RANGKUMAN EKSEKUTIF
PENGUMUMAN: Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (Department of State) akan menerbitkan adendum untuk laporan ini di pertengahan 2021 yang memperluas sub-bab perihal Perempuan pada Bab 6 untuk menyertakan rentang isu yang lebih luas terkait hak reproduktif.
Indonesia adalah negara demokrasi multipartai. Pada April 2019, Joko Widodo (akrab dipanggil Jokowi) memenangkan periode lima tahun kedua sebagai presiden. Para pemilih juga memilih para anggota baru DPR dan DPD, selain juga anggota legislatif tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Para pengamat lokal dan internasional menganggap ajang pemilu ini diselenggarakan secara bebas dan adil. Karena pandemi COVID-19, pemilu untuk sejumlah jabatan eksekutif di provinsi dan kabupaten/kota yang awalnya direncanakan berlangsung tanggal 23 September diundur ke 9 Desember untuk memberi waktu bagi penerapan protokol kesehatan.
Polri bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan langsung dibawah presiden. Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang juga berada di bawah presiden, bertanggung jawab atas pertahanan eksternal dan memerangi separatisme, dan dalam situasi tertentu dapat memberi bantuan operasional untuk kepolisian, seperti dalam operasi kontraterorisme, menjaga ketertiban umum, dan menangani konflik antar kelompok. Otoritas sipil mempertahankan kendali atas pasukan keamanan. Terdapat aparat keamanan yang melakukan tindak pelanggaran.
Di Provinsi Papua dan Papua Barat, TNI terus melakukan operasi keamanan menyusul serangan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM)pada tahun 2018 yang menelan korban jiwa 19 warga sipil dan seorang tentara. Perstiwa ini menyebabkan ribuan warga di provinsi tersebut terpaksa mengungsi, serangan lanjutan OPM menyebabkan kematian warga sipil dan tentara, serta menimbulkan masalah kemanusiaan yang serius.
Isu-isu HAM penting antara lain: aksi pembunuhan yang ilegal dan semena-mena; penahanan atau pemenjaraan yang semena-mena; tawanan politik; pembatasan terhadap kebebasan berekspresi, pers, dan internet, termasuk penyensoran dan pemberlakuan UU Hukum Pindana terkait fitnah ; gangguan terhadap kebebasan berkumpul secara damai; upaya korupsi yang berat; kurangnya investigasi dan akuntabilitas atas kekerasan terhadap perempuan ; kejahatan yang melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap kaum lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks; serta pemberlakuan hukum yang mengkriminalisasi perbuatan seks sesama jenis konsensual antara dua orang dewasa.
Sementara pemerintah melakukan upaya investigasi dan penuntutan terhadap sejumlah pejabat yang melakukan pelanggaran HAM, kekebalan hukum bagi pelanggar HAM serius yang telah menjadi tradisi tetap merupakan masalah besar, terutama karena ada sebagian tersangka yang menerima kenaikan jabatan dan menduduki posisi pejabat senior.
Bab 1. Penghormatan bagi Integritas Manusia, Termasuk Kebebasan dari:
- PERAMPASAN NYAWA SECARA SEMENA-MENA SERTA PEMBUNUHAN ILEGAL LAINNYA ATAU PEMBUNUHAN BERMOTIF POLITIK
Dugaan bahwa pemerintah atau perwakilan lembaganya melakukan aksi pembunuhan semena-mena atau ilegal termasuk juga laporan media yang menyatakan bahwa personel keamanan menggunakan kekuatan berlebihan yang mengakibatkan kematian saat operasi melawan pemberontakan kelompok bersenjata di Papua. Dalam kasus-kasus ini atau kasus dugaan pelanggaran lainnya, polisi dan militer kerap tidak melakukan investigasi, dan kalaupun ada, mereka gagal mengungkap fakta atau hasil temuan dari sejumlah investigasi internal ini. Pernyataan resmi terkait dugaan tindak pelanggaran kadang bertentangan dengan klaim dari organisasi masyarakat sipil, dan pembatasan akses ke TKP tempat kekerasan terjadi mempersulit upaya pencarian fakta.
Investigasi internal yang dilakukan oleh aparat keamanan kerap tidak transparan, hingga sulit mengetahui unit dan akto-aktor mana yang terlibat. Investigasi internal kadang dilakukan oleh unit yang dituduh melakukan aksi pembunuhan semena-mena atau ilegal, atau dalam kasus tingkat tinggi oleh tim yang diutus oleh mabes kepolisian atau angkatan bersenjata di Jakarta. Kasus-kasus yang melibatkan personel militer dapat diserahkan ke pengadilan militer untuk upaya penuntutan, atau jika berhubungan dengan kepolisian, diserahkan ke jaksa penuntut umum. Para korban, atau keluarga korban, dapat mengajukan pengaduan kepada KOMPOLNAS, Komnas HAM, atau Ombudsman Nasional untuk meminta upaya penyelidikan independen terhadap suatu insiden.
Pada tanggal 13 April, aparat keamanan menembak mati dua mahasiswa dekat pertambangan Grasberg di Mimika, Papua. Mereka keliru menduga kedua mahasiswa, yang dilaporkan sedang memancing saat itu, sebagai anggota militan separatis. Militer dan kepolisian memulai investigasi gabungan menyusul insiden tersebut, namun hingga Oktober masih belum membuahkan hasil, ini membuat pihak keluarga korban menuntut upaya penyelidikan independen terhadap insiden ini (lihat juga bab 2.a., Fitnah Tertulis/Lisan).
Pada 18 Juli, personel militer menembak mati ayah dan anak, Elias dan Selu Karungu, yang bersama tetangganya mencoba kembali ke kampungnya di Distrik Keneyam, Kabupaten Nduga, Papua. Menurut media, para saksi mata mengatakan kelompok sipil bersembunyi selama setahun di hutan untuk menghindari konflik antara tentara keamanan dengan OPM. Ayah dan anak tersebut diduga tertembak di pos militer tempat sang anak ditahan. Angkatan bersenjata (TNI) menyatakan keduanya merupakan anggota OPM dan didapati membawa pistol sesaat sebelum penembakan.
Anggota OPM menyerang personel medis dan lainnya. Sedikitnya enam orang tewas dalam serangan militan sepanjang tahun itu. Pada 16 Agustus, anggota TNI dan Polri menembak mati Hengky Wamang, terduga otak di balik sejumlah serangan besar di Papua. Sedikitnya tiga pemberontak lainnya terluka dalam baku tembak itu, namun berhasil kabur ke hutan sekitar, bersama para warga desa yang melarikan diri dari insiden tersebut.
Di bulan Agustus komando resor militer di Merauke, Papua, menjatuhi tuntutan kepada empat anggota militer dari Batalion Infanteri Mekanis 516 atas upaya penyerangan yang mengakibatkan kematian dari dugaan keterlibatan mereka dalam menewaskan Oktovianus Warip Betera, 18 tahun, pada tanggal 24 Juli. Insiden itu dimulai saat seorang pemilik toko melaporkan Betera kepada militer atas tuduhan pencurian. Para tentara memukuli Betera, menyeretnya ke pos komando, dan lanjut menyiksanya. Lalu kemudian dia dibawa ke klinik dan dinyatakan tewas tak lama setelahnya.
Pada 19 September, seorang pendeta Kristen, Yeremia Zanambani, tertembak di Kabupaten Intan di Provinsi Papua. Para petinggi TNI bersikeras bahwa anggota Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat lah yang bertanggung jawab atas kematian Yeremia. Masyarakat dan LSM ternama menduga anggota TNI lah yang bertanggung jawab atas aksi pembunuhan tersebut. Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Socrates Sofyan Yoman, menyatakan bahwa kejadian ini adalah kasus ketiga sejak 2004 di mana anggota TNI terlibat dalam pembunuhan pendeta di Papua. Di bulan Oktober, sebuah tim pencarian fakta antar lembaga menyimpulkan ada bukti kuat bahwa personel pasukan keamanan terlibat dalam insiden kematian itu, tetapi tidak sepenuhnya mengesampingkan peluang keterlibatan OPM. Pada November, Komnas HAM melaporkan penyelidikannya dan mengindikasikan bahwa personel TNI telah menyiksa Yeremia sebelum menembaknya dari jarak dekat dan mengkategorikan insiden ini sebagai aksi pembunuhan di luar proses hukum.
Persengketaan kepemilikan lahan kadang berujung pada kematian. Sebagai contoh di bulan Maret, dua orang petani tewas di tangan petugas keamanan swasta dari perusahaan perkebunan minyak sawit di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumsel. Kedua korban adalah warga lokal yang terlibat sengketa kepemilikan lahan, dan mencoba bernegosiasi dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan kembali lahannya. LSM lokal menduga anggota kepolisian setempat hadir saat serangan terjadi dan tidak melakukan tindakan apa pun. Penyerang kemudian didakwa atas pembunuhan dan dihukum sembilan tahun penjara.
Pada 30 Maret, tiga pegawai PT Freeport Indonesia ditembak oleh para militan yang berafiliasi dengan OPM – satu tewas – saat terjadi penyerangan di area perumahan di Kuala Kencana, Papua, kota yang dikelola oleh perusahaan di area dataran rendah Timika yang dihuni oleh para pegawai lokal dan ekspatriat Freeport.
Kurangnya investigasi yang transparan dan proses hukum terus menghambat akuntabilitas di berbagai kasus masa lalu yang melibatkan aparat keamanan.
- KASUS ORANG HILANG
Tidak ada pelaporan orang hilang akibat atau yang mengatasnamakan aparat pemerintah. Tetapi pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, melaporkan sedikit kemajuan dalam menemukan korban yang menghilang di tahun-tahun sebelumnya, atau dalam menuntut pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut.
- SIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU HUKUMAN KEJAM, TAK BERPERIKEMANUSIAAN ATAU MERENDAHKAN LAINNYA
Hukum melarang tindakan-tindakan tersebut. Hukum mempidanakan penggunaan kekerasan atau kekuatan oleh aparat untuk mendapatkan pengakuan; akan tetapi, perlindungan ini tidak selalu dipatuhi. Aparat diancam hukuman maksimal empat tahun penjara bila mereka menggunakan kekerasan atau kekuatan secara ilegal. Tidak ada hukum yang secara spesifik mempidanakan upaya penyiksaan, meski hukum lainnya, seperti hukum terkait perlindungan saksi dan korban, menyertakan pasal anti penyiksaan.
LSM melaporkan bahwa polisi menggunakan kekuatan berlebihan selama proses penahanan dan interogasi. Sebagai contoh, pegiat mediasi HAM dan bantuan hukum menduga bahwa sebagian tahanan Papua diperlakukan kasar oleh polisi, dengan laporan adanya luka-luka kecil yang timbul selama penahanan.
Polri mempertahankan prosedur untuk menangani tindak pelanggaran oleh polisi, termasuk dugaan penyiksaan. Semua anggota polisi menjalani pelatihan untuk penggunaan kekuatan secara proporsional dan standar HAM.
Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sebuah LSM lokal, melaporkan 921 kasus kekerasan oleh polisi antara Juli 2019 sampai Juni 2020, yang menyebabkan 1.627 orang luka-luka dan 304 orang meninggal.
Pada 9 April, polisi di Tangerang menahan Muhammad Riski Riyanto dan Rio Imanuel Adolof atas upaya vandalisme dan memicu kekerasan. LSM melaporkan bahwa polisi memaksa tersangka untuk mengaku dengan memukuli mereka dengan tongkat besi dan helm serta menutup kepala mereka dengan kantung plastik. Di bulan Juli, enam anggota polisi dari Polsek Percut Sei Tuan, Sumatera Utara divonis bersalah melakukan penyiksaan terhadap seorang pekerja konstruksi yang menjadi saksi mata dari kejadian pembunuhan. Mereka diancam hukuman hingga tujuh tahun penjara. Semua anggota yang terlibat dikeluarkan dari kepolisian sebagai hasil investigasi internal. Kelompok pembela HAM menuntut kepolisian juga memberi kompensasi untuk keluarga korban.
Tanggal 7 Agustus, polisi dari Polresta Balerang, Batam, menahan Hendri Alfred Bakari atas dugaan kepemilikan narkoba. Saat mengunjungi Hendri ditahanan, keluarganya menyatakan bahwa mereka melihat adanya memar-memar di sekujur tubuh Hendri dan mendengarnya mengeluh sakit di bagian dada. Dia meninggal di rumah sakit pada tanggal 8 Agustus.
Provinsi Aceh memiliki wewenang khusus untuk menerapkan hukum syariah. Aparat di sana melakukan hukuman cambuk atas pelanggaran terhadap hukum syariah dalam kasus pelecehan seks, judi, perzinahan, konsumsi alkohol, aktivitas seks sesama jenis, dan hubungan seks di luar nikah. Hukum Syariah tidak berlaku bagi warga non Muslim, warga asing, atau umat Muslim yang bukan merupakan penduduk Aceh. Non Muslim di Aceh kadang memilih hukuman syariah karena lebih ringan dan lebih terjangkau dibandingkan prosedur sekuler di pengadilan umum. Sebagai contoh, di bulan Februari seorang pria Kristen yang divonis atas kepemilikan alkohol secara ilegal meminta dihukum secara syariah sebagai ganti atas pengurangan hukumannya.
Hukuman cambuk dilakukan di mesjid di Aceh sesudah salat Jumat atau, dalam satu kasus, di kantor kejaksaan negeri. Mereka yang menerima hukuman cambuk dapat menerima hingga 100 cambukan, tergantung tindak pelanggaran dan durasi hukuman penjara yang diterima. Hukuman dilakukan di depan umum dan secara berkelompok jika ada lebih dari satu orang yang dijatuhi hukuman.
Kekebalan hukum aparat keamanan tetap menjadi masalah. Selama tahun pelaporan, pengadilan militer mengadili sejumlah tentara berpangkat rendah dan menengah atas upaya pelanggaran yang melibatkan warga sipil atau terjadi saat mereka sedang tidak bertugas. Dalam kasus ini, kepolisian militer melakukan investigasi dan menyerahkan hasil temuannya ke jaksa militer, yang kemudian memutuskan apakah akan melanjutkan ke upaya penuntutan. Jaksa militer bertanggung jawab terhadap Mahkamah Agung dan angkatan bersenjata atas pemberlakuan hukum tersebut. LSM dan para pengamat lainnya mengkritik singkatnya masa tahanan yang biasanya diberikan oleh pengadilan militer dalam kasus yang melibatkan warga sipil atau anggota yang sedang berada di luar tugas. Di bulan September, Brigjen Dadang Hendryudha dan Yulius Silvanus diangkat sebagai pimpinan angkatan bersenjata, meski pernah menerima dakwaan tahun 1999 (dan menjalani hukuman penjara) atas keterlibatannya, sebagai bagian dari Tim Mawar Kopassus, dalam tindak penculikan, penyiksaan, serta pembunuhan mahasiswa tahun 1997-98. Di bulan Januari, Menhan Prabowo Subianto menunjuk Chairawan Kadarsyah Kadirussalam Nusyirwan, mantan komandan Tim Mawar, sebagai asistennya.
KONDISI RUMAH TAHANAN DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Kondisi 525 lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia umumnya keras dan kadang membahayakan jiwa, utamanya dikarenakan kelebihan kapasitas di dalam penjara.
Kondisi Fisik: Kelebihan kapasitas merupakan masalah serius, termasuk di Lapas imigrasi. Menurut Kemenkumham, per Januari terdapat 293.583 orang tahanan dan napi di lapas dan rutan yang dirancang untuk menampung maksimal 133.931 orang. Kelebihan kapasitas menimbulkan masalah sanitasi dan ventilasi dan berbeda tergantung fasilitas. Lapas dengan tingkat keamanan minimal dan menengah kerap termasuk golongan yang paling padat; penjara dengan keamanan maksimal cenderung sesuai atau di bawah kapasitas. Sipir penjara melaporkan bahwa kelebihan kapasitas adalah salah satu penyebab terjadinya kerusuhan di sebuah rutan di Sumatra Utara pada bulan Februari.
Kekhawatiran seputar penyebaran COVID-19 di penjara menjadi alasan aparat melepas nyaris 40.000 napi di seantero negeri. Hanya saja, pengurangan hukuman massal ini tidak berlaku bagi tahanan “kejahatan politik,” seperti aktivis Papua dan Maluku.
Menurut hukum, lapas seharusnya diperuntukkan bagi para terdakwa pengadilan, sementara rutan ditujukan untuk menampung mereka yang sedang menunggu persidangan. Nyatanya, sebagian besar penjara memiliki dua fasilitas di lokasi yang sama, satunya dirancang bagi tahanan prasidang dan satu lagi bagi tahanan terpidana. Mereka yang ditahan di dua fasilitas umumnya tidak dicampur. Namun terkadang, aparat mencampur tahanan prasidang dengan tahanan terpidana akibat kelebihan kapasitas.
Berdasarkan hukum, anak-anak yang divonis atas kejahatan serius menjalani hukuman di penjara remaja, meski sebagian tahanan terpidana remaja tetap berada di penjara dewasa meski adanya upaya menghentikan praktik seperti ini.
Pihak berwenang umumnya menempatkan narapidana wanita di bangunan terpisah. Di penjara yang menampung napi pria dan wanita, napi wanita ditempatkan di blok sel terpisah. Menurut pengamat LSM, kondisi di lapas wanita cenderung jauh lebih baik dibanding lapas pria. Namun blok sel wanita dalam lapas campuran tidak selalu memberi hak akses amenitas yang sama kepada napi wanita, seperti fasilitas kebugaran seperti dimiliki oleh para narapidana pria.
LSM mencatat bahwa aparat kadang tidak memberi perawatan kesehatan yang memadai kepada para napi.t . Para aktivis HAM menyalahkan kurangnya sumber daya atas situasi ini. LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa di sejumlah kasus para napi tidak memiliki akses langsung ke air minum yang bersih. Terdapat banyak laporan yang menyebutkan bahwa pemerintah tidak menyediakan cukup makanan untuk para napi , dan anggota keluarga kerap membawakan makan guna mencukupi porsi makan kerabatnya.
Para sipir di lapas dan rutan secara berkala meminta uang secara paksa kepada para tahanan dan napi, dan mereka melaporkan menerima kekerasan fisik oleh para sipir. Para napi dan tahanan kerap menyuap atau membayar petugas untuk mendapatkan kelonggaran, makanan, telepon, atau narkoba. Pemakaian dan produksi narkoba di penjara merupakan masalah serius, dan sejumlah jaringan narkoba menjadikan penjara sebagai basis operasinya.
Administrasi: Hukum mengizinkan para tahanan dan napi mengajukan pengaduan kepada aparat tanpa penyensoran dan meminta investigasi atas dugaan defisiensi. Laporan pengaduan diserahkan kepada Kemenhukam, di mana laporan akan diinvestigasi dan menjalani peninjauan hukum secara independen.
Pemantauan Independen: Sejumlah LSM menerima akses ke penjara namun diwajibkan menerima izin melalui mekanisme birokratik, termasuk izin dari kepolisian, Kejaksaan Agung , pengadilan, Kemendagri, dan lembaga lainnya. LSM melaporkan bahwa aparat jarang memberi akses langsung ke para napi untuk diwawancarai. Tidak ada upaya pemantauan independen untuk penjara.
- PENAHANAN ATAU PEMENJARAAN SEMENA-MENA
Hukum melarang penahanan atau pemenjaraan secara semena-mena dan memberi hak bagi setiap orang untuk menentang keabsahan dari upaya penahanan atau pemenjaraan terhadap dirinya di pengadilan. Pemerintah umumnya memantau persyaratan ini, namun ada pengecualian tertentu.
PROSEDUR PENAHANAN DAN PERLAKUAN TERHADAP TAHANAN
Aparat keamanan wajib menunjukkan surat perintah saat melakukan penahanan. Berlaku pengecualian, contohnya jika seorang tersangka tertangkap tangan tengah melakukan tindak kejahatan. Hukum mengizinkan penyelidik menerbitkan surat perintah, namun kadang aparat, terutama Bareskrim Polri, melakukan penahanan tanpa surat perintah. Berdasarkan hukum, tersangka dan terdakwa berhak menghubungi keluarga segera setelah penahanan dan penasihat hukum pilihannya di setiap tahap investigasi. Petugas pengadilan sepatutnya menyediakan penasihat hukum secara gratis bagi mereka yang menerima dakwaan hukuman mati atau penjara 15 tahun ke atas, dan untuk terdakwa kurang mampu yang menghadapi tuntutan penjara lima tahun ke atas. Namun sumber daya hukum tersebut bersifat terbatas, dan penasihat hukum gratis jarang diberikan. Kurangnya sumber daya hukum mempersulit terutama bagi mereka yang terlibat dalam sengketa lahan. Aparat pemerintah daerah dan juragan tanah yang terlibat dalam perampasan lahan dikabarkan menuduh aktivis masyarakat atas tindak kejahatan, dan berharap kurangnya sumber daya hukum dan finansial tersebut akan berujung pada penahanan, yang akan menghambat upaya penentangan terhadap perampasan lahan tersebut.
Penahanan Semena-mena: Terdapat laporan upaya penahanan semena-mena oleh polisi, terutama unit Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Ada sejumlah laporan media dan LSM yang menyebutkan bahwa polisi menahan sementara orang yang terlibat dalam aksi demonstrasi damai serta aktivitas nonkekerasan lainnya yang mendukung penentuan nasib sendiri, terutama di Papua dan Papua Barat (lihat bab 2.b.). Sebagian besar tahanan dibebaskan dalam kurun 24 jam.
Dalam satu kasus polisi menahan 10 mahasiswa Universitas Khairun karena mengikuti aksi protes di Hari Kemerdekaan Papua di Ternate pada Desember 2019.
Penahanan Prasidang: Durasi penahanan prasidang tergantung dari sejumlah faktor, seperti ada tidaknya peluang atau bahaya tersangka kabur ke luar negeri atau didakwa atas kejahatan tertentu. Tersangka terorisme diatur oleh peraturan khusus.
- PENOLAKAN UNTUK PENGADILAN TERBUKA YANG ADIL
Hukum menyediakan pengadilan yang independen serta hak atas pengadilan terbuka yang adil, namun pengadilan tetap rentan terhadap aksi korupsi dan pengaruh dari pihak luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, aparat keamanan, serta pejabat dari cabang lembaga eksekutif.
Desentralisasi menimbulkan rintangan bagi upaya penegakan perintah pengadilan, dan terkadang para pejabat lokal mengabaikannya.
Empat pengadilan distrik memiliki wewenang untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat dan sistemik atas rekomendasi Komnas HAM. Namun tak satu pun dari pengadilan ini yang pernah mendengar atau memanfaatkan wewenang tersebut dalam kasus seperti ini sejak 2005.
Menurut sistem pengadilan syariah di Aceh, 19 pengadilan agama distrik dan satu pengadilan tingkat banding menggelar persidangan. Pengadilan ini umumnya mengadili kasus yang melibatkan umat Muslim dan berdasarkan penilaian mereka terhadap ketetapan yang dirancang oleh pemerintah setempat alih-alih mengggunakan KUHP sebagai dasar penuntutan.
PROSEDUR PENGADILAN
Konstitusi menjamin hak warga negara untuk menerima pengadilan yang adil, namun aksi korupsi dan pelanggaran yudisial menghambat upaya penegakan hak ini. Hukum menganut asas praduga tak bersalah sampai terbukti sebaliknya, meski hal ini tidak selalu ditaati. Terdakwa diinfokan segera dan secara mendetail dakwaan terhadapnya saat mengikuti persidangan pertamanya. Meski tersangka berhak menyanggah saksi dan memanggil saksi yang membelanya, hakim dapat menerima surat pernyataan tersumpah jika jarak saksi terlalu jauh atau biaya transportasi saksi ke pengadilan terlampau tinggi, dan menghambat peluang dilakukannya pemeriksaan silang. Sebagian pengadilan mengizinkan pengakuan paksa dan membatasi penunjukan bukti pembelaan. Terdakwa berhak menghindari hal yang dapat memberatkan dirinya. Jaksa penuntut umum menyiapkan tuntutan, bukti, dan saksi untuk pengadilan, sementara terdakwa menyiapkan saksi dan argumennya sendiri. Majelis hakim memantau/memimpin persidangan dan dapat mengajukan pertanyaan, mendengar bukti, memutuskan bersalah atau tidak, serta menjatuhkan hukuman. Baik terdakwa dan jaksa dapat mengajukan banding terhadap putusan.
Hukum memberi terdakwa hak didampingi pengacara dari saat penahanan dan di setiap tahap investigasi dan di pengadilan. Secara hukum, terdakwa yang kurang mampu berhak menerima bantuan hukum dari negara, meski mereka wajib menunjukkan bukti bahwa mereka tidak memiliki dana untuk menyewa pengacara swasta. Asosiasi pengacara LSM memberi pendampingan hukum gratis kepada banyak, namun tidak semua, terdakwa yang kurang mampu. Semua terdakwa berhak mendapatkan jasa interpretasi linguistik gratis. Di sebagian kasus, perlindungan prosedural tidak memadai untuk menjamin pengadilan yang adil. Dengan pengecualian terhadap proses pengadilan syariah di Aceh dan sejumlah pengadilan militer, pengadilan bersifat terbuka untuk umum.
TAHANAN DAN NAPI POLITIK
LSM memperkirakan bahwa 56 tahanan politik dari Papua dan Papua Barat menjalani penahanan, baik untuk menunggu diadili atau setelah divonis makar dan konspirasi, termasuk aksi-aksi seperti menunjukkan simbol-simbol separatis yang dilarang. Menurut Human Rights Watch, ada delapan tawanan politik Maluku yang saat ini masih mendekam di penjara.
Sebagian kecil warga Papua ditahan sementara karena mengikuti aksi protes damai dan dijatuhi vonis makar atau pelanggaran kriminal lainnya. Pada 16 Juni, tujuh aktivis Komite Nasional Papua Barat dan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat dikenai vonis dengan pasal makar dan dijatuhi hukuman minimal 10 bulan penjara karena diduga berperan dalam memicu kekerasan saat aksi protes di penghujung 2019. Dalam kasus 10 mahasiswa Universitas Khairun yang ditahan (lihat bab 1.d.) pada Desember 2019, jaksa menuntut salah satu mahasiswa, Arbi M. Nur, dengan dakwaan makar karena mengikuti aksi protes Hari Kemerdekaan Papua.
Para aktivis lokal dan anggota keluarga umumnya dapat mengunjungi tahanan politik, namun aparat menahan orang tertentu di kepulauan yang jauh dari lokasi keluarga.
PROSEDUR DAN REMEDI YUDISIAL SIPIL
Para korban pelanggaran HAM dapat menuntut ganti rugi dalam sistem pengadilan sipil, namun korupsi yang telah mengakar dan pengaruh politik menghambat upaya korban dalam mencari keadilan.
GANTI RUGI PROPERTI
Sebuah undang-undang eminent-domain mengizinkan pemerintah mengambil alih lahan untuk pemakaian umum, dengan syarat pemerintah memberi kompensasi yang pantas kepada pemilik lahan. LSM menuduh pemerintah menyalahgunakan wewenangnya untuk mengambil alih atau memfasilitasi akuisisi swasta terhadap lahan untuk proyek pengembangan, seringkali tanpa memberi kompensasi sepadan.
Akses dan kepemilikan lahan adalah sumber utama terjadinya konflik. Polisi kadang menggusur mereka yang terlibat persengketaan lahan tanpa proses yang benar, dan cenderung memihak penuntut yang memiliki relasi dengan perusahaan dibanding individu atau warga lokal. Di bulan April, anggota kepolisian setempat mendampingi dan membantu pegawai perusahaan minyak kepala sawit untuk menghancurkan pondok penyimpanan beras di lahan yang dimiliki oleh Kelompok Tani Mafan di desa Sedang, Sumatera Selatan. Para anggota kelompok tani itu melaporkan bahwa aksi penghancuran ini adalah bagian dari upaya perusahaan untuk memaksa mereka meninggalkan lahan tersebut.
Di bulan Agustus di Distrik Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, pemerintah provinsi menggusur 47 keluarga komunitas adat Pubabu dari wilayahnya, diduga tanpa didahului prosedur yang benar. Media lokal melaporkan bahwa komunitas adat telah menyewakan lahan tersebut kepada sebuah perusahaan peternakan asal Australia, dan kemudian kepada pemerintah provinsi, namun menolak memperpanjang masa sewanya setelah habis di 2012.
- INTERFERENSI SEMENA-MENA ATAU ILEGAL TERHADAP PRIVASI, KELUARGA, RUMAH ATAU KORESPONDENSI
Hukum mewajibkan adanya surat perintah pengadilan untuk upaya penggeledahan kecuali dalam kasus yang melibatkan upaya makar, kejahatan ekonomi, dan korupsi. Aparat keamanan umumnya menaati persyaratan ini. Hukum juga mengizinkan penggeledahan tanpa surat perintah saat keadaan “genting dan mendesak.” Polisi di seantero negeri kerap bergerak tanpa wewenang yang tepat atau melanggar privasi seseorang.
LSM mengklaim bahwa petugas kerap melakukan pengawasan tanpa surat perintah terhadap seseorang dan tempat tinggalnya serta memantau komunikasi telepon mereka.
Bab 2. Penghormatan terhadap Kebebasan Sipil, Termasuk:
- KEBEBASAN BEREKSPRESI, TERMASUK UNTUK PERS
Konstitusi secara umum menjamin kebebasan berekspresi, dengan sejumlah pembatasan.
Kebebasan Berbicara: Hukum memidanakan aksi pidato yang dianggap menghina suatu agama atau yang mendukung separatisme. Hukum juga memidanakan ujaran kebencian, yang dijabarkan sebagai “penyebaran informasi secara sengaja atau di luar hukum yang bertujuan menciptakan kebencian atau permusuhan terhadap seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan ras, kepercayaan, dan etnisnya.”
Berdasarkan hukum “menyebarkan kebencian, ajaran sesat, dan penistaan agama” dapat dijatuhi hukuman maksimal lima tahun penjara. Aksi protes oleh kelompok Islam atau majelis ulama konservatif kerap memicu aparat setempat untuk bertindak berdasarkan hukum. Menurut yayasan bantuan hukum, antara Januari sampai Mei terdapat sedikitnya 38 kasus terkait penodaan agama termasuk setidaknya 25 kasus sudah pada tahap penangkapan.
Di bulan Februari, warga Maluku Utara Mikael Samuel Ratulangi ditahan karena postingan Facebook-nya tahun 2019 dianggap sebagai penghinaan terhadap nabi Muhammad. Kasus ini telah diserahkan ke kantor kejaksaan agung, dan tengah menunggu proses sidang.
Meski hukum mengizinkan pengibaran bendera yang melambangkan identitas kultural Papua secara umum, peraturan pemerintah secara spesifik melarang pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan di Maluku, dan bendera Bulan Bintang milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Di bulan Mei aktivis Sayang Mandabayan, divonis dan dijatuhi hukuman penjara sembilan bulan. Dia ditangkap pada bulan September 2019 di bandara Manokwari karena bepergian sambil membawa 1.500 bendera Bintang Kejora berukuran kecil.
Kebebasan Pers dan Media, Termasuk Media Online: Media independen bersikap aktif dan mengekspresikan berbagai jenis sudut pandang. Namun pemerintah kadang memanfaatkan peraturan daerah dan nasional, termasuk peraturan terkait penistaan, ujaran kebencian, dan separatisme, untuk membatasi media. Izin perjalanan ke Provinsi Papua dan Papua Barat tetap menjadi masalah bagi wartawan asing, yang melaporkan adanya penundaan atau penolakan bersifat birokratis, dengan alasan keamanan. Konstitusi melindungi wartawan dari interferensi, dan hukum menetapkan siapa pun yang secara sengaja mencegah wartawan melakukan tugasnya akan dikenai hukuman penjara maksimal dua tahun atau denda dalam jumlah besar.
Kekerasan dan Pelecehan: Sejak Januari hingga Juli, Aliansi Jurnalis Independen melaporkan 13 kasus kekerasan terhadap wartawan termasuk doxing, serangan fisik, intimidasi verbal serta ancaman yang dilakukan oleh berbagai oknum, termasuk pejabat pemerintah, aparat kepolisian, personel keamanan, anggota ormas, dan masyarakat umum. Aliansi dan LSM lainnya melaporkan bahwa para jurnalis semakin sering mengalami permusuhan akibat pandemi COVID-19, dan menyebutkan bahwa pada bulan April dan Mei terdapat tiga kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Pada 22 April, Ravio Patra, seorang peneliti dan aktivis dari Westminster Foundation for Democracy yang berbasis di Inggris, ditangkap di Jakarta atas tuduhan penghasutan setelah sebuah pesan berisi ajakan aksi kerusuhan terkirim dari akun WhatsApp-nya. Patra mengklaim sebelum penahanan bahwa akunnya telah diretas dan bahwa dia telah difitnah, kemungkinan oleh oknum polisi. Patra, yang bebas dengan jaminan dua hari kemudian, hingga November masih menunggu sidang dan menanti hasil investigasi polisi perihal peretasan akunnya.
Penyensoran atau Pembatasan Konten: Kantor Kejaksaan Agung memiliki wewenang memantau materi tulisan dan meminta perintah pengadilan untuk melarang materi tulisan; wewenang ini nampaknya tidak digunakan sepanjang tahun tersebut.
Hukum seputar Fitnah Tertulis dan Lisan: Undang-undang hukum kriminal tentang pencemaran nama baik melarang upaya fitnah tertulis dan lisan, yang dapat dikenai hukuman lima tahun penjara.
Elemen dalam pemerintahan, termasuk kepolisian dan kehakiman, secara selektif memanfaatkan UU pencemaran nama baik dan penistaan guna mengintimidasi individu dan membatasi kebebasan berekspresi. Di bulan Mei, Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menangkap dan menahan jurnalis Diananta Putra Sumedi atas tuduhan pencemaran nama baik secara daring, karena salah mengutip pimpinan asosiasi kelompok etnis Dayak lokal pada sebuah artikel bulan November 2019 perihal sengketa dengan perusahaan minyak sawit. Pada bulan Agustus, dia dijatuhi hukuman penjara tiga bulan 15 hari karena “memicu rasa kebencian.” Tanggal 13 Juli, Polres Mimika, Papua, merekomendasi upaya investigasi kasus pencemaran nama baik yang melibatkan seorang warga Papua yang hanya disebut dengan inisial ST dan kepala kepolisian daerah provinsi Papua kepada jaksa penuntut umum setempat. Polisi telah menahan ST pada 27 Mei di area Kuala Kencana karena postingannya di Facebook yang menuduh kepala kepolisian daerah tersebut memanfaatkan isu pandemi COVID-19 untuk memicu aksi penewasan mahasiswa di dekat tambang Grasberg di Mimika (lihat bab 1.a.) dan pekerja medis di Kabupaten Intan Jaya.
Keamanan Nasional: Pemerintah menggunakan peraturan hukum yang melarang pembelaan terhadap separatisme untuk membatasi kemampuan seseorang dan media untuk menyerukan secara damai pembelaan terhadap penentuan nasib sendiri atau kebebasan di berbagai wilayah di Indonesia.
Dampak Non-pemerintahan: Kelompok Muslim garis keras kadang mengintimidasi pandangan yang mengkritik Islam. Di bulan Agustus sejumlah organisasi Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam Bersatu di Sulawesi Selatan merilis pernyataan yang mengutuk komunitas Syiah serta rencana mereka untuk merayakan hari raya Asyura. Dalam pernyataannya, organisasi ini mengatakan mereka akan membubarkan semua acara yang direncanakan oleh komunitas Syiah.
Di bulan Mei sekelompok mahasiswa hukum yang tergabung dalam Constitutional Law Society (CLS) Universitas Gajah Mada terpaksa membatalkan diskusi akademik bertema, “Pemberhentian Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan,” setelah pembicara dan pelaksana acara menerima ancaman pembunuhan.
Organisasi media mengeluhkan serangan peretasan menyusul penerbitan artikel yang mengkritik respons pemerintah terhadap pandemi COVID-19. Menurut Aliansi Jurnalis Independen, sedikitnya empat organisasi media menjadi target serangan digital, mulai dari serangan penolakan layanan sampai doxing dan peretasan server media dan penghapusan berita. Sebagai contoh, di bulan Agustus situs Tempo.co diretas dan halaman awal situsnya diganti dengan teks bertuliskan “setop hoaks, jangan membohongi rakyat Indonesia. Kembalilah ke kode etik jurnalistik yang benar.” Terdapat serangan di bulan Agustus terhadap Tirto.id setelah merilis artikel yang mengkritik keterlibatan Badan Intelijen Negara dan angkatan bersenjata dalam memformulasi penanganan COVID-19 yang berujung pada mendadak hilangnya sejumlah artikel di webiste. .
KEBEBASAN INTERNET
Pemerintah mengadili mereka yang menjalankan kebebasan berekspresi berdasarkan pasal hukum yang melarang kejahatan online, pornografi, perjudian, pemerasan, penipuan, ancaman, serta konten rasis dan melarang masyarakat menyebarkan dalam format elektronik segala informasi yang dianggap oleh pengadilan sebagai upaya pencemaran nama baik. Pasal ini menjatuhi hukuman penjara maksimal enam tahun, denda dalam jumlah besar, atau keduanya. LSM telah menyuarakan kritik terhadap pasal yang bersifat ambigu dan karet ini, yang menurut mereka telah disalahgunakan oleh aparat dan pihak swasta untuk membungkam dan menghukum para pengkritiknya, yang berujung pada meningkatnya penyensoran mandiri oleh para jurnalis dan aktivis.
Selain itu, aparat menggunakan tekanan langsung kepada penyedia jasa internet untuk menghambat komunikasi online dari pihak yang dianggapnya sebagai lawan. Tetapi di bulan Juni, pengadilan menetapkan bahwa aparat pemerintah telah bertindak di luar wewenangnya dalam memerintahkan penyedia jasa internet untuk memperlambat koneksi internet di Papua dan Papua Barat sebagai respons atas aksi protes pada Agustus dan September 2019. Pengadilan menetapkan bahwa pemerintah gagal membuktikan bahwa negara berada dalam “situasi darurat” saat memilih memberlakukan pembatasan internet.
Di bulan Juni sejumlah LSM dan aktivis Papua melaporkan adanya gangguan berulang terhadap diskusi online yang membahas isu-isu Papua. Oknum tak dikenal berupaya menyebarkan informasi pribadi dari para aktivis Papua dan meretas ke dalam diskusi Zoom untuk mengancam para peserta diskusi. Antara Agustus sampai September, ketika aksi protes berlangsung di Papua, Jakarta, dan tempat lainnya, pihak otoritas membatasi akses ke internet atau situs media sosial tertentu, dengan alasan ini dilakukan demi mencegah penyebaran disinformasi.
Polri menggalakkan pemantauan media sosial untuk mencegah penyebaran informasi yang salah dan upaya penghinaan terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya selama pandemi COVID-19. Pegiat HAM mencatat bahwa polisi membentuk sejumlah gugus tugas yang dikhususkan untuk memerangi informasi salah dan melaksanakan lebih dari 9.000 “patroli siber,” yang berujung pada pemblokiran atau penghapusan lebih dari 2.000 akun media sosial. Mereka yang diduga menghina presiden atau pejabat pemerintah dapat dikenai pasal pencemaran nama baik dan penghinaan, dengan hukuman maksimal 18 bulan penjara. Di bulan Mei, mantan perwira AD Ruslan Buton ditangkap di Sulawesi Tenggara karena mengkritik kepemimpinan Presiden Jokowi selama pandemi dan menuntutnya untuk mundur.
Kementerian Kominfo terus meminta penyedia jasa internet untuk memblokir akses ke konten yang mengandung “informasi elektronik terlarang,” termasuk pornografi, konten religius radikal, pemerasan, ancaman, dan ujaran kebencian. Kegagalan dalam mematuhi larangan ini dapat berakibat dicabutnya lisensi usaha penyedia. Pemerintah juga mengintervensi media sosial, mesin pencarian, gerai aplikasi, dan situs lainnya untuk menghapus konten yang bersifat ofensif dan ekstremis serta mencabut lisensi usaha milik mereka yang tidak dengan segera mematuhi tuntutan pemerintah ini.
KEBEBASAN AKADEMIK DAN ACARA BUDAYA
Pemerintah secara umum tidak menetapkan larangan terhadap acara budaya atau kebebasan akademik, namun kadang menghambat pelaksanaan acara atau aktivitas budaya yang sensitif atau gagal mencegah kelompok garis keras melakukannya. Universitas dan institusi akademi lainnya juga kadang menyerah terhadap tekanan dari kelompok Islam yang berniat membatasi acara dan aktivitas yang sensitif.
Lembaga Sensor Film yang diawasi pemerintah menyensor film-film lokal dan impor untuk memotong konten yang dianggap menyinggung agama atau kelompok lainnya.
- KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERASOSIASI SECARA DAMAI
Konstitusi dan undang-undang menjamin kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai, namun pemerintah kadang membatasi kebebasan ini.
KEBEBASAN BERKUMPUL SECARA DAMAI
Hukum menjamin kebebasan berkumpul, dan di luar Papua pemerintah umumnya menghormati hak ini. Hukum mewajibkan para pendemo menunjukkan pemberitahuan tertulis pada polisi tiga hari sebelum aksi demo dan polisi juga wajib memberikan bukti serah terima pemberitahuan tersebut. Bukti ini berfungsi sebagai izin de facto untuk aksi demo tersebut. Polisi di Papua secara rutin menolak memberikan bukti tersebut kepada calon pendemo karena khawatir aksi tersebut akan mengeluarkan seruan untuk merdeka, yang dilarang oleh undang-undang. Peraturan kepolisian daerah Papua melarang aksi unjuk rasa oleh tujuh organisasi yang dicap sebagai pro kemerdekaan, termasuk Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Persatuan Gerakan Pembebasan Untuk Papua Barat (ULMWP), serta Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pembatasan berkumpul di muka umum yang diberlakukan untuk menangani pandemi COVID-19 membatasi kemampuan masyarakat untuk berdemonstrasi.
Di bulan Juli polisi secara agresif membubarkan anggota Aliansi Mahasiswa Papua di Denpasar, Bali; aktivis mahasiswa setempat mengunggah video dari insiden ini ke Facebook. Video ini menunjukkan para polisi menggunakan meriam air kepada mahasiswa yang secara damai melakukan acara penghormatan untuk para anggota Organisasi Papua Merdeka yang tewas dalam operasi militer tahun 1998 di Biak, Papua. Kepala yayasan bantuan hukum setempat melaporkan bahwa polisi menggunakan kekuatan terhadap sejumlah peserta dan menyita spanduk dan poster milik peserta dan penyelenggara.
Di Desember 2019 Universitas Khairun di Ternate, Maluku Utara, mengeluarkan mahasiswanya Fahrul Abdulah Bone, Fahyudi Kabir, Ikra S Alkatiri, dan Arbi M Nur karena mengikuti aksi demo di luar Universitas Muhammadiyah di Ternate yang membela pemberontakan Papua. Pihak universitas mengeluarkan pernyataan yang memastikan keempat mahasiswa itu dikeluarkan, dengan alasan “mencoreng nama baik universitas, melanggar kode etik siswa, dan mengancam keamanan nasional.” Di bulan April keempat mahasiswa tersebut, dengan bantuan LBH Ansor Ambon, mengajukan gugatan terhadap pihak universitas di Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon. Pengadilan setempat menolak tuntutan para mahasiswa, hingga mereka mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di Makasar . Persidangan masih berlangsung sampai Oktober .
Di bulan Oktober aksi protes massal terjadi di seantero negeri menolak omnibus law terkait reformasi ekonomi yang baru saja disahkan. Berbagai kelompok masyarakat sipil mengikuti aksi unjuk rasa ini, termasuk Aliansi Nasional Anti Komunis yang didalamnya tergabung Front Pembela islam (FPI) dan Alumni 212, aktivis dan serikat buruh, serta Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, dan organisasi mahasiswa. Para pengunjuk rasa menyuarakan kekhawatiran seputar pasal-pasal yang berdampak pada perlindungan lingkungan, kebebasan sipil, serta hak-hak buruh. Sejumlah demonstrasi berubah menjadi kerusuhan, dan kerusakan properti tercatat di sejumlah wilayah di Jakarta. Polisi dikritik karena menggunakan gas air mata untuk melawan para demonstran.
KEBEBASAN BERASOSIASI
Konstitusi dan undang-undang menjamin kebebasan berserikat/berasosiasi, yang umumnya diindahkan oleh pemerintah. Peraturan terkait pendaftaran organisasi umumnya tidak memberatkan. Namun sejumlah kelompok pembela kaum lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks (LGBTI) melaporkan bahwa saat mencoba mendaftarkan organisasinya, mereka tidak mampu secara terang-terangan menyatakan bahwa mereka adalah kelompok pembela LGBTI dalam sertifikat pendaftarannya.
Untuk menerima status pendaftaran resmi, LSM asing wajib memiliki nota kesepahaman dengan kementerian pemerintah. Sejumlah organisasi melaporkan mengalami kesulitan dalam mendapatkan memorandum ini dan menyatakan pemerintah menghambat mereka guna memblokir status pendaftarannya, meski birokrasi kompleks dalam Kemenkumham juga turut andil dalam hal ini.
- KEBEBASAN BERAGAMA
Simak Laporan Kebebasan Beragama Internasional dari Menlu di https://www.state.gov/religiousfreedomreport/.
- KEBEBASAN BERGERAK
Hukum menjamin kebebasan pergerakan internal dan secara umum mengizinkan perjalanan ke luar negeri. Hukum memberi militer wewenang yang luas saat negara dinyatakan dalam situasi darurat, termasuk wewenang untuk membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut. Pemerintah tidak menggunakan wewenangnya selama tahun berjalan.
Pergerakan Dalam Negeri: Pemerintah terus memberlakukan hambatan administratif untuk perjalanan kepada LSM, jurnalis, diplomat asing, serta pihak lainnya ke Papua dan Papua Barat. Setelah mulainya pandemi COVID-19 , pihak otoritas sangat membatasi pergerakan masuk dan keluar Papua dan Papua Barat, memberlakukan larangan yang jauh lebih ketat untuk periode jauh lebih lama dibandingkan tempat lainnya.
- STATUS DAN PERLAKUAN TERHADAP PENGUNGSI INTERNAL
Pemerintah mengumpulkan data pengungsian yang disebabkan oleh bencana alam dan konflik melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), meski kurangnya pemantauan sistematis dan kondisi tempat pengungsian mempersulit upaya memperoleh estimasi akurat jumlah total pengungsi internal. Internal Displacement Monitoring Center melaporkan ada 104.000 pengungsi akibat bencana alam dan 40.000 pengungsi akibat konflik dan kekerasan per Desember 2019.
Hukum menyebutkan bahwa pemerintah wajib menjamin “pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang menjadi korban bencana alam secara adil dan sejalan dengan standar layanan minimal.” Para pengungsi internal di kota dan desa tidak mengalami pelecehan atau penolakan layanan atau hak dan perlindungan lainnya, namun terbatasnya sumber daya dan akses menunda atau menghambat penyediaan layanan kepada mereka di sebagian kasus, terutama bagi yang mereka mengungsi ke daerah pinggiran dan hutan di Papua dan Papua Barat untuk melarikan diri dari konflik.
Proses kepulangan para pengungsi akibat konflik di Papua dan Papua Barat berjalan lambat dan sulit. Lebih dari 10.000 warga Wamena yang melarikan diri dari kekerasan di sana tahun 2019 belum kembali lagi ke rumahnya per September. Kelompok warga lainnya yang dikabarkan melarikan diri dari pertikaian pemerintah dan pemberontak, menghadapi risiko kekerasan dari pasukan keamanan saat berupaya kembali ke rumahnya, begitu juga dengan sekelompok orang yang mencoba kembali ke distrik Keyam di Papua Barat bulan Juli.
- PERLINDUNGAN BAGI PENGUNGSI
Pemerintah bekerja sama dengan UNHCR dan organisasi kemanusiaan lainnya dalam memberi perlindungan dan bantuan kepada para pengungsi dan pencari suaka.
Tindak Pelecehan terhadap Imigran, Pengungsi, dan Orang Tanpa Negara: Para pekerja migran kerap menjadi sasaran pemerasan oleh polisi dan diskriminasi sosial.
Kaum Muslim Rohingya adalah sekelompok pengungsi dan pencari suaka dalam jumlah kecil tetapi terus bertumbuh. Di bulan Agustus, sebagian pengungsi Rohingya dan pendukungnya di Makassar, Sulsel, melakukan unjuk rasa di depan kantor DPRD kota, menuntut agar lebih diakui dan dihargai hak asasinya. Anggota komunitas itu menyatakan mereka kerap tidak diizinkan menerima layanan medis yang memadai dan tidak mendapat bantuan saat mengajukan suaka. Perwakilan komunitas juga menuduh pemerintah secara agresif memantau mereka dan mengatakan kebebasan bergeraknya sangat dibatasi-sebagai contoh, kaum Rohingya yang menikah dengan warga lokal tidak diizinkan meninggalkan rumah pengungsian-serta sulit mencari kerja.
Akses ke Suaka: Indonesia tidak termasuk negara anggota Konvensi Pengungsi 1951 dan tidak mengizinkan pemukiman lokal secara permanen ataupun naturalisasi bagi pencari suaka atau orang yang ditetapkan sebagai pengungsi. Pemerintah mengizinkan pengungsi untuk bermukim sementara menunggu tempat tinggal permanen. Undang-undang mengakui peran UNHCR dalam memproses semua penetapan status pengungsi di Indonesia. Peraturan menjabarkan proses manajemen pengungsi secara rinci, menguraikan tanggung jawab spesifik dari lembaga nasional dan subnasional sejak saat pengungsi tiba hingga keberangkatan ke pemukiman kembali atau pemulangan. Pejabat UNHCR melaporkan ada sebanyak 13.612 pengungsi dan pencari suaka yang diketahui berada di Indonesia per Juli.
Ketenagakerjaan: Pemerintah melarang para pengungsi bekerja, meski tidak secara ketat menegakkan larangan ini.
Akses ke Layanan Dasar: Pemerintah tidak secara umum melarang pengungsi mengakses pendidikan dasar umum, meski banyak rintangan yang menghalangi sejumlah anak pengungsi bersekolah, termasuk sulitnya proses mendapatkan Nomor Induk Siswa Nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagian kecil pengungsi belajar di kelas bahasa atau lainnya secara privat, sekolah yang dikelola oleh sesama pengungsi atau dalam program yang disponsori LSM. Para pengungsi memiliki akses ke layanan kesehatan umum dasar melalui klinik kesehatan lokal, yang disubsidi pemerintah. Namun penanganan untuk kondisi yang lebih serius atau penyerahan ke rumah sakit tidak ditanggung oleh program ini.
Bab 3. KEBEBASAN MENGIKUTI PROSES POLITIK
Konstitusi dan undang-undang memberikan hak kepada warga negara untuk memilih pemerintahan melalui pemilu yang bebas dan adil yang dilakukan secara rahasia dan berdasarkan hak pilih universal dan setara.
PEMILIHAN DAN PARTISIPASI POLITIK
Pemilu Terakhir: Pada April 2019 Joko Widodo (akrab disebut Jokowi) memenangkan periode lima tahun kedua sebagai presiden. Para pemilih juga memilih para anggota baru DPR dan DPD, selain juga anggota legislatif tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Para pengamat lokal dan internasional menganggap ajang pemilu ini sebagai bebas dan adil.
Karena pandemi COVID-19, pemilu untuk sejumlah posisi eksekutif provinsi dan kabupaten/kota yang awalnya direncanakan berlangsung tanggal 23 September diundur ke 9 Desember untuk memberi waktu bagi penerapan protokol kesehatan.
Partai Politik dan Partisipasi Politik: Tidak ada larangan ketat untuk partai dan partisipasi politik, meski LSM menyampaikan kekhawatiran terkait meningkatnya jumlah calon tunggal dalam pilkada, yang mana sebagian disebabkan oleh tingginya biaya mengadakan kampanye politik yang sukses.
Partisipasi Wanita dan Anggota Kelompok Minoritas: Tidak ada undang-undang yang membatasi partisipasi wanita dan anggota kelompok minoritas dalam proses politik, yang memang mereka ikuti. Undang-undang partai politik mewajibkan wanita mengisi minimal 30 persen dari keanggotaan awal dari partai politik baru. Per November, 10,6 persen kandidat untuk pilkada Desember adalah wanita, lebih rendah dibanding angka 20,5 persen dalam pemilu nasional 2019, tetapi lebih tinggi dari angka 8,8 persen pada pilkada 2018.
Bab 4. Korupsi dan Kurangnya Transparansi dalam Pemerintahan
Undang-undang menjatuhkan hukuman pidana untuk tindak korupsi oleh pejabat, namun upaya pemerintah dalam menegakkan hukum ini masih kurang. Meski dilakukan penahanan dan penjatuhan vonis kepada banyak pejabat tinggi dan ternama, terdapat persepsi bahwa korupsi tetap menjadi “endemi” . Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Pasukan Khusus untuk Kejahatan Ekonomi dari TNI, dan Kantor Kejaksaan Agung dapat melakukan investigasi kasus korupsi dan melakukan penuntutan. Namun koordinasi antar lembaga ini belum konsisten dan dalam kasus terkait angkatan bersenjata, tidak ada sama sekali. KPK tidak memiliki wewenang menyelidiki anggota militer, dan tidak memiliki yurisdiksi dalam kasus di mana kerugian negara dinilai kurang dari satu miliar rupiah.
Banyak LSM dan aktivis bersikeras bahwa amendemen 2019 terhadap Undang-Undang KPK telah melemahkan kemampuan lembaga ini untuk menyelidiki kasus korupsi. Amendemen itu membentuk badan pengawas terpilih yang ditunjuk oleh presiden, dan memiliki tanggung jawab antara lain memberi izin upaya penyadapan dan mencabut status independen KPK dengan menjadikannya bagian dari lembaga eksekutif. Sebelumnya, para investigator KPK kadang mengalami pelecehan, intimidasi, atau penyerangan karena upaya antikorupsi yang mereka lakukan.
Korupsi: KPK melakukan investigasi dan menuntut para pejabat tersangka korupsi di semua tingkatan dalam pemerintah. Sejumlah kasus korupsi besar berkaitan dengan program pengadaan atau proyek konstruksi pemerintah berskala besar dan melibatkan anggota legislatif, gubernur, bupati, hakim, polisi, dan PNS. Sejak pertengahan 2019 hingga awal tahun, KPK telah mengembalikan aset negara dengan nilai sekitar 385 miliar rupiah. Tahun 2019 KPK telah melakukan 142 investigasi, memulai 234 upaya penuntutan, dan menyelesaikan 136 kasus yang dengan penjatuhan vonis.
Pada 14 Januari, Kejaksaan Agung telah menahan empat orang atas upaya korupsi di perusahaan asuransi milik negara, Jiwasraya. Menurut BPK RI, semua tersangka diperiksa karena menerima suap untuk menyertakan saham berisiko tinggi dalam investasi Jiwasraya dan terlibat dalam rekayasa pasar saham.
Pada 16 Juli, pengadilan Jakarta memvonis seorang petugas dengan hukuman dua tahun penjara dan satu orang lainnya 18 bulan penjara karena menyiram air keras ke wajah penyidik KPK Novel Baswedan tahun 2017. Wajah Baswedan luka parah, dan dia kehilangan 75 persen penglihatannya akibat serangan itu. Sepak terjang Baswedan di KPK telah menghasilkan penjatuhan vonis untuk sejumlah pejabat tinggi. Dia memprotes pengadilan karena tidak mengejar otak di balik serangan tersebut dan meminta komisi independen melakukan investigasi.
Di bulan September pengadilan negeri Kendari, Sulawesi Tenggara , secara resmi menuntut Syaifullah (nama tunggal), mantan Kadis Kominfo dengan dakwaan korupsi. Menurut jaksa wilayah, Syaifullah mencuri dana dari program “Pokok Pikiran” di 2019 senilai total 50 juta rupiah. Syaifullah diancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda. Polisi belum menahannya karena alasan terkait pandemi COVID-19.
Menurut LSM dan laporan media, polisi umumnya meminta uang pelicin seperti uang dalam jumlah sedikit dalam kasus pelanggaran lalu lintas, hingga berjumlah besar untuk kasus penyelidikan kriminal. Para petugas korup kadang meminta para buruh migran Indonesia yang kembali dari mancanegara, terutama wanita, untuk penggeledahan hingga tanpa busana , pencurian, dan pemerasan.
Aksi suap dan pemerasan memengaruhi upaya penuntutan , dakwaan, dan vonis hukuman dalam kasus perdata maupun pidana. LSM antikorupsi menuduh sejumlah tokoh kunci dalam sistem pengadilan menerima suap dan mengampuni dugaan korupsi. Menurut lembaga bantuan hukum , penanganan kasus kerap berjalan sangat lambat kecuali dengan memberikan uang suap, dan di sebagian kasus jaksa meminta uang dari terdakwa guna menjamin penuntutan yang lebih ringan atau menghilangkan suatu kasus.
Komisi Ombudsman Nasional menerima pengaduan terkait pembelaan litigasi dan maladministrasi dalam penetapan putusan pengadilan. Di 2019 Komisi Yudisial menerima 1.544 pengaduan masyarakat terkait pelanggaran yudisial dan merekomendasikan sanksi terhadap 130 hakim yang dituduh memanipulasi persidangan.
Pengungkapan Finansial: Hukum mewajibkan pejabat pemerintah senior dan pejabat lainnya yang berada di lembaga tertentu menyerahkan laporan harta kekayaannnya. Hukum menetapkan bahwa laporan itu menyertakan semua aset yang dimiliki oleh sang pejabat, pasangannya, serta anak-anaknya. Hukum mewajibkan laporan diserahkan saat mereka mulai bertugas, setiap dua tahun setelahnya, dalam kurun dua bulan setelah melepas jabatan, dan segera saat diminta oleh KPK. Komisi ini bertanggung jawab memverifikasi laporan dan menerbitkannya di Lembaran Negara Republik Indonesia dan di internet. Sanksi pidana akan dikenakan bagi mereka yang tidak mematuhinya dalam kasus yang berkaitan dengan korupsi, dan umumnya kepatuhan terhadap peraturan ini tinggi. Tidak semua aset dapat terverifikasi akibat kurangnya sumber daya KPK.
Bab 5. Sikap pemerintah Terkait Investigasi Internasional dan Non-pemerintah atas Dugaan Pelanggaran HAM
Organisasi HAM domestik dan internasional umumnya dikelola tanpa pembatasan oleh pemerintah (kecuali di Papua dan Papua Barat), menyelidiki dan menerbitkan hasil temuan untuk kasus HAM dan meminta pemerintah memperbaiki kinerjanya dalam menangani kasus HAM. Perwakilan pemerintah bertemu dengan sejumlah LSM lokal, merespon permintaan mereka, dan mengambil tindakan untuk merespon kekhawatiran mereka. Sejumlah pejabat, terutama yang berbasis di Papua dan Papua Barat, melakukan pemantauan, pelecehan, hambatan, ancaman, serta intimidasi terhadap LSM. Setelah kerusuhan di Papua bulan Agustus/September 2019, , Menkopolhukam saat itu, Wiranto, mengatakan bahwa pemerintah akan “membatasi sementara akses ke Papua,” dengan alasan keamanan. Per September, akses untuk jurnalis, diplomat asing dan non warga setempat tetap dibatasi secara ketat.
PBB atau Lembaga Internasional Lainnya: Pemerintah mengizinkan petugas PBB memantau situasi HAM di Indonesia. Namun aparat keamanan dan lembaga intelijen cenderung menaruh curiga kepada pengamat HAM asing, terutama di Papua dan Papua Barat, di mana operasi mereka dibatasi.
Lembaga HAM Pemerintah: Banyak lembaga independen yang mengangkat masalah HAM, termasuk Kantor Ombudsman Nasional, Komnas Perempuan, dan Komnas HAM. Pemerintah tidak diwajibkan mengikuti rekomendasinya dan kadang justru menghindarinya. Sebagian lembaga, termasuk Komnas Perempuan dan Komnas HAM, dapat mengarahkan kasus-kasus kepada polisi atau jaksa.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, yang dibentuk untukmelakukan investigasi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka antara 1976 sampai 2005, telah menerima 3.040 laporan dari para korban, mantan anggota separatis, dan saksi mata. Sejak 2018 komisi ini telah melakukan tiga sesi dengar pendapat publik; satu di Lhokseumawe, Aceh Utara, dan dua sesi tematik di Banda Aceh di mana korban pelanggaran HAM memberi kesaksian secara terbuka. Keterbatasan bujet terus menjadi hambatan bagi KKR, dan bujet tersebut semakin berkurang di tahun tersebut karena realokasi dana untuk respons darurat COVID-19.
Bab 6. Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Manusia
PEREMPUAN
Perkosaan dan KDRT: Hukum melarang aksi perkosaan, KDRT, serta kekerasan dalam bentuk lainnya terhadap perempuan. Definisi hukum untuk perkosaan hanya mencakup penetrasi organ seks secara paksa, dan pengajuan kasus mewajibkan adanya saksi mata atau bukti penguat lainnya. Perkosaan dapat dijatuhi hukuman 14 tahun penjara. Meski pemerintah telah memenjarakan sejumlah pelaku perkosaan dan upaya perkosaan, seringkali hukuman yang diberikan ringan, dan banyak pelaku perkosaan menerima hukuman minimal. Perkosaan dalam perkawinan bukan merupakan kejahatan yang spesifik dalam hukum tetapi masuk dalam “hubungan seks secara paksa” dalam undang-undang nasional perihal kekerasan dalam rumah tangga dan dapat dijatuhi hukuman pidana.
Laporan tahunan Komnas Perempuan mencatat adanya peningkatan 6 persen dalam kasus yang diketahui untuk segala jenis kekerasan terhadap perempuan dalam laporan tahun 2019. Menurut laporan, sebagian besar insiden adalah kasus KDRT. Pegiat masyarakat sipil menggarisbawahi banyaknya kasus tidak dilaporkan, karena kebanyakan korban tidak melapor dengan alasan khawatir dengan stigma masyarakat, malu, dan kurangnya dukungan dari kerabat dan keluarga. Menurut komisi, sejak Januari sampai Mei terdapat 892 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan, yang sebagian besar terjadi setelah penerapan kebijakan PSBB sebagai respons pandemi COVID-19. Angka ini setara dengan 63 persen dari total kasus yang dilaporkan sepanjang 2019.
Organisasi masyarakat sipil mengoperasikan pusat layanan terpadu bagi wanita dan anak-anak di 34 provinsi dan sekitar 436 kabupaten/kota dan memberikan layanan konseling dan dukungan dengan kualitas bervariasi bagi para korban kekerasan. Pusat layanan besar di tingkat provinsi memberikan layanan psiko-sosial yang lebih komprehensif. Para wanita yang tinggal di area pedesaan atau distrik yang tidak memiliki sarana tersebut kesulitan menerima layanan bantuan, dan sebagian sarana tersebut hanya buka enam jam sehari, dan bukan 24 jam sebagaimana mestinya. Secara nasional, kepolisian membuka “ruang krisis khusus” atau “pos khusus perempuan” di mana petugas wanita menerima laporan dari wanita dan anak-anak yang menjadi korban serangan seksual dan perdagangan orang dan juga sebagai penampungan sementara bagi para korban.
Selain gugus tugas anti perdagangan manusia tingkat provinsi di 32 provinsi, pemerintah memiliki 251 gugus tugas di tingkat daerah (kabupaten atau kota), yang umumnya dipimpin oleh kepala pusat layanan terpadu daerah atau kantor dinas sosial daerah.
Mutilasi/Pemotongan Alat Kelamin Wanita (FGM/C): FGM/C dilaporkan terjadi secara rutin. Laporan UNICEF tahun 2017 berdasarkan data pemerintah tahun 2013 mengestimasi bahwa 49 persen gadis berusia 11 tahun ke bawah mengalami FGM/C dalam bentuk tertentu, dan kebanyakan dari mereka menjalani prosedur ini sebelum berusia enam bulan. Laporan media mengabarkan bahwa khitanan massal tahunan masih terjadi, termasuk acara yang diadakan oleh Yayasan As-Salaam , yang membayar orangtua agar mengizinkan putrinya mengikuti prosedur Tipe IV yang, menurut WHO, melibatkan proses penusukan, penggoresan, atau penindikan atas alasan non-medis. Undang-undang nasional yang melarang praktik ini namum belum pernah diperkarakan di pengadilan karena belum ada seorang pun yang pernah didakwa melakukan FGM/C.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA ) terus melakukan upaya mencegah FGM/C. Di 2019 kementerian membuat sebuah peta jalan atau roadmap antarpemerintah dengan tujuan menghapuskan praktik FGM/C sebelum 2030. Strategi ini berisi antara lain membentuk konsensus anti FGM/C dari bawah ke atas (bottom-up), dimulai dari upaya mengembangkan data lebih lengkap untuk praktik FGM/C guna menarik perhatian publik, meluruskan mitos lama, serta mengukur progres upaya penghentian praktik ini. Peta jalan ini juga berisi upaya kerja sama dengan para tokoh agama dan masyarakat lokal untuk mengedukasi publik seputar dampak berbahaya FGM/C.
Pelecehan Seksual: Undang-undang melarang tindakan publik tak senonoh sebagai dasar bagi pengaduan pidana yang berasal dari pelecehan seksual. Pelanggar dapat dijatuhi hukuman hingga dua tahun delapan bulan penjara dan denda dalam jumlah kecil. Organisasi masyarakat sipil dan LSM melaporkan upaya pelecehan seksual merupakan masalah berskala nasional. Di bulan Juli, DPR mengeluarkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang telah lama dinantikan, dari Prolegnas 2020, dengan dalih pandemi COVID-19.
Para korban kekerasan seksual dan aktivis pembela hak korban kecewa dengan keputusan ini, dan koalisi dari sejumlah organisasi (GERAK Perempuan) melakukan unjuk rasa mingguan di depan gedung DPR untuk menuntut disahkannya RUU tersebut.
Pemaksaan dalam Pengendalian Populasi: Tidak ada laporan adanya aborsi atau sterilisasi paksa yang dilakukan oleh aparat pemerintah.
Diskriminasi: Undang-undang menjamin status hukum dan hak yang sama bagi pria dan wanita dalam undang-undang keluarga, ketenagakerjaan, properti, dan kewarganegaraan, namun tidak memberi hak warisan yang setara untuk janda. Hukum menetapkan bahwa pekerjaan wanita di luar rumahnya tidak boleh berbenturan dengan perannya dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mendidik anak-anaknya. Hukum menetapkan pria sebagai kepala rumah tangga.
Perceraian dapat diajukan oleh pria maupun wanita. Banyak wanita cerai yang tidak menerima tunjangan, karena tidak ada sistem yang mewajibkan praktik tersebut. Hukum mewajibkan wanita cerai menunggu 40 hari sebelum dapat menikah lagi; pria dapat langsung menikah lagi.
Komnas Perempuan memandang banyak peraturan dan kebijakan daerah bersifat diskriminatif. Ini termasuk “UU moralitas” dan peraturan antiprostitusi. Lebih dari 70 peraturan daerah di berbagai lokasi di seluruh negeri mewajibkan perempuan berpakaian secara konservatif atau memakai hijab. Di bulan Juni, kabupaten Lombok Tengah memerintahkan semua PNS Muslimah mengenakan cadar atau niqab/penutup wajah Islam alih-alih masker sebagai upaya memerangi pandemi COVID-19. Para pegiat HAM memandang peraturan ini diskriminatif karena PNS pria dan wanita non-Muslim tidak dikenai aturan untuk busananya. Kemendagri bertanggung jawab “mengharmonisasi” peraturan daerah yang tidak sejalan dengan peraturan nasional dan dapat memberi rekomendasi pada Mahkamah Konstitusi guna menjadikan peraturan daerah dapat dicabut. Hingga kini kementerian belum memanfaatkan wewenang ini.
Perempuan menghadapi diskriminasi di dunia kerja, baik dalam proses mencari kerja maupun mendapatkan kompensasi yang adil (lihat bab 7.d.).
ANAK-ANAK
Akta Kelahiran: Status kewarganegaraan diturunkan dari orangtua atau melalui kelahiran di wilayah nasional. Akta kelahiran dapat ditolak jika kewarganegaraan orangtua tidak dapat ditentukan. Tanpa akta kelahiran, keluarga dapat mengalami kesulitan dalam mengakses benefit asuransi pemerintah dan pada saat hendak menyekolahkan anak.
Undang-undang melarang pengenaan biaya untuk penerbitan dokumen identitas resmi dari catatan sipil. Kendati demikian, LSM melaporkan bahwa di sejumlah daerah, petugas tidak memberikan akta kelahiran secara gratis.
Pendidikan: Meski konstitusi menetapkan bahwa pemerintah wajib memberikan pendidikan gratis, itu tidak mencakup biaya buku pelajaran, seragam, transportasi, dan biaya non-pendidikan lainnya. Kemendikbud, sebagai perwakilan sekolah negeri dan swasta, dan Kemenag yang mewakili sekolah Islam dan madrasah, memberlakukan sebuah sistem yang memberi bantuan finansial kepada para siswa dari keluarga berpenghasilan rendah untuk keperluan pendidikannya. Namun tingkat kemiskinan yang tinggi di seluruh negeri membuat pendidikan sulit dijangkau oleh banyak anak-anak.
Menurut data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), di 2017 sekitar dua juta anak berusia tujuh sampai 15 tahun tidak mendapat pendidikan dasar atau menengah, dan tingkat pendidikan sekolah di sebagian daerah hanya sebesar 33 persen.
Pelecehan Anak: Undang-undang melarang tindak pelecehan terhadap anak, namun LSM mengkritik lambatnya respons polisi terhadap aksi tersebut. Undang-undang juga menyinggung eksploitasi ekonomi dan seks terhadap anak-anak. Sejumlah pemerintah daerah tidak menegakkan peraturan ini. Di bulan Juni seorang pengurus gereja ditahan atas tuduhan melecehkan sedikitnya 20 putra altar berusia antara 11 hingga 15 sejak 2002. Dia diancam hukuman penjara lima sampai 15 tahun serta denda berjumlah besar. Di bulan yang sama, kepolisian menahan seorang pensiunan warga negara Prancis di Jakarta atas tuduhan melakukan pelecehan terhadap 300 anak dan memukuli mereka yang menolak berhubungan dengannya. Dia juga dituduh merekam aksinya dengan anak-anak ini, dan polisi menyelidiki apakah dia mencoba menjual video rekamannya. Menurut polisi, dia bunuh diri di bulan Juli saat mendekam di tahanan sebelum proses persidangannya selesai.
Perkawinan Anak, Perkawinan Dini dan Perkawinan Paksa: Pada September 2019 DPR dan pemerintah setuju menaikkan usia minimal perkawinan bagi perempuan berusia dari 16 menjadi 19 tahun; untuk pria usia minimal adalah 19 tahun. Pengecualian untuk syarat usia minimal diizinkan dengan persetujuan dari pengadilan. Pengadilan secara resmi mengizinkan lebih dari perkawinan 33.000 anak dengan persetujuan orangtua antara Januari dan Juni 2020, meningkat drastis dari 24.000 perkawinan anak yang diizinkan sepanjang 2019. Para aktivis hak anak menyuarakan kekhawatiran bahwa meningkatnya tekanan ekonomi akibat COVID-19 dapat berujung pada orangtua yang menikahkan anaknya untuk mengurangi beban ekonomi rumah tangganya. BPS melaporkan di 2018 bahwa sekitar 11 persen anak gadis di Indonesia menikah sebelum genap berusia 18 tahun. Provinsi dengan angka pernikahan dini tertinggi antara lain Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, , Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.. Pendorong utama pernikahan dini adalah kemiskinan, tradisi budaya, norma agama, dan kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi.
Penekanan angka pernikahan anak adalah salah satu target yang ditetapkan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Pemerintah berniat mengurangi pernikahan anak di dalam negeri ke angka 8,7 persen dari total angka pernikahan sebelum 2024. Pada 4 Februari, pemerintah meluncurkan Strategi Nasional untuk Pencegahan Perkawinan Anak.
Eksploitasi Seks pada Anak: Undang-undang melarang hubungan seks konsensual di luar nikah dengan gadis berusia di bawah 15 tahun. Undang-undang tidak menyinggung hubungan seks heteroseksual antara wanita dan anak laki-laki, tetapi melarang hubungan seks sesama jenis antara orang dewasa dan anak-anak.
Undang-undang melarang eksploitasi seks komersial terhadap anak dan pemanfaatan anak dalam aktivitas terlarang. Undang-undang juga melarang pornografi anak dan menetapkan hukuman maksimal 12 tahun penjara serta denda berjumlah besar untuk upaya memproduksi atau memperdagangkan pornografi anak.
Menurut data 2016, data terkini dari Kemensos, terdapat 56.000 pekerja seks di bawah umur di Indonesia; UNICEF memperkirakan bahwa secara nasional terdapat 40.000 sampai 70.000 anak yang menjadi korban eksploitasi seks dan 30 persen dari pekerja seks komersial perempuan adalah anak-anak.
Anak-anak Terlantar: Data terakhir Kemensos dari 2017 diperkirakan terdapat 16.000 anak jalanan di Indonesia. Pemerintah terus menyalurkan dana untuk tempat penampungan yang dikelola oleh LSM lokal dan menanggung biaya pendidikan bagi sejumlah anak jalanan. Kemensos di 2019 mencatat bahwa sebanyak 183.104 anak yang terdaftar dalam sistem Data Kesejahteraan Sosial Terpadunya, 106.406 di antaranya tinggal di institusi kesejahteraan anak, dan 76.698 lainnya tinggal bersama kerabat. Kementerian mencatat ada 8.320 anak jalanan yang menerima bantuan, meski LSM menilai bahwa jumlah anak jalanan yang sebenarnya jauh lebih tinggi.
Penculikan Anak Internasional: Indonesia bukan merupakan anggota 1980 Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction. Lihat Laporan Tahunan Deplu perihal Penculikan Anak Internasional di https://travel.state.gov/content/travel/en/International-Parental-Child-Abduction/for-providers/legal-reports-and-data/reported-cases.html.
SENTIMEN ANTI-YAHUDI
Populasi yahudi di Indonesia sangat kecil, dengan perkiraan sekitark aksi anti-Yahudi sepanjang 2020, namun studi di tahun-tahun terakhir menunjukkan tingginya sentimen anti-Yahudi.
PENYELUNDUPAN MANUSIA
Lihat Laporan Penyelundupan Manusia dari Deplu di https://www.state.gov/trafficking-in-persons-report/.
PENYANDANG DISABILITAS
Undang-Undang melarang diskriminasi terhadap orang yang memiliki disabilitas fisik ataupun mental dan mewajibkan fasilitas umum menyediakan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas. Undang-Undang berlaku untuk pendidikan, ketenagakerjaan, layanan kesehatan, serta layanan pemerintah lainnya namun jarang ditegakkan. Pasal UU hak disabilitas yang komprehensif menetapkan sanksi kriminal bagi pelanggar hak penyandang disabilitas.
Kelompok masyarakat yang rentan, termasuk penyandang disabilitas, telah terkena dampak besar akibat krisis COVID-19. Mereka mengalami kesulitan mengakses informasi seputar pandemi, menerapkan strategi kesehatan umum terkait virus, dan menerima perawatan kesehatan dari penyedia jasa.
Menurut data pemerintah, sekitar 30 persen dari 1,6 juta anak penyandang disabilitas dapat mengakses pendidikan. Lebih dari 90 persen anak penyandang tunanetra dikabarkan buta huruf. Di bulan Februari dan Juli, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang mewajibkan pengadilan dan fasilitas pendidikan di semua tingkatan dapat diakses oleh penyandang disabilitas.
Menurut KPU, ada sebanyak 137.247 kandidat pemilih disabilitas potensial dari 105 juta pemilih terdaftar untuk memilih kepala daerah. Namun angka tersebut dapat berubah seiring proses verifikasi pemilih. Undang-undang menjamin penyandang disabilitas hak memilih dan mencalonkan diri dan prosedur KPU menjamin penyandang disabilitas untuk memberikan suara.
Meski dilarang pemerintah, LSM melaporkan bahwa di beberapa kasus masih ada keluarga, tabib tradisional, dan staf institusi yang melakukan pemasungan terhadap penyandang disabilitas psikososial, hingga bertahun-tahun. Pemerintah terus memprioritaskan penghapusan praktik ini, dan Kemensos menandatangani nota kesepahaman dengan kementerian dan lembaga penegakan hukum yang terkait untuk meningkatkan koordinasi guna menangani isu ini. Meski mengakui praktik pemasungan terus menurun angkanya, LSM mencatat kurangnya kesadaran publik terhadap isu ini.
MASYARAKAT ADAT
Pemerintah memandang semua masyarakat sebagai “masyarakat adat” tetapi mengakui keberadaan sejumlah “masyarakat terasing” dan hak mereka untuk sepenuhnya mengikuti proses politik dan sosial. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengestimasi antara 50 sampai 70 juta warga adat di Indonesia. Komunitas ini termasuk suku Dayak di Kalimantan, para keluarga yang hidup sebagai pengembara laut, dan 312 kelompok adat yang diakui resmi di Papua. Masyarakat adat, terutama di Papua dan Papua Barat, mengalami diskriminasi dan nyaris tak ada perubahan dalam taraf pengakuan atas hak lahan tradisionalnya. Pemerintah gagal mencegah perusahaan, yang kerap berkolusi dengan unit militer dan kepolisian setempat, untuk merampas lahan masyarakat adat. Pejabat pemerintah pusat dan daerah juga diduga menerima suap dari perusahaan tambang dan perkebunan sebagai ganti untuk mendapatkan akses lahan milik warga adat.
Aktivitas penambangan dan pembalakan, banyak di antaranya ilegal, menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan hukum yang besar bagi masyarakat adat. Masyarakat Melanesia di Papua menyebut rasisme dan diskriminasi sebagai pemicu aksi kekerasan dan ketimpangan ekonomi di wilayah tersebut.
Sejak 2016 pemerintah telah memberikan lebih dari 50.000 hektar konsesi hutan kepada sembilan kelompok warga adat lokal. Pemberian lahan hutan adat ini merupakan klasifikasi lahan baru yang dikhususkan bagi kelompok adat. Meski demikian, akses ke tanah leluhur tetap menjadi penyebab utama ketegangan di seluruh negeri, dan perusahaan besar dan pemerintah terus melakukan penggusuran terhadap warga dari tanah leluhurnya.
Pada 17 Februari, polisi menahan Dilik Bin Asap dan Hermanus Bin Bison terkait tuduhan dari perusahaan minyak sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada bahwa kedua pria tersebut mencuri buah di lahan yang diklaim milik perusahaan tersebut di Kabupaten Lamandau,Kalimantan Tengah. Tanah itu juga diklaim oleh penduduk Dayak setempat, yang mengatakan pemerintah secara ilegal memberikan konsesi lahan untuk perusahaan yang bersinggungan dengan lahan milik warga Dayak. Upaya lobi masyarakat untuk mengatasi sengketa tersebut masih belum membuahkan hasil.
Pada 7 Maret, kepolisian Jakarta juga menahan petani dan aktivis hak lahan James Watt, yang pergi ke Jakarta untuk melaporkan penahanan Dilik dan Hermanus ke Komnas HAM. Setelah penahanan Watt, dia dikembalikan ke Kalimantan dan didakwa mendalangi upaya pemakaian lahan secara tidak sah. Pada 26 April, rekan pembela Watt, Hermanus , tewas dalam penahanan prasidang. Aparat menolak petisi dari pengacaranya yang meminta dibebaskan untuk menjalani penanganan medis karena kondisinya yang terus memburuk. Tanggal 15 Juni, pengadilan lokal menjatuhkan vonis pencurian kepada Dilik Bin Asap dan James Watt. Keduanya menyatakan akan naik banding.
Di bulan Agustus, masih terkait sengketa yang sama, kepolisian menahan Effendi Buhing, kepala masyarakat adat Dayak lokal, karena memerintahkan warga lokal mencuri peralatan milik perusahaan minyak sawit. Polisi melepas Effendi dua hari setelah ditahan. Effendi kemudian melaporkan aksi penahanannya ke Komnas HAM.
AKSI KEKERASAN, KRIMINALISASI, DAN PELANGGARAN LAINNYA BERDASARKAN ORIENTASI SEKS DAN IDENTITAS GENDER
Tidak ada hukum nasional yang memidanakan aktivitas seks sesama jenis, kecuali bila dilakukan oleh orang dewasa dengan anak di bawah umur. Hukum syariah Aceh menetapkan aktivitas seks sesama jenis sebagai aksi ilegal dan dapat dihukum maksimal 100 cambukan, denda berjumlah besar, atau 100 bulan penjara. Menurut kepala lembaga syariah di Aceh, butuh sedikitnya empat orang saksi yang menyaksikan perbuatan seks sesama jenis agar pelakunya dapat dihukum. Organisasi setempat melakukan unjuk rasa anti LGBTI.
Memproduksi media yang menunjukkan aktivitas seks sesama jenis, secara samar dan tercantum dalam UU, kerap dituntut sebagai tindak kejahatan berdasarkan undang-undang antipornografi. Hukuman antara lain denda dalam jumlah amat besar serta penjara antara enam bulan sampai 15 tahun, kejahatan yang melibatkan anak di bawah umur akan menerima hukuman lebih berat.
Di bulan September polisi menahan sembilan orang yang diduga mengadakan pesta gay di sebuah hotel di Jakarta. Polisi menyatakan mereka didakwa atas pasal pornografi dalam KUHP. Sebuah koalisi LSM memprotes upaya penahanan tersebut, dengan alasan aktivitas itu tidak termasuk aksi pornografi dalam UU dan kepolisian telah melanggar wewenangnya dengan menahan mereka karena perbuatan pribadi. Media melaporkan bahwa polisi membentuk gugus tugas khusus untuk menyelidiki dugaan aktivitas homoseks.
UU antidiskriminasi tidak melindungi kelompok LGBTI dan aksi diskriminasi dan kekerasan terhadap mereka terus berlanjut. Keluarga kerap memasukkan remaja LGBTI ke sesi terapi, mengurung mereka di rumah, atau memaksa mereka menikahi lawan jenis.
Menurut laporan media dan LSM, aparat setempat melecehkan para transgender, termasuk memaksa mereka mematuhi perilaku budaya sesuai jenis kelamin biologisnya, serta memaksa meminta uang saat mereka ditahan. Dalam banyak kasus, petugas gagal melindungi kaum LGBTI dari pelecehan sosial. Korupsi, bias, dan kekerasan oleh polisi membuat kaum LGBTI menghindari interaksi dengan polisi. Petugas kerap mengabaikan laporan formal oleh korban dan orang terdampak, termasuk menolak menyelidiki aksi perundungan yang dilakukan kepada kaum LGBTI. Dalam kasus pidana yang melibatkan korban LGBTI, polisi menyelidiki kasus dengan cukup baik, selama tersangka tidak terafiliasi dengan kepolisian. Human Rights Watch Indonesia mencatat retorika anti-LGBTI di Indonesia meningkat sejak 2016.
Di bulan April, seorang wanita transgender dibakar hingga tewas di Jakarta setelah dituduh mencuri. Polisi menahan empat orang dan kasus ini diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk menjalani proses peradilan.
Polisi menahan pemengaruh media sosial setelah memposting video dirinya membagikan sampah yang dikemas dalam kotak makanan ke para wanita transgender. Para korban membatalkan tuntutannya untuk kasus ini. Anggota komunitas LGBTI mencatat peningkatan intoleransi setelah polisi di Jatim membuka enam kasus pedofilia terhadap anggota kelompok LGBTI di bulan Januari dan Februari.
Kelompok transgender mengalami diskriminasi dalam dunia kerja dan akses ke layanan publik serta kesehatan umum. LSM mencatat adanya penolakan petugas untuk memberikan KTP kepada kaum transgender. Undang-undang hanya mengizinkan kaum transgender secara resmi mengubah gendernya setelah menyelesaikan proses operasi alat kelamin. Sejumlah pengamat menyatakan proses ini sangat rumit dan merendahkan karena hanya diperbolehkan dalam situasi khusus yang tidak dijabarkan dan memerlukan perintah pengadilan yang menyatakan bahwa operasi tersebut telah selesai.
LSM LGBTI mengadakan acara umum (namun kerap dirahasiakan) karena surat izin untuk pengadaan acara sulit didapat.
STIGMA SOSIAL TERHADAP HIV DAN AIDS
Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masih merajalela, meski pemerintah berupaya menggalakkan toleransi. Tingkat toleransi sosial sangat bervariasi dan petugas mengkhawatirkan reaksi dari kaum religius konservatif yang kerap berujung pada pembungkaman upaya pencegahan. Rintangansosial dalam mengakses obat antiretroviral memakan biaya tinggi dan menjadikan obat-obatan ini tidak terjangkau oleh semua kalangan. Orang dengan HIV/AIDS dilaporkan terus mengalami diskriminasi dalam dunia kerja. Kerja sama erat antara Kemenkes dan organisasi masyarakat sipil memperluas jangkauan kampanye pemerintah dalam mambangun kesadaran; namun sebagian klinik menolak memberi pelayanan pada orang dengan HIV/AIDS.
PELANGGARAN ATAU DIKRIMINASI SOSIAL LAINNYA
Individu yang didiagnosa atau diduga mengidap COVID-19 mengalami diskriminasi di lingkungannya.
Mereka yang dicurigai mempraktekkan ilmu hitam kerap menjadi target kekerasan. Di bulan Mei seorang pria ditikam oleh seseorang yang menuduhnya seorang dukun. Di bulan Juli, sekelompok orang menyerang dua pria yang dituduh menggunakan perdukunan untuk menggandakan uang.
Bab 7. Hak Buruh
- KEBEBASAN BERASOSIASI DAN HAK PERUNDINGAN KOLEKTIF
Undang-undang dengan pembatasanpembatasan, menjamin hak buruh untuk bergabung ke dalam serikat independen, melakukan aksi mogok sesuai hukum, dan berunding secara kolektif. Undang-undang melarang diskriminasi anti-serikat.
Para buruh di sektor swasta berhak, berdasarkan hukum, berasosiasi dan membentuk dan bergabung ke dalam serikat pilihannya tanpa memerlukan izin terlebih dulu atau syarat berlebihan. Hukum membatasi aktivitas organisasi kepada pekerja di sektor publik. Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya dapat membentuk asosiasi pegawai dengan pembatasan atas hak tertentu, seperti hak melakukan aksi mogok. Para pegawai di perusahaan BUMN dapat membentuk serikat, namun karena pemerintah memperlakukan perusahaan tersebut sebagai entitas kepentingan nasional yang penting, hak mereka untuk melakukan aksi mogok dibatasi.
Hukum menetapkan bahwa 10 orang pekerja atau lebih berhak membentuk sebuah serikat, dengan keanggotaan terbuka bagi semua pekerja, tanpa peduli afiliasi politik, agama, etnis, atau gender. Kemenaker mencatat, alih-alih menyetujui, pembentukan serikat, federasi, atau konfederasi dan memberinya nomor pendaftaran.
Hukum mengizinkan pemerintah membuat petisi pada pengadilan untuk membubarkan serikat jika bertentangan dengan UUD atau Pancasila, yang mencakup kepercayaan mendasar kepada Tuhan YME, keadilan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Pihak berwenang dapat memaksa membubarkan serikat jika pimpinan atau anggotanya, dengan mengatasnamakan serikat, melakukan tindak kejahatan terhadap keamanan negara dan dapat dikenakan hukuman minimal lima tahun penjara. Setelah serikat dibubarkan, pimpinan dan anggotanya tidak diizinkan membentuk serikat baru selama sedikitnya tiga tahun. Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat kekhawatirannya bahwa pembubaran serikat bisa tidak sepadan dengan tingkat pelanggaran.
Hukum menyertakan sejumlah pembatasan terhadap perundingan kolektif, termasuk persyaratan bahwa serikat atau serikat yang mewakili lebih dari 50 persen tenaga kerja perusahaan untuk menegosiasikan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Buruh dan pihak perusahaan memiliki waktu 30 hari untuk memutuskan PKB sebelum negosiasi berlanjut ke arbitrase. PKB memiliki masa berlaku dua tahun yang dapat diperpanjang untuk satu tahun oleh kedua pihak. Serikat mencatat bahwa hukum mengizinkan perusahaan menunda negosiasi PKB dengan sejumlah konsekuensi hukum.
Secara hukum, hak melakukan aksi mogok dibatasi. Berdasarkan undang-undang, buruh harus menyerahkan pemberitahuan tertulis kepada pihak berwenang dan juga perusahaan tujuh hari sebelum aksi mogok dilaksanakan agar dianggap sah. Pemberitahuan harus mencantumkan waktu mulai dan selesai, lokasi, dan alasan aksi, dan harus ditandatangani oleh pimpinan dan sekretaris serikat. Sebelum melakukan aksi mogok, pekerja harus mengikuti proses mediasi dengan pihak perusahaan, lalu dengan mediator pemerintah atau aksi mogoknya berpeluang dinyatakan tidak sah. Jika aksi mogok tidak sah, perusahaan dapat mengajukan dua permintaan tertulis dalam kurun tujuh hari kepada buruh agar kembali bekerja. Buruh yang tidak kembali bekerja setelah adanya permintaan ini dianggap mengundurkan diri.
Semua aksi mogok di “perusahaan yang melayani kepentingan masyarakat umum atau perusahaan yang bila aktivitasnya dihentikan dapat membahayakan keselamatan jiwa manusia” dianggap ilegal. Peraturan tidak menetapkan jenis perusahaan yang masuk dalam kategori ini, dan keputusan sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Keputusan presiden dan menteri mengizinkan perusahaan atau area industri meminta bantuan polisi dan militer jika terjadi gangguan atau ancaman terhadap “objek vital nasional” dalam yurisdiksinya. ILO mencatat bahwa definisi “objek vital nasional” terus meluas dan konsekuensinya menetapkan pembatasan yang terlampau luas untuk aktivitas serikat buruh resmi, termasuk dalam zona pemrosesan ekspor. Peraturan juga menetapkan aksi mogok ilegal jika “bukan hasil dari negosiasi yang gagal.” Serikat menduga bertambahnya jumlah “objek vital nasional” oleh pemerintah belakangan ini dilakukan untuk membenarkan upaya pengerahan aparat keamanan untuk membatasi aksi mogok.
Pemerintah tidak selalu secara efektif menegakkan pasal UU yang melindungi kebebasan berasosiasi atau mencegah diskriminasi antiserikat. Kasus diskriminasi antiserikat bergerak amat lamban melalui sistem peradilan. Penyuapan dan korupsi yudisial dalam sengketa pekerja terus berlanjut, dan serikat menyatakan bahwa pengadilan jarang memberi putusan yang berpihak pada buruh, bahkan dalam kasus di mana Kemenaker merekomendasikan putusan yang berpihak pada buruh. Meski para buruh kadang menerima pesangon atau kompensasi lainnya, hampir pasti mereka tidak dapat kembali bekerja. Pihak berwenang memanfaatkan pasal hukum untuk menuntut anggota serikat karena melakukan aksi mogok, seperti kejahatan karena “hasutan tindakan yang dapat dikenai hukuman” atau melakukan “tindakan yang tidak menyenangkan,” yang bisa memidanakan berbagai jenis tindakan.
Penalti untuk pelanggaran pidana dari hukum yang melindungi kebebasan berasosiasi dan hak mengikat Perjanjian Kerja Bersama mencakup hukuman penjara dan denda, dan umumnya sepadan dengan aksi kejahatan serupa. Kantor dinas tenaga kerja di daerah bertanggung jawab untuk penegakan hukum ini, yang sulit dilakukan terutama di zona promosi ekspor. Penegakan PKB bervariasi tergantung kapasitas dan kepentingan pemerintah wilayah masing-masing.
Sejumlah praktik yang lumrah terjadi menghambat kebebasan berasosiasi. Intimidasi antiserikat paling sering dalam bentuk PHK, mutasi, atau pengajuan tuntutan pidana yang tidak berdasar. Para aktivis buruh mencatat bahwa perusahaan mendalangi pembentukan sejumlah serikat, termasuk serikat “kuning” (yang dikendalikan perusahaan), untuk lemahkan serikat buruh resmi. Sejumlah perusahaan mengancam buruh yang berhubungan dengan penyelenggara serikat. Perusahaan kerap menuntut pimpinan serikat atas kerugian yang ditimbulkan akibat aksi mogok. Serikat juga menuduh perusahaan umumnya memutasi pimpinan serikat yang dianggap bermasalah.
Banyak aksi mogok tidak diakui atau aksi mogok liar yang terjadi setelah terjadi kebuntuan dalam perselisihan yang telah berlangsung lama atau saat perusahaan menolak mengakui serikat. Serikat mencatat bahwa perusahaan juga memanfaatkan proses birokratis yang dibutuhkan untuk merintangi aksi mogok. Serikat menyebutkan bahwa perusahaan yang mengulur waktu dalam proses negosiasi PKB turut menjadi faktor dalam aksi mogok dan upaya hukum yang diambil terhadap anggota serikat dalam kasus gagalnya negosiasi PKB. ILO mencatat kurangnya budaya perundingan kolektif yang kuat sebagai faktor pendukung terhadap banyaknya sengketa buruh.
Meningkatnya pemakaian pekerja kontrak secara langsung memengaruhi hak buruh untuk berorganisasi dan berunding secara kolektif. Menurut hukum, pekerja kontrak hanya untuk pekerjaan yang “bersifat sementara”; perusahaan dapat melakukan alih daya untuk jenis pekerjaan yang merupakan aktivitas pelengkap dalam operasional usaha. Peraturan pemerintah membatasi perusahaan untuk melakukan alih daya di lima kategori sektor pekerjaan (jasa pembersihan, keamanan, transportasi, katering, dan pekerjaan terkait industri tambang). Kendati demikian, banyak perusahaan yang melanggar peraturan ini, kadang dengan bantuan kantor dinas ketenagakerjaan di daerah . Sebagai contoh, serikat melaporkan bahwa pemilik hotel kerap berupaya menggunakan pengecualian jasa pembersihan untuk membenarkan upaya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap staf tata graha atau housekeeping di hotel yang berserikat, dan melakukan alih daya untuk jenis pekerjaan ini.
Pada 3 November, Presiden Jokowi menandatangani UU Cipta Kerja, yang memberi perubahan signifikan kepada lebih dari 70 UU buruh, pajak, dan lainnya untuk menghapus red tape atau pelayanan birokrasi berbelit-belit dan menjadikan Indonesia lebih terbuka untuk investasi. Serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil memprotes pasal UU tersebut, yang menurut mereka melemahkan perlindungan buruh serta mengizinkan upaya penyerobotan lahan adat dan lahan yang dilindungi.
- LARANGAN KERJA PAKSA ATAU KERJA WAJIB
Hukum melarang segala bentuk upaya kerja paksa atau kerja wajib, dengan ancaman hukuman penjara dan denda, yang setara dengan pelanggaran serupa.
Untuk membatasi risiko terjadinya kerja paksa terhadap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, Sistem Jaminan Sosial Nasional memasukkan para pekerja migran beserta keluarganya ke dalam program jaminan sosial nasional, ini mengizinkan pihak berwenang untuk menuntut tersangka yang terlibat dalam perekrutan dan penempatan tenaga kerja secara ilegal, dan membatasi peran agen resmi penyalur dan penempatan jasa tenaga kerja swasta dengan mencabut wewenangnya dalam mendapatkan dokumen perjalanan bagi para pekerja migran. Instansi pemerintah dapat menangguhkan izin agen karena upaya perekrutan atau penandatanganan kontrak yang bersifat memaksa atau menipu, mengirim pekerja migran ke negara tujuan yang tidak sah, pemalsuan dokumen, perekrutan pekerja di bawah umur, pungutan liar (seperti meminta gaji pekerja untuk beberapa bulan sebelum dilakukan pekerjaan), dan pelanggaran lainnya.
Pemerintah tetap melanjutkan moratoriumnya untuk pengiriman pekerja rumah tangga ke negara tertentu di mana warganya menjadi korban upaya kerja paksa. Sejumlah pengamat mencatat moratorium ini berujung pada meningkatnya jumlah pekerja yang mencari layanan jasa broker atau calo dan agen penempatan tenaga kerja ilegal untuk memfasilitasi perjalanannya, yang meningkatkan kerentanan mereka terhadap pedagangan manusia. Pemerintah menegaskan moratorium ini perlu dilakukan hingga negara penerima dapat menjamin perlindungan terhadap upaya pelecehan dan eksploitasi kepada pekerja migran.
Pemerintah tidak secara efektif menegakkan peraturan ini. Terdapat laporan kredibel yang menyebut bahwa upaya kerja paksa terjadi, termasuk kerja paksa dan wajib kerja kepada anak-anak (lihat bab 7.c.). Kerja paksa terjadi dalam sektor pembantu rumah tangga, dan sektor pertambangan, manufaktur, perikanan, pengolahan ikan, konstruksi, dan pertanian/perkebunan.
Lihat juga Laporan Perdagangan Manusia dari Deplu di https://www.state.gov/trafficking-in-persons-report/.
- LARANGAN UNTUK PEKERJA ANAK DAN USIA MINIMUM UNTUK BEKERJA
Undang-undang dan peraturan melarang pekerja anak dan mencakup semua anak berusia antara lima sampai 12 tahun. Anak-anak berusia 13 dan 14 tahun dapat bekerja hingga 15 jam per minggu; anak berusia 15 sampai 17 tahun dapat bekerja hingga 40 jam per minggu (tidak dalam jam sekolah atau malam hari dan dengan izin tertulis dari orangtua). Hukum melarang bentuk terburuk dari pekerja anak, sebagaimana dijabarkan oleh ILO. Namun hukum tersebut tidak mencakup sektor ekonomi informal, di mana sebagian besar pekerja anak terjadi. Perusahaan yang secara hukum mempekerjakan anak demi tujuan pertunjukan artistik dan kegiatan serupa wajib mencatat aktivitas pekerjaannya. Perusahaan yang secara legal mempekerjakan anak demi tujuan lainnya tidak wajib memiliki catatan tersebut. Di 2019 melalui Program Keluarga Harapan, pemerintah menarik 18.000 pekerja anak.
Pemerintah tidak secara efektif menegakkan hukum yang melarang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, karena pemerintah tidak secara efektif menyelidiki, menuntut, atau memberikan sanksi kepada oknum yang melibatkan anak-anak dalam proses produksi, penjualan, atau pengedaran narkoba. Hukuman setimpal diberikan dengan tindak kejahatan serupa.
Pekerja anak umumnya terjadi di jasa pembantu rumah tangga, pertanian pedesaan, industri ringan, manufaktur, dan perikanan. Bentuk pekerjaan terburuk untuk anak terjadi dalam eksploitasi seks komersial, termasuk produksi pornografi anak (lihat juga bab 6, Anak-anak); kegiatan terlarang lainnya, termasuk pemaksaan menjadi pengemis dan produksi, penjualan dan pengedaran narkoba; serta dalam perikanan dan pekerjaan rumah tangga.
Menurut laporan 2019 Badan Pusat Statistik, terdapat sekitar 1,6 juta anak berusia 10 hingga 17 yang bekerja, khususnya di sektor ekonomi informal.
Lihat juga Hasil Temuan Kemnaker perihal Bentuk Terburuk dari Pekerja Anak di https://www.dol.gov/agencies/ilab/resources/reports/child-labor/findings dan Daftar Produk yang Dihasilkan dari Pekerja Anak atau Kerja Paksa di https://www.dol.gov/agencies/ilab/reports/child-labor/list-of-goods .
- DISKRIMINASI TERKAIT KETENAGAKERJAAN DAN JABATAN
Hukum melarang diskriminasi dalam hal ketenagakerjaan dan pekerjaan namun tidak secara spesifik terhadap status orientasi seks dan identitas gender, asal usul kebangsaan atau kewarganegaraan asal, usia, bahasa, atau HIV dan menyandang penyakit menular lainnya. Tidak terdapat larangan hukum terhadap wanita dalam dunia kerja yang membatasi jam kerja, pekerjaan, atau tugas.
Pemerintah tidak menegakkan hukum ini secara efektif. Hukuman setimpal dengan pelanggaran terhadap hukum serupa, namun tidak berlaku di luar sektor formal. Menurut sejumlah LSM, perlindungan anti-diskriminasi tidak selalu ditegakkan oleh perusahaan ataupun pemerintah. Kelompok pembela HAM mencatat bahwa sejumlah kementerian melakukan upaya diskriminasi terhadap wanita hamil, penyandang disabilitas, kelompok LGBTI, dan pengidap HIV positif dalam dunia kerja. Sebagai contoh, pada November 2019 Kejaksaan Agung secara terbuka menyatakan tidak akan menerima lamaran pekerjaan dari pelamar penyandang disabilitas atau kelompok LGBTI. Kemenaker, Kemeneg PPPA, Kemendagri, dan Bappenas bekerja sama untuk mengurangi ketidaksetaraan gender, termasuk mendukung peluang ketenagakerjaan yang setara di tingkat provinsi, kabupaten , dan kota. Namun besaran upah karyawan perempuan masih berada di bawah karyawan.
Pekerja migran dan penyandang disabilitas umumnya mengalami diskriminasi dalam dunia kerja dan kerap hanya diterima bekerja untuk tingkat jabatan rendah.
Sejumlah aktivis mengatakan bahwa di sektor manufaktur, perusahaan menempatkan perempuan dalam pekerjaan tingkat rendah dengan upah lebih rendah. Pekerjaan yang secara tradisional diasosiasikan dengan perempuan masih sangat kurang dihargai dan diregulasi. LSM mencatat adanya perilaku diskriminatif terhadap pekerja dalam rumah tangga yang terus marak terjadi.
- KONDISI KERJA YANG MEMADAI
Upah minimum berbeda di seluruh negeri, karena gubernur provinsi memiliki wewenang untuk menetapkan batas upah minimum dan bupati atau waikota berwenang untuk menetapkan batasan upah lebih tinggi. Upah minimum berada di atas garis kemiskinan resmi.
Peraturan pemerintah mengecualikan pekerja di sektor tertentu, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) serta industri padat karya seperti tekstil, dari persyaratan upah minimum.
Tarif upah lembur untuk kerja tambahan di luar 40 jam seminggu adalah 1,5 kali lipat dari upah normal per jam untuk jam pertama dan dua kali upah per jam untuk lembur tambahan, dengan maksimal tiga jam lembur per hari dan maksimal 14 jam per minggu.
Hukum mewajibkan perusahaan menyediakan lingkungan tempat kerja yang aman dan sehat serta memperlakukan para pekerja dengan hormat. Pekerja dapat menarik diri dari situasi yang membahayakan kesehatan atau keselamatan tanpa membahayakan statusnya sebagai pegawai.
Pejabat setempat dari Kemenaker bertanggung jawab menegakkan ketentuan upah minimum, jam kerja, serta peraturan kesehatan dan keselamatan. Hukuman atas pelanggaran antara lain denda dan hukuman penjara (untuk pelanggaran peraturan upah minimum), yang umumnya setimpal dengan pelanggaran serupa. Upaya penegakan oleh pemerintah masih belum memadai, terutama di perusahaan-perusahaan kecil, dan pengawasan standar ketenagakerjaan masih belum sepenuhnya dilakukan. Pejabat di tingkat provinsi dan daerah kerap tidak memiliki keahlian teknis yang diperlukan untuk menegakkan UU ketenagakerjaan secara efektif. Jumlah pengawas tidak cukup untuk menegakkan kepatuhan, meski di 2019 pemerintah secara signifikan meningkatkan pendanaan inspektorat untuk ketenagakerjaan, dengan bujet yang dikhususkan untuk menegakkan UU pekerja anak.
Pihak berwenang memberlakukan peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan upah minimum, hanya untuk sekitar 43 persen dari pekerja di sektor formal. Para pekerja di sektor informal tidak menerima perlindungan atau tunjangan yang sama dengan pekerja sektor formal, sebagian karena mereka tidak memiliki kontrak kerja legal yang dapat diperiksa oleh pengawas ketenagakerjaan.
Hukum tidak mewajibkan perusahaan memberi kepada pekerja rumah tangga upah minimum, asuransi kesehatan, kebebasan berasosiasi, ketentuan delapan jam kerja, hari istirahat, waktu libur, atau lingkungan kerja yang aman.
Para pekerja perkebunan/pertanian kerap bekerja dalam waktu panjang tanpa tunjangan asuransi kesehatan yang diwajibkan pemerintah. Mereka tidak memiliki peralatan keselamatan yang memadai serta pelatihan untuk keselamatan dalam menangani pestisida. Sebagian besar operator perkebunan membayar pekerja berdasarkan volume hasil panen, yang menyebabkan sebagian pekerja menerima kurang dari upah minimum dan bekerja dalam waktu lama demi memenuhi target volume.
Serikat terus mendesak pemerintah, terutama Kemenaker, untuk melakukan upaya lebih banyak dalam mengatasi catatan keselamatan pekerja yang buruk dan lemahnya penegakan peraturan kesehatan dan keselamatan, terutama di sektor konstruksi. Tidak ada estimasi secara nasional yang akurat untuk angka kematian atau cedera di tempat kerja. Di bulan April, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia mendesak pemerintah untuk mewajibkan para pemilik usaha mematuhi peraturan pemerintah dalam menangguhkan operasi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena COVID-19 karena banyak pekerja pabrik yang diharuskan masuk kerja oleh perusahaan, di mana ini melanggar peraturan PSBB dari pemerintah.