis cloudyang didedikasikan guna memberi peningkatan teknologi pada sistem hotline telepon KOMNAS Perempuan.
Pemerintah mengoperasikan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) di 34 provinsi dan sekitar 242 kabupaen/kota yang memberikan layanan konseling dan bantuan bagi para korban kekerasan. Pusat pelayanan provinsi berskala lebih besar memberikan layanan psikososial yang lebih komprehensif, meski kualitas layanan di pusat pelayanan tingkat kabupaten/kota bervariasi. Perempuan yang tinggal di area pedesaan atau distrik yang tidak memiliki pusat pelayanan mengalami kesulitan menerima layanan bantuan, dan sebagian pusat pelayanan hanya buka enam jam sehari alih-alih 24 jam. Secara nasional, polisi mengoperasikan “ruang krisis khusus” atau “meja perempuan” di mana petugas perempuan menerima laporan dari perempuan dan anak yang menjadi korban serangan seksual dan perdagangan, tempat ini juga menjadi tempat bernaung sementara bagi korban.
Selain 32 gugus tugas tingkat provinsi, pemerintah memiliki 191 gugus tugas di tingkat lokal (kabupaten atau kota), yang umumnya dikepalai oleh P2PTA lokal atau kantor urusan sosial lokal.
Khitan pada Perempuan: Khitan pada wanita dilaporkan terjadi secara rutin, dan tidak ada hukum yang melarang praktisi ini. Laporan UNICEF bukan Februari 2017, yang sama dengan data pemerintah tahun 2013, memperkirakan 49 persen gadis berusia 11 ke bawah pernah menjalani khitan, meski hukum melarang tenaga profesional medis melakukannya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak secara vokal menentang khitan pada wanita dan telah meluncurkan kampanye kesadaran tentang bahaya khitan pada perempuan. Di 2017, kementerian merilis buku panduan bagi para pemuka agama tentang pencegahan khitan pada perempuan. Dalam sebuah konferensi yang diadakan oleh kementerian di bulan Mei, para perwakilan agama dari 34 provinsi menandatangani opini religius yang mendorong MUI untuk menerbitkan fatwa yang menurunkan status khitan pada perempuan dari “disarankan” menjadi “tidak harus atau tidak disarankan”.
Pelecehan Seksual: Pasal 281 dalam KUHP, yang melarang aksi tidak senonoh di tempat umum, berfungsi sebagai dasar untuk pengaduan pidana yang berasal dari tindak pelecehan seksual. Pelanggaran atas pasal ini dapat dikenakan hukuman penjara maksimal dua tahun delapan bulan dan denda kecil. Warga sipil dan LSM melaporkan bahwa pelecehan seksual merupakan masalah yang terjadi di seluruh negeri.
Pemaksaan dalam Pengendalian Populasi: Tidak terdapat laporan perihal aborsi atau sterilisasi paksa.
Diskriminasi: Undang-undang memberi status dan hak hukum yang setara dengan pria maupun perempuan menurut UU tentang keluarga, ketenagakerjaan, kepemilikan, dan kewarganegaraan, namun tidak memberi hak warisan yang setara bagi janda. Hukum menyatakan keikutsertaan wanita dalam proses pembangunan tidak boleh bertentangan dengan tugas mereka dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mendidik generasi muda. Hukum menentukan usia minimal untuk menikah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk pria, dan menunjuk pria sebagai kepala rumah tangga. Karenanya, pemerintah mengenakan pajak lebih tinggi pada perempuan menikah yang bekerja di luar rumah dibandingkan suaminya.
Perceraian dapat dilakukan baik oleh pria dan perempuan. Banyak korban perceraian tidak menerima tunjangan, karena tidak terdapat sistem yang mewajibkan pembayaran tersebut. Hukum mewajibkan wperempuan yang bercerai menunggu 40 hari sebelum menikah kembali; pria dapat langsung menikah lagi.
Komnas Perempuan melaporkan 421 kebijakan yang mendiskriminasi perempuan diterbitkan oleh pemerintah provinsi, kabupaten dan kota antara 2009 hingga 2014. Ini termasuk “hukum moral” dan peraturan anti prostitusi, seperti yang berlaku di Bantul dan Tangerang, dan digunakan untuk menahan wanita yang berjalan sendirian di malam hari. Lebih dari 70 peraturan lokal mewajibkan wanita berbusana konservatif atau mengenakan hijab. Kemendagri bertanggung jawab “mengharmonisasi” peraturan lokal yang tidak sesuai dengan peraturan nasional dan dapat merekomendasikan pada Mahkamah Konstitusi untuk menghapus regulasi lokal tersebut. Hingga Agustus, kementerian belum menggunakan wewenang ini untuk merekomendasikan penghapusan peraturan lokal yang diskriminatif terhadap suatu gender.
Perempuan mengalami diskriminasi di tempat kerjanya, baik dalam perekrutan dan perolehan kompensasi yang adil.
Anak-anak
Pencatatan Kelahiran: Kewarganegaraan utamanya diperoleh melalui orangtua atau melalui kelahiran di wilayah nasional. Tanpa pencatatan kelahiran, keluarga dapat menemui kesulitan dalam mengakses manfaat asuransi yang disponsori pemerintah dan saat menyekolahkan anak.
Hukum melarang penarikan biaya untuk dokumen identitas hukum yang diterbitkan oleh catatan sipil. Meski demikian, LSM melaporkan bahwa di sejumlah kabupaten pemda setempat tidak memberikan akte kelahiran secara gratis.
Pendidikan: Meski konstitusi menjamin pendidikan gratis, sebagian besar sekolah tidaklah gratis, dan kemiskinan menjadikan banyak anak tidak mampu mendapatkan pendidikan. Di 2015 pemerintah meluncurkan program sekolah wajib 12 tahun secara nasional, namun implementasinya tidak konsisten. Kementerian Pendidikan, yang mewakili sekolah negeri dan swasta, dan Kementerian Agama untuk sekolah Islam dan madrasah, meluncurkan sistem baru yang memberi para siswa dari keluarga berpenghasilan rendah bantuan finansial untuk kebutuhan pendidikannya.
Menurut Badan Pusat Statistik, di 2016 sekitar satu juta anak berusia tujuh sampai 15 tahun tidak mendapatkan pendidikan dasar dan menengah. Diperkirakan 3,6 juta anak berusia 16 sampai 18 tahun tidak bersekolah.
Pelecehan terhadap Anak: Terus terjadi laporan tentang pekerja anak dan kekerasan seksual terhadap anak. Di bulan Februari kepolisian Jawa Timur menahan seorang guru SLTP di Jombang (Jawa Timur) yang diduga melakukan kekerasan seksual kepada 26 murid. Guru tersebut divonis dan menerima hukuman 15 tahun penjara. Hukum melarang tindak kekerasan terhadap anak, namun LSM mengkritik lambatnya respons polisi dalam menangani tindakan-tindakan seperti ini. Hukum membahas upaya eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap anak, selain juga pengadopsian, perwalian, serta isu lainnya. Sejumlah pemerintah provinsi tidak menegakkan peraturan ini.
Pernikahan Dini dan Paksa: Perbedaan menurut hukum antara perempuan dewasa dan gadis tidaklah jelas. Hukum pernikahan menetapkan usia minimal pernikahan di 16 tahun untuk wanita (19 untuk pria), namun hukum perlindungan anak menyebutkan bahwa mereka yang berusia di bawah 18 bukanlah orang dewasa; namun gadis yang telah menikah memiliki status sebagai orang dewasa menurut hukum. Para gadis seringkali menikah sebelum mereka berusia 16 tahun, terutama di pedesaan dan daerah miskin.
Eksploitasi Seksual terhadap Anak: KUHP melarang aktivitas seks konsensual di luar pernikahan dengan gadis berusia di bawah 15 tahun. Hukum tidak mengatur aktivitas heteroseksual antara perempuan dan anak laki-laki, tetapi melarang seks sejenis antara orang dewasa dan anak di bawah umur.
Hukum melarang pornografi anak dan memberi hukuman maksimal 12 tahun penjara serta denda enam miliar rupiah ($412.000) atas aksi memproduksi atau memperdagangkan pornografi anak. Di bulan Maret 2017 kepolisian Jakarta menggerebek group Facebook besar yang digunakan untuk berbagi konten pornografi anak.
Menurut data 2016 dari Kementerian Sosial, terdapat sebanyak 56.000 pekerja seks di bawah umur di Indonesia; UNICEF memperkirakan bahwa secara nasional 40.000 sampai 70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks dan 30 persen pekerja seks perempuan merupakan anak-anak.
Anak-anak terlantar: Menurut laporan Maret 2017 Kementerian Sosial, ada sekitar empat juta anak terlantar di seluruh Indonesia, termasuk sekitar 16.000 anak jalanan. Pemerintah terus mendanai tempat penampungan yang dikelola oleh LSM lokal dan menanggung biaya pendidikan untuk sejumlah anak jalanan.
Penculikan Anak Internasional: Indonesia bukan merupakan anggota 1980 Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction. Lihat Laporan Tahunan Departemen Luar Negeri AS tentang Penculikan Anak oleh Orangtua Internasional di https://travel.state.gov/content/travel/en/International-Parental-Child-Abduction/for-providers/legal-reports-and-data.html.
Anti-Semitisme
Populasi Yahudi di Indonesia amat kecil. Sejumlah outlet media kecil menerbitkan teori konspirasi anti-Semit.
Perdagangan Manusia
Lihat Laporan Departemen Luar Negeri AS tentang Perdagangan Manusia di www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/.
Penyandang Disabilitas
Hukum melarang diskriminasi terhadap penyandang disabilitas fisik dan mental serta mewajibkan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas kepada fasilitas umum. Hukum ini berlaku dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan, layanan kesehatan, serta layanan pemerintah lainnya. Namun pemerintah tidak selalu menegakkan peraturan ini.
Tahun 2013 Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani MOU dengan sejumlah LSM guna meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam pemilu nasional. Hasilnya, sebanyak 3,6 juta pemilih penyandang disabilitas memenuhi syarat untuk memilih dalam Pemilu 2014. Pilkada 2015 dan 2017 mengalami peningkatan aksesibilitas secara nasional bagi para pemilih penyandang disabilitas, meski peningkatan ini tidak merata di seluruh negeri.
Menurut data LSM, kurang dari 4 persen anak penyandang disabilitas memiliki akses ke pendidikan. Anak penyandang disabilitas dilaporkan berpeluang tujuh kali lebih rendah bersekolah dibandingkan anak-anak usia sekolah lainnya. Lebih dari 90 persen anak tunanetra dilaporkan buta huruf.
Sebuah UU hak penyandang disabilitas yang komprehensif menjatuhkan sanksi pidana bagi pelanggar hak penyandang disabilitas.
Minoritas Nasional/Ras/Etnis
Pemerintah secara resmi mendorong toleransi ras dan etnis, namun di sejumlah wilayah, kelompok agama mayoritas melakukan tindakan diskriminatif terhadap kaum minoritas, dan pemerintah setempat tidak memberikan tanggapan yang efektif.
Masyarakat Adat
Pemerintah menganggap semua warga sebagai “masyarakat adat” namun mengakui keberadaan sejumlah “komunitas terpencil” serta haknya untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan politik dan sosial. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan 50 sampai 70 juta masyarakat adat di Indonesia. Komunitas ini antara lain berbagai suku Dayak di Kalimantan, keluarga yang hidup nomaden di laut, serta 312 kelompok adat yang diakui resmi di Papua. Masyarakat adat, terutama di Papua dan Papua Barat, kerap mengalami diskriminasi, dan jarang dilakukan penanganan untuk menghormati hak lahan tradisional mereka. Aktivitas penambangan dan penebangan hutan, banyak di antaranya ilegal, menimbulkan masalah sosial, ekonomi, logistik, dan hukum yang besar pada masyarakat adat. Pemerintah gagal mencegah para perusahaan, yang kerap berkoalisi dengan pihak militer dan polisi, melanggar batas lahan masyarakat adat. Melanesia di Papua, yang sebagian besar beragama Kristen, menyebut rasisme dan diskriminasi yang meluas sebagai sumber aksi kekerasan dan ketidaksetaraan ekonomi di wilayah tersebut.
Di 2016 Presiden Jokowi mengumumkan pemberian konsesi hutan seluas 13.000 hektar kepada sembilan kelompok adat lokal guna membantu mata pencaharian mereka; di 2017 pemerintah kembali memberi 8.000 hektar lahan. Pemberian lahan hutan adat ini merupakan klasifikasi lahan baru yang khusus diperuntukkan bagi kelompok masyarakat adat. Meski demikian, akses ke tanah leluhur terus menjadi sumber utama timbulnya bentrokan di seluruh negeri, dan para perusahaan besar dan peraturan pemerintah terus menyebabkan warga tergusur dari tanah leluhurnya. Pejabat pemerintah pusat dan daerah dilaporkan meminta uang dari perusahaan tambang dan perkebunan untuk akses lahan dengan mengorbankan masyarakat lokal.
Program pemerintah yang memindahkan para pendatang dari pulau dengan kelebihan penduduk, seperti Jawa dan Madura, menurun secara drastis dalam beberapa tahun terakhir. Bentrok antar masyarakat kerap terjadi di sepanjang batas etnis di kawasan dengan populasi transmigran yang besar (lihat Kekerasan dan Diskriminasi Sosial Lainnya di bawah).
Aksi Kejahatan, Diskriminasi, dan Pelanggaran Lainnya Berdasarkan Orientasi Seksual dan Identitas Gender
Undang-undang anti diskriminasi tidak berlaku untuk individu LGBTI, dan diskriminasi terhadap LGBTI terus berlanjut. Keluarga kerap memaksa anaknya yang merupakan pelaku LGBTI untuk menjalani terapi, mengurung mereka di rumah, atau mendesak mereka untuk menikah.
Undang-undang pornografi mengkriminalisasi produksi media yang menggambarkan aktivitas seks sejenis konsensual dan menggolongkan aktivitas tersebut sebagai pelanggaran. Denda berkisar mulai 250 juta sampai tujuh miliar rupiah ($17.100 sampai $480.000) dan hukuman penjara mulai enam bulan sampai 15 tahun, dengan penalti 33,3% lebih berat untuk kasus kejahatan yang melibatkan anak di bawah umur.
Selain itu, peraturan daerah di seluruh negeri ini mengkriminalisasi aktivitas seks sesame jenis. Sebagai contoh, provinsi Sumatra Selatan dan kota Palembang memiliki peraturan daerah yang mengkriminalisasi aktivitas seks dan prostitusi sesama jenis. Menurut peraturan lokal di Jakarta, petugas keamanan menganggap semua golongan transgender yang berkeliaran di jalanan pada malam hari sebagai pekerja seks.
Berdasarkan laporan media dan LSM, otoritas setempat kadang melecehkan kaum transgender dan memaksa mereka membayar uang pelicin agar bebas dari tahanan. Di beberapa kasus pemerintah gagal melindungi kaum LGBTI dari upaya kekerasan sosial. Korupsi, bias, dan kekerasan oleh polisi menyebabkan kaum LGBTI menghindari interaksi dengan polisi. Para petugas kerap mengabaikan keluhan resmi dari para korban dan mereka yang terkena dampak. Dalam kasus kriminal dengan korban LGBTI, polisi menyelidiki kasus dengan cukup baik, selama tersangka tidak memiliki keterkaitan dengan polisi.
Hukum pidana syariah Aceh melarang aktivitas seks sejenis dan mengenakannya hukuman maksimal 100 cambukan, denda sekitar 551 juta rupiah ($37.800), atau hukuman penjara 100 bulan. Menurut kepala Dinas Syariah Aceh, sedikitnya empat orang saksi harus menyaksikan pelaku terlibat aktivitas seks sejenis agar dapat dikenai tuntutan. Tanggal 28 Januari, polisi menggerebek sejumlah salon kecantikan di Aceh dan menahan banyak sekali pegawai transgender karena adanya laporan yang menyatakan bahwa mereka menggoda sekelompok pria. Polisi menuduh para pegawai melanggar hukum syariah setempat, kemudian memaksa sebagian dari mereka memotong rambut panjangnya dan mengenakan busana “pria” dan berbicara secara “maskulin” selama ditahan beberapa hari. Polisi bersikukuh mereka bertindak demikian untuk melindungi golongan transgender tersebut dari ancaman sebuah “kelompok Muslim garis keras” .
Di Mei 2017 dua pria gay di Aceh yang dikabarkan beragama Islam divonis melanggar hukum pidana Aceh. Kedua pria tersebut masing-masing mendapat hukuman 83 cambukan di depan umum. Menurut keterangan organisasi HAM, mereka tidak diizinkan menghubungi pengacara setelah ditahan oleh polisi syariah. Ini merupakan kasus pertama di mana pelaku dikenai dakwaan dan dihukum karena aktivitas seks sejenis, yang tidak digolongkan ilegal menurut hukum nasional (lihat bab 1.d. Untuk informasi lebih lanjut seputar syariah di Aceh.)
individu-individu transgender menghadapi diskriminasi di tempat kerja dan dalam upaya menerima layanan umum dan kesehatan. LSM mencatatkan kasus di mana para petugas pemerintah tidak memberikan KTP kepada individu transgender. Hukum hanya mengizinkan transgender secara resmi mengganti jenis kelaminnya setelah operasi ganti kelaminnya selesai. Sejumlah pengamat menyatakan bahwa proses ini menyulitkan dan merendahkan karena memerlukan perintah pengadilan yang menyatakan bahwa operasinya telah selesai dan hanya diizinkan dalam kasus tertentu.
LSM LGBTI beroperasi secara terbuka namun kerap mengadakan event umum secara sembunyi-sembunyi karena izin yang diperlukan untuk mendaftarkan event seperti ini sulit diperoleh.
Stigma Sosial HIV dan AIDS
Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penyandang HIV/AIDS telah mengakar dengan kuat. Pemerintah mendorong upaya toleransi dan mengambil langkah guna mencegah infeksi baru, serta memberikan obat antiretroviral secara gratis, meski terdapat sejumlah kendala administratif. Posisi pemerintah terhadap toleransi ditaati secara tidak konsisten di semua tingkatan masyarakat. Sebagai contoh, upaya pencegahan kerap diredam karena khawatir akan menimbulkan bentrokan dengan kaum konservatif religius. Biaya diagnosa, medis, atau biaya dan pengeluaran lainnya yang menjadikan biaya untuk obat antiretroviral gratis ini tidak terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Penyandang HIV/AIDS dilaporkan terus mengalami diskriminasi di tempat kerja.
Menurut laporan Human Rights Watch yang dirilis bulan Juni, aksi penggerebekan polisi yang banyak dipublikasi yang menarget pria gay dan retorika anti LGBTI oleh petugas dan tokoh berpengaruh lainnya sejak awal 2016 telah menyebabkan hambatan besar bagi program kesadaran dan pengujian HIV.
Kekerasan atau Diskriminasi Sosial Lainnya
Kelompok agama minoritas menjadi korban diskriminasi sosial yang sering disertai kekerasan. Kelompok ini antara lain Ahmadiyah, Syiah, dan Muslim non Sunni lainnya. Dalam wilayah di mana mereka dianggap sebagai minoritas, Muslim Sunni dan Kristen juga menjadi korban diskriminasi sosial.
Perselisihan antar etnis dan agama kadang berkontribusi terhadap aksi kekerasan lokal, dan bentrok antara warga lokal dan pekerja migran kadang berujung pada kekerasan, termasuk di Papua dan Papua Barat.
Bab 7. Hak-hak Pekerja
a. Kebebasan Berserikat dan Hak Perundingan Kolektif
Undang-undang, dengan sejumlah batasannya, memberi hak pada pekerja untuk bergabung ke dalam serikat pekerja independen, melakukan aksi mogok secara legal, serta berunding secara kolektif. Undang-undang melarang diskriminasi anti-serikat pekerja.
Para pekerja di sektor swasta memiliki hak yang luas untuk berserikat dan membentuk serta bergabung ke dalam serikat pilihannya tanpa harus mendapatkan otorisasi sebelumnya atau persyaratan berlebihan. Undang-undang menerapkan batasan pada pengorganisasian di antara para pekerja sektor publik. Pegawai sipil hanya dapat membentuk asosiasi pegawai dengan batasan pada hak tertentu, seperti hak pemogokan. Pegawai BUMN diizinkan membentuk serikat, namun hak mereka untuk melakukan aksi mogok dibatasi oleh fakta bahwa sebagian besar BUMN dianggap sebagai situs kepentingan nasional yang esensial.
Hukum mengatur bahwa 10 atau lebih pekerja berhak membentuk serikat, dengan keanggotaan yang terbuka bagi semua pekerja, tanpa memandang afiliasi, agama, etnis, atau jenis kelamin. Kemnaker mencatat, dan bukan mengakui, pembentukan serikat, federasi, atau konfederasi dan memberinya nomor registrasi.
Hukum mengizinkan pemerintah mengajukan petisi pada pengadilan untuk membubarkan suatu serikat jika bertentangan dengan konstitusi atau ideologi nasional Pancasila, yang mencakup prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, keadilan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Sebuah serikat juga dapat dibubarkan jika pemimpin atau anggotanya, atas nama serikat, melakukan tindak kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi hukuman minimal lima tahun penjara. Setelah suatu serikat dibubarkan, pemimpin dan para anggotanya tidak diizinkan membentuk serikat lain selama sedikitnya tiga tahun. Organisasi Buruh Internasional ILO menyampaikan kekhawatirannya bahwa sanksi pembubaran serikat tidak sebanding.
Hukum mengizinkan organisasi pekerja yang mendaftar di pemerintah untuk membentuk Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang mengikat secara hukum dengan pihak pemberi kerja serta untuk melakukan fungsi serikat pekerja lainnya. Hukum menerapkan sejumlah batasan pada perundingan kolektif, termasuk sebuah persyaratan yang menyebutkan serikat atau serikat yang mewakili lebih dari 50 persen tenaga kerja perusahaan untuk menegosiasikan KKB. Pekerja dan pemberi kerja memiliki waktu 30 hari untuk menandatangani KKB sebelum negosiasi beralih ke arbitrase mengikat. KKB memiliki masa berlaku dua tahun dan dapat diperpanjang satu tahun sebelum habis masa berlakunya. Serikat-serikat mencatat bahwa hukum mengizinkan pemberi kerja menunda negosiasi KKB dengan sejumlah tolakan hukum.
Hak pemogokan dibatasi berdasarkan hukum. Menurut hukum, pekerja harus memberi pemberitahuan tertulis kepada pemerintah dan pemberi kerja tujuh hari sebelumnya agar aksi mogok dinyatakan sah. Pemberitahuan harus mencantumkan waktu mulai dan selesai, lokasi, serta alasan pemogokan, dan harus mencantumkan tanda tangan ketua dan sekretaris serikat. Sebelum melakukan aksi mogok, pekerja harus melakukan mediasi dengan pemberi kerja kemudian bermediasi dengan perantara pemerintah atau menanggung risiko aksi mogoknya dinyatakan ilegal. Dalam kasus pemogokan ilegal, pemberi kerja dapat membuat dua permintaan tertulis dalam periode tujuh hari pada pekerja untuk kembali bekerja. Para pekerja yang tidak kembali bekerja setelah permintaan ini dibuat dianggap mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Semua aksi mogok dalam “perusahaan yang menangani kepentingan masyarakat umum atau perusahaan yang aktivitasnya akan membahayakan keselamatan nyawa manusia jika dihentikan” dianggap ilegal. Peraturan tidak menyebutkan jenis perusahaan yang termasuk dalam golongan ini, hingga menjadikannya bergantung sepenuhnya pada kebijakan pemerintah. Peraturan presiden dan kementerian mengizinkan perusahaan atau area industri meminta bantuan polisi dan militer jika terjadi gangguan dan ancaman terhadap objek vital nasional dalam yurisdiksi mereka. ILO mengamati bahwa definisi “objek vital nasional” menjadi kian luas hingga menyebabkan pemberlakuan batasan yang terlalu luas terhadap aktivitas serikat pekerja yang sah, termasuk dalam zona pemrosesan ekspor. Peraturan juga mengklasifikasikan aksi mogok sebagai ilegal jika “bukan merupakan hasil dari negosiasi yang gagal”. Serikat mencatat bahwa di beberapa tahun terakhir, pemerintah menambah jumlah situs yang dianggap memangku kepentingan nasional dan menggunakan penetapan ini untuk menjustifikasi penggunaan petugas keamanan untuk menerapkan pembatasan terhadap aksi mogok.
Pemerintah tidak selalu menegakkan hukum yang melindungi kebebasan berserikat atau mencegah diskriminasi anti-serikat secara efektif. Kasus diskriminasi anti-serikat bergerak amat lambat melalui sistem pengadilan. Penyuapan dan korupsi yudisial dalam perselisihan pekerja terus terjadi, dan serikat yang mengklaim bahwa pengadilan jarang memberikan putusan yang memihak pekerja, bahkan dalam kasus di mana Kemnaker merekomendasikan hasil yang memihak pekerja. Meski pekerja yang diberhentikan kadang menerima pesangon atau kompensasi lainnya, mereka jarang dipekerjakan kembali. Sejumlah butir dalam KUHP digunakan untuk menuntut serikat pekerja karena melakukan aksi mogok, seperti kejahatan “penghasutan aksi yang dapat dihukum” atau melakukan “tindakan tidak menyenangkan”, yang berpeluang mengkriminalisasi aksi ini dalam rentang yang luas.
Hukuman bagi pelanggaran pidana dari undang-undang antara lain kurungan penjara dan denda, dan umumnya sanksi ini cukup jitu meredam tindak pelanggaran. Kantor dinas ketenegakerjaan daerah bertanggung jawab menegakkan hukum ini, yang terutama sulit dilakukan di zona-zona promosi ekspor. Penegakan KKB bervariasi tergantung kapasitas dan kepentingan masing-masing pemerintah daerah.
Serikat di berbagai sektor mampu berasosiasi dengan salah satu dari tiga konfederasi pekerja besar–KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), dan KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia). Meski demikian, sejumlah praktisi umum menekan kebebasan berserikat. Serikat-serikat pekerja mencatat bahwa pemberi kerja umumnya memberhentikan pimpinan pekerja yang dianggap bermasalah. Intimidasi anti-serikat sering terjadi dalam bentuk pemecatan, pemindahan, atau dakwaan kriminal yang tidak berdasar. Perusahaan kerap menuntut para pimpinan serikat atas kerugian yang diderita akibat aksi mogok. Para aktivitas buruh mengklaim bahwa perusahaan mendalangi dibentuknya sejumlah serikat, di antaranya serikat “buruh kuning” (dilindungi perusahaan), untuk melemahkan serikat pekerja yang sebenarnya.
Pembalasana pemberi kerja terhadap pengurus serikat pekerja, di antaranya berupa pemecatan, pemindahan, dan kekerasan. Pemberi kerja umumnya menggunakan taktik intimidasi terhadap para pemogok, termasuk pemberhentian administratif terhadap pegawai. Sebagian pemberi kerja mengancam pegawai yang melakukan kontak dengan penyelenggara serikat. Manajemen menetapkan pimpinan serikat sebagai target pemecatan atau pemindahan. Sebagai contoh, International Union of Food, Agriculture, Hotel, Restaurant, Catering, Tobacco, and Allied Workers’ Associations (IUF) mencatat bahwa anak perusahaan lokal dari sebuah perusahaan distribusi dan pembotolan minuman internasional terlibat dalam upaya menekan kebebasan berserikat dan perundingan kolektif pegawainya, termasuk dengan secara selektif menargetkan petugas serikat untuk dijatuhi tindak disipliner dan pemecatan.
Banyak aksi mogok merupakan aksi yang tidak berizin atau “liar” yang timbul setelah gagal mengatasi keluhan yang telah ada sejak lama atau saat pemberi kerja menolak mengakui keberadaan serikat. Serikat melaporkan bahwa pemberi kerja juga menggunakan proses birokrasi yang dibutuhkan untuk menghalangi hak serikat untuk melakukan pemogokan yang sah. Serikat mencatat bahwa penundaan yang dilakukan pemberi kerja dalam menegosiasikan KKB memengaruhi terjadinya aktivitas mogok atau proses hukum yang ditujukan pada anggota serikat jika terjadi kegagalan dalam negosiasi KKB. ILO menyebut rendahnya budaya perundingan kolektif yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap berbagai perselisihan ketangakerjaan.
Meningkatnya penggunaan pekerja kontrak secara langsung memengaruhi hak serikat pekerja untuk mengorganisir dan berunding secara kolektif. Berdasarkan hukum, pekerja tidak tetap hanya digunakan untuk pekerjaan yang “bersifat sementara”, dan perusahaan dapat mengalihdayakan/outsourcing (menyerahkan sebagian kerjanya pada perusahaan lain) hanya jika pekerjaan tersebut merupakan aktivitas tambahan dari perusahaan tersebut. Peraturan pemerintah membatasi kemampuan pemberi kerja untuk mengalihdayakan pekerjaan ke lima kategori pekerja (cleaning service, keamanan, transportasi, katering, serta pekerjaan terkait industri tambang). Sekalipun demikian, banyak para pemberi kerja yang melanggar peraturan ini, kadang dengan bantuan dinas ketenagakerjaan setempat. Sebagai contoh, serikat pekerja melaporkan bahwa para pemilik hotel kerap berupaya memanfaatkan pengecualian layanan kebersihan untuk menjustifikasi pemecatan staf hotel di layanan housekeeping yang berserikat dan mengalihdayakan layanan housekeeping.
b. Larangan Kerja Paksa atau Wajib
Hukum melarang segala bentuk kerja paksa atau wajib, dan memberi hukuman penjara dan denda atas pelanggaran, yang mana tidak cukup menekan tindak pelanggaran ini. Pemerintah mengalami kesulitan menegakkan hukum ini secara efektif.
Hukum mewajibkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengikutkan para pekerja migran beserta keluarganya dalam program jaminan sosial nasional, ini mengizinkan pemerintah memberi tuntutan pada tersangka yang terlibat dalam perekrutan dan penempatan pekerja yang ilegal, serta membatasi peran agen perekrutan dan penempatan swasta dengan mencabut wewenang mereka untuk memperoleh dokumen perjalanan bagi para pekerja migran.
Pemerintah melanjutkan moratoriumnya terhadap pengiriman pekerja domestik ke negara tertentu di mana warga menjadi korban kerja paksa. Sejumlah pengamat mencatat bahwa moratorium ini menyebabkan peningkatan jumlah pekerja yang mencari layanan calo serta agen penempatan ilegal guna memfasilitasi perjalanan mereka, hingga meningkatkan kerentanan terhadap aksi perdagangan manusia.
Terdapat laporan-laporan kredibel yang menyatakan bahwa kerja paksa masih terjadi, termasuk kerja paksa dan wajib terkait anak-anak (lihat bab 7.c.). Kerja paksa terjadi di sektor pembantu rumah tangga dan sektor pertambangan, manufaktur, perikanan, pengolahan ikan, konstruksi, serta pertanian, termasuk perkebunan minyak sawit.
Para pekerja migran kerap menumpuk utang dalam jumlah besar baik dari agen perekrutan lokal maupun mancanegara, menjadikan mereka rentan terhadap lilitan utang. Sejumlah perusahaan memanfaatkan lilitan utang, menahan dokumen, serta ancaman kekerasan untuk menjaga pekerja migran tetap bekerja paksa.
Lihat juga Laporan Departemen Luar Negeri AS tentang Perdagangan Manusia di www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/.
c. Larangan Pekerja Anak dan Usia Minimum Tenaga Kerja
Hukum dan peraturan melarang pekerja anak, didefinisikan sebagai semua pekerja anak antara usia lima sampai 12 tahun, tanpa memandang durasi kerja; pekerja anak berusia 13 dan 14 tahun yang bekerja di atas 15 jam per minggu; serta pekerja anak berusia 15 sampai 17 tahun yang bekerja di atas 40 jam per minggu. Hukum melarang bentuk paling buruk dari pekerja anak didefinisikan sebagai semua orang yang berusia di bawah 18 tahun yang terlibat dalam 13 kategori pekerjaan berbahaya, termasuk prostitusi atau eksploitasi seks komersial lainnya, pertambangan, konstruksi, perikanan lepas pantai, pemulungan, bekerja di jalanan, pekerja rumah tangga, industri penginapan, perkebunan, kehutanan, dan industri yang menggunakan bahan kimia berbahaya.
Hukuman bagi pelanggaran pengunaan pekerja usia minimal berkisar mulai satu hingga empat tahun penjara, denda sebesar 100 juta sampai 400 juta rupiah ($6.860 sampai $27.400), atau keduanya. Pelanggaran larangan terhadap perekrutan pekerja anak dalam bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dapat berakibat hukuman dua sampai lima tahun penjara serta denda sebesar 200 juta sampai 500 juta rupiah ($13.700 sampai $34.300). Hukuman tidak selalu cukup untuk menekan tindak pelanggaran.
Pemerintah mengalami kesulitan menegakkan hukum yang melarang bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Pemerintah terus melanjutkan upayanya di tingkat daerah untuk mengadopsi dan mengimplementasikan peraturan dan kebijakan baru yang menentang ketenagakerjaan anak serta memperluas akses ke program perlindungan sosial.
Ketenagakerjaan anak umumnya terjadi di layanan asisten rumah tangga, pertanian rural, industri ringan, manufaktur, dan perikanan. Bentuk pekerjaan terburuk untuk anak terjadi dalam eksploitasi seks komersial, termasuk produksi pornografi anak (lihat juga bab 6, Anak-anak); aktivitas terlarang, termasuk pengemisan paksa serta produksi, perdagangan, dan penyelundupan narkoba; dan dalam industri perikanan dan rumah tangga.
Menurut laporan 2015 Badan Pusat Statistik, sekitar 6 persen anak berusia 10 sampai 17 tahun terpaksa bekerja akibat kemiskinan.
Lihat juga Hasil Temuan Departemen Ketenagakerjaan perihal Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak di www.dol.gov/ilab/reports/child-labor/findings/.
d. Diskriminasi dalam Ketenagakerjaan dan Pekerjaan
Hukum melarang diskriminasi dalam ketenagakerjaan dan pekerjaan, namun tidak ada hukum yang melarang diskriminasi berdasarkan orientasi seks atau identitas gender, asal nasional atau kewarganegaraan, usia, bahasa, status positif HIV, atau menyandang penyakit menular lainnya. Hukum menyatakan bahwa warga berhak memperoleh “pekerjaan yang layak untuk manusia berdasarkan keterbatasan, pendidikan, serta kemampuannya”.
Menurut LSM, perlindungan anti-diskriminasi tidak selalu diindahkan oleh pemberi kerja ataupun pemerintah. Kemnaker, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemendagri, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bermitra untuk menekan ketidaksetaraan gender, termasuk mendukung Satuan Tugas Kesetaraan Kesempatan Kerja di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Hukuman yang ditentukan oleh hukum tidak memberi efek jera yang kuat. Hukuman berkisar dari peringatan tertulis sampai pencabutan izin komersil dan usaha.
Perempuan, pekerja migran, serta penyandang disabilitas umumnya mengalami diskriminasi dalam pekerjaan, termasuk kerap hanya ditawari pekerjaan berstatus rendah. Pekerja migran sering menjadi korban pemerasan oleh polisi dan diskriminasi sosial. Para transgender mengalami diskriminasi dalam pekerjaan, begitu juga para penyandang HIV/AIDS.
Sejumlah aktivis berkata bahwa dalam bidang manufaktur, pemberi kerja memberi wanita pekerjaan tingkat bawah dengan upah rendah. Pekerjaan yang umumnya diidentikkan dengan wanita terus dinilai rendah dan kurang diatur. Undang-undang ketenagakerjaan tidak mengatur pembantu rumah tangga terkait upah minimum, asuransi kesehatan, kebebasan berserikat, jam kerja 8 jam/hari, hari libur, waktu libur, atau lingkungan kerja yang aman. LSM melaporkan perlakuan kasar dan perilaku diskriminatif terus terjadi.
Sejumlah polisi dan anggota militer wanita diwajibkan mengikuti tes keperawanan yang invasif sebagai syarat diterima kerja, termasuk penggunaan alat pindai pelvis digital yang diklaim banyak aktivis menyakitkan, merendahkan, dan diskriminatif (selain tidak akurat secara medis). Meski banyaknya desakan dari masyarakat, aparat polisi dan militer tetap mempertahankan praktek ini.
e. Lingkungan Kerja yang Memadai
Upah minimum berbeda di seluruh negeri, karena pemerintah provinsi memiliki wewenang menentukan batas upah minimum dan bupati/walikota memiliki wewenang menentukan upah yang lebih tinggi. Pemerintah terus menggunakan formula yang dibuat tahun 2016 untuk menentukan tingkat peningkatan batas upah, berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Faktor utama dalam menentukan upah minimum adalah estimasi pemerintah untuk “upah hidup layak” , yang ditentukan oleh harga satu keranjang berisi 60 barang. Dewan pengupahan daerah, yang terdiri atas perwakilan pemerintah, asosiasi pemberi kerja, dan serikat pekerja, mengevaluasi jenis barang-barang tersebut setiap lima tahun. Sepanjang tahun ini upah minimum terendah ada di kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, sebesar 1,45 juta rupiah ($99) per bulan. Yang tertinggi adalah Jakarta, sebesar 3,94 juta rupiah ($270) per bulan. Menurut Badan Pusat Statistik, garis kemiskinan berada di angka 13.333 rupiah ($0,91) per hari.
Peraturan pemerintah mengijinkan pemberi kerja di sektor tertentu, termasuk perusahaan kecil dan menengah dan industri padat karya seperti tekstil, sebuah pengecualian dari syarat upah minimum. Tarif lembur harian 1,5 kali lebih tinggi dari upah normal per jam untuk satu jam pertama dan dua kali tarif per jam untuk lembur lebih panjang, dengan maksimal tiga jam lembur per hari dan maksimal 14 jam per minggu.
Hukum mewajibkan pemberi kerja menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat dan memperlakukan para pekerja dengan hormat. Para pekerja dapat menghindar dari situasi yang membahayakan kesehatan atau keselamatan tanpa memengaruhi statusnya sebagai pekerja. Di bulan April, Kemnaker merilis Peraturan Kementerian No. 05/2018 tentang keselamatan dan kesehatan okupasi, yang berisi pedoman baru terkait keselamatan, kebersihan, dan syarat sanitasi zat kimia, selain juga kualitas udara dalam ruangan untuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Peraturan Presiden 20/2018 tentang pekerja asing, yang berlaku pada tanggal 29 Juni, menyederhanakan proses perizinan perekrutan pekerja asing dengan mengonsolidasi proses memperoleh izin kerja dan tinggal menjadi satu pendaftaran dan mewajibkan perusahaan memberikan pelatihan bahasa Indonesia bagi pekerja asing. Serikat pekerja mengkritik revisi peraturan ini, dan menyampaikan kekhawatiran bahwa ini akan meningkatkan arus masuk para pekerja asing yang tidak memiliki keahlian.
Pejabat dari kantor dinas ketenagakerjaan bertanggung jawab menegakkan peraturan tentang upah minimum dan jam kerja, serta standar kesehatan dan keamanan. Hukuman bagi pelanggaran hukum ini antara lain sanksi pidana, denda, serta penjara (untuk pelanggaran aturan upah minimum, yang umumnya kurang mampu menekan tindak pelanggaran. Upaya penegakan oleh pemerintah terus dianggap kurang memadai, terutama di perusahaan-perusahaan kecil, dan pengawasan standar ketenagakerjaan masih lemah. Aparat tingkat provinsi dan daerah sering tidak memiliki keahlian teknis yang dibutuhkan untuk menegakkan hukum ketenagakerjaan secara efektif. Penegakan standar kesehatan dan keselamatan di perusahaan kecil dan di sektor informal cenderung lemah atau tidak ada. Jumlah pengawas tidak memadai untuk menegakkan kepatuhan di negara yang berpenduduk 250 juta jiwa.
Peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan upah minimum, umumnya berlaku terhadap sekitar i 42 persen pekerja di sektor formal. Peraturan ketenagakerjaan tidak ditegakkan di sektor informal. Para pekerja di sektor informal, yang diperkirakan berjumlah 74 juta orang sampai bulan Februari, tidak menerima perlindungan atau tunjungan yang sama, karena mereka tidak memiliki kontrak kerja legal yang dapat diawasi oleh pengawas ketenagakerjaan.
Meski hukum dan peraturan kementerian memberi berbagai tunjungan kepada pekerja, di luar pejabat pemerintah, diperkirakan hanya 10 persen dari sekitar 52 juta pekerja di sektor formal yang dilaporkan menerima jaminan sosial tenaga kerja. Mereka yang bekerja di perusahaan sektor formal sering menerima tunjungan kesehatan, makanan gratis, dan transportasi, yang jarang diterima oleh pekerja di sektor informal. Sebuah badan tunggal (BPJS Kesehatan) mengelola tanggungan kesehatan universal, dan badan lainnya (BPJS Ketenagakerjaan) mengelola asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, tunjangan hari tua, dan pensiun.
Para pekerja di sektor minyak sawit kerap memiliki durasi kerja yang panjang tanpa tunjangan asuransi kesehatan yang diwajibkan pemerintah. Mereka tidak memiliki perlengkapan keamanan yang memadai serta pelatihan dalam keamanan pestisida –masalah yang umum ditemui dalam industri perkebunan di Indonesia. Di perkebunan, sebagian besar pekerja dibayar berdasarkan volume panen, ini berujung pada sebagian pekerja menerima kurang dari upah minimum dan memperpanjang jam kerjanya untuk memenuhi target volume. Menurut serikat pekerja, sebagian besar perusahaan gagal mendaftarkan para pegawainya di sistem jaminan sosial nasional.
Serikat terus mendesak pemerintah, terutama Kemnaker, untuk melakukan lebih dari sekadar mengatasi rekor keselamatan pekerja yang rendah serta longgarnya penegakan peraturan kesehatan dan keselamatan, terutama di sektor konstruksi. Di bulan Februari terjadi kecelakaan di area konstruksi MRT di Jakarta Pusat yang terjadi saat sebuah alat berat crane ambruk dan membunuh empat pekerja serta melukai sedikitnya satu orang. Seorang pejabat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengakui sumber kesalahan terletak pada kurangnya perhatian terhadap prosedur keselamatan selama aktivitas konstruksi.