Laporan Hak Asasi Manusia di Indonesia tahun 2014

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia adalah negara demokrasi multi-partai. Pada tahun 2014 para pemilih telah memilih Joko Widodo (dikenal sebagai Jokowi) sebagai presiden. Para pengamat domestik dan internasional menilai bahwa pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 dilaksanakan secara bebas dan adil.  Pemerintah secara umum memegang kendali yang efektif atas aparat keamanan.

Pemerintah gagal untuk melaksanakan penyelidikan publik yang transparan terhadap sejumlah tuduhan atas pembunuhan yang tidak dapat dibenarkan, penyiksaan, dan pelecehan yang dilakukan oleh aparat keamanan.  Pemerintah memberlakukan undang-undang makar, penghujatan, pencemaran nama baik dan kesusilaan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berserikat dari para pendukung kebebasan yang damai, kelompok agama dan sosial, serta kelompok minoritas lainnya.   Kendati telah dilakukan penangkapan besar dan pendakwaan terhadap figure penting yang melakukan korupsi, namun korupsi yang tersebar luas baik di tubuh pemerintahan, mahkamah peradilan dan aparat keamanan masih menjadi persoalan penting.

Pembiaran oleh kepolisian, kurangnya perlindungan terhadap para kaum agama minoritas, pelanggaran terhadap para narapidana dan tahanan, kondisi penjara kurang layak, perdagangan orang, pekerja anak, dan kegagalan dalam menegakkan standar kerja  dan hak-hak para pekerja masih terus menjadi persoalan.

Dalam beberapa kejadian pemerintah menghukum para pejabat yang melakukan pelanggaran tersebut, namun hukumannya seringkali tidak sesuai dengan beratnya pelanggaran, sebagaimana terjadi dalam jenis tindak kejahatan lain.

Para gerilyawan separatis di Papua menewaskan sejumlah anggota aparat keamanan dan mencederai sejumlah anggota lainnya dalam beberapa serangan.

Bagian 1. Penghormatan terhadap Integritas Manusia, Termasuk Kebebasan dari:

 

a. Penghilangan Nyawa Secara Sewenang-wenang atau Melanggar Hukum

Selama tahun 2014, sejumlah kelompok hak asasi manusia dan media melaporkan kejadian dimana anggota militer dan kepolisian dicurigai melakukan sejumlah pembunuhan yang tidak dapat dibenarkan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki sejumlah tuduhan bahwa kepolisian, termasuk satuan kontra-teror Detasemen 88 telah menggunakan kekerasan yang berlebihan sehingga mengakibatkan kematianbaik dalam pelaksanaan operasinya atauapun dalam proses penangkapannya. Didalam kasus-kasus tersebut, kepolisian dan militer (TNI) seringkali tidak bersikap terbuka kepada publik mengenai temuan-temuan dari penyelidikan internal yang dilaksanakan, atau bahkan cenderung tidak terbuka mengenai  keberadaan penyelidikan yang dilaksanakan.

Sangatlah sulit untuk mengkonfirmasikan fakta-fakta, khususnya apabila pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh TNI atau kepolisian saling bertolak belakang dengan laporan para saksi.

Kekerasan masih terus terjadi di provinsi Papua dan Papua Barat sepanjang tahun ini, dan banyak dari kekerasan tersebut terkait dengan gerakan separatis di Papua. Sebagai contoh, pada tanggal 28 Juli, faksi Lanny Jaya dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dibawah pimpinan Enden Wanimbo menyerang delapan orang anggota kepolisian yang sedang melakukan perjalanan dari Lanny Jaya ke desa Maki untuk melaksanakan program penyuluhan keamanan masyarakat. Dua orang anggota, Bripda Zulkifli dan Bripda Prayoga Ginuni, tewas di tempat karena luka tembakan, dan mencederai enam orang anggota kepolisian lainnya. Sebagai tanggapan, tentara dan polisi melancarkan operasi gabungan di wilayah tersebut, dan selama pelaksanaannya dilaporkan bahwa oknum TNI dan Polisi membakar sejumlah bangunan di Wamena. Pada tanggal 1 Agustus, TNI mengumumkan bahwa dalam sebuah operasi militer di Kecamatan Pirime, TNI telah menewaskan lima orang anggota kelompok Wanimbo dan menyebabkan satu orang tentara cedera.

Kurangnya penyelidikan yang transparan terus menghambat akuntabilitas di dalam sejumlah kasus di masa lalu yang melibatkan aparat keamanan, termasuk pembunuhan dua orang anggota kelompok pro kemerdekaan pada saat mereka akan melaksanakan  ibadah dan  pengibaranbendera di Sorong pada tahun 2013, pembunuhan terhadap Mako Tabuni dan Tejoli Weya pada tahun 2012, dan pembunuhan terhadap tiga orang warga ketika pembubaran paksa Kongres Rakyat Papua yang Ketiga pada tahun 2011.

Tanggal 7 September merupakan peringatan 10 tahun terbunuhnya aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib. Pada tanggal 28 Nopember, Pollycarpus Budihari Priyanto, yang telah menjalani dua-pertiga dari masa hukuman karena keterlibatannya di dalam pembunuhan tersebut, dibebaskan secara bersyarat. Pembebasan bersyarat ini merupakan hal yang perkembangan paling baru dari rangkaian penuntutan, pendakwaan, dan perubahan masa hukuman bagi Priyanto yang dimulai dari penuntutan awal pada tahun 2004. Walaupun kelompok-kelompok hak asasi manusia terus menuduh bahwa sejumlah anggota Badan Intelijen Negara juga terlibat didalam pembunuhan Munir, penyelidikan mengenai hal ini masih tetap tidak berjalan.

Terdapat sejumlah laporan mengenai pembunuhan yang dilakukan atas nama pihak perusahan swasta, yang terkadang melibatkan oknum militer. Sebagai contoh, pada tanggal 5 Maret, enam orang anggota TNI menculik Titus Simanjuntak dari rumahnya di Jambi dan membawanya ke pos keamanan yang berada  di fasilitas PT Asiatic Persada. Sejumlah organisasi non-pemerintah (ORNOP) mengklaim bahwa Titus diculik karena keterlibatannya di dalam suatu konflik lahan yang telah berlangsung lama antara kelompok penduduk asli setempat, Suku Anak Dalam,dengan konglomerat PT Asiatic Persada. Menurut pengacara Titus, anggota TNI memukuli dan menyiksa Titus di dalam perjalanan dan saat berada di fasilitas tersebut.  Di sore harinya, kurang lebih 20 orang rekan petani datang ke fasilitas tersebut dan meminta agar Titus dilepaskan Diduga para personil TNI dan agen keamanan swasta tersebut memukuli enam orang dari para petani, menewaskan satu orang, Puji, dan melukai lima orang yakni  Khori Kuris,Adi,Ismail, Yanto, dan Dadang. Di bulan Juli, Pengadilan Militer Palembang menjatuhkan hukuman kepada enam orang anggota TNI yang terlibat, Ahmad Sufi Supradi, Yoyon Setiono, Febri Arga, Uut Usio Budi Utomo, Marsudiyono, dan Kaleb Dunan. Pengadilan menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara karena keterlibatan mereka di dalam insiden tersebut. Kepolisian Daerah Jambi menahan lima orang petugas keamanan swasta dari PT Asiatic Persada dan menuntut mereka dengan pasal berkenaan tentang kekerasan yang mengakibatkan kematian.

b. Penghilangan

Ada sejumlah laporan mengenai penculikan oleh aparat keamanan sepanjang tahun ini. Pemerintah dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat melaporkan minimnya kemajuan mengenai penghitungan atas  penghilangan orang secara paksa pada tahun-tahun sebelumnya atau mengenai penuntutan atas pihak-pihak yang diduga bertanggungjawab atas penghilangan tersebut.

Dede Khairudin, seorang penduduk di Perlis Langkat, dilaporkan hilang setelah dijemput oleh anggota militer dari Kodim Liliwangsa dan Pos Marinir Pangkalan Brandan. Enam orang pria, dua diantaranya membawa senjata laras panjang masuk kedalam rumah Khairudin pada pukul 2 pagi pada tanggal 28 Nopember 2013 untuk mencari Fendi Tanto, seorang tersangka dalam insiden penusukan terhadap Zulkifli, seorang  marinir dari pos marinir Pangkalan Brandan. Delapan pria tersebut menginterogasi Khairudin mengenai keberadaan Fendi Tato dan memaksanya untuk membawa mereka ke  lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian Fendi. Khairudin kemudian tidak pernah terlihat atau terdengar lagi sejak penangkapannya tersebut. Pada bulan Maret, istri dan anggota keluarganya yang lain melaporkan kejadian penyekapan tersebut kepada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang kemudian membuat laporan resmi kepada polisi militer. Polisi militer menahan Mardiansyah dan tujuh orang anggota militer lainnya, yang bersaksi bahwa mereka meninggalkan Khairudin di sebuah pasar setelah gagal menemukan Fendi Tato. Penyelidik militer mendakwa kedelapan anggota tersebut dengan dakwaan penghilangan secara paksa.

Pada tahun 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc terkait penyelidikan dan penuntutan terhadap pelaku penculikan para aktivis  prodemokrasi pada tahun 1998. Komnas HAM telah dua kali menyerahkan laporan dan bukti untuk digunakan dalam proses persidangan, tetapi pada bulan Juni Kejaksaan Agung mengembalikan kasus tersebut kepada Komnas HAM, dengan alasan kurangnya alat bukti.

c. Penganiayaan, tindak keji, dan hukuman yang tidak manusiawi serta perlakuan merendahkan martabat lainnya.

Undang-undang Dasar menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari Penganiayaan, tindak keji, dan hukuman yang tidak manusiawi serta perlakuan merendahkan martabat lainnya. Undang-undang menggolongkanpenggunaan kekerasan atau kekuatan oleh pejabat untuk mendorong suatu pengakuan, sebagai tindak pidana yang dapat dikenakan hukuman hingga empat tahun penjara, akan tetapi kitab undang-undang hukum pidana tidak secara khusus mengkriminalkan tindak penganiayaan. Pada tahun-tahun sebelumnya, para aparat penegak hukum secara luas mengabaikan tuduhan penganiayaan dan jarang menelusuri penyelidikan kasus yang berkaitan dengan  hukum tersebut.

Baru-baru ini pemerintah melakukan upaya untuk menuntut pertanggungjawaban oknum aparat  keamanan atas tindakan penganiayaan yang dituduhkan, tetapi upaya ini tidak menjamin akuntabilitas kasus tersebut secara penuh.

Sejumlah LSM melaporkan bahwa penganiayaan masih kerap terjadi dan menjadi hal yang lumrah di sejumlah ruang tahanan. Terdapat laporan bahwa sejumlah anggota kepolisian menutup mata para tahanan dengan lakban untuk jangka waktu yang lama serta memukul para tahanan dengan kepalan tangan, tongkat kayu, kabel listrik, tongkat besi, dan selang air. Sejumlah tahanan juga melaporkan bahwa oknum polisi menyengat mereka dengan listrik, menyundut mereka dan mengoleskan balsem ke kemaluan serta bagian tubuh sensitif lainnya. KontraS melaporkan bahwa dalam rentang waktu Juli 2013 dan Juli 2014, lembaga tersebut menerima 108 laporan mengenai penganiayaan dengan jumlah korban sebanyak 283 orang, dimana 20 orang diantaranya meninggal karena cedera yang dialami dalam penganiayaan tersebut. Sebagian besar dari insiden ini melibatkan anggota dari satuan  pidana umum, yang juga dikenal sebagai satuan Reserse Kriminal (Reskrim). Walaupun satuan Reserse Kriminal hanya 10 persen dari kekuatan kepolisian, 95 persen dari 1,500 keluhan tahunan mengenai kelakuan buruk kepolisian yang dilaporkan kepada Komnas HAM melibatkan petugas kepolisian dari unit Reskrim ini.

Pada tanggal 24 April, petugas dari Sub Direktorat Perlindungan Remaja, Anak dan Wanita (RENAKTA) dari satuan Reserse Kriminal Polda Metro Jaya menahan lima orang karyawan alih dayakebersihan dari Jakarta International School (JIS), Syarial, Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Zainal Abidin, dan Azwar dengan tuduhan pelecehan yang dilaporkan oleh seorang siswa di sekolah tersebut. Siswa tersebut menyatakan bahwa dia diperkosa di kamar mandi sekolah pada bulan Maret.  Atas tuduhan tersebut, kepolisian menahan para tersangka karena catatan yang menunjukkan bahwa mereka bertugas membersihkan kamar mandi pada saat kejadian.  Sejumlah petugas dari Satuan Reserse Anak dan Wanita (Kasat-Renakta) memproses para tersangka di sebuah fasilitas medis dan kemudian diduga melakukan penganiayaan terhadap tersangka selama berjam-jam untuk mendapatkan pengakuan. Sejumlah laporan mengindikasikan bahwa para petugas kepolisian menutup mata para tersangka dengan lakban, memukul mereka dengan kepalan tangan,  kursi besi, memecut mereka dengan selang air, mengoleskan balsem pedas ke kemaluan mereka, menyundut mereka dengan rokok, dan menyengat mereka dengan listrik. Tersangka Azwar meninggal saat pemeriksaan tersebut. Petugas menduga bahwa Azwar melakukan bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai setelah dia dimasukkan ke sebuah ruang gudang untuk penahanan.  Empat tersangka yang tersisa menarik kembali pengakuan mereka. Seorang karyawan kebersihan lainnya dan dua orang guru dari sekolah tersebut juga ditahan dalam kaitannya dengan kasus tersebut. Pengadilan atas para tersangka petugas kebersihan telah dimulai pada bulan Agustus.

Pihak otoritas di Aceh melakukan pencambukan terbuka untuk sejumlah pelanggaran syariah (hukum Islam) dalam kasus perjudian dan kedekatan dengan lawan jenis yang bukan muhrim.

Kondisi Penjara dan Rumah Tahanan

Kondisi dari 428 penjara dan rumah tahanan di Indonesia kadang-kadang kejam dan mengancam keselamatan jiwa. Pemantauan kondisi penjara mengalami peningkatan pada tahun 2013 setelah terjadinya pembunuhan di luar proses pengadilan yang terjadi di Lapas Cebongan dan kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta, yang disebabkan oleh keadaan penjara yang penuh sesak.

Kondisi Fisik: Pada bulan Agustus, data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa terdapat 161.692 narapidana dan tahanan dalam sistem. Hal ini berbanding terbalik jika kapasitas seluruh penjara dan pusat penahanan di Indonesia yakni 109.231 narapidana. Hal ini berarti penjara dan pusat penahanan di wilayah Jakarta beroperasi dengan kapasitas 269 persen. Misalnya, menurut pemerintah, Penjara Cipinang di Jakarta, dirancang untuk menampung 880 narapidana namun ternyata menampung 2.929  orang narapidana.

Data pemerintah menunjukkan bahwa sekitar 5,1 persen tahanan adalah wanita dan 3,2 persen diantaranya merupakan remaja dibawah umur.  Menurut Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, pada bulan Agustus terdapat 3.245 narapidana remaja yang dihukum dan 1.909 tahanan remaja menghadapi masa pra-persidangan.

Menurut undang-undang, anak-anak yang dihukum karena tindak kejahatan serius harus menjalani hukumannya di penjara khusus remaja. Undang-undang juga menambahkan bahwa  penjara menampung mereka yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan, sedangkan rumah tahanan menampung mereka yang menunggu sidang pengadilan. Namun, pada kenyataannya para tahanan yang menunggu sidang pengadilan dimasukkan di tempat yang sama dengan dengan para narapidana yang telah dijatuhi hukuman.

Pihak berwenang umumnya menampung narapidana wanita dalam fasilitas yang terpisah. Di penjara yang menampung baik pria maupun wanita, para narapidana wanita ditampung dalam blok sel yang terpisah dari narapidana pria.  Menurut para pengamat dari LSM, kondisi penjara wanita cenderung lebih baik ketimbang penjara pria, dan cenderung mengalami lebih sedikit kekerasan dan lingkungan lebih higienis, namun blok sel wanita tidak selalu mempunyai kenyamanan yang sama dengan tahanan pria, misalnya fasilitas olah raga dan perpustakaan. Anggaran yang tidak memadai menjadi penghalang untuk memperluas atau memperbaiki penjara.

Menurut angka dari pemerintah, 259 narapidana meninggal dalam tahanan pada rentang waktu 1 Januari hingga 30 Juni.  Dari jumlah tersebut, 204 meninggal akibat kondisi medis yang sudah ada sebelum menjalani masa tahanan, lima orang melakukan bunuh diri, 50 orang meninggal karena “penyebab lain.”

LSM mencatat bahwa pihak penjara terkadang tidak menyediakan perawatan medis yang memadai kepada para narapidana. Para aktivis hak asasi manusia mengamati bahwa hal hal tersebut bukan sengaja dilakukan kepada para narapidana berdasarkan tindak kejahatan mereka, namun lebih karena kurangnya sumber daya yang tersedia.

LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa dalam beberapa kasus narapidana tidak mendapatkan akses ke air minum yang bersih.

Para sipir terus memeras uang dari narapidana untuk fasilitas dasar seperti kasur dan mengizinkan narapidana yang memiliki kekayaan untuk membayar keistimewaan khusus.  Penggunaan dan pembuatan obat-obatan terlarang di penjara merupakan masalah serius.  Terdapat laporan yang menyebar luas bahwa pemerintah tidak mendistribusikan makanan yang cukup kepada para narapidana, dan anggota keluarga seringkali membawa makanan untuk menambah makanan keluarga mereka. Anggota keluarga melaporkan bahwa pihak penjara sering meminta uang suap hanya untuk sekedar untuk mengizinkan keluarga mengunjungi tahanan.

Administrasi: Penyimpanan catatan dianggap telah memadai. Kitab undang-undang hukum acara pidana tidak memasukkan alternatif untuk hukuman penjara bagi pelanggar hukum tanpa kekerasan. Pihak berwenang  mengizinkan narapidana dan tahanan untuk melakukan ibadah agama dan menyediakan akses yang cukup ke pengunjung, walaupun dilaporkan bahwa akses ini dalam beberapa kasus dibatasi. Pemerintah secara aktif memantau kondisi penjara dan pusat penahanan.

Pihak penjara mengizinkan para narapidana dan tahanan untuk mengajukan keluhan langsung kepada pihak pengadilan dan meminta penyelidikan atas dugaan mendasar terhadap kondisi yang tidak manusiawi.

Ombudsman nasional dapat mengadvokasi atas nama para narapidana dan tahanan tentang berbagai masalah yang terjadi di penjara, termasuk memantau kondisi dan perlakuan terhadap narapidana; membahas masalah status dan keadaan kurungan bagi remaja pelanggar hukum; dan memperbaiki prosedur penahanan pada masa pra-persidangan, pembahasan mengenai penjaminan, and penyimpanan catatan untuk menjamin bahwa narapidana tidak menjalani hukuman melebihi hukuman maksimum atas pelanggaran yang dituduhkan. Di masa lalu, ombudsman telah melakukan investigas terhadap permasalahan terkait manajemen penjara dan melaporkan temuannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Mahkamah Agung.  Kantor ombudsman dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan kemudian menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pengawasan Layanan Publik untuk tahanan dan narapidana.

Pemantauan Independen : Pada tahun 2009 pemerintah mencabut akses kepada International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk memantau kondisi penjara dan perlakuan terhadap narapidana di seluruh Indonesia, termasuk izin untuk berkunjung secara pribadi dengan para narapidana. Saat ini pemerintah mengijinkan sejumlah akses kepada ICRC untuk memantau kondisi tetapi masih melarang untuk melakukan wawancara tertutup dengan narapidana. Sejumlah LSM dalam negeri juga telah mendapatkan akses, tetapi mereka harus meminta ijin melalui suatu proses birokratis yang mewajibkan adanya persetujuan dari kepolisian, kejaksaan agung, pihak pengadilan setempat, Kementerian Dalam Negeri, dan sejumlah lembaga lainnya. Hal ini menyebabkan jarangnya izin yang dikeluarkansebagai  akses langsung kepada para narapidana untuk wawancara.

d. Penangkapan atau Penahanan Secara Sewenang-wenang

Undang-undang melarang penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang namun kurangnya mekanisme penegakkan hukum yang memadai menghambat tercapainya hal tersebut.  Sebagian pihak yang berwenang bahkan melanggar ketentuan ini.

Peran Kepolisian dan Aparat Keamanan

Presiden mengangkat kepala kepolisian nasional (Kapolri), dengan persetujuan dari DPR. Kapolri bertanggung jawab dan melapor kepada presiden namun bukan berarti bahwa Kapolri merupakan anggota penuh dari kabinet. Polri memiliki personil sekitar 420.000 orang yang ditempatkan di 31 komando daerah (Polda) di 34 provinsi. Kepolisian memiliki hierarki yang terpusat; satuan-satuan kepolisian daerah secara formal berada di bawah markas besar nasional. Militer bertanggung jawab untuk pertahanan eksternal; akan tetapi, pasukan teritorial di dalam tubuh militer secara individu ditugaskan untuk mencegah dan menanggulangi ancaman domestik di daerah komando mereka masing-masing. Fungsi-fungsi domestik ini meliputi pendukungan kepada pihak kepolisian dalam melaksanakan operasi pengamanan dalam negeri dan mengatasi konflik komunal yang kerap terjadi. Sebuah instruksi Presidendikeluarkan di bulan Januari 2013 dan diikuti oleh nota kesepahaman antara Kepolisian dan TNI untuk lebih jauh menjelaskan tentang peran militer dalam menanggulangi konflik komunal.

Sejumlah tim penyidik ditunjuk oleh TNI dan bertanggungjawab untuk menyelidiki tindak kriminal yang dilakukan oleh anggota militer. Divisi Propam POLRI bertanggungjawab untuk melaksanakan penyelidikan  atas kejahatan yang dilakukan oleh kepolisian. Kepolisian dan TNI jarang sekali membuka temuan-temuan atau bahkan keberadaan pelaksanaan penyelidikan internal. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang secara umum dipandang secara baik juga menyelidiki sejumlah kasus dugaan pelecehan; walaupun demikian aparat keamanan sering kali tidak memberikan kerjasama secara penuh kepada lembaga ini.

Di Aceh, Polisi Syariah, suatu badan provinsi yang independen, bertanggungjawab dalam menegakkan syariah/hukum Islam.

Divisi Propam dan Komisi Kepolisian Nasional Nasional yang merupakan bagian dari POLRI bertugas menyelidiki sejumlah pengaduan dari masyarakat terhadap oknum petugas kepolisian. Sebagai tambahan, Komnas HAM dan sejumlah LSM melakukan penyelidikan tambahan dengan sepengetahuan pihak kepolisian. Selama tahun 2013, 4.135 petugas menerima sejumlah peringatan pelanggaran disipliner. Terdapat sejumlah laporan mengenai pembiaran kepolisian terhadap serangan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok garis keras kepada penganut agama minoritas. Contohnya, pada tanggal 1 Juni, sekelompok orang dari Front Jihad Islam menyerang Gereja Pantekosta Indonesia yang ada di Pangukan dekat dengan Yogyakarta. Polisi menerima peringatan pendahuluan mengenai adanya kemungkinan serangan dan memberitahukan para jemaat untuk memperpendek ibadah mereka dan mengosongkan gereja. Akan tetapi, polisi hanya berdiri diam ketika massa memasuki gereja, memecahkan jendela dan merusak pintu masuk. Pada bulan Oktober kepolisian mendakwa satu orang yang terlibat dalam serangan tersebut. Impunitas dan korupsi juga masih menjadi masalah sepanjang tahun ini.

Prosedur Penangkapan dan Perlakuan terhadap Tahanan

Undang-undang memberikan hak kepada narapidana untuk memberitahukan kepada keluarga mereka dengan segera dan menetapkan agar surat penangkapan ditunjukkan dalam penangkapan. Ada pengecualian apabila, misalnya, seorang tersangka tertangkap basah sedang melakukan suatu tindak kejahatan. Undang-undang mengizinkan para penyelidik untuk menerbitkan surat penangkapan; akan tetapi, terkadang pihak yang berwenang melakukan penangkapan tanpa membawa surat penangkapan. Seorang terdakwa dapat mempertanyakan keabsahandari penangkapan dan penahanannya dalam sidang pra-peradilan dan dapat menuntut ganti rugi jika terjadi kekeliruan dalam penangkapan; akan tetapi, seorang terdakwa jarang sekali memenangkan sidang pra-peradilan dan hampir tidak pernah menerima ganti rugi setelah dilepaskan tanpa hukuman apabila terjadi suatu kesalahan dalam penangkapan. Pengadilan militer dan sipil jarang menerima banding berdasarkan klaim karena salah tangkap dan salah tahan. Terdakwa memiliki hak atas jaminan dan atas pemberitahuan mengenai tuduhan yang dituduhkan kepadanya. Menurut undang-undang, para tersangka atau tertuduh berhak mendapatkan perwakilan hukum yang mereka pilih pada setiap tahap investigasi.  Pihak pengadilan akan menyediakan perwakilan hukum tanpa dikenakan biaya bagi orang-orang yang didakwa melakukan pelanggaran dengan tuntutan hukuman mati atau hukuman penjara selama 15 tahun atau lebih, atau untuk terdakwa yang kurang mampu secara finansial yang menghadapi hukuman penjara lima tahun atau lebih.

Penangkapan secara Sewenang-wenang: Ada laporan mengenai penangkapan secara sewenang-wenang oleh kepolisian. Pada tanggal 16 Mei, Tukimin (hanya satu nama), seorang penduduk Solo, ditangkap oleh anggota Detasemen 88 dengan tuduhan keterlibatan dalam kegiatan terorisme. Ia menuduh bahwa polisi memasukkannya kedalam sebuah mobil, menutup matanya dan menginterogasinya selama empat jam. Dia melaporkan bahwa petugas memukulinya dan menjepit pahanya dengan menggunakan kunci inggris. Dilaporkan bahwa para petugas memaksanya untuk mengakui keterlibatan dalam pembunuhan seorang petugas kepolisian di Poso dan memiliki hubungan dengan para pemimpin teroris Santoso dan Teguh. Setelah interogasi tersebut polisi melepaskan Tukimin tanpa adanya dakwaan resmi.

Terdapat sejumlah laporan mengenai penahanan sementara oleh kepolisian terhadap sejumlah orang di Papua karena keterlibatan mereka di dalam unjuk rasa damai atau karena terlibat dalam penyebaran informasi terkait pemboikotan pemilihan umum.

Penahanan pra-peradilan: Undang-undang membatasi masa penahanan pra-peradilan. Polisi diizinkan melakukan penahanan selama 20 hari, yang dapat diperpanjang selama 60 hari oleh jaksa sementara investigasi sedang berlangsung. Jaksa dapat menahan seorang tersangka selama 30 hari lagi selama tahap penuntutan dan dapat meminta perpanjangan 20 hari dari pengadilan. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dapat menahan seorang tersangka hingga 90 hari selama proses persidangan atau proses banding, sedangkan Mahkamah Agung dapat menahan seorang terdakwa selama 110 hari selama proses permohonan banding. Selain itu, pengadilan dapat memperpanjang masa penahanan hingga 60 hari lagi pada setiap tahap apabila seorang terdakwa menghadapi kemungkinan hukuman penjara sembilan tahun atau lebih atau jika individu tersebut terbukti mengalami gangguan mental. Pihak pengadilan secara umum menghargai batasan-batasan ini. Undang-undang anti terorisme mengizinkan para penyidik untuk menahan hingga empat bulan seseorang yang diduga keras melakukan atau merencanakan untuk melakukan tindakan terorisme berdasarkan bukti awal yang cukup,setelah itu tuntutan terhadap tersangka harus diajukan.

Amnesti : Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memberikan remisi antara beberapa hari hingga enam bulan sebagai imbalan atas perilaku yang baik bagi kebanyakan narapidana. Di tahun 2013 pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaan untuk perubahan tahun 2012 atas undang-undang yang mengatur tentang remisi. Pada November 2012, terdapat eraturan yang baru memberi syarat yang lebih ketat untuk pemberian remisi bagi narapidana yang dihukum karena tindak kejahatan terkait korupsi, terorisme, obat-obatan terlarang. Pada tanggal 17 Agustus, Pollycarpus Budihari Priyanto yang dipenjara karena perannya didalam pembunuhan seorang penggiat hak asasi manusia Munir Said Thalib, menerima remisi hukuman sebanyak delapan-bulan.

e. Penolakan terhadap Pengadilan Publik yang Adil

Undang-undang mengamanatkan hakim yang independen; akan tetapi, hakim tetap mudah dipengaruhi oleh pihak luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, dan aparat keamanan. Dahulu gaji rendah dan pengawasan yang buruk mendorong penerimaan uang suap, dan tekanan dari otoritas pemerintah dan kelompok lain tampaknya memengaruhi para hakim dan putusan atas suatu kasus. Akan tetapi, peraturan November 2012 memberikan kenaikan 300 persen gaji hakim.  Kenaikan ini kemudian resmi berlaku pada tahun 2013.

Terkadang para pejabat lokal tidak mengindahkan perintah pengadilan, ditambah lagi dengan desentralisasi yang menambah kesulitan dalam penegakan perintah tersebut.  Sebagai contoh, p pejabat pemerintah di Kotamadya Bogor masih terus mengabaikan keputusan Mahkamah Agung tahun 2010 terkait dengan ijin pendirian bangunan untuk GKI Yasmin. Pada bulan April walikota Bogor yang baru, Bima Arya Sugiarto, berjanji untuk menyelesaikan masalah ini dan menghadapi para agamawan garis keras, tetapi hingga akhir tahun jemaat masih belum diperbolehkan untuk melanjutkan pembangunan.

Dalam tahun ini pengadilan militer mengadili sejumlah tentara berpangkat rendah dan menengah atas beberapa pelanggaranyang melibatkan warga sipil atau yang terjadi ketika Mereka sedang tidak menjalani tugas. Jika seorang tentara diduga melakukan tindak kejahatan, polisi militer menyelidiki dan kemudian menyerahkan temuannya kepada oditur militer, yang memutuskan apakah kejadian tersebut layak untuk disusun kedalam suatu penyelidikan lebih lanjut. Berdasarkan undang-undang, oditur militer  bertanggung jawab kepada Mahkamah Agung; akan tetapi, oditur militer bertanggung jawab kepada TNI untuk penerapan hukum yang berlaku.

Suatu panel hakim militer yang terdiri dari tiga unsur militer mengadili perkara, sedangkan Pengadilan Tinggi Militer, Pengadilan Militer Utama, dan Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengadili perkara banding. Dalam hal ini, LSM dan para pengamat mengkritik masa hukuman penjara singkat yang dikenakan oleh pengadilan militer.

Empat pengadilan negeri yang terletak di Surabaya, Makassar, Jakarta dan Medan diberi wewenang untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat dengan rekomendasi dari Komnas HAM.  Undang-undang mengatur bahwa masing-masing pengadilan memiliki lima anggota, termasuk tiga orang hakim hak asasi manusia non karir, yang diangkat untuk jangka waktu lima tahun.  Putusan dapat dimohonkan lebih lanjut pengadilan banding dan ke Mahkamah Agung. Undang-undang mengatur tentang definisi genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tanggung jawab komando yang diakui secara internasional, akan tetapi tidak mengkategorikan kejahatan perang sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, atau mewajibkan penuntutan terhadap pemimpin dalam kejahatan yang dilakukan oleh anak buahnya. Tak satu pun dari keempat pengadilan negeri tersebut yang mengadili atau mengeluarkan putusan apa pun selama tahun ini.

Berdasarkan sistem pengadilan syariah di Aceh, 19 pengadilan agama negeri dan satu pengadilan banding telah melakukan proses peradilan terhadap kasus-kasus.  Pengadilan-pengadilan tersebut hanya mengadili kasus yang melibatkan Muslim dan lebih merujuk kepada ketentuan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah daripada kitab undang-undang hukum pidana. Para kritisi memperdebatkan peraturan untuk mengimplementasikan hukum syariah secara prosedur masih ambigu sehingga mengakibatkan inkonsistensi dalam penerapannya. Misalkan, dalam hukum syariah terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum, namun hak ini diterapkan secara tidak konsisten.

Pada bulan Desember 2013 DPRD Aceh meloloskan undang-undang prosedural syariah yang mengenakan hukum syariah terhadap non-Muslim  jika mereka melakukan pelanggaran terhadap undang-undang syariah bersama seorang Muslim, dan juga tidak dianggap sebagai subjek daripada undang-undang non-syariah. Pada bulan Oktober, DPRD Aceh meloloskan sebuah revisi atas undang-undang hukum pidana yang tersirat menerapkan hukuman syariah pada  semua kasus dimana pelanggaran tersebut secara khusu di pidanakan dibawah hukum syariah tetapi berada di luar jurisprudensi hukum nasional, terlepas dari agama yang dianut oleh pelaku. Dibawah undang-undang pidana yang baru tersebut, homoseksualitas, perjudian, konsumsi alkohol, dan kedekatan jarak dengan lawan jenis yang bukan muhrim merupakan pelanggaran yang bisa dihukum dengan pencambukan, denda, dan kurungan penjara. Terhitung bulan Oktober 2014, Gubernur Aceh belum menandatangani pemberlakuan undang-undang pidana yang baru tersebut dan Kementerian Dalam Negeri memiliki waktu selama 60 hari untuk menganulirnya keputusan tersebut.

Prosedur Persidangan

Undang-undang dasar mengatur tentang hak atas pengadilan yang adil, dan sistem peradilan pada umumnya menerapkan hak ini. Undang-undang menganggap bahwa seorang terdakwa dianggap tidak bersalah sampai ia terbukti bersalah.  Terdakwa segera diberitahukan secara terperinci tentang tuntutan dan hak mereka untuk membela diri di hadapan pengadilan dan memanggil saks-saksi untuk membantu pernyataan mereka di dalam pengadilan. Suatu pengecualian diizinkan dalam kasus di mana jarak atau biaya dianggap terlalu berlebihan untuk membawa saksi ke hadapan pengadilan; dalam hal demikian dapat dipergunakan keterangan di bawah sumpah. Dalam beberapa kasus, pengadilan mengizinkan pengakuan paksa dan membatasi penyerahan bukti pembelaan. Terdakwa berhak untuk menghindari tindakan yang dapat memberatkan di pengadilan. Dari masing-masing 825 pengadilan di Indonesia, panel hakim memproses sidang dengan mengajukan pertanyaan, mendengarkan bukti, memberikan putusan bersalah atau tidak, dan kemudian menjatuhkan vonis hukuman di akhir peradilan. Terdakwa dan jaksa penuntut dapat mengajukan banding. Terdakwa dapat mengakses bukti penuntutan melalui permohonan kepada panel hakim yang mengadili.

Undang-undang memberikan hak kepada terdakwa untuk mendapatkan perwakilan hukum mulai dari masa penangkapan dan pada setiap tahap pemeriksaan swera  mewajibkan agar terdakwa dalam kasus yang melibatkan hukuman mati atau hukuman penjara 15 tahun atau lebih diwakili oleh penasihat hukum.  Dalam kasus-kasus yang melibatkan kemungkinan hukuman penjara lima tahun atau lebih, undang-undang mewajibkan penasihat hukum atau perwakilan hukum untuk ditunjuk oleh negara jika terdakwa dianggap kurang mampu secara finansial.  Secara teori, terdakwa yang kurang mampu boleh mendapatkan bantuan hukum pribadi. LSM bidang bantuan hukum pun menyediakan panasihat hukum gratis kepada terdakwa yang kurang mampu. Misalnya, Lembaga Bantuan Hukum menangani 1.001 kasus selama tahun 2012. Undang-undang memperluas hak ini kepada semua warga negara. Dalam beberapa kasus, perlindungan prosedural termasuk kasus yang berkaitan dengan pengakuan paksa tidak mencukupi untuk menjamin peradilan yang adil dan seimbang. Terdapat laporan dari Papua bahwa terdakwa tidak mendapatkan akses ke pengacara yang mereka pilih sendiri  dan bahwa pihak yang berwenang menolak memberikan mereka waktu dan fasilitas yang cukup untuk menyusun pembelaan. Terdapat pula laporan bahwa tersangka yang tersangkut dengan kasus terorisme tidak mendapatkan akses ke pengacara yang mereka pilih sendiri. Pengadilan dilakukan secara terbuka, dengan pengecualian yang signifikan dalam pengadilan syariah di Aceh dan sebagian pengadilan militer.

Narapidana dan Tahanan Politik

Terlepas dari pembebasan beberapa narapidana politik penting sepanjang tahun ini, LSM internasional memperkirakan bahwa terdapat kurang lebih 69 tahanan politik yang masih berada di penjara dan  kebanyakan berasal dari provinsi Papua dan Papua Barat yang bergejolak. Sebagian besar dari narapidana dituntut berdasarkan undang-undang tentang pengkhianatan dan konspirasi untuk tindakan yang terkait dengan pengibaran simbol-simbol separatis yang dilarang, dan banyak diantaranya menjalani hukuman yang panjang.

Sejumlah aktivis kemerdekaan dari wilayah Papua dan Maluku, termasuk Johan Teterissa, berada di tahanan atau penjara karena mengekspresikan pandangan politik mereka dengan cara damai. Tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tidak ada laporan kejadian penangkapan khusus karena mengibarkan bendera separatis, tetapi lebih kepada kasus penangkapan terkait unjuk rasa dan himbauan untuk kemerdekaan yang dilakukan secara damai dan berujung kepada penahanan dan peradilan dengan tuntutan makar.

Pada tanggal 25 April, kepolisian Ambon menahan Simon Saiya, kepala eksekutif gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS), bersama dengan beberapa pengikutnya dalam sebuah unjuk rasa damai. Saiya telah menjadi buronan sejak insiden tahun 2007 terkait pengibaran bendera separatis saat kegiatan Hari Keluarga Nasional di Ambon.  Pada hari penangkapannya, Saiya dan sejumlah pengikutnya  mengikuti pawai  pada unjuk rasa kemerdekaan tahunan di Batu Gantung dengan membawa bendera RMS, bendera PBB, dan bendera Israel sembari membagikan selebaran yang mengumumkan kepulangan pemimpin RMS Alexander Manuputty, yang melarikan diri ke Amerika Serikat pada tahun 2003 setelah dia dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun karena perbuatan makar.  Polisi menangkap Saiya dan delapan orang pengikutnya (empat diantaranya dibawah umur) dengan dakwaan perbuatan makar. Kesembilan orang tersebut akan diadili di Pengadilan Ambon, akan tetapi hingga bulan Agustus belum ada penetapan tanggal persidangan.

Pada bulan Desember 2013 Pengadilan Negeri Sorong di Papua menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara untuk Isak Klaibin, pemimpin kelompok pro-kemerdekaan, dengan tuntutan perbuatan makar dan kepemilikan senjata ilegal. Pengadilan juga menghukum enam orang lainnya dari kelompok tersebut dengan masa hukuman penjara selama 1,5 tahun untuk perbuatan makar. Ketujuh orang ini orang ditahan setelah kejadian pengibaran bendera separatis pada saat ibadah doa pada bulan Mei 2013 yang berujung kepada konfrontasi dengan kepolisian yang mengakibatkan dua orang tewas dan tiga orang terluka. Narapidana politik Victor Yeimo mendapat pembebasan bersyarat pada tanggal 5 Agustus setelah menjalani lebih dari satu tahun masa tahanan dengan tuntutan pengorganisasian unjuk rasa tanpa izin dengan tujuan untuk menuntut diselenggarakannya penyelidikan atas insiden diatas.

Pada tanggal 21 Juli, pemerintah membebaskan tahanan politik Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Domonikus Sorabut, August Kraar dan Selpius Bobii dari penjara karena telah menjalani masa hukuman. Kelima orang tersebut dihukum tiga-tahun penjara karena tindakan makar yang terkait dengan pernyataan-pernyataan yang mereka nyatakan secara public saat pelaksanaan Kongres Rakyat Papua pada tahun 2011. Polisi membubarkan kegiatan tersebut secara paksa, yang berakibat dengan sedikitnya tiga orang meninggal dan 90 orang terluka. Para aktivis hak asasi setempat melaporkan bahwa para mereka dan anggota keluarga pada umumnya dapat mengunjungi narapidana politik, walaupun pemerintah setempat menempatkan sebagian narapidana di pulau lain yang terletak jauh dari keluarga mereka.

Prosedur dan Perbaikan Yudisial Perdata

Sistem pengadilan perdata dapat menjadi wadah  untuk mendapatkan kompensasi bagi korban pelanggaran atas hak asasi manusia; akan tetapi, korupsi yang merajalela dan pengaruh politik kemudian membatasi akses korban untuk mendapatkan hak perbaikan tersebut.

f. Campur tangan sewenang-wenang terhadap Privasi, Keluarga, Rumah, atau Surat-menyurat

Undang-undang mewajibkan surat perintah yudisial untuk penggeledahan kecuali untuk kasus yang melibatkan kegiatan makar, kejahatan ekonomi dan korupsi.  Aparat keamanan pada umumnya menghormati persyaratan ini.  Undang-undang juga mengatur untuk penggeledahan tanpa surat perintah manakala keadaannya “mendesak dan memaksa” dan untuk pelaksanaan penyadapan tanpa surat perintah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Undang-undang Penanganan Konflik Sosial tahun 2012 memberikan wewenang khusus kepada kepolisian untuk membatasi kebebasan sipil dan memungkinkan intervensi militer untuk menangani konflik yang dapat menyebabkan kerusuhan sosial. Pada akhir tahun 2013, suatu koalisi LSM memohonkan hak uji materil terhadap undang-undang tersebut kepada Mahkamah Konstitusi.

Petugas keamanan terkadang memaksa masuk ke rumah dan kantor. Pihak yang berwenang  kadang-kadang melakukan pengawasan tanpa surat perintah terhadap individu dan tempat tinggalnya serta memantau panggilan telepon individu tersebut. Sejumlah LSM internasional dan lokal memperingatkan bahwa undang-undang tahun 2011 yang memberi kewenangan kepada Badan Intelijen Negara untuk melakukan pengawasan dan mencegat komunikasi dapat memberi kuasa lebih kepada pemerintah untuk membungkam jurnalis, lawan politik, dan para aktivis hak asasi manusia.

Pemerintah menggunakan kekuasaannya untuk mengambil alih atau memfasilitasi perolehan swasta atas lahan proyek-proyek pembangunan, seringkali tanpa kompensasi yang adil bagi pemilik asli lahan. Dalam kasus lain badan usaha milik negara dituduh membahayakan sumber daya tempat masyarakat menggantungkan kehidupannya. Undang-undangpertanahan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menggunakan lahan milik pribadi untuk kepentingan publik dengan syarat bahwa pemerintah harus memberikan kompensasi kepada  pemilik lahan.

Akses dan kepemilikan lahan tetap menjadi sumber konflik sepanjang tahun ini.  Sejumlah undang-undang dan peraturan yang tumpang-tindih memungkinkan adanya berbagai pihak dengan klaim yang sama terhadap lahan yang sama pula.  Sepanjang tahun ini, aparat keamanan seringkali melakukan pengusiran terhadap pihak yang terlibat dalam sengketa tanah tanpa proses yang wajar dan seringkali berpihak pada pihak pengklaim dari dunia usaha yang berusaha untuk melawan penduduk yang lebih miskin. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat 369 konflik agraria selama tahun 2013.  Menurut KPA, konflik tersebut melibatkan 141.915 keluarga dan 963.411 hektar tanah.

Bagian 2. Penghormatan Kebebasan Sipil, Termasuk:

A. Kebebasan untuk menyatakan pendapat dan Pers

Undang-undang dasar dan undang-undang mengatur kebebasan berbicara dan kebebasan pers. Pemerintah menggunakan undang-undang separatisme guna membatasi individu di provinsi Papua dan Papua Barat untuk mengkritik pemerintah di depan umum dan mengkampanyekan kemerdekaan secara damai.

Kebebasan Berbicara: Individu dan organisasi berhak mengkritik pemerintah secara publik dan secara pribadi dalam hampir semua hal menyangkut kepentingan publik tanpa adanya kekhawatiran balasan dari pemerintah. Undang-undang mengkriminalkan isi kritik yang menganjurkan separatisme. Sebagian LSM dan organisasi lain menduga pemantauan oleh pemerintah terhadap mereka, dan penerapan undang-undang makar oleh pemerintah dalam kasus kampanye damai untuk separatisme di Papua pada dasarnya membatasi hak individu untuk terlibat dalam pembicaraan yang dianggap pro-separatis. Setelah organisasi separatis damai Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menghimbau dilakukannya boikot terhadap pemilu tahun 2014, sejumlah LSM melaporkan bahwa terdapat hampir 36 orang yang ditangkap selama periode sebelum pemilihan presiden karena diduga 36 orang tersebut membagikan bahan pro-boikot atau karena menganjurkan pelaksanaan boikot. Sebagian besar kemudian dilepaskan tanpa dakwaan. Pada bulan Agustus, 11 anggota KNPB ditangkap di Asmat karena diduga mencoba untuk mendirikan kantor cabang organisasinya.

Kebebasan Pers:  Media independen berlaku aktif dan mampu mengekspresikan berbagai aspirasi; akan tetapi, peraturan daerah dan peraturan tingkat nasional terkadang digunakan untuk membatasi media. Pemerintah terus membatasi media asing untuk mengunjungi provinsi Papua dan Papua Barat dengan mewajibkan mereka untuk meminta izin untuk mengunjungi daerah tersebut melalui Kementerian Luar Negeri atau kedutaan besar Indonesia. Pemerintah menyetujui sebagian permohonan dan menolak yang lain atas alasan yang menyangkut keselamatan dari pengunjung asing. Advokat untuk kebebasan pers menduga bahwa suatu kelompok antar kementerian yang meninjau permohonan oleh wartawan asing dan bahwa TNI serta dinas-dinas intelijen bertanggung jawab atas pencegahan wartawan internasional untuk mengunjungi daerah-daerah tersebut.

Pada tanggal 6 Agustus, polisi menahan wartawan asing Thomas Dandois dan Valentine Bourrat karena pelanggaran imigrasi saat mereka meninggalkan pertemuan di Wamena, Papua dengan pemimpin Dewan Adat Lanny Jaya Areki Wanimbo. Para wartawan tersebut melakukan perjalanan dengan menggunakan visa wisatawan sembari membuat suatu dokumenter televisi tentang gerakan separatis di Papua. Mereka ditahan ketika hendak kembali ke hotel. Pada tanggal 24 Oktober, kedua wartawan tersebut diputuskan bersalah karena pelanggaran imigrasi dan masing-masing dijatuhi hukuman dua bulan dan satu-setengah bulan penjara. Mereka dibebaskan pada tanggal 28 Oktober dengan dasar telah menjalani sebagian masa tahanan saat menunggu peradilan. Areki Wanimbo ditangkap karena membantu kedua wartawan tersebut secara gelap dan juga karena memiliki hubungan dengan faksi TPNPB yang menewaskan dua orang petugas kepolisian di Lanny Jaya.

Kekerasan dan Pelecehan:  Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan bahwa terdapat 43 kasus kekerasan yang diarahkan kepada wartawan dan kantor media di antara bulan Mei 2013 dan April 2014.

Pada tanggal 29 Mei, delapan pria bersenjata menyerang wartawan Kompas TV Michael Aryawan dan mengambil kameranya ketika dia mencoba untuk merekam situasi pasca serangan yang kelihatannya di dorong oleh motivasi intoleransi agama terhadap sebuah kelompok doa Katolik di Yogyakarta.  Polisi mendakwa satu orang, Abdul Kholiq, dalam kaitannya dengan serangan tersebut. Sidang peradilan telah dijadwalkan untuk dimulai pada tanggal 18 Agustus tetapi kemudian ditunda karena seorang saksi kunci yakni pemilik rumah dimana kelompok doa tersebut berkumpul tidak dapat dihadirkan.

Sensor atau Pembatasan Konten: Kejaksaan Agung berkuasa untuk memantau bahan tertulis dan meminta perintah pengadilan untuk melarang penerbitan suatu materi tertulis.

Berdasarkan Undang-undang Penistaan agama, “menyebarkan kebencian terhadap agama, bidah, dan penistaan agama” dapat dijerat hukuman penjara sampai dengan lima tahun. Protes oleh kelompok garis keras atau dewan pemimpin agama yang konservatif biasanya mendesak penguasa lokal untuk mengambil tindakan berdasarkan undang-undang tersebut. Pada tahun 2013, dua orang pria di Sukabumi, Jawa Barat, dihukum tiga tahun penjara karena penistaan atas desakan sejumlah kelompok garis keras karena kedua orang tersebut telah “menghina agama” dengan memberikan ajaran Islam yang menyimpang kepada anak-anak muda dan memberikan imbalan untuk berpindah agama. Sejumlah individu juga dituntut berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena mempublikasikan konten yang dianggap menistakan agama.

Walaupun Undang-undang Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang melambangkan identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang bendera Bintang Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan bendera Bulan Bintang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Tidak seperti di tahun-tahun sebelumnya, tidak ada penangkapan baru yang dilaporkan terkait khususnya dengan pengibaranbendera RMS atau bendera Bintang Kejora di Papua, walaupun terdapat penahan yang disebabkan oleh karena unjuk rasa yang didalamnya terdapat  pengibaran bendera-bendera yang dilarang.  Bendera GAM tetap menjadi sumber kontroversi sejak badan legislatif Aceh mengeluarkan peraturan yang menjadikannya bendera resmi provinsi tersebut pada tahun 2013.  Pemerintah pusat menyatakan berulangkali bahwa pemerintah pusat tidak menerima bendera provinsi tersebut dan pengibaran bendera GAM masih tetap dilarang.

Kebebasan Internet

Pemerintah membatasi akses ke internet dan mendakwa para individu karena kebebasan berekspresi dengan menggunakan Undang-undang ITE. Undang-undang ini ditujukan untuk memberantas tindak kejahatan dalam jaringan, perjudian, pemerasan, pembohongan, ancaman, dan rasisme, melarang warga negara untuk mengedarkan informasi yang bersifat fitnah dalam format elektronik  dan menghukum pelanggar dengan hukuman maksimum enam tahun penjara atau denda Rp. 1 miliar (87.500 dollar AS) atau keduanya. Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, antara Januari dan Juni, 19 orang telah ditangkap atau didakwa secara resmi karena pelanggaran pasal-pasal yang ada di Undang-undang ITE. Menurut Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi, ada 82 juta pengguna internet di Indonesia yang merupakan populasi pengguna internet terbesar kedelapan di dunia.

Pada bulan September seorang mahasiwa hukum ditahan karena pencemaran nama baik karena memasang komentar  yang menghina kota Yogyakarta. Belakangan ini mahasiswa tersebut kemudian dilepaskan. Sejumlah LSM juga melaporkan bahwa sepanjang  tahun ini sejumlah individu didakwa atas tuntutan pencemaran nama baik dibawah undang-undang ITE karena memuat sejumlah dugaan korupsi pejabat secara online.

Di awal Oktober polisi menangkap seorang pria di Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, karena suatu pemuatan online tentang hari libur Idul Adha, didakwa dengan “penistaan agama” di bawah undang-undang ITE.

Pada akhir Oktober, pihak kepolisian menahan seorang pedagang kaki lima di Jakarta Timur karena memuat sejumlah foto Presiden Jokowi dan pemimpin partai politik Megawati Sukarnoputri yang telah diubah termasuk wajah  di internet. Polisi menyatakan bahwa lelaki tersebut akan didakwa dengan tuntutan penyebaran bahan pornografi dan pasal pencemaran nama baik serta dapat dituntut hingga 12 tahun penjara. Polisi melepaskan tersangka dengan jaminan setelah Jokowi secara terbuka memaafkan pelaku, tetapi hingga bulan November tuntutannya masih belum mendapat kejelasan.

Pada tanggal 12 Mei, Abraham Sujoko dihukum dua tahun penjara oleh pengadilan di Nusa Tenggara Barat karena memuat sebuah video di YouTube yang dianggap menghina Islam. Didalam video tersebut, diambil dengan menggunakan telepon genggamnya, Sujoko menyebut Ka’bah di Mekah sebagai sebuah “berhala batu.” Sujoko ditangkap pada bulan Desember 2013 setelah tetangganya melaporkan Sujoko ke kepolisian setempat. Dia didakwa berdasarkan pasal dari Undang-undang ITE yang melarang penyebaran bahan elektronik yang memiliki konten yang mengandung penghinaan atau penghujatan Alexander Aan dilepaskan pada tanggal 31 Januari setelah menjalani hukuman penjara selama 30 bulan karena memuat sejumlah pernyataan dan bahan yang dianggap oleh MUI setempat sebagai hal yang berbau ateisme dan berisi hujatan. Aan didakwa pada tahun 2012 karena melanggar suatu pasal dari undang-undang tersebut yang melarang “secara sadar dan tanpa wewenang” penyebaran informasi yang dirancang untuk memicu “kebencian atau perselisihan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan kelompok suku, agama, ras dan antar golongan.”

Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi masih terus mendesak penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir akses terhadap situs-situs porno dan muatan lainnya yang dianggap bermuatan provokasi. Kementerian tersebut tidak memiliki teknologi atau kemampuan untuk memblokir sendiri situs-situs yang diminta tersebut. Implementasi pembatasan ini bergantung kepada masing-masing ISP, dan dapat berujung pada pencabutan ijin ISP yang bersangkutan.

Pada tanggal 12 Mei, pemerintah memerintahkan ISPuntuk melarang situs berbagi video Vimeo karena menginangi muatan yang dianggap pornografi. Akses terhadap suatu situs web yang dikelola oleh sebuah kelompok advokasi lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Jakarta, diblokir oleh sejumlah ISP sesuai dengan permintaan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Kebebasan Akademis dan Acara Budaya

Pemerintah terus membatasi acara-acara budaya tertentu dan masih tunduk kepada tekanan dari kelompok garis keras yang mencegah berlangsungnya acara-acara kebudayaan yang sensitif. Secara umum pemerintah tidak membatasi kebebasan akademik.

Kepolisian Surabaya menolak untuk mengeluarkan izin untuk suatu acara diskusi pada tanggal 7 Februari dengan seorang penulis dari Belanda Harry A. Poeze mengenai bukunya tentang Tan Malaka, seorang tokoh komunis Indonesia yang dieksekusi pada tahun 1949. Penolakan ini terjadi setelah Front Pembela Islam melakukan unjuk rasa di luar tempat kegiatan dan setelah pemimpin FPI mendesak kepolisian untuk melarang kegiatan tersebut. Kritikus takut bahwa definisi pornografi dalam undang-undang anti pornografi dapat digunakan untuk menjustifikasi serangan terhadap kebebasan dalam melakukan kegiatan seni, beragama dan berbudaya.  Undang-undang ini mencakup ketentuan yang mengizinkan warga negara untuk “mengawasi” ketaatan terhadap undang-undang tersebut.  Selama tahun ini Lembaga Sensor Film yang diawasi pemerintah terus menyensor film-film dalam dan luar negeri terkait konten pornografi dan tidak layak ditayangkan  menurut norma agama.  Yang terakhir di tahun 2011 Lembaga Sensor Film menyensor film-film yang peka politik.  Tekanan sosial mengarah ke sensor diri sendiri oleh sebagian media.

b. Kebebasan untuk Berkumpul dan Berserikat secara Damai

Kebebasan untuk Berkumpul

Undang-undang mengatur kebebasan untuk berkumpul, dan pada umumnya pemerintah menghormati hak ini.  Undang-undang mewajibkan para demonstran untuk memberikan pemberitahuan tertulis kepada kepolisian tiga hari sebelum melakukan demonstrasi yang direncanakan dan bagi kepolisian untuk menerbitkan tanda terima atas pemberitahuan tertulis tersebut. Tanda terima ini berfungsi sebagai izin secara de facto untuk demonstrasi tersebut.  Kepolisian di Papua secara rutin menolak untuk menerbitkan tanda terima pemberitahuan kepada calon demonstran dengan alasan bahwa demonstrasi kemungkinan besar akan melibatkan himbauan untuk merdeka, suatu tindakan yang dilarang berdasarkan undang-undang yang sama.

Pada tanggal 28 Maret, sekelompok mahasiswa dari Univeristas Cenderawasih, Jayapura, Papua, meberitahukan kepolisian bahwa mereka berencana untuk melakukan protes pada tanggal 2 April meminta pembebasan para narapidana politik dan akses bagi wartawan serta pemantau asing. Polisi mengatakan kepada para mahasiswa bahwa tanda terima akan dikeluarkan sebelum pelaksanaan protes akan tetapi kemudian polisi tidak pernah memberikan tanda terima.  Protes tetap dilakukan pada pagi hari di tanggal 2 April, yang berujung dengan konfrontasi dimana kepolisian menahan sejumlah pimpinan protes Alfaris Kapisa dan Yali Wenda. Kapisa dan Wenda mengklaim bahwa kepolisian memukuli mereka saat penangkapan dan selama perjalanan ke kantor polisi. Polisi mengizinkan seorang dokter untuk merawat kedua orang aktivis yang ada di tahanan akan tetapi dilaporkan bahwa polisi tidak memberikan akses untuk pendampingan hukum selama ditanyai. Polisi melepaskan Kapisa dan Wenda tanpa tuntutan pada tanggal 3 April.

Ditahun-tahun sebelumnya sebagian kelompok penganjur LGBT juga melaporkan bahwa  polisi menolak untuk menerbitkan tanda terima ketika para demonstran memberitahukan kepada kepolisian tentang rencana demonstrasi.

Selama tahun ini polisi menangkap peserta demonstrasi damai yang mencakup pemajangan simbol separatis secara ilegal.

Kebebasan Berserikat

Undang-undang dasar dan undang-undang mengatur tentang kebebasan berserikat, yang pada umumnya dihormati oleh pemerintah. Pada tahun 2013 DPR mengeluarkan Undang-undang tentang Organisasi Massa, yang menggantikan undang-undang 1985. Undang-undang ini mengatur kewajiban pendaftaran dua lapis bagi semua organisasi nirlaba dan mengatur bahwa organisasi menjunjung nilai-nilai keagamaan dan ideologi nasional “Pancasila”. Undang-undang ini juga mewajibkan perolehan izin dari pemerintah pusat dan daerah bagi organisasi internasional/asing dan melarang mereka untuk mengganggu kesatuan negara. Kritikus undang-undang khawatir bahwa ini akan dipakai untuk melemahkan atau membubarkan LSM yang kritis terhadap pemerintah atau individu atau lembaga yang terkait erat. Para kritikus mencatat undang-undang ini  memberlakukan berbagai kewajiban dan larangan yang tidak diatur dengan jelas terhadap kegiatan LSM dan pembatasan ketat terhadap pendirian organisasi yang didanai oleh pihak asing. Pada bulan Oktober 2013 Muhammadiyah, asosiasi Islam terbesar ke dua, memohon uji materi kepada Mahkamah Konstitusi terhadap 25 pasal dari 90 pasal yang ada di undang-undang tersebut. Di bulan Desember 2013, koalisi LSM untuk Kebebasan Berserikat juga mendaftarkan sebuah petisi di mahkamah tersebut mempertanyakan 11pasal dari undang-undang itu. Per Agustus Mahkamah Konstitusional belum membuat keputusan mengenai kedua permohonan ini.

Anggota kelompok agama Ahmadiyah belum menyelenggarakan konferensi nasional sejak 2008, ketika kepolisian di Bali menolak mengeluarkan izin. Selain itu, sebagian pemerintah daerah terus membatasi hak mereka untuk berkumpul.

Sebagian kelompok advokasi LGBT melaporkan kesulitan untuk mendaftarkan organisasi mereka.

c. Kebebasan Beragama

Lihat Laporan Kebebasan Beragama Internasional dari Departemen Luar Negeri di www.state.gov/religiousfreedomreport/

Kebebasan Untuk Bergerak, Orang-orang Yang Dipaksa Meninggalkan Tempat Tinggal (IDP), Perlindungan Terhadap Pengungsi, dan Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan.

Undang-undang mengatur tentang kebebasan atas pergerakan di dalam negeri secara bebas dan pada umumnya mengizinkan melakukan perjalanan keluar negeri, namun undang-undang dasar mengizinkan pemerintah untuk mencegah orang-orang tertentu untuk masuk atau meninggalkan negeri. Undang-undang memberikan kekuasaan luas kepada pihak militer ketika negara diumumkan dalam status  keadaan darurat, termasuk kekuasaan untuk membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut; akan tetapi, pemerintah tidak menggunakan kuasa ini.

Pemerintah bekerjasama dengan Kantor PBB (UNHCR) dan organisasi kemanusiaan lain dalam memberi perlindungan dan bantuan kepada  pengungsi internal dalam negeri (IDP), pengungsi, pengungsi yang kembali, pencari suaka, orang-orang tanpa kewarganegaraan, dan orang-orang lain yang perlu perlindungan.

Pergerakan di dalam Negeri: Pemerintah terus membatasi kebebasan bergerak bagi orang asing ke provinsi Papua dan Papua Barat melalui sistem “surat perjalanan,” akan tetapi pelaksanaannya tidak konsisten.

Perjalanan ke luar negeri:  Pemerintah mencegah kedatangan dan keberangkatan atas permintaan polisi, Kejaksaan Agung, KPK, dan Kementerian Keuangan.  Individu yang dicegah untuk memasuki dan meninggalkan Indonesia diantaranya termasuk para wajib pajak yang tidak membayar pajak, orang-orang yang didakwa atau dijatuhi hukuman, individu yang tersangkut dalam kasus korupsi, dan orang-orang yang terlibat dalam sengketa hukum.

Internally Displaced Persons (IDP)

Kurangnya pemantauan sistematis dari kondisi kembalinya dan pemukiman kembali serta kesulitan dalam menentukan siapa yang masih meninggalkan rumah di dalam negeri membuat sulit untuk memperkirakan jumlah dari orang-orang yang dipaksa meninggalkan tempat tinggal IDP. LSM internasional Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC) dalam laporannya tahun 2012 memperkirakan kurang lebih 90.000 orang yang “terpaksa meninggalkan tempat tinggal karena kekerasan dan konflik.” Dua ratus penduduk Indonesia penganut Syiah dari Madura tetap dimukimkan di pingir kota Surabaya setelah kekerasan komunal memaksa mereka untuk meninggalkan tempat tinggal mereka pada tahun 2012. Meskipun ada sejumlah upaya rekonsiliasi dan kunjungan penting oleh menteri urusan agama pada bulan Agustus, kelompok garis keras tetap menolak untuk mengizinkan mereka untuk kembali ke rumah.

Undang-undang menetapkan bahwa pemerintah menjamin “pemenuhan hak orang dan orang-orang yang terpaksa meninggalkan rumah karena bencana dengan cara yang adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.”

Perlindungan terhadap Pengungsi

Akses Suaka:  Negara ini tidak terlibat dalam dari Konvensi 1951 terkait Status Pengungsi atau Protokol 1967 dari konvensi tersebut, dan negara ini tidak memiliki suatu sistem penentuan status pengungsi atau pemberian suaka. UNHCR memproses seluruh klaim untuk status pengungsi di negara ini. Pemerintah tidak menerima pengungsi untuk dimukimkan kembali atau memfasilitasi integrasi lokal atau naturalisasi. Peran pemerintah umumnya terbatas untuk menyediakan ijin keberangkatan untuk pemukiman kembali atau pemulangan. Pemerintah merujuk para migran yang ingin kembali ke negara asalnya kepada International Organization for Migration (IOM) untuk mengakses Program Bantuan Pemulangan Sukarela IOM. Perkiraan jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia bervariasi. Pada bulan Juli terdapat 5.450 pencari suaka dan 4.131 pengungsi yang terdaftar pada UNHCR.  Sebagian adalah pemohon dan yang lain adalah penduduk tanggungan UNHCR itu sendiri. Kebanyakan pengungsi atau pencari suaka berasal dari Afganistan, Somalia ,Burma dan Iran. Sekitar 2.360 dari jumlah tersebut ditampung dalam 13 pusat tahanan imigrasi di seluruh Indonesia, sementara mayoritas dari sisanya tinggal di rumah-rumah kos melalui bantuan IOM.

Pekerjaan: Pemerintah melarang pengungsi untuk bekerja, walaupun pemerintah tidak memberlakukan larangan ini secara ketat.

Akses ke Pelayanan Dasar: Kondisi di pusat-pusat tahanan imigrasi seringkali melebihi kapasitas, dan kadang-kadang memicu terjadinya insiden kekerasan.  Pemerintah melarang para pengungsi untuk mendapatkan akses ke pendidikan dasar negeri dan layanan kesehatan umum, tetapi pemerintah tidak memberlakukan larangan ini secara ketat. Sejumlah tahanan memperoleh akses terhadap program HIV pemerintah, termasuk konseling dan tes sukarela. Undang-undang mengizinkan wanita yang hamil, orang sakit, dan dibawah umur untuk ditampung di fasilitas pemukiman masyarakat. Sebagian dari fasilitas tersebut menyediakan fasilitas layanan kemanusiaan dasar, konseling, dan kegiatan-kegiatan pendidikan nonformal. Individu yang menjadi korban kejahatan memiliki akses kepada mekanisme peradilan nasional.

Bagian 3. Penghormatan terhadap Hak-hak Politik: Hak Warga Negara untuk Mengubah Pemerintah Mereka.

Undang-undang memberikan hak kepada warga negara untuk mengubah pemerintah mereka melalui pemilihan umum yang bebas dan adil, dan warga negara melaksanakan hak ini melalui pemilihan berdasarkan hak pilih universal.

Pemilihan Umum dan Partisipasi Politis

Undang-Undang Dasar mengatur pemilihan umum nasional setiap lima tahun. Anggota DPR secara otomatis menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebuah badan yang dipilih secara penuh yang terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pemilihan Umum Baru-baru ini: Di bulan Juli para pemilih telah memilih Joko Widodo (umumdikenal sebagai Jokowi), gubernur Jakarta, sebagai presiden, menggantikan presiden dua periode Susilo Bambang Yudhoyono. Jokowi mengalahkan jenderal purnawirawan Prabowo Subianto di pemilihan yang dianggap bebas dan adil oleh kebanyakan pengamat. Kedua belah pihak mengeluhkan adanya penyimpangan, tetapi masalah-masalah yang kredibel dapat ditangguhkan dan dinilai tidak mempengaruhi hasil. Presiden Jokowi dilantik pada tanggal 20 Oktober. Pada bulan April para pemilih juga telah memilih DPR yang baru didalam pemilihan legislatif nasional. Sebanyak duabelas partai nasional bersaing dalam pemilu legislatif, dan 10 partai akhirnya memenangkan kursi. Sejumlah penyimpangan terjadi, yang membuat dilakukannya pemilihan ulang di 590 TPS (dari 478.883) di 23 provinsi Tidak ada laporan yang signifikan tentang adanya kekerasan saat terjadinya pemilihan legislatif ataupun pemilihan presiden.

Partai Politik dan Partisipasi Politik: Di tahun 2012 DPR menaikkan ambang batas suara bagi partai-partai untuk mendapatkan kursi di dewan menjadi 3,5 persen. Di pemilihan umum tahun 2014, sepuluh partai dinilai memenuhi ambang batas ini dan dinyatakan berhak untuk mengikuti pemilihan umum. Empat peraih suara terbanyak adalah partai-partai nasionalis, diikuti oleh empat partai berorientasikan Islam. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang merupakan partai Presiden Jokowi memenangkan kursi terbanyak, diikuti oleh Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang merupakan partai Prabowo Subianto.

Semua warga negara dewasa yang berumur 17 ke atas, berhak untuk memilih kecuali: anggota polisi dan tentara yang masih aktif, tahanan yang menjalani kurungan lima tahun atau lebih, orang-orang yang menderita gangguan mental, dan orang-orang yang dicabut hak suaranya melalui putusan pengadilan yang tidak dapat dicabut kembali. Remaja yang sudah menikah (yaitu mereka yang berumur di bawah 17 tahun) adalah orang dewasa dan diizinkan untuk memilih.

Tanggal 26 September DPR mengesahkan peraturan yang menghapuskan pemilihan langsung untuk para pejabat daerah. Peraturan ini memungkinkan DPRD untuk menunjuk pejabat daerah, suatu sistem yang sebelumnya digunakan hingga tahun 2005. Presiden Yudhoyono yang hampir menyelesaikan jabatannya mengeluarkan keputusan presiden yang disinyalir menghalangi sementara implementasi dari peraturan baru tersebut, dan dewan perwakilan rakyat yang baru terpilih kemudian yang akan mengambilalih masalah itu didalam masa tiga bulan. Survei menunjukkan bahwa pemilihan langsung mendapatkan dukungan yang luas dari masyarakat.

Di Papua kelompok separatis KNPB menghimbau dilakukannya boikot terhadap pemilu 2014, dan sejumlah narapidana politik memilih untuk tidak memberikan suara. Menurut para pengamat boikot tersebut tidak efektif dan tidak mempengaruhi hasil pemilu. Sejumlah LSM melaporkan sebanyak 36 orang ditangkap karena terlibat dalam kegiatan yang menganjurkan pemboikotan.

Partisipasi Perempuan dan Kaum Minoritas:  Tidak ada pembatasan hukum pada peran perempuan dalam politik. Undang-undang tentang partai politik memandatkan agar perempuan mengisi paling sedikit 30 persen dari anggota pendiri suatu partai politik baru.

Undang-undang pemilu yang dikeluarkan sebelum pemilu nasional 2009 memiliki klausul yang tidak mengikat bagi partai-partai untuk memilih perempuan paling sedikit 30 persen dari tempat calon dalam daftar partai mereka. Di tahun 2013 Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan ini bersifat mengikat, dan semua partai besar mengikutinya. Akan tetapi, jumlah perempuan dalam parlemen menurun setelah pemilu 2014, dari 18 persen menjadi 17 persen dalam kursi DPR dan dari 27 persen menjadi 13 persen dalam kursi DPD. Sebagai tambahan, undang-undang Pengatur MPR, DPR,DPD dan DPRD (Undang-undang MD3), dikeluarkan pada bulan Juli, mencopot satu pasal dari undang-undang sebelumnya yang memberikan pertimbangan khusus kepada keterwakilan perempuan di posisi pimpinan DPR.

Di tingkat provinsi, gubernur perempuan satu-satunya, Ratu Atut Chosiyah dari Provinsi Banten, didakwa karena korupsi pada bulan September. Tidak ada wakil gubernur perempuan. Pada bulan Maret perempuan berjumlah 7,6 persen dari seluruh posisi walikota dan bupati.

Anggota FPI sering melakukan unjukrasa di depan Kantor Gubernur Jakarta dan Kantor DPRD memprotes naiknya Bajuki Tjahaja Purnama,  yang beragama Kristen dan beretnis Tionghoa, menjadi Gubernur menggantikan Presiden terpilih Jokowi. Setelah unjuk rasa berubah anarkis pada bulan Oktober, polisi menahan sejumlah anggota FPI, termasuk dua orang pimpinan senior FPI yang dituduh mengorganisir protes tersebut.

Persyaratan bahwa seluruh kandidat harus menunjukkan kemampuan membaca Alquran dalam bahasa Arab secara efektif telah menghalangi para non-Muslim untuk menduduki jabatan politis dibeberapa daerah.

Tidak ada statitstik resmi mengenai latar belakang etnis dari para legislator di DPR. Kabinet Presiden Jokowi mencerminkan keragaman etnis dan agama dari negara ini dan menyertakan lebih banyak perempuan daripada kabinet-kabinet sebelumnya (delapan dan 34 anggota kabinet).

Bagian 4. Korupsi dan Kurangnya Transparansi dalam Pemerintah

Undang-undang mengatur tentang hukuman bagi pejabat pemerintah pelaku tindak pidana korupsi, dan pemerintah pada umumnya berusaha keras menerapkan undang-undang ini. Kendati terdapat penangkapan dan penghukuman banyak pejabat tinggi , namun terdapat pandangan luas di dalam dan luar negeri bahwa korupsi tetap menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.  KPK dan Kejaksaan Agung di bawah jaksa agung muda bidang tindak pidana khusus memiliki kuasa atas investigasi dan penuntutan terhadap kasus korupsi.

KPK tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki militer. Pengamat mengklaim bahwa Undang-undang MD3 yang disahkan pada bukan Juli, dapat melindungi para anggota DPR dari penyelidikan yang memerlukan persetujuan tertulis dari  Badan Kehormatan Dewan agar seorang anggota DPR yang terkait dengan kasus korupsi dapat dipanggil atau diselidiki. Para pengamat mengeluhkan bahwa undang-undang tersebut dapat digunakan untuk melindungi para anggota DPR dari penyelidikan terkait tindak pidana korupsi.

Korupsi : Pemerintah memiliki pengadilan tindak pidana korupsi di 34 provinsi.  Sepanjang 2013 KPK telah melakukan 76 penyelidikan, 102 penyidikan, dan 66 penuntutan terhadap kasus korupsi. Dari hasil penyidikan dan penuntutan pada tahun 2013, KPK mengembalikan aset negara sekitar Rp.1,2 trilyun (105 juta dollar AS). Selain itu, menurut laporan tahunan KPK lembaga ini telah mencegah hilangnya aset negara sebesar lebih dari Rp.168 trilyun (14,7 milyar dollar AS).

KPK terus menyelidiki dan mendakwa para pejabat yang diduga melakukan korupsi di semua tingkat di pemerintahan. Beberapa kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi pemerintahan meliputi program pengadaan atau pembangunan infrastruktur pemerintah skala besar yang melibatkan beberapa menteri, gubernur, walikota, hakim pengadilan tinggi, aparat kepolisian,dan sejumlah pegawai negeri. KPK memiliki tingkat penghukuman yang berjalan 100 persen efektif sejak didirikan pada tahun 2003.

Pada tanggal 26 Mei, Menteri Agama Suryadharma Ali mengundurkan diri dari kabinet setelah menjadi tersangka dari pendakwaan oleh KPK dalam kasus penyelewengan  dana Haji sebesar satu trilyun rupiah (87,5 juta dollar AS). Dana Haji ini adalah pundi uang campuran antara dana masyarakat dan dana pribadi  dari  peserta  yang masuk dalam daftar tunggu Haji.  KPK memulai penyelidikan setelah adanya sebuah laporan yang menyoroti sejumlah transaksi mencurigakan sebesar 230 milyar rupiah (20,1 juta dollar AS) antara tahun 2004 dan 2012. Suryadharma Ali juga dituduh menggunakan jatah Haji untuk dirinya, keluarga dan rekan sejawat, dan menggunakan uang pemerintah untuk membayar perjalanan Haji untuk kepentingan pribadi.

Pada tanggal 30 Juni, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditetapkan bersalah atas tuduhan melakukan kecurangan pada pemilihannya sebagai ketua MK, terlibat kasus korupsi, dan pencucian uang yang kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, hukuman yang paling berat yang dapat diberikan oleh Pengadilan Anti Korupsi. KPK mendakwa Akil Mochtar pada tahun 2013. Setelah vonis atas dirinya, kasus ini kemudian meluas pada keterlibatan sejumlah politisi dan pengusaha yang diduga terlibat dalam kasus suap, termasuk walikota Palembang Romi Herton dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, yang telah divonis empat tahun penjara pada bulan September.

KPK melakukan penahanan terhadap sejumlah hakim sepanjang tahun ini, dan kelompok pengawas korupsi menyatakan bahwa korupsi masih tetap menyebar luas diseluruh sistem hukum. Pada tahun 2012 kelompok pengawas korupsi independen mencatat 84 hakim pengadilan didakwa terlibat dalam kasus korupsi.  Suap dan pemerasan mempengaruhi penuntutan, penjatuhan vonis, dan penghukuman dalam kasus-kasus perdata dan pidana.  Oknum-oknum kunci dalam sistem pengadilan dituduh menerima suap dan melakukan pembiaran terhadap kantor-kantor pemerintahan lainnya yang diduga melakukan korupsi. Lembaga bantuan hukum melaporkan kasus berkembang sangat lambat kecuali pejabat yang berkepentingan diberikan uang suap. Sejumlah jaksa penuntut bahkan meminta bayaran dari terdakwa untuk menjamin tuntutan yang lebih ringan.

Antara rentang waktu bulan Januari dan Juni, Komisi Ombudsman Nasional menerima sebanyak 2.071 keluhan publik terhadap pejabat pemerintah.  Sebagian besar keluhan berkaitan dengan pemerintah daerah dan polisi.

Polisi biasanya meminta suap berkisar antara pembayaran tilang  lalu lintas hingga suap dalam jumlah besar yang berkaitan dengan investigasi tindak pidana. Para petugas yang korup seringkali melakukan penggeledahan, pencurian, dan pemerasan terhadap tenaga kerja migran yang kembali dari luar negeri, yang kebanyakan adalah perempuan.  Pada tanggal 26 Juli, KPK menggerebek terminal di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta yang bertanggung jawab  untuk memfasilitasi keberangkatan dan kedatangan para tenaga kerja luar negeri Indonesia, dan menahan 18 orang tersangka termasuk anggota kepolisian dan militer, karena memeras uang dari para pekerja migran dan orang asing yang berada di fasilitas tersebut.

Pada tanggal 24 Juni, seorang anggota polisi militer membakar seorang juru parkir hingga tewas di kawasan Monumen Nasional (Monas) setelah juru parkir tersebut menolak untuk membayar suap. Para saksi mengatakan Tengku Yusri terlibat cekcok dengan anggota TNI Pratu Heri Ardiansyah ketika Yusri tidak memberikan uang setoran sebesar Rp50.000 (4,4 dollar AS). Ardiansyah kemudian menyiram Yusri dengan bensin dan membakarnya hidup-hidup. Yusri mengalami luka bakar lebih dari dari 40 persen tubuhnya dan meninggal dunia pada tanggal 14 Juli. Pihak yang berwenang menahan Ardiansyah dan berniat menyidangkannya di pengadilan militer, tetapi para pengamat mengklaim bahwa anggota TNI masih terus memeras uang dari para pedagang kaki lima dan juru parkir di Monas.

Pengumuman Harta Kekayaan: Menurut undang-undang pejabat senior pemerintah serta pejabat lain yang bekerja pada instansi pemerintah, diwajibkan menyerahkan laporan harta kekayaan. Undang-undang mewajibkan agar laporan tersebut memuat semua kekayaan yang dimiliki oleh pejabat, pasangannya, serta anak yang menjadi tanggungannya. Laporan tersebut harus diserahkan setiap dua tahun terhitung setelah pejabat tersebut dilantik dandalam waktu dua bulan setelah meninggalkan jabatan. Hal ini kemudian segera dilaporkan kepada KPK. KPK bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut dan mempublikasikannya dalam Lembar Negara dan sumber publik lainnya. Terdapat sanksi pidana bagi pejabat yang tidak mematuhi kewajiban tersebut dan bisanya hal ini mengindikasikan kasus yang melibatkan korupsi. Tidak semua kekayaan dapat seluruhnya diverifikasi karena kurangnya sumber daya manusia di lingkungan KPK.

Akses Informasi untuk Publik: Undang-undang tentang Kebebasan Informasi memberikan warga negara akses ke informasi pemerintah serta menyediakan suatu mekanisme  untuk memudahkan warga negara dapat memperoleh informasi tersebut. Undang-undang tersebut melindungi, termasuk informasi tentang pertahanan dan keamanan negara, investigasi yang melibatkan kegiatan penegakan hukum, informasi mengenaipejabat publik, dan kepentingan bisnis dari badan usaha milik negara. Banyak entitas pemerintah yang pada akhir tahun 2014 tetap tidak ingin atau tidak siap untuk mengimplementasikan undang-undang tersebut. Menurut sebuah studi pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen, pihak yang berwenang memberikan 46 persen dari permintaan informasi.  Menurut studi ini, banyak pejabat yang mengabaikan atau menghilangkan permintaan tersebut.

Bagian 5. Sikap Pemerintah Mengenai Investigasi Internasional dan Non Pemerintah tentang Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Sejumlah organisasi hak asasi manusia pada umumnya beroperasi di seluruh negeri tanpa ada pembatasan dari pemerintah, melakukan investigasi dan menerbitkan temuannya tentang kasus-kasus hak asasi manusia serta mengadvokasi untuk perbaikan atas kinerja pemerintah dalam bidang hak asasi manusia. Pemerintah melakukan pertemuan dengan LSM lokal, mengadakan dialog bersama, dan mengambil beberapa langkah sebagai bentuk keprihatinan terhadap LSM. Akan tetapi, sebagian pejabat pemerintah, khususnya di Papua dan Papua Barat, melakukan pengawasan, pelecehan, dan campur tangan yang disertai tindak ancaman dan intimidasi.  Para aktivis mengatakan bahwa petugas intelijen membuntuti mereka, mengambil foto mereka secara diam-diam, dan kadang-kadang menanyakan teman dan anggota keluarga mereka mengenai keberadaan dan kegiatan mereka.

Para aktivis hak asasi manusia dan anti korupsi juga melaporkan bahwa mereka menerima pesan ancaman dan intimidasi dari sumber yang tidak dikenal.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Badan Internasional Lainnya: Pemerintah mengizinkan kunjungan sebagian pejabat PBB yang berkaitan dengan pemantauan perkembangan situasi hak asasi manusia di Indonesia tetapi menunda kunjungan pejabat lain melalui manuver birokrasi. Pasukan keamanan dan badan intelijen cenderung mencurigai organisasi hak asasi manusia asing, terutama yang beroperasi di Papua dan Papua Barat. Hal ini membatasi pergerakan organisasi-organisasi tersebut di wilayah ini.

Pada tahun 2009 pemerintah membatalkan  perjanjian kehadiran palang merah international ICRC dan menghentikan untuk sementara kunjungan ke penjara yang dilakukan oleh ICRC. Walaupun sekarang ICRC telah diizinkan untuk mengunjungi penjara untuk memantau kondisi dan perlakuan terhadap narapidana, pemerintah masih melarang ICRC untuk melakukan pertemuan tertutup dengan para narapidana. Pemerintah sekarang telah mengizinkan ICRC untuk melakukan kunjungan ke Papua dan melakukan serangkaian kegiatan terbatas (seperti memberikan pelatihan kepada tentara dan polisi, pengembangan kurikulum sekolah, dan bantuan sanitasi/teknis untuk penjara).

Badan-badan Hak Asasi Manusia Pemerintah:  Sejumlah badan independen yang terafiliasi dengan pemerintah mengangkat masalah hak asasi manusia, termasuk Ombudsman Nasional, Komnas Perempuan dan Komnas HAM.  Masyarakat pada umumnya mempercayai Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Ombudsman, akan tetapi kerjasama pemerintah atas rekomendasi mereka bukan merupakan suatu kewajiban dan tidak bersifat umum.

Pada tahun 2012 Komnas HAM mempublikasikan temuannya mengenai tragedi anti komunis tahun 1965 dan 1966.  Berdasarkan investigasi selama empat tahun, Komnas HAMini menyimpulkan bahwa tindakan pemerintah, termasuk pembunuhan, penumpasan, perbudakan, pengucilan atau pemindahan penduduk secara paksa, pencabutan kemerdekaan pribadi, siksaan, pemerkosaan, dan penghilangan yang dipaksakan, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.  Hingga akhir tahun pemerintah belum mengajukan tuntutan dalam kasus terkait kejadian-kejadian itu.

Pada tahun 2009, DPR menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc untuk menyelidiki dan menuntut hilangnya aktivis hak asasi manusia. Dua puluh empat aktivis hak asasi manusia dan mahasiswa hilang antara tahun 1997 dan 1998; 10 orang kemudian kembali dan menuduh militer atas penculikan dan penganiayaan. Satu mayat ditemukan, dan 13 aktivis masih hilang. Kendati adanya mandat berkaitan dengan pengungkapan kasus tersebut, sampai akhir tahun pemerintah belum membentuk pengadilan ini dan Kejaksaan Agung mengembalikan kasus tersebut ke Komnas HAM untuk penyelidikan lebih lanjut dengan menyebutkan kurangnya alat bukti untuk melakukan penuntutan.

Walaupun undang-undang tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh menyatakan bahwa pengadilan hak asasi manusia akan didirikan di Aceh, hingga akhir tahun pengadilan tersebut belum dibentuk. Hal ini disinyalir karena kesulitan yang berasal dari peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional lainnya. Pada bulan Agustus pemerintah membatalkan kesepakatan awal tentang pembentukan komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Aceh.

Bagian 6. Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Manusia

Undang-undang dasar tidak secara eksplisit melarang diskriminasi berdasarkan gender, ras, ketidakmampuan, bahasa, atau status sosial.  Undang-undang dasar mengatur kesamaan hak seluruh warga negara, baik pribumi maupun pendatang.  Kadang-kadang pemerintah gagal membela hak-hak ini, khususnya untuk masyarakat minoritas.

Perempuan

Pemerkosaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Undang-undang mengkriminalkan pemerkosaan, walaupun definisi hukum mengenai pemerkosaan hanya meliputi penetrasi organ seksual secara paksa, dan pengajuan kasus ini memerlukan konfirmasi dan saksi. Undang-undang mengkriminalkan pemerkosaan dalam perkawinan. Statistik nasional yang dapat dipercaya tentang insiden pemerkosaan tetap tidak tersedia. Pemerkosaan dapat dihukum mulai dari empat hingga 14 tahun penjara, dan pemerintah memenjarakan pelaku pemerkosaan dan upaya pemerkosaan; akan tetapi, hukuman ringan terus menjadi masalah, dan banyak pemerkosa yang divonis menerima hukuman minimum.

Undang-undang melarang kekerasan dalam rumah tangga dan bentuk kekerasan lain terhadap perempuan; kendati demikian, kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah.  Kekerasan terhadap perempuan tetap tidak didokumentasikan dengan baik dan secara signifikan kurang dilaporkan oleh pemerintah. Selama tahun 2013 Komnas Perempuan mencatat 279.760 laporan mengenai kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga adalah bentuk kekerasan yang paling umum terhadap perempuan. Tekanan sosial mencegah banyak perempuan untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga dan oleh karena itu,  kebanyakan LSM yang terlibat dalammasalah perempuan yakin bahwa angka kekerasan actual di lapangan jauh lebih tinggi daripada statistik resmi yang ada.

Terdapat dua jenis pusat konseling yang tersedia bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan: pusat-pusat yang dioperasikan oleh pemerintah di rumah sakit dan dikelola LSM di masyarakat. “ruang krisis khusus” atau “pusat pengaduan perempuan” dioperasikan secara nasional oleh Kepolisian  di mana polisi wanita kemudian menerima laporan  dari perempuan dan anak-anak yang menjadi korban pelecehan seks dan perdagangan seks komersial dan di mana para korban bisa mendapatkan perlindungan dan tempat tinggal sementara.

Mutilasi/Pemotongan Alat Kelamin Perempuan (FGM/C):  Menurut LSM, mutilasi alat kelamin perempuan biasanya terjadi pada perempuan yang berumur di atas 18 tahun.  Pada bulan Februari Kementerian Kesehatan mencabut keputusan tahun 2010 yang memberikan panduan untuk melaksanakan FGM/C secara aman. Keputusan menteri tahun 2010 tersebut munculsetelah adanya keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2009 yang melarang institusi untuk mencegah langsung FGM/C. Pencabutan ini menyerukan pemindahan pengaturan FGM/C ke suatu badan penganjur kesehatan yang didalamnya termasuk sejumlah pemuka agama.

Pelecehan Seksual: Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan dalam kitab undang-undang hukum pidana, pasal 281 yang melarang tindakan asusila di depan publik, dijadikan dasar untuk gugatan pidana untuk semua pelecehan termasuk pelecehan seksual di tempat kerja. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dihukum dengan hukuman penjara sampai dengan dua tahun dan delapan bulan serta sedikit denda.

Hak Reproduksi: Pemerintah mengakui hak individu dan pasangan untuk menentukan jumlah, jarak, dan untuk melehirkan keturunan serta informasi dan cara untuk merencanakannya serta hak untuk memperoleh standar kesehatan reproduksi tertinggi, bebas dari diskriminasi, pemaksaan, dan kekerasan. Kendati demikian, menurut sebuah studi yang diterbitkan oleh sebuah LSM internasional di tahun 2012, rata-rata 30 persen perempuan yang disurvei selama 4 tahun di usia yang sudah tidak menginginkan keturunan pada akhirnya melahirkan anak. Studi tersebut menemukan bahwa terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi jumlah tersebut, termasuk pemakaian metoda alat kontrasepsi jangka pendek  ketimbang  jangka  panjang. Walaupun pemerintah memberikan subsidi dan memberikan kemudahan untuk mendapatkan kontrasepsi di seluruh Indonesia, namun biaya kontrasepsi dan infrastruktur kesehatan yang buruk seringkali membatasi ketersediaannya.

Sebuah laporan dari LSM internasional tahun 2010 mengindikasikan bahwa perempuan lajang secara khusus tidak diberi akses yang cukup ke kontrasepsi, dan ini terus menjadi masalah.   Sebuah survei  tahun 2013  oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan 59,3 persen  wanita yang telah menikah menggunakan kontrasepsi modern dan 0,4 persen menggunakan kontrasepsi tradisional. Sebuah studi tahun 2010 juga menemukan bahwa 96 persen perempuan menerima perawatan medis pranatal. Menurut Survei Kesehatan dan Demografis (DHS) tahun 2012,Rasio resmi kematian ibu melahirkan adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup, naik dari 228 pada DHS tahun 2007. Seorang perwakilan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional  mengatakan bahwa kegagalan pemerintah untuk menurunkan tingkat kesuburan adalah penyebab naiknya kematian saat melahirkan.

Penyebab utama dari kematian ibu melahirkan adalah postpartum hemorrhage, pre-eclampsia, dan sepsis.  Menurut Kementerian Kesehatan, sebanyak 69 persen dari seluruh kelahiran dibantu oleh bidan. Kementerian ini mencatat bahwa kualitas bidan di negara ini rendah karena standar pelatihan yang buruk dan pemantauan yang tidak memadai terhadap institusi pendidikan. Hal ini kemungkinan dikarenakan pengawasan untuk program bidan dialihkan dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penempatan bidan yang tidak merata pada tingkat masyarakat dan penggunaan tenaga pembantu kelahiran tradisional yang tinggi juga merupakan salah satu faktor penyumbang terhadap kematian saat melahirkan. Rumah sakit dan pusat kesehatan tidak melaksanakan secara optimum pengelolaan komplikasi, dan terdapat masalah dengan rujukan untuk komplikasi, termasuk masalah keuangan atau terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan yang memenuhi syarat. Status ekonomi seorang perempuan, tingkat pendidikan, dan usia pada pernikahan pertama juga memengaruhi angka kematian pada ibu yang sedang melahirkan.

Di bulan Juli Presiden Yudhoyono menandatangani  peraturan pemerintah di bawah undang-undang tahun 2009 yang melegalkan aborsi untuk korban pemerkosaan atau ketika nyawa ibu sedang terancam oleh proses melahirkannya. Berdasarkan peraturan tersebut perempuan harus mendaftarkan pemohonan aborsi dalam waktu 40 hari sejak haid terakhir, yang dianggap kurun waktu yang dianggap terlalu singkat. Para kritikus juga menyalahkan pasal yang mensyaratkan persetujuan pasangan untuk melakukan aborsi.

Diskriminasi: Undang-undang menyatakan bahwa perempuan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama seperti laki-laki, akan tetapi undang-undang juga menyatakan bahwa partisipasi perempuan dalam proses pembangunan tidak boleh bertentangan dengan peran mereka dalam memperbaiki kesejahteraan keluarga dan dalam mendidik generasi muda. Undang-undang tentang perkawinan menetapkan laki-laki sebagai kepala keluarga. Perempuan di banyak daerah di Indonesia khususnya di Papua banyak mengalami perbedaan  perlakuan berdasarkan gender.

Perceraian boleh dilakukan baik oleh laki-laki dan perempuan. Banyak  pihak yang diceraikan tidak menerima tunjangan, karena tidak ada sistem untuk melaksanakan pembayaran tersebut.  Jika tidak ada perjanjian kawin, harta gono-gini kemudian dibagi sama rata. Undang-undang mewajibkan perempuan yang bercerai untuk menunggu 40 hari sebelum menikah kembali, namun laki-laki dapat segera menikah kembali. Dalam hal ini, Pemerintah juga terus menerapkan syariah di Aceh. Dampak dari penerapan ini beragam di tiap provinsi tetapi menunjukkan pola yang sama dengan beberapa tahun terakhir, pada umumnya tampak tidak begitu mengganggu lagi karena pengawasan pemerintah yang lebih baik atas Polisi Syariah.

Pada tanggal 1 Mei, seorang wanita di provinsi Aceh dilaporkan diperkosa secara berkelompok oleh sembilan orang yang mengklaim bahwa mereka menegakkan undang-undang anti maksiat syariah. Para pelaku dilaporkan menerobos masuk ke dalam rumah milik sang perempuan dimana perempuan tersebut bersama dengan seorang pria yang telah menikah, mengikat serta memukuli sang pria, memperkosa si wanita secara bergiliran, dan kemudian membawa kedua korban ke kantor Polisi Syariah. Sebagian besar tersangka telah ditangkap, dan pejabat menyatakan bahwa mereka akan diadili secara pidana dengan tuduhan pemerkosaan. Pejabat syariah juga mengklaim bahwa mereka berupaya menjatuhkan hukuman cambuk bagi para korban karena melanggar undang-undang syariah yang melarang maksiat, kendati  hal ini ditunda hingga setelah peradilan kasus  pidana selesai. Secara terpisah, kepolisian menyatakan  tiga orang wanita  ditahan karena prostitusi di Banda Aceh pada bulan Agustus dan mereka juga menghadapi ancaman hukuman cambuk.

Pemerintah daerah dan kelompok-kelompok di dalam dan diluar  Aceh juga melakukan kampanye untuk mendorong kepatuhan perempuan terhadap pedoman syariah. Peraturan daerah di sebagian wilayah memerintahkan penggunaan  pakaian Muslim bagi pegawai negeri. Kesiagaan dalam menegakkan pembedaan jenis kelamin, puasa, dan aturan pakaian semakin meningkat selama Ramadan. Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab untuk “menyelaraskan” peraturan daerah yang tidak sejalan dengan undang-undang nasional. Menurut Komnas Perempuan, ada 334 peraturan daerah yang dianggap tidak konstitusional dan diskriminatif terhadap perempuan, banyak diantaranya terkait dengan kesantunan dan kewajiban berjilbab.

Perempuan mengalami diskriminasi di tempat kerja, baik dalam perekrutan maupun dalam mendapatkan kompensasi yang adil; akan tetapi, sudah ada perkembangan dalam bidang ini, khususnya dalam pekerjaan di sektor publik (lihat bagian 7.d). Menurut Indeks Ketidaksetaraan Gender yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada tahun 2013, perempuan memperoleh pendapatan 30 persen lebih sedikit dari   pria untuk pekerjaan yang sama, dan sekitar 26 persen lebih kecil secara keseluruhan. Perempuan professional mencapai  40% dari total tenaga kerja dan 48 persen dari para pekerja profesional dan teknis, akan tetapi hanya 27% dari total menjadi anggota dewan, pejabat senior dan manajer. Menurut pemerintah, kaum perempuan mewakili 48% dari seluruh populasi pegawai negeri pada bulan Januari 2013 dan lebih dari 28%  dari pegawai negeri senior, naik dari hanya 9 persen pada tahun 2009.

Sebagian aktivis mengatakan bahwa dalam perusahaan manufaktur, pengusaha  memasukkan  perempuan ke dalam jenis pekerjaan dengan upah dan golongan yang lebih rendah. Tidak seperti rekan pekerja pria mereka, banyak pekerja pabrik perempuan dipekerjakan sebagai pekerja tidak tetap ketimbang sebagai karyawan tetap dan bersifat paruh waktu, dan perusahaan tidak diwajibkan untuk memberikan fasilitas seperti cuti melahirkan kepada pekerja tidak tetap. Menurut undang-undang, jika suami dan istri bekerja di sebuah instansi pemerintah, suamilah  yang berhak menerima tunjangan kepala keluarga.

Pekerjaan yang secara tradisional dihubungkan dengan perempuan secara signifikan terus kurang dihargai dan tidak diregulasi.  Misalnya, pembantu rumah tangga yang menerima sedikit perlindungan hukum.  Berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan, pembantu rumah tangga tidak diberikan upah minimum, asuransi kesehatan, kebebasan berserikat, delapan jam kerja per hari, satu hari libur mingguan, waktu libur, atau kondisi kerja yang aman. Akibatnya, sebagaimana dilaporkan oleh LSM lokal, perlakuan yang keras dan diskriminatif terhadap pembantu rumah tangga terus terjadi di mana-mana.

Anak-anak

Pencatatan Kelahiran:  Status kewarganegaraan utamanya diperoleh  melalui orang tua; akan tetapi, status kewarganegaraan ini juga dapat diperoleh melalui kelahiran di wilayah Indonesia. Tanpa pencatatan kelahiran, keluarga akan menemukan kesulitan dalam mengakses manfaat asuransi yang disponsori pemerintah dan ketika mendaftarkan anak-anak ke sekolah. Hampir tidak mungkin untuk memastikan umur seorang anak, dan umur sering dipalsukan dalam KTP  melalui oknum pegawai pemerintah.

Keputusan Mahkamah Konstitusi  tahun 2012 menggantikan undang-undang tahun 1974,  dan menetapkan anak-anak yang lahir di luar perkawinan dicatat dengan ikatan sipil hanya dengan ibunya. Keputusan tersebut mengatur tentang penyertaan bukti DNA dalam menentukan kedudukan sebagai ayah dan memberikan hak warisan atas kekayaan ayah untuk anak-anak yang lahir di luar perkawinan yang dicatat.

Pendidikan: Walaupun undang-undang mengatur tentang pendidikan gratis, kebanyakan sekolah tidak gratis, dan kemiskinan menyebabkan pendidikan sulit  dijangkau bagi banyak anak-anak. Menurut undang-undang anak-anak diwajibkan mengikuti sekolah dasar enam tahun dan sekolah menengah pertama tiga tahun; akan tetapi, pemerintah tidak secara umum menegakkan kewajiban ini. Di tahun 2013 pendaftaran masuk di pendidikan primer dan sekunder terlihat sama untuk anak perempuan dan juga anak laki-laki, tetapi menurut beberapa LSM, anak laki-laki tetap memiliki kemungkinan lebih besar untuk menyelesaikan sekolah, khususnya di daerah pedesaan.

Beberapa provinsi dan kabupaten, seperti Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten  Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, memiliki kebijakan daerah untuk wajib pendidikan selama 12 tahun hingga sekolah menengah atas.

Pelecehan Anak:  Pekerja anak dan pelecehan seksual merupakan masalah serius di Indonesia.  Pelecehan terhadap anak dilarang menurut undang-undang, akan tetapi upaya pemerintah untuk memberantas hal ini pada umumnya masih lambat dan tidak efektif. Undang-undang Perlindungan Anak mengatur tentang eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap anak serta adopsi, perwalian, dan masalah-masalah lain; akan tetapi, sebagian pemerintah provinsi tidak menegakkan ketentuan ini. Antara bulan Januari dan April, Komisi Nasional Perlindungan Anak menerima 622 laporan tentang kasus kekerasan terhadap anak; dari jumlah ini 426 berhubungan dengan pelecehan seksual.

Menurut laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan tahun 2012, sekitar 3,4 juta anak berumur 10-17 tahun terpaksa bekerja karena faktor kemiskinan.

Kawin Paksa dan Pernikahan Dini: Perbedaan hukum antara seorang wanita dewasa dan seorang anak perempuan tidak diatur dengan jelas. Undang-undang menetapkan umur minimum untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun (laki-laki 19 tahun), tetapi Undang-undang tentang Perlindungan Anak menyatakan orang di bawah usia 18 dikategorikan sebagai anak-anak.

Anak perempuan yang menikah medapatkan status hukum sebagai orang dewasa. Anak-anak perempuan seringkali menikah sebelum mencapai usia 16, terutama di pedesaan dan di daerah miskin. Laporan dari UN Population Fund (Dana Penduduk PBB) tahun 2012 mengutip penurunan secara menyeluruh dalam tingkat perkawinan anak namun mencatat bahwa 22 persen perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.

Mutilasi/Pemotongan Alat Kelamin Perempuan (FGM/C):  Mutilasi alat kelamin perempuan (FGM/C) terhadap anak-anak dilakukan di sebagian wilayah Indonesia.  Sebagian aktivis LSM menolak klaim tentang mutilasi, dan mengatakan bahwa ritual  yang dilakukan di negara ini adalah sebagai simbol saja. Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010 yang melarang jenis FGM yang lebih drastis namun secara eksplisit mengizinkan dokter, bidan, dan perawat yang mempunyai izin untuk melakukan FGM tipe IV (penusukan atau penindikkan klitoris atau labia secara simbolis) telah dicabut pada bulan Februari, meninggalkan keraguan mengenai pengaturan praktek ini kedepannya.

Eksploitasi Seksual terhadap Anak: Sementara tidak ada pelanggaran yang disebut pemerkosaan terhadap orang di bawah umur dalam undang-undang ini, kitab undang-undang hukum pidana melarang seks sukarela di luar perkawinan dengan anak perempuan di bawah usia 15 tahun. Undang-undang ini tidak menyebutkan perilaku heteroseksual antara perempuan dewasa dan anak laki-laki, tetapi undang-undang ini melarang perbuatan seks sesama jenis antara orang dewasa dan anak di bawah umur.  Undang-undang tentang Pornografi tahun 2008 melarang pornografi anak dan menetapkan hukuman maksimum 12 tahun dan denda Rp 6 milliar (525.000 dollar AS) untuk membuat dan memperdagangkan pornografi anak. Secara nasional, UN Children’s Fund (Dana Anak-anak PBB) memperkirakan 40.000 hingga 70.000 anak-anak menjadi korban eksploitasi seks dan 30 persen dari seluruh pekerja seks komersial perempuan masih di bawah umur.Anak-anak yang Dipaksa Meninggalkan Rumah:  Menurut laporan pemerintah, selama tahun ini terdapat setidaknya 6.631 anak jalanan di Jakarta dan sekitar 420.000 anak jalanan di seluruh Indonesia. Pemerintah terus mendanai tempat perlindungan yang diselenggarakan oleh LSM setempat dan membayar untuk pendidikan sebagaian dari anak jalanan tersebut.

Penculikan Anak Internasional: Indonesia bukan merupakan pihak yang terlambat dalam Konvensi Hague 1980 tentang Aspek Sipil dari Penculikan Anak Internasional.  Untuk informasi mengenai negara secara khusus lihat laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat di www.travel.state.gov/content/childabduction/english/country/indonesia.htm

Anti-semitisme

Populasi orang Yahudi sangat sedikit di Indonesia.  Terjadi protes yang tersebar luas selama konflik Israel-Gaza pda bulan Juli dan Agustus yang sesekali menonjolkan retorika anti-semitisme. Kebanyak dari mereka berupa unjuk rasa dalam skala kecil, , damai dan lebih memfokuskan untuk mengumpulkan dana untuk bantuan kemanusiaan

Perdagangan Manusia

Lihat Laporan Perdagangan Manusia Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat di http://www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/.

Penyandang disabilitas

Undang-undang melarang tindak diskriminasi terhadap orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik dan mental baik dalam hak memperoleh pekerjaan, pendidikan, akses ke perawatan kesehatan, atau pelayanan negara.  Undang-undang ini tidak memuat persyaratan khusus mengenai akses penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan perjalanan udara dan transportasi lain, namun memberikan mandat khusus untuk memudahkan penyandang disabilitas dalam mendapatkan akses ke fasilitas publik; akan tetapi, dalam prakteknyapemerintah tidak secara khusus melaksanakan ketentuan ini. Pemerintah menggolongkan orang-orang yang menyandang disabilitas  ke dalam tiga kategori: disabilitas secara fisik, disabilitas secara mental, dan disabilitas secara fisik dan mental. Kategori ini selanjutnya dibagi hak memperoleh pendidikan. Pemerintah membatasi hak orang memperoleh suara atau berpartisipasi dalam urusan kenegaraan dengan tidak menegakkan hukum atau peraturan yang mengatur soal penyandang disabilitas. Pada tahun 2013 KPU menandatangani nota perjanjian dengan beberapa LSM untuk bekerjasama meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam Pemilihan Umum 2014. Sebagai hasilnya, 3,6 juta pemilih dengan disabilitas dapat  memberikan suara pada pemilu 2014. Walaupun tidak ada data resmi yang tersedia, sejumlah LSM partisipasi menyatakan bahwa pemilih dengan disabilitas mengalami  meningkat. Undang-undang memberikan hak kepada anak-anak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan danperawatan khusus. Menurut salah satu LSM, terdapat 1,4 juta penyandang disabilitas di Indonesia, dan kurang dari 4 persen memperoleh akses yang layak ke pendidikan.  Menurut statistik pemerintah tahun 2008-09, terdapat 1.686 sekolah yang ditujukan khusus untuk anak-anak penyandang disabilitas, 1.274 di antaranya dikelola oleh pihak swasta.  Menurut LSM lebih dari 90 persen anak penyandang disabilitas adalah  penyandang  tuna netra dan buta huruf.  Sebagian orang muda penyandang disabilitas lebih memilih menjadi pengemis untuk mencari nafkah.  Anak-anak penyandang disabilitas dikirim ke sekolah terpisah, dan sangat jarang memperoleh pendidikan dasar. Universitas di negeri ini tidak memberikan gelar dalam pendidikan khusus. Para kritikus mengatakan bahwa pemerintah sebaiknya mengubah standar penerimaan universitas negeri yang menghambat  penyandang disabilitas untuk turut serta dalam memperoleh pendidikan tinggi dari sejumlah jurusan tertentu.

Minoritas Nasional/Rasial/Suku

Pemerintah secara resmi mendorong toleransi ras dan suku.

Penduduk Pribumi

Pemerintah menganggap semua warga negara sebagai “pribumi”; akan tetapi, pemerintah mengakui  keberadaan “masyarakat adat” dan hak mereka untuk ikut serta dalam kehidupan politik dan sosial secara penuh.  Masyarakat adat ini termasuk ribuan suku Dayak di Kalimantan, keluarga yang hidup sebagai pengembara laut, dan 312 suku asli yang diakui secara resmi di Papua. Penduduk asli di Papua  tercatat paling banyak mendapatkan perlakuan diskriminasi, dan hanya sedikit perubahan dalam penghormatan tanah dan hak adat mereka. Kegiatan pertambangan dan penebangan kayu, yang kebanyakan ilegal mengakibatkan masalah sosial, ekonomi, dan logistik yang signifikan bagi masyarakat adat.  Pemerintah tidak dapat mencegah perusahaan yang seringkali bekerjasama dengan militer dan polisi setempat  untuk melakukani pelanggaran batas tanah milik masyarakat pribumi. Di Papua dan Papua Barat, ketegangan terus berlanjut antara  penduduk asli Papua dan  para pendatang dari provinsi lain.  Kaum Melanesia di Papua mengutip bahwa rasisme dan diskriminasi merupakan pendorong kekerasan dan ketimpangan ekonomi di wilayah tersebut.

Pada tahun 2013,Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memenangkan gugatan aliansi masyarakat pribumi yang menuntut perubahan sebagian dari isi undang-undang tentang kehutanan tahun 1999. Putusan tersebut meniadakan kepemilikan negara secara otomatis atas hutan yang ada di dalam area berdasarkan hukum masyarakat adat setempat. Akan tetapi, akses ke lahan masyarakat adat terus menjadi sumber konflik utama di seluruh negeri.  Perusahaan besar dan peraturan pemerintah memaksa orang keluar dari tanah adatnya. Sebagian LSM yang memiliki kepedulian terhadap tentang hak tanah mengatakan bahwa demarkasi lahan yang tidak efektif mengakibatkan pelarangan akses orang-orang ke tanah adat mereka sendiri.

Pejabat pemerintah pusat dan daerah dilaporkan memperoleh  “imbalan” dari perusahaan pertambangan dan kelapa sawit atas pemberian akses lahan yang merugikan penduduk setempat. Para aktivis pembela hak tanah melaporkan menerima ancaman dari pemerintah dan pihak swasta setelah mengungkap masalah ini di ranah publik. Pada bulan Mei, aktivis hak tanah Eva Bande dihukum empat tahun penjara atas peran dan keterlibatannya dalam protes terhadap kasus kekerasan yang melibatkann oleh para petani di sebuah kebun kelapa sawit yang dimiliki oleh PT KLS. Sejumlah LSM mengklaim bahwa dia hanya mencoba untuk menenangkan para petani yang melakukan protes dan ditahan karena upaya advokasinya. Enam orang anggota TNI terlibat dalam penyekapan dan dikenakan tuduhan penyiksaan terhadap Titus Simanjuntak pada bulan Maret dan juga pembunuhan seorang petani di sebuah insiden yang terkait dengan konflik lahan yang telah berlangsung lama antara kelompok masyarakat pribuni setempat dengan konglomerat PT Asiatic Persada.

Beberapa tahun belakang ini, program pemerintah untuk memindahkan penduduk dari pulau-pulau yang padat di Jawa dan Madura sudah jauh berkurang.  Konflik komunal seringkali terjadi di sepanjang garis suku di area yang memiliki populasi transmigran yang cukup besar.

Pelecehan Sosial, Diskriminasi, dan Tindak Kekerasan Lain yang Berdasarkan Orientasi Sosial dan Identitas Gender

Undang-undang Pornografi tahun 2008 mengkriminalkan  media yang memperlihatkan kegiatan seksual sesama jenis secara sukarela dan menggolongkan perbuatan tersebut sebagai tindakan abnormal; yang dapat dikenakan denda berkisar antara Rp 250 juta hingga 7 milyar (21.800-612.500 dollar AS) dan hukuman antara enam bulan hingga 15 tahun penjara dengan tambahan penalti sepertiga lebih tinggi daripada hukuman tersebut untuk perbuatan yang melibatkan anak di bawah umur. Selain itu, peraturan daerah di seluruh negeri mengkriminalkan perbuatan seksual sesama jenis. Misalnya, Provinsi Sumatera Selatan dan Kotamadya Palembang mempunyai perdayang mengkriminalkan perbuatan seks sesama jenis serta prostitusi. Berdasarkan peraturan daerah di Jakarta, pejabat keamanan menganggap setiap waria (transgender) yang ditemukan di jalanan pada malam hari sebagai pekerja seks. Menurut media dan laporan LSM, pihak berwenang setempat terkadang melecehkan sejumlah individu waria  dan memaksa mereka untuk membayar suap setelah ditahan oleh aparat keamanan setempat. Dalam beberapa kasus pemerintah gagal melindungi individu LGBT dari pelecehan sosial. Korupsi polisi, pandangan bias, dan tendensi kekerasan menyebabkan individu LGBT menghindari interaksi dengan polisi. Polisi biasanya tidak akan serius menyelidiki kasus penyerangan yang dilakukan oleh kelompok garis keras terhadap pertemuan LGBT. Pengaduan  resmi oleh korban dan orang-orang yang terkena dampak langsung dalam kasus diatas biasanya diabaikan. Dalam kasus pidana dengan korban LGBT, polisi menyelidiki kasus dengan cukup baik, sepanjang tersangka tersebut tidak memiliki afiliasi dengan polisi. Tetapi ketika menyelidiki dugaan pelecehan oleh polisi, para penyelidik tidak responsif – bahkan setelah adanya desakan dari Komnas HAM.

Polisi Syariah di Aceh dilaporkan atas pelecehan terhadap individu waria. Pada bulan September parlemen Aceh mengeluarkan suatu peraturan yang memberlakukan hukuman 100 kali cambukan terhadap perilaku homoseksual. Hingga bulan Oktober, Gubernur Aceh belum menandatangani pemberlakuan undang-undang tersebut, dan sejumlah LSM menyerukan kepada pemerintah pusat untuk menolak undang-undang tersebut. LSM melaporkan bahwa kelompok agama, anggota keluarga dan publik pada umumnya seringkali mengucilkan individu LGBT. Sebuah survei LSM tahun 2013 menemukan bahwa 89 persen responden dari Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar mengalami diskriminasi atau kekerasan dalam berbagai bentuk. Selama tahun 2013 Komnas Perempuan mencatat 49 kasus kekerasan terhadap individu lesbian, biseksual, dan transgender, yang melibatkan 53 orang korban.

Undang-undang tentang anti diskriminasi tidak berlaku bagi individu LGBT dan Pemerintah hampir melakukan pembiaran dan tidak mengambil langkah apapun untuk mencegah diskriminasi terhadap orang LGBT.

Organisasi LGBT dan LSM beroperasi secara terbuka dan seringkali menyelenggarakan acara sederhana di tempat-tempat umum, walaupun seringkali tanpa dilengkapi izin dari pemerintah setempat.

Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan LGBT, terutama pasangan lesbian muda yang ditentang oleh orang tua yang tidak menyetujui, advokat melaporkan bahwa polisi biasanya membela orang tua dalam menyalahkan anak di bawah umur atas perilaku menyimpang atau menyalahkan teman wanitanya karena “merusak” moral anaknya. Keluarga seringkali memberikan terapi kepada LGBT di bawah umur hingga mengurung mereka dirumahnya atau dipaksa untuk menikah. Mengganggu anak-anak yang dianggap LGBT sudah merupakan hal biasa.

Pada bulan Agustus, anggota DPD Fahira Idris secara terbuka meminta  penerbit untuk menarik sebuah buku komik pendidikan seks yang berjudul “Why Puberty” karena buku tersebut dituduh memuat propaganda pro-LGBT dan berlawanan dengan ajaran agama dan ideologi bangsa Pancasila.

LSM mendokumentasikan contoh-contoh pejabat pemerintah yang tidak menerbitkan kartu identitas kepada waria.  Di tahun 2013 perubahan terhadap Undang-undang Catatan Sipil memungkinan orang-orang transgender untuk secara resmi mengubah jenis kelamin mereka hanya setelah menyelesaikan operasi penggantian kelamin. Sejumlah pengamat mengatakan bahwa prosesnya rumit  dan menurunkan martabat karena proses tersebut mensyaratkan adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa operasi sudah dilakukan dan hanya diijinkan dalam kondisi-kondisi khusus yang tidak diatur dengan jelas. Waria menghadapi diskriminasi dalam mendapatkan layanan, termasuk layanan kesehatan dan layanan publik lainnya.

Stigma Sosial HIV dan AIDS

Stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS sudah tersebar luas. Akan tetapi, pemerintah seringkali mendorong toleransi terhadap penderita HIV/AIDS dan sudah mengambil langkah untuk mencegah infeksi baru dengan menyediakan obat antiretroviral tanpa dipungut biaya, meskipun dengan sejumlah kendala administratif. Posisi pemerintah akan toleransi ditaati secara tidak merata di setiap lapisan masyarakat; misalnya, upaya pencegahan seringkali tidak agresif karena ketakutan terhadap pihak konservatif agama yang memiliki cara pandang yang berlawanan. Selain hambatan mendapatkan akses ke obat antiretroviral, calon penerima harus membayar biaya diagnostik, pengobatan, atau biaya dan pengeluaran lain yang membuat biayanya sulit dijangkau publik. LSM melaporkan adanya sejumlah perusahaan yang mengharuskan tes HIV bagi calon karyawan, dan tempat kerja yang memecat karyawannya segera setelah mereka mengetahui mengenai status HIV karyawan tersebut. Dalam satu kasus, seorang transgender pria-menjadi-wanita dari Cibubur, Jawa Barat, dipecat setelah dokternya memberitahukan atasannya bahwa dia mengidap HIV positif.

Kekerasan atau Diskriminasi Sosial Lainnya

Kelompok agama minoritas seringkali menjadi korban diskriminasi sosial dan tindak kekerasan,  termasuk kelompok Ahmadiyah, Syiah, dan Muslim non-Sunni lainnya; di daerah  di mana merupakan minoritas, Muslim Sunni dan Kristen juga menjadi korban diskriminasi sosial.

Ketegangan suku dan agama terkadang mempunyai andil dalam kekerasan yang terlokalisir. Pada tanggal 4 Agustus, satuan Brimob diturunkan untuk menghentikan kekerasan antara desa Muslim di Iha dan Luhu di Seram Barat,Provinsi Maluku, setelah bentrokan tersebut menyebabkan sembilan orang tewas, 42 terluka dan beberapa bangunan terbakar. Konflik baru mereda keesokan harinya. Desa-desa ini telah berselisih selama lebih dari 30 tahun, dan insiden terakhir dikabarkan dipicu oleh terbunuhnya seorang warga desa Iha.

Ketegangan juga kerap terjadi antara penduduk setempat dengan para pekerja pendatang yang berujung kepada bentrokan fisik. Pada tanggal 11 Agustus, bentrokan pecah di Timika,Papua, antara kelompok suku Dani dengan pendatang dari pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Setelah pimpinan suku Dani Korea Waker ditemukan dengan tubuh terpenggal, kelompok suku tersebut kemudian membalas dengan membunuh enam orang pendatang dan membakar beberapa rumah. Hingga Oktober polisi telah menahan dua orang yang terkait dengan pembunuhan Waker.

Bagian 7. Hak-Hak Pekerja

a. Kebebasan Berserikat dan Hak atas Perundingan Bersama

Undang-undang, dengan sejumlah batasannya memberikan hak pekerja untuk mengikuti serikat independen, melakukan demonstrasi resmi, dan berunding secara kolektif. Undang-undang ini melarang tindakan diskriminasi dalam berserikat.

Pekerja di sektor swasta memiliki hak yang luas untuk berserikat, tetapi undang-undang memberi pembatasan untuk berorganisasi bagi pekerja sektor publik.  Walaupun undang-undang mengakui kebebasan berserikat dan hak untuk berorganisasi bagi pegawai negeri, karyawan hanya boleh membentuk asosiasi dengan hak yang lebih terbatas. Karyawan badan usaha milik negara (BUMN) diizinkan membentuk serikat. Undang-undang mengatur bahwa 10 atau lebih pekerja berhak membentuk serikat, dan keanggotaannya terbuka bagi semua pekerja, tanpa memandang afiliasi, agama, suku, atau gender. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan pencatatan terhadappembentukan suatu serikat, federasi, atau konfederasi dan memberikan nomor pendaftaran kepada mereka. Agar tetap tercatat, serikat kerja harus terus memberitahukan kepada pemerintah tentang perubahan dalam badan pengurusnya.

Undang-undang mengizinkan pemerintah untuk melakukan permohonan kepada pihak pengadilan untuk membubarkan suatu serikat apabila bertentangan dengan Pancasila atau undang-undang dasar. Sebuah serikat juga dapat dibubarkan apabila pimpinan atau anggotanya, atas nama serikat, melakukan tindak pidana yang dianggap mengancam keamanan negara dan dihukum paling sedikit lima tahun penjara.  Segera setelah serikat itu dibubarkan, pimpinan dan anggotanya tidak boleh mendirikan serikat yang lain dalam waktu paling sedikit tiga tahun. Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat kekhawatirannya terhadap hal tersebut karena sanksi pembubaran serikat dianggap tidak sepadan, dan meminta pemerintah untuk membatalkan pasal dalam undang-undang yang memungkinkan pemberlakuan sanksi tersebut.

Undang-undang mengizinkan organisasi pekerja yang tercatat pada pemerintah untuk menyusun Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang terikat kepada perusahaan dan melakukan fungsi serikat pekerja yang lain. Undang-undang menyertakan pembatasan terhadap perundingan bersama, termasuk persyaratan agar suatu serikat atau lebih dari dua serikat mewakili lebih dari 50 persen tenaga kerja perusahaan untuk merundingkan KKB.

Hak untuk melakukan demonstrasi dibatasi berdasarkan undang-undang.  Berdasarkan Undang-undang pekerja harus memberikan pemberitahuan tertulis kepada pihak yang berwenang dan kepada perusahaan tujuh hari sebelumnya agar demonstrasi dianggap sah.  Pemberitahuan harus menyertakan waktu mulai dan akhir dari demonstrasi, tempat serta alasan untuk demonstrasi dan disertai tanda tangan ketua dan sekretaris dari serikat yang melakukan pemogokan.  Kebanyakan pegawai negeri atau karyawan BUMN dilarang untuk melakukan unjuk rasa. Semua demonstrasi di “perusahaan yang memberikan layanan untuk kepentingan publik pada umumnya atau pada perusahaan yang kegiatannya akan membahayakan keselamatan nyawa manusia bila dihentikan” dianggap ilegal.  Peraturan tidak menentukan jenis dari perusahaan yang dimaksud, sehingga penentuan ini diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah.

Demonstrasi juga dianggap ilegal apabila diaktegorikan sebagai  “bukan merupakan akibat dari negosiasi yang gagal.” Sebelum melakukan unjuk rasa, pekerja harus terlibat dalam mediasi yang panjang dengan perusahaan dan kemudian mediasi ke pemerintah atau unjuk rasa tersebut akan dinyatakan ilegal. Dalam hal demonstrasi yang ilegal, perusahaan dapat membuat dua permintaan tertulis dalam waktu tujuh hari kerja agar pekerja dapat kembali bekerja. Pekerja yang tidak kembali bekerja setelah dua permintaan ini dianggap telah mengundurkan diri.

Pemerintah tidak selalu menegakkan undang-undang yang melindungi kebebasan berserikat dan mencegah diskriminasi anti-serikat secara efektif. Hukuman bagi pelanggaran pidana tersebut minimal satu tahun kurungan dan denda sebesar 100 juta hingga 500 juta rupiah (8.315 hingga 41.575dollar AS), dan secara umum cukup memadai dalam mencegah terjadinya pelanggaran. Kantor dinas ketenagakerjaan setempat bertanggung jawab dalam penegakan peraturan tersebut. Pemberlakuan KKB beragam yang didasarkan pada   kemampuan dan kepentingan dari pemerintah daerah masing-masing.

Proses hukum sebuah kasus diskriminasi anti serikat bergerak sangat lambat melalui sistem pengadilan. Suap dan korupsi dalam sengketa pekerja terus berlangsung, dan pengadilan jarang memenangkan pekerja. Sementara pekerja yang dikeluarkan terkadang menerima uang pesangon atau ganti rugi lainnya sehingga jarang diantara mereka dipekerjakan kembali. Beberapa ketentuan dalam undang-undang tindak pidana telah digunakan untuk menuntut secara hukum para anggota serikat karena melakukan unjuk rasa misalnya hukum pidana karena “tindakan tidak menyenangkan” yang menciptakan tanggung jawab pidana atas berbagai bentuk perbuatan. ILO meminta pemerintah untuk mencabut atau merubah pasal-pasal ini, yang dianggap dapat digunakan sebagai alasan untuk penangkapan secara sewenang-wenang terhadap para anggota dan pemimpin serikat. Pengadilan tenaga kerja kadang-kadang menjatuhkan putusan yang memenangkan pekerja yang mengajukan ganti rugi atau untuk dipekerjakan kembali.  Akan tetapi, dalam kebanyakan kasus, perusahaan naik banding ke Mahkamah Agung, di mana putusan pengadilan tenaga kerja kemudian ditolak.

Pekerja di sektor swasta membentuk dan mengikuti serikat pilihan mereka tanpa persetujuan perusahaan sebelumnya atau persyaratan yang berlebihan. Akan tetapi, kebebasan berserikat seringkali diwarnai oleh sejumlah praktek di lapangan yang biasa terjadi. Pengusaha biasanya memindahkan pemimpin serikat guna  mengganggu kegiatan pembentukan serikat mereka. Intimidasi anti serikat seringkali berupa pemutusan hubungan kerja, mutasi, atau tuduhan tindak kejahatan yang direkayasa. Perusahaan sering menuntut pimpinan serikat atas kerugian yang diderita selama unjuk rasa. Aktivis tenaga kerja terus mengklaim bahwa perusahaan mengatur pembentukan serikat ganda, termasuk serikat “kuning”, untuk melemahkan serikat-serikat yang sudah resmi dibentuk.

Perlakuan perusahaan terhadap penyelenggara serikat, termasuk pemberhentian dan kekerasan terus berlanjut. Perusahaan biasanya memakai taktik intimidasi terhadap pelaku demonstrasi,  termasuk pemberhentian administratif terhadap karyawan. Terdapat laporan yang melibatkanpolisi yang melakukan investigasi atau interogasi terhadap pengurus serikat terkait permasalahan ini. Sebagian pengusaha bahkan mengancam karyawan yang melakukan kontak dengan pengurus serikat. Manajemen lebih memilih untuk memberhentikan pekerja yang aktif memimpin kegiatan demonstrasi ketika perusahaan melakukan perampingan. Ada sejumlah laporan dimana para pengusaha melanggar ketentuan KKB dengan melakukan pemberhentian karyawan secara sepihak.

Banyak unjuk rasa yang cenderung tidak diberi sanksi atau demonstrasi “liar” terjadi kegagalan dalam perundingan untuk menyelesaikan keluhan atau ketika perusahaan menolak mengakui keberadaan suatu serikat. Pengusaha memanfaatkan proses rumit yang diwajibkan untuk melakukan demonstrasi secara sah untuk menghambat gerakan suatu serikat untuk melakukan hal tersebut.  Pengusaha juga berulangkali mengajukan gugatan pidana terhadap pengurus serikat setelah terjadil perundingan bersama yang gagal atauunjuk rasa yang tidak sah. Dalam sejumlah kasus, pengurus serikat dituntut dan bahkan menjalani hukuman penjara karena pengerusakan properti dan mengakibatkan kerugian sebagai hasil dari gugatan yang diajukan oleh perusahaan. Para pengamat mencatat bahwa terdapat peningkatan jumlah  demonstrasi yang sah sepanjang tahun ini, yang terus berlanjut sebagai tren di waktu yang akan datang, yang mereka anggap disebabkan oleh organisasi serikat yang lebih baik.

Dalam beberapa kasus perusahaan menyatakan bangkrut  untuk menghindari pembayaran uang pesangon yang diwajibkan oleh undang-undang, menutup pabrik selama beberapa hari, kemudian mempekerjakan kembali pekerja sebagai tenaga kerja kontrak dengan biaya lebih rendah. Pimpinan dan aktivis yang terlibat dalam serikat biasanya tidak dipekerjakan kembali.

Kecenderungan meningkatnya penggunaan karyawan kontrak secara langsung untuk mempengaruhi hak serikat untuk berorganisasi dan berunding secara kolektif. Berdasarkan Undang-undang, tenaga kerja tidak tetap hanya digunakan untuk pekerjaan yang “bersifat sementara”, sementara perusahaan dapat “mengalihdayakan” (menyerahkan sebagian dari pekerjaannya kepada perusahaan lain) hanya apabila pekerjaan tersebut merupakan kegiatan tambahan dalam suatu operasi bisnis. Peraturan pemerintah membatasi pengusaha untuk mengalihdayakan pekerjaan ke dalam lima kategori pekerja (petugas kebersihan, keamanan (security), transportasi, katering, dan pekerjaan terkait untuk mendukung pertambangan).  Akan tetapi, banyak perusahaan melanggar ketentuan ini, seringkali dengan bantuan dinas ketenagakerjaan setempat.

Aktivis serikat menyatakan keprihatinan bahwa pembatasan hukum tentang organisasi sosial dapat berpotensi digunakan untuk membatasi kebebasan berserikat.

b. Larangan Kerja Paksa atau Kerja Wajib

Undang-undang melarang kerja paksa, dengan memberi hukuman antara tiga hingga 15 tahun penjara dan denda Rp. 120 juta hingga 600 juta (10.500 hingga 52.500 dollar AS) kepada pihak yang melakukannya.  Pemerintah mengalami kesulitan dalam menegakkan larangan ini secara efektif. Pemerintah memberlakukan moratorium pengiriman pembantu rumah tangga ke sejumlah negara tertentu dimana terdapat kasus-kasus  perdagangan manusia dan   kerja paksa di masa lampau dengan WNI sebagai korbannya. Pemerintah juga meningkatkan pelarangan terhadap agen-agen penyalur tenaga kerja yang dicurigai memperdagangkan orang menjadi pekerja paksa atau situasi kerja ijon, dan melancarkan penyelidikan terhadap kasus-kasus pekerja paksa.

Terdapat laporan yang dapat dipercaya, bahwa terjadi praktik kerja paksa, termasuk kerja paksa dan kerja wajib oleh anak-anak (lihat bagian 7.c.).  Kerja paksa terjadi dalam bentuk penghambaan dalam rumah tangga dan di sektor pertambangan, perikanan dan pertanian.

Lihat Laporan Perdagangan Manusia Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat di http://www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/.

c. Larangan Pekerja Anak dan Usia Minimum Bekerja

Undang-undang dan peraturan melarang pekerja anak, menetapkan bahwa individu yang dianggap sebagai  pekerja anak adalah semua pekerja anak yang berusia antara lima hingga 12 tahun, tanpa menghiraukan jumlah jam kerja; pekerja anak berusia antara 13-14 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu; dan  pekerja anak berusia antara 15-17 tahun yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu. Hukuman atas pelanggaran terhadap ketentuan ini berkisar antara satu hingga empat tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp 100 juta hingga 400 juta (8.750 hingga 35.000 dollar AS). Pekerja anak juga mencakup semua orang di bawah usia 16 tahun yang terlibat dalam salah satu dari 13 jenis pekerjaan berikut: prostitusi atau ekploitasi seksual komersil lainnya, pertambangan, pencarian mutiara, konstruksi, perikanan lepas pantai, pemulung, pembuatan bahan peledak, bekerja di jalanan, pembantu rumah tangga, industri perhotelan, perkebunan, kehutanan, dan industri yang menggunakan bahan kimia berbahaya. Pelanggaran terhadap larangan untuk mempekerjakan anak-anak dapat dikenakan hukuman dua hingga lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta hingga 500 juta (17.500 hingga 43.700 dollar AS).

Pemerintah mengalami kesulitan dalam menegakkan larangan ini secara efektif. Namun demikian, pemerintah terus berupaya pada tingkat lokal untuk melindungi dan menerapkan peraturan dan kebijakan yang baru dalam memerangi pekerja anak, dan juga untuk memperluas akses terhadap program perlindungan sosial.

Tahun ini, Komisi Perlindungan Anak memperkirakan lebih dari 6,5 juta pekerja anak di Indonesia, 2,1 juta diantaranya melakukan pekerjaan terburuk untuk kategori buruh anak termasuk eksploitasi seks komersial (lihat bagian 6, anak-anak) dan industri berbahaya. Pekerja anak umumnya terjadi di jasa rumah tangga, pertanian di daerah pedalaman, pertambangan, industri ringan, manufaktur, dan perikanan. Pekerja paksa anak-anak terjadi di sektor jasa rumah tangga, pertanian di pedalaman, pertambangan dan perikanan.

Juga lihat Temuan Departemen Tenaga Kerja AS tentang Bentuk Terburuk dari Pekerja Anak di www.dol.gov/ilab/reports/child-labor/findings.

d. Diskriminasi dalam Pekerjaan

Undang-undang melarang tindak diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan gender, ras, etnis, agama, dan orientasi politik. Undang-undang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk ” mendapat pekerjaan yang sesuai bagi semua manusia berdasarkan keterbatasan, pendidikan dan kemampuan mereka.” Dalam kebanyakan kasus pemerintah tidak menerapkan perlindungan ini secara efektif. Tidak ada undang-undang yang melarang diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender, status HIV-positif, atau penyakit yang dapat menular lainnya.

Pada bulan Agustus, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Wanita, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas menandatangani suatu nota kesepahaman untuk memperkuat kemitraan mereka di dalam mengurangi ketidaksetaraan gender, termasuk didalamnya pembentukan Satuan Tugas Kesetaraan Kesempatan Kerja (KKK) pada tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan.  Satgas KKK nasional ditegaskan kembali didalam keputusan Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2013 setelah kebanyakan berdiam sejak tahun 2006.

Perempuan dan penyandang disabilitas umumnya menghadapi tindak diskriminasi di tempat kerja, termasuk hanya ditawarkan pekerjaan yang berstatus rendah. LSM dan media melaporkan praktek “tes keperawanan” yang terjadi di tahun untuk  para calon polisi wanita, tetapi tidak jelas seberapa luas terjadinya praktek ini. Para pekerja migran seringkali mendapatkan pemerasan oleh polisi  dan diskriminasi masyarakat. Ada sejumlah laporan dimana terjadi pemecatan tanpa adanya hukuman terhadap orang yang mengidap HIV positif (lihat bagian 6).

e. Kondisi Kerja Yang Dapat Diterima

Upah minimum berbeda di setiap daerah di Indonesia karena gubernur menetapkan batas minimum upah dan kepala daerah mempunyai hak untuk menetapkan tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah setempat menyesuaikan upah minimum setiap tahun berdasarkan rekomendasi dari dewan penggajian setempat, yang terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi pengusaha, dan perwakilan serikat pekerja.  Faktor utama dalam menetapkan upah minimum adalah perkiraan pemerintah atas “upah hidup layak”, yang  ditentukan berdasarkan harga dari 60 jenis barang.  Selama tahun ini, upah minimum terendah adalah di provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 910.000 (79,60 dollar AS) per bulan, dan yang tertinggi di Jakarta sebesar Rp 2,4 juta (210 dollar per bulan). Peraturan pemerintah mengizinkan para pengusaha di bidang tertentu, termasuk usaha kecil dan menengah serta industri padat karya seperti tekstil, untuk mendapatkan pengecualian dari persyaratan upah minimum.

Undang-undang menetapkan 40 jam kerja per minggu, dengan satu kali istirahat selama 30 menit untuk setiap empat jam kerja. Undang-undang juga mewajibkan paling sedikit satu hari istirahat per minggu. Perusahaan sering mewajibkan lima setengah atau enam hari kerja per minggu. Undang-undang melarang kerja lembur yang berlebihan. Tarif kerja lembur harian adalah 1,5 kali upah sejam normal untuk satu jam pertama dan dua kali upah sejam untuk jam kerja berikutnya, dengan minimum tiga jam lembur per hari dan tidak boleh lebih dari 14 jam per minggu. Undang-undang juga mewajibkan pengusaha untuk mendaftarkan pekerja  dan membayar kontribusi kepada perusahaan asuransi milik negara.

Undang-undang Ketenagakerjaan juga mewajibkan pengusaha untuk menyediakan lapangan kerja yang aman dan sehat dan memperlakukan pekerja secara bermartabat. Undang-undang memungkinkan para pekerja untuk menghindarkan diri mereka dari situasi yang membahayakan kesehatan atau keselamatan tanpa mempertaruhkan pekerjaan mereka.

Pejabat dari dinas ketenagakerjaan bertanggung jawab untuk melaksanakan peraturan tentang upah minimum, jam kerja, serta standar kesehatan dan keselamatan. Hukuman bagi pelanggaran atas undang-undang ini termasuk sanksi pidana, denda, dan penjara hingga empat tahun (bagi pelanggaran terhadap undang-undang upah minimum) dan umumnya sudah cukup memadai untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Kendati demikian, usaha penegakan pemerintah tetap belum memadai, khususnya pada perusahaan kecil. Pengawasan terhadap standar kerja pun masih tetap lemah. Penegakan standar-standar kesehatan dan keselamatan pada perusahaan yang lebih kecil dan pada sektor informal cenderung lemah dan tidak ada. Terdapat sekitar 2.400 penyelia yang bertugas untuk memeriksa hal ini secara keseluruhan dantidak ada penegakan upah minimum di sektor informal.

Peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan upah minimum, hanya berlaku terhadap sekitar 30 persen pekerja di sektor formal. Para pekerja di sektor informal tidak mendapatkan perlindungan atau manfaat yang sama.

Walaupun undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan menteri memberikan berbagai fasilitas perlindungan untuk pekerja di luar pegawai  pemerintah, namun hanya sekitar 10 persen pekerja menerima jaminan sosial tenaga kerja.  Akan tetapi, pemerintah menerapkan undang-undang tahun 2011 yang memperbarui sistem jaminan sosial. Undang-undang mengamanatkan  satu badan negara (BPJS Kesehatan) untuk menangani perlindungan kesehatan umum dan badan lain (BPJS Ketenagakerjaan) untuk menangani asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, tunjangan hari tua, dan pensiun. BPJS Kesehatan mulai diperkenalkan pada awal tahun tapi dalam pelaksanaannya mengalami sejumlah masalah, termasuk pendanaan yang kurang, pendaftaran yang rendah dan kurangnya pekerja kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan akan kembali diimplementasikan pada tahun 2015. Mereka yang bekerja pada perusahaan sektor formal seringkali menerima tunjangan kesehatan, tunjangan makan, dan transportasi, yang jarang diberikan kepada pekerja pada sektor informal.

Catatan keselamatan pekerja di negara ini cukup buruk. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial melaporkan adanya 8,900 kecelakaan di tempat kerja antara bulan Januari hingga April, dan Kementerian Tenaga Kerja melaporkan adanya sekitar sembilan kematian di tempat kerja per harinya. Sektor konstruksi diperkirakan mencapai 4 persen dari ekonomi secara keseluruhan tetapi bertanggungjawab atas 40 persen dari kecelakaan yang terjadi di tempat kerja.