Laporan Hak Asasi Manusia di Indonesia tahun 2015

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia adalah negara demokrasi multi-partai. Pada tahun 2014, pemilih di Indonesia telah memilih Joko Widodo (dikenal sebagai Jokowi) sebagai presiden. Para pengamat domestik dan internasional menilai bahwa pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 dilaksanakan secara bebas dan adil.  Pemerintah secara umum memegang kendali efektif atas aparat keamanan.

Kendati telah dilakukan sejumlah penangkapan besar dan pendakwaan terhadap sejumlah tokoh penting yang melakukan tindak pidana korupsi, namun korupsi yang merajalela masih menyisakan persoalan . Beberapa elemen di pemerintahan baik di bagiankehakiman, dan pihak keamanan menghambat penyelidikan korupsi dan malah memojokkan para pelapornya. Pemerintah gagal untuk melaksanakan penyelidikan publik yang transparan terhadap sejumlah tuduhan atas pembunuhan yang tidak dapat dibenarkan, penyiksaan, dan pelecehan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Elemen-elemen dalam pemerintahan memberlakukan undang-undang makar, penghujatan, pencemaran nama baik dan kesusilaan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berserikat.

Pembiaran oleh pihak polisi, penganiayaan tahanan dan narapidana, kondisi penjara yang buruk, minimnya perlindungan bagi kelompok agama dan sosial minoritas, perdagangan manusia, pekerja anak, dan kegagalan menerapkan standar kerja serta hak-hak pekerja masih terus menjadi persoalan.

Dalam beberapa kejadian, pemerintah menghukum para pejabat yang melakukan pelanggaran tersebut, namun hukumannya seringkali tidak sesuai dengan beratnya pelanggaran, sebagaimana terjadi dalam jenis tindak kejahatan lain.

Gerilyawan separatis di Papua membunuh anggota satuan keamanan dan melukai beberapa lainnya dalam beberapa serangan.

Bagian 1. Menghormati integritas manusia, Termasuk kebebasan dari:


a. Perampasan hak hidup secara sewenang-wenang atau melanggar hukum

Sepanjang tahun 2015, sejumlah kelompok HAM dan media melaporkan bahwa baik personil militer (TNI) maupun kepolisian melakukan penghilangan nyawa yang tidak dapat dibenarkan. Berbagai laporan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media menyebutkan personil kepolisian dan militer menggunakan kekuatan berlebihan pada saat melakukan penahanan, penyelidikan, pengendalian massa, dan operasi-operasi lainnya sehingga mengakibatkan kematian. Dalam kasus-kasus tersebut serta kasus lainnya terkait dugaan pelanggaran, pihak kepolisian dan TNI seringkali tidak membeberkan hasil temuan penyelidikan internal kepada publik, atau bahkan tidak memberikan pernyataan bahwa penyelidikan tersebut tengah berlangsung. Pernyataan resmi terkait dengan dugaan-dugaan tersebut seringkali bertolak belakang dengan laporan saksi, sehingga sulit untuk mengkonfirmasikan fakta-fakta yang ada. Beberapa LSM dan media kemudian melaporkan bahwa polisi menyiksa tersangka selama masa tahanan dan interogasi, termasuk penyiksaan yang berujung pada kematian (lihat bagian 1.c.).

Kekerasan masih terus terjadi di provinsi Papua dan Papua Barat.

Pada tanggal 28 Agustus, bentrokan antara penduduk setempat dengan prajurit TNI dari Batalion 754 Kodim XVII Cendrawasih di Timika, Provinsi Papua, berujung pada penembakan oleh tentara terhadap dua orang pemuda Papua hingga tewas. Pihak TNI kemudian menahan personil militer tersebut dan Komnas HAM mengumumkan akan menyelidiki insiden tersebut. Pada tanggal 10 November, sidang Mahkamah Militer di PN Kabupaten Mimika memutuskan kedua tentara tersebut bersalah karena penyiksaan dan pembunuhan serta memvonis keduanya dengan hukuman masing sebelas tahun dan lima tahun penjara. Keduanya juga dipecat secara tidak hormat dariTNI. Pada tanggal 8 Desember 2014, sekelompok masyarakat setempat melakukan unjuk rasa terhadap Mapolsek dan Koramil di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua setelah malam sebelumnya terjadi sebuah insiden dimana oknum TNI yang sedang tidak bertugas diduga menyerang beberapa remaja. Warga setempat kemudian membakar sebuah kendaraan sebagai balas dendam. Pada kejadian tersebut, Pihak tak dikenal menembaki warga yang sedang melakukan protesdan  menyebabkan empat orang atau lebih tewas dan 22 orang luka-luka.  Menurut pengakuan, dari  pihak kepolisian dan militer, keduanya sama-sama mengakui bertanggung jawab atas penembakan tersebut. Pemerintah Indonesia kemudian berjanji untuk mengadakan penyelidikan menyeluruh terhadap insiden tersebut, namun sejak November tidak ada penyelidikan umum yang terpercaya yang dilakukan oleh pemerintah.

Kurangnya penyelidikan yang transparan terus menghambat akuntabilitas di dalam sejumlah kasus yang melibatkan aparat keamanan di masa lalu. Hal ini termasuk beberapa kasus seperti penyelidikan atas pembunuhan dua anggota kelompok pro-kemerdekaan  pada saat mereka akan melaksanakan  ibadah dan  pengibaran bendera di Sorong pada tahun 2013, pembunuhan terhadap Mako Tabuni dan Tejoli Weya pada tahun 2012, dan pembunuhan terhadap tiga orang warga ketika pembubaran paksa Kongres Rakyat Papua yang Ketiga pada tahun 2011. Kelompok pegiat HAM juga tetap menduga bawa anggota senior Badan Intelijen Negara terlibat dalam pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, namun penyelidikan terhadap dugaan ini tetap tidak berjalan.

Kelompok militan Papua, diduga terafiliasi dengan kelompok separatis OPM, melakukan beberapa serangan mematikan terhadap aparat keamanan.

Pada bulan Desember 2014 kelompok bersenjata tak dikenal menembak hingga tewas dua anggota Brimob Polisi di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, ketika mereka mempersiapkan kursi untuk acara perayaan Natal di gereka GKI Paniai. Para penyerang membunuh keduanya dan membawa lari senjata jenis AK-47 ke dalam hutan (lihat bagian 1.c.).

Terdapat sejumlah laporan terkait pembunuhan yang dilakukan oleh pihak-pihak perusahaan swasta, yang terkadang melibatkan oknum militer.  Misalnya LSM dan media melaporkan bahwa pada tanggal 27 Februari, seorang anggota aparat keamanan dari Unit Reaksi Cepat (URC) yang bekerja untuk Asia Pulp and Paper (APP) menculik dan membunuh Indra Pelani, seorang petani lokal dan juga aktivis Serikat Tani di Provinsi Jambi. Setelah terlibat dalam sebuah insiden konfrontasi dengan penjaga keamanan di pos jaga yang dikelola perusahaan, Pelani ditemukan tewas karena dipukuli, dengan kedua tangannya terikat, mulut tersumbat, memar-memar di tubuhnya, dan sebuah luka tusuk di lehernya. LSM mengklaim bahwa URC membunuh Pelani karena keterlibatannya dalam menyelidiki kekerasan atau intimidasi terhadap petani setempat yang terlibat dalam persengketaan lahan dengan kontraktor APP. Sejak bulan Agustus Kepolisian Jambi telah menahan tujuh anggota URC tersebut  dan  Polisi Propam kini sedang menyelidiki mantan anggota polisi yang terlibat di kasus tersebut.

b.  Penghilangan

Tidak terdapat laporan penculikan dengan motif politik di tahun ini. Namun, Pemerintah dan sejumlah organisasi sipil kemasyarakatan melaporkan minimnya kemajuan dalam penyelidikan terhadap penghilangan orang-orang yang di tahun-tahun sebelumnya, atau dalam penuntutan terhadap pihak yang bertanggung jawab  atas penghilangan tersebut.

Pada tahun 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembentukan pengadilan ad hoc untuk penyelidikan atas penculikan para aktivis pro demokrasi di tahun 1998 untuk kemudian dilakukan penunututan secara hukum. . Komnas  HAM berkali-kali mengirimkan laporan dan bukti-bukti untuk digunakan dalam proses persidangan, tetapi Kejaksaan Agung mengembalikan kasus tersebut kepada Komnas HAM dengan mengutip pasal hukum yang memberi kewenangan Kejaksaan Agung untuk mengembalikan “kasus yang dinyatakan tidak lengkap.” Koalisi LSM yang mengajukan peninjauan kembali (PK) dengan dasar bahwa Kejaksaan Agung telah menyalahgunakan pasal tersebut untuk menghindari penuntutan terhadap kasusterkait. Mahkamah Konstitusi kemudianmengadakan dengar pendapat atas kasus tersebut pada tanggal 25 Agustus dan 8 September, tetapi tidak ada keputusan sejak bulan November (lihat bagian 5).

c. Penganiyaan, Tindak Keji, Hukuman Yang Tidak Manusiawi, Perlakuan atau Hukuman Merendahkan Martabat

Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk terbebas dari penganiyaan dan tindakan keji, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat lainnya. Undang-undang menggolongkan penggunaan kekerasan oleh petugas untuk mendapatkan sebuah pengakuan sebagai tindak pidana yang dapat dikenakan hukuman hingga empat tahun di penjara, Akan tetapi, KUHP tidak secara khusus dan harfiah menggolongkan tindak penganiyaan sebagai tindak pidana.

Sejumlah LSM melaporkan bahwa penganiayaan kerap terjadi di ruang tahanan kepolisian. Terdapat juga laporan mengenai anggota kepolisian yang menyiksa para tersangka pada saat proses penahanan dan interogasi, termasuk penyiksaan yang berujung pada kematian. Beberapa LSM, para korban dan media bahkan melaporkan bahwa dalam proses tersebut,

sejumlah anggota kepolisian menutup mata para tahanan, memukul tahanan dengan tongkat tinju dan popor senjata, menyengat korban dengan listrik, menyundut tersangka pada saat interogasi, dan memaksa korban untuk memberikan pengakuan dibawah todongan senjata.

Antara bulan Juni 2014 dan Mei 2015, LSM Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (kontras) mencatat 84 laporan penganiayaan yang dilakukan oleh polisi dengan jumlah korban sebanyak 274 orang, termasuk 16 kasus penyiksaan yang berujung kepada kematian. Jumlah kejadian yang tidak proporsional ini melibatkan unit Reserse Kriminal (Reskrim), yang juga dikenal sebagai unit Divisi Penyelidikan Kriminal.  Walaupun jumlah satuan Reserse Kriminal ini hanya terdiri dari 10 persen dari keseluruhan jumlah kekuatan kepolisian, namun 95 persen dari 1,500 keluhan tahunan mengenai kelakuan buruk kepolisian yang dilaporkan kepada Komnas HAM melibatkan petugas kepolisian dari unit Reskrim ini.

Pada tanggal 15 Juni, petugas dari Reskrim Polsek Widang di Widang, Jawa Timur, menahan Vicky Arfindo, 13 tahun, atas dugaan mencuri sepeda motor tetangganya. Korban melaporkan bahwa petugas dari unit Reskrim menganiaya dirinya  selama interogasi dan memasukkan senjata ke mulutnya agar ia mengaku. Polisi lalu membebaskan Arfindo tanpa tuntutan. Kepala Kepolisian i Tuban kemudian memecat satu petugas yang terlibat dalam interogasi tersebut.

Pada April 2014,  polisi dari Sub Direktorat Perlindungan Remaja, Anak dan Wanita (RENAKTA) satuan Reserse Kriminal Polda Metro Jaya menahan lima pegawai kebersihan kontrak yang bekerja untuk Jakarta International School (JIS) dengan tuduhan pelecehan yang dilaporkan oleh seorang siswa di sekolah tersebut. Para korban melaporkan bahwa selama interogasi berlangsung, anggota polisi menutup mata mereka dengan lakban, memukuli mereka dengan tangan dan kursi besi, mencambuk mereka dengan selang air, melumuri balsam pada alat kelamin mereka, menyundut mereka dengan rokok, dan menyetrummereka. Salah satu tersangka kemudian meninggal pada saat diinterogasi. Para petugas menduga bahwa korban melakukan bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai di ruang penahanan. Keempat tersangka lainnya kemudian mencabut pengakuan mereka, tetapi para hakim tetap mengizinkan penggunaan pengakuan tersebut sebagai bukti di persidangan. Hakim menyatakan keempat tersangka, beserta satu tersangka wanita lainnya, bersalah, dan menjatuhkan hukuman sebesar 10 tahun penjara. Penyelidikan  yang dilakukan oleh LSM dan media, serta kesaksian ahli yang ditampilkan di persidangan tidak menemukan bukti penganiayaan anak yang dilakukan dan Mahkamah Agung kemudian membatalkan tuduhan kepada dua pengajar di sekolah, mengutip kurangnya bukti adanya penganiayaan. Mahkamah Agung kemudian menolak pengajuan banding para petugas kebersihan di bulan Agustus (lihat bagian 1.e).

Berdasarkan  perjanjian perdamaian bersyarat di tahun 2005 yang kemudian mengakhiri konflik separatis, Provinsi Aceh memperoleh kewenangan khusus untuk melaksanakan peraturan syariah (hukum Islam). Pemerintah Aceh melaksanakan hukum cambuk di depan publik bagi mereka yang melanggar aturan syariah terkait perjudian, zina, dan meminum minuman keras. LSM setempat melaporkan bahwa selama bulan Januari hingga mei, sebanyak 25 orang telah dihukum cambuk. Sebuah pasal baru kemudian diberlakukan pada tahun yang mengatur hukum cambuk bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan homoseksual, zina, dan pelanggaran lainnya (lihat bagian 6).

Kondisi Penjara dan Rumah Tahanan  

Kondisi 477 penjara dan rumah tahanan di Indonesia terkadang keras dan mengancam keselamatan jiwa.

Kondisi Fisik: Penuh sesaknya rumah tahanan dan penjara yang adamerupakan permasalahan yang serius, termasuk di rumah tahanan imigrasi.  Data dari Kementerian Hukum dan HAM menunjukan bahwa hingga bulan Maret terdapat 168.894 narapidana dan tahanan yang tercatat dalam sistem, sedangkan penjara dan rumah tahanan di Indonesia secara keseluruhan hanya dapat menampung 117.121 orang narapidana.

Undang-undang juga menambahkan bahwa penjara menampung mereka yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan, sedangkan rumah tahanan menampung mereka yang menunggu sidang pengadilan. Namun, pada kenyataannya para tahanan yang menunggu sidang pengadilan dimasukkan di tempat yang sama dengan dengan para narapidana yang telah dijatuhi hukuman.

Menurut undang-undang, anak-anak yang dihukum karena tindak kejahatan serius harus menjalani hukumannya di penjara khusus remaja.  Hingga bulan Agustus,  terdapat sekitar 3,814 narapidana remaja, dan 700 di antaranya ditampung dalam penjara dewasa.

Pihak berwenang umumnya menampung narapidana wanita dalam fasilitas yang terpisah.Di penjara yang menampung keduanya, narapidana laki-laki maupun perempuan ditempatkan di sel yang terpisah.. Menurut para pengamat dari LSM, kondisi penjara wanita cenderung lebih baik ketimbang penjara pria.  Blok sel perempuan di dalam penjara tersebut tidak selalu memberikan fasilitas yang sama kepada para narapidana wanita seperti misalnya fasilitas olah raga.

Menurut angka yang diperoleh pemerintah, 452 narapidana meninggal dalam tahanan pada rentang waktu 1 Januari dan 30 Agustus. Dari jumlah tersebut, 344 orang meninggal karena usialanjut, dan sebab-sebab alami, 45 orang meninggal karena TBC, 10 orang meninggal karena komplikasi HIV/AIDS, lima bunuh diri, dan 48 meninggal karena sebab lainnya.

Tanggal 8 Juni Polres Tangerang (Jawa Barat) menahan 19 orang yang diduga terlibat dalam sindikat pencurian mobil yang melakukan perampokan dan menyebabkan kematian pada 1 Februari. Polisi menahan dan menginterogasi para tersangka selama empat hari di ruang tahanan kepolisian, dan beberapa tersangka diduga disiksa. Tanggal 12 Juni, dua tersangka ditemukan tewas terkena luka tembak dan satu lagi karena leher patah. Polisi mengklaim bahwa para tahanan mencoba melarikan diri dan terbunuh dalam aksi penembakan, tetapi LSM mencatat bahwa tidak ada tanda-tanda upaya melarikan diri.

LSM mencatat bahwa pihak penjara terkadang tidak menyediakan perawatan medis yang memadai kepada para narapidana. Para aktivis hak asasi manusia mengamati bahwa hal tersebut bukan sengaja dilakukan kepada para narapidana berdasarkan tindak kejahatan mereka, namun lebih karena kurangnya sumber daya yang tersedia. LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa dalam beberapa kasus narapidana tidak memperoleh  air minum yang bersih.

Sipir penjara secara rutin memeras uang dari para narapidana, dan mereka melaporkan bahwa para sipir penjaramenganiaya mereka secara fisik. Penggunaan dan pembuatan obat-obatan terlarang di penjara merupakan masalah yang serius di penjara. Terdapat laporan yang luas bahwa para pemerintah tidak memasok makanan yang memadai ke penjara-penjara, dan anggota keluarga sering membawa makanan untuk mencukupi kekurangan  keluarga mereka yang ada di penjara. Anggota keluarga ini juga melaporkan para petugas penjara yang meminta suap untuk mengizinkan kunjungan penjara.

Administrasi: KUHP tidak memberikan tempat hukuman alternatif untuk atas pemenjaraan pelanggaran tanpa kekerasan, termasuk narapidana yang menjalani hukuman karena kepemilikan narkoba. Sebelumnya, Kantor Ombudsman menyelidiki permasalahan penjara dan mengkomunikasikan temuannya kepada menteri hukum dan HAM dan Mahkamah Agung.

Pemantauan Independen: Pada tahun 2014, pemerintah mengizinkan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk melanjutkan memantau kondisi penjara setelah lima tahun tanpa akses, namun pemerintah masih melarang wawancara rahasia dengan para tahanan. Sejumlah LSM dalam negeri juga mendapatkan akses ke penjara, tetapi mereka memerlukan izin untuk melewati proses birokratis yang mewajibkan adanya persetujuan dari kepolisian, kejaksaan agung, pengadilan setempat, Kementerian Dalam Negeri, dan badan-badan yang lain.  LSM juga melaporkan bahwa akses langung kepada para tahanan untuk wawancara sangat jarang diizinkan.

Peningkatan: Pada 16 April, Menteri Hukum dan HAM mengumumkan bahwa untuk mengatasi kepadatan, pemerintah membangun 13 rumah tahanan dan 49 penjara baru. Menteri juga mengumumkan bahwa pemerintah telah mendirikan 62 pusat rehabilitasi yang baru yang akan menampung 100.000 narapidana yang dihukum karena penyalahgunaan narkoba. Badan Nasional Pemberantasan Narkoba memimpin program ini.

d.   Penangkapan atau Penahanan Secara Sewenang-wenang

Undang-undang melarang penahanan dan penangkapan sewenang-wenang namun kurang memiliki mekanisme penegakan hukum yang memadai. LSM dan media melaporkan bahwa sering terjadinya penganiayaan tersangka oleh polisi di tempat penahanan.

Peran Polisi dan Aparat Keamanan

Secara hukum, POLRI bertanggung jawab untuk keamanan internal dan TNI bertanggungjawab untuk pertahanan eksternal. Akan tetapi, pasukan teritorial di dalam tubuh militer secara individu ditugaskan untuk mencegah dan menanggulangi ancaman terhadap kedaulatan nasional dan kesatuan wilayah   di daerah komando mereka masing-masing.  Sesuai permintaan dan tergantung dari persetujuan oleh Presiden, militer dapat memberikan dukungan operasional kepada polisi dalam operasi pemberantasan terorisme, dan dalam memecahkan konflik komunal. Sebuah Instruksi Presiden dikeluarkan di bulan Januari 2013 dan diikuti oleh nota kesepahaman antara Kepolisian dan TNI untuk lebih jauh menjelaskan tentang peran militer dalam menanggulangi konflik komunal.  Operasi semacam ini tunduk kepada hukum dan peraturan yang mengatur penegakan hukum selain perang, dan polisi mempertahankan kendali operasional secara eksplisit. Meskipun ada kerangka aturan kerja semacam ini, beberapa pengamat mengungkapkan keprihatinan bahwa TNI menggunakan perannya dalam operasi pemberantasan teroris domestik sebagai cara untuk megukuhkan peran unilateral yang lebih kuat dalam operasi keamanan dan intelijen domestik.

Presiden mengangkat Kepala Kepolisian Nasional (Kapolri), dengan persetujuan dari DPR. Kapolri bertanggung jawab dan melapor kepada presiden namun bukan berarti bahwa Kapolri merupakan seorang anggota kabinet presidensial. Polri memiliki personil sekitar 420.000 orang yang ditempatkan di 32 komando daerah (Polda) yang mencakup  34 provinsi.  Kepolisian memiliki hierarki yang terpusat; satuan-satuan kepolisian daerah secara formal berada di bawah markas besar nasional.

Divis Propam  bertanggungjawab untuk menyelidiki dugaan tindak kejahatan yang dilakukan oleh polisi. Tim-tim penyelidik yang ditunjuk oleh TNI bertanggungjawab menyelidiki kejahatan yang dilakukan oleh personil militer. Polisi dan TNI jarang membuka kepada publik mengenai temuan penyelidikan-penyelidikan internal, atau bahkan apakah benar penyelidikan semacam itu terjadi. Divisi Propam dan Komisi Kepolisian Nasional Nasional yang merupakan bagian dari POLRI bertugas menyelidiki sejumlah pengaduan dari masyarakat terhadap oknum petugas kepolisian.  Antara bulan Januari hingga Juni, terdapat 3.659 petugas  yang memperoleh peringatan pelanggaran indisipliner.

Di Aceh, Polisi Syariah, suatu badan provinsi yang independen, bertanggungjawab dalam menegakkan syariah/hukum Islam.

Impunitas dan korupsi baik di tubuh kepolisian maupun militer tetap merupakan permasalahan (lihat bagian 1.a dan 4). Misalnya, di bulan Juli, Hartomo (hanya satu nama) dipromosikan menjadi mayor jenderal dan diangkat sebagai kepala Akademi Militer di Semarang. Pada 2003, Hartomo divonis bersalah oleh pengadilan militer atas pembunuhan yang terjadi pada 2001 terhadap tokoh pemimpin masyarakat Papua, Theys Eluay, dan dihukum 3,5 tahun di penjara dan dipecat dari militer. Ia kemudian melakukan naik banding atas hukumannya ke pengadilan militer di Jakarta di tahun 2003. Hasil dari pengadilan tersebut tidak pernah dipublikasikan, namun ia kembali aktif bertugas pada tahun 2005.

Prosedur Penangkapan dan Perlakuan terhadap Tahanan

Undang-undang memberikan hak kepada tahanan untuk memberi tahu keluarga mereka segera setelah penangkapan dan menetapkan bahwa petugas keamanan harus mengeluarkan surat penangkapan pada saat melakukan penangkapan, terkecuali jika, misalnya, seorang tersangka tertangkap tangan sedang melakukan tindak kejahatan. Undang-undang mengizinkan para penyidik untuk mengeluarkan surat penangkapan, namun terkadang apparat menangkap tanpa dilengkapi surat penangkapan. Seorang terdakwa dapat mempertanyakan keabsahan penahanan dan hukuman dalam sidang pra-peradilan, serta dapat menuntut kompensasi jika terjadi kesalahan dalam penangkapan; sayangnya terdakwa jarang memenangkan sidang pra-peradilan dan hampir tidak pernah menerima kompensasi setelah dibebaskan tanpa tuntutan. Pengadilan militer dan sipil jarang menerima banding berdasarkan klaim karena salah tangkap dan salah tahan. Terdakwa memiliki hak atas jaminan dan atas pemberitahuan mengenai tuduhan yang dituduhkan kepadanya. Menurut undang-undang, para tersangka atau tertuduh berhak mendapatkan perwakilan hukum yang mereka pilih sendiri pada setiap tahap investigasi.  Pihak pengadilan akan menyediakan perwakilan hukum tanpa dikenakan biaya bagi orang-orang yang didakwa melakukan pelanggaran dengan tuntutan hukuman mati atau hukuman penjara selama 15 tahun atau lebih, atau untuk terdakwa yang kurang mampu secara finansial yang menghadapi hukuman penjara lima tahun atau lebih.

Penangkapan Sewenang-wenang: Terdapatlaporan terhadap penangkapan sewenang-wenang oleh kepolisian.

Pada bulan Januari, beberapa hari setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Budi Gunawan, calon Kapolri, sebagai tersangka kasus korupsi, personil polisi di bawah jenderal polisi Budi Waseso kemudian menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto atas dugaan tuduhan di tahun 2010bahwa ia memaksa seorang saksi untuk memberi keterangan palsu pada suatu kasus suap yang telah dibatalkan. Pada 20 Feburari, polisi menangkap dan menginterogasi Ketua KPK Abraham Samad atas dugaan bahwa ia memalsukan dokumen untuk perolehan KTP untuk seorang rekanan. Pada bulan Mei, polisi menangkap penyidik KPK, Novel Baswedan, dan selama 24 jam, Bareskrim mengabaikan himbauan Presiden untuk pembebasannya.

Pada 12 Juli, Bareskrim menangkap dan menginterogasi Ketua Komisi Judisial, Suparman Marzuki, dan Komisioner Taufiqurrahman Sauri berdasarkan dugaan pencemaran nama baik yang diajukan oleh Hakim Pengadilan Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Sarpin mengklaim bahwa para anggota yang ditunjuk oleh pemerintah dari Komisi Judisial telah mencemarkan nama baiknya ketika mereka merekomendasikan bahwa ia diberi sanksi atas keputusannya di bulan Februari yang tidak mengesahkan status tersangka Budi Gunawan. Meskipun ada himbauan dari administrasi dan LSM untuk pembebasan mereka, Baik kepolisian dan Sarpin menolak untuk membatalkan tuntutan (lihat bagian 2.b.).

Terdapat  banyak laporan bahwa polisi menahan sementara beberapa orang di Papua karena keterlibatan di dalam unjuk rasa damai dan kegiatan tanpa kekerasan lainnya yang menyerukan kemerdekaan.

Tanggal 14 April, Polda Papua menangkap lima  kelompok separastis Negara Republik Federal Papua Barat (NRFB) di bandara Jayapura ketika kembali dari sebuah rapat di Jakarta dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. menurut LSM Kelima aktivis tersebut dibebaskan pada 5 Mei dengan syarat mereka melapor ke kepolisiansekali seminggu (lihat bagian 2.b.)

Penahanan Pra-peradilan: Undang-undang memperbolehkan penahanan pra-sidang hanya jika ada kemungkinan bahwa tersangka akan kabur, menghancurkan, atau memindahkan bukti, atau melakukan tindak kejahatan lain; jika tersangka ditahan untuk sebuah pelanggaran dengan masa hukuman lima tahun atau lebih; atau tuntutan spesifik lainnya misalnya penipuan dan penggelapan. Di saat penahanan praperadilan diizinkan, polisi diperbolehkan atas penahanan awal selama 20 hari, yang dapat diperpanjang menjadi 60 hari oleh jaksa penuntut umum sementara berkas penyidikan dilengkapi. Jaksa Penuntut Umum (JPU)  dapat menahan seorang selama 30 hari lagi selama tahap penuntutan dan dapat meminta pengadilan untuk perpanjangan masa tahanan selama 20 hari.  Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dapat menahan seorang tersangka hingga 90 hari selama proses persidangan atau banding, sementara Mahkamah Agung dapat menahan seorang tersangka selama 110 hari selama proses permohonan banding. Selanjutnya, pengadilan dapat memperpanjang masa penahanan hingga 60 hari lagi pada setiap tingkatan jika seorang terdakwa menghadapi kemungkinan hukuman sembilan tahun penjara atau lebih, atau jika individu tersebut terbukti terganggu secara mental. Aparat umumnya mematuhi batasan ini. Hukum anti terorisme mengizinkan penyidik untuk menahan hingga empat bulan, siapapun yang, diduga kuat melakukan atau berencana melakukan tindakan terorisme berdasarkan bukti-bukti awal yang kuat; yang oleh karenanya tuntutan harus diajukan.

Amnesti:  Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memberikan remisi antara beberapa hari hingga enam bulan sebagai imbalan atas perilaku yang baik di dalam penjarabagi kebanyakan narapidana. Pemerintah menempatkan persyaratan yang lebih ketat pada pemberian remisi kepada narapidana   tindak kejahatan terkait korupsi, terorisme, dan kepemilikan narkoba setelah November 2012. Biasanya, pemerintah memberikan remisi kepada narapidana pada hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal17 Agustus setiap tahunnya. Tahun ini, lebih dari 118.000 narapidana menerima remisi, termasuk lebih dari 2.000 yang dihukum karena dakwaan penyuapan.

e. Penolakan Pemberian Pengadilan Publik yang Adil

Hukum memberikan peradilan yang independen, namun peradilan tetap rentan dari pengaruh luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, dan satuan keamanan yang terlibat.

Pemerintah setempat terkadang tidak menaati perintah peradilan, dan otonomi daerah mempersulit pelaksanaan perintah peradilan tersebut.

Pada tahun pelaporan in dibuat,, pengadilan militer mengadili sejumlah tentara berpangkat rendah dan menengah atas beberapa pelanggaran yang melibatkan warga sipil atau yang terjadi ketika mereka sedang tidak menjalani tugas. Jika seorang tentara diduga melakukan tindak kejahatan, polisi militer menyelidiki dan kemudian menyerahkan temuannya kepada oditur militer, Oditur kemudian memutuskan apakah kejadian tersebut layak untuk disusun kedalam suatu penyelidikan lebih lanjut. Berdasarkan undang-undang, oditur militer  bertanggung jawab kepada Mahkamah Agung; akan tetapi, oditur militer bertanggung jawab kepada TNI untuk penerapan hukum yang berlaku.

Suatu panel hakim militer yang terdiri dari tiga unsur militer mengadili perkara, sedangkan Pengadilan Tinggi Militer, Pengadilan Militer Utama, dan Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengadili perkara banding. Dalam hal ini, LSM dan para pengamat mengkritik masa hukuman penjara singkat yang dikenakan oleh pengadilan militer.

Empat pengadilan negeri di Surabaya, Makassar, Jakarta dan Medan diberi wewenang untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat dengan rekomendasi dari Komnas HAM.  Undang-undang mengatur bahwa masing-masing pengadilan memiliki lima anggota, termasuk tiga orang hakim hak asasi manusia non karir, yang diangkat untuk jangka waktu lima tahun.  Putusan dapat diajukan banding ke Mahkamah Agung. Undang-undang mengatur tentang definisi genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tanggung jawab komando yang diakui secara internasional, akan tetapi tidak mengkategorikan kejahatan perang sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, atau mewajibkan penuntutan terhadap pemimpin dalam kejahatan yang dilakukan oleh anak buahnya Tak satu pun dari keempat pengadilan negeri tersebut yang mengadili atau mengeluarkan putusan apa pun sejak tahun 2005.

Berdasarkan sistem pengadilan syariah di Aceh, 19 pengadilan agama negeri dan satu pengadilan banding telah melakukan proses peradilan terhadap kasus-kasus yang ada.

Sebelumnya, pengadilan hanya mengadili kasus-kasus yang melibatkan Muslim dan menggunakan surat keputusan  pemerintah setempat ketimbang hukum pidana yang berlaku. Sebuah hukum pidana syariah yang baru (Qanun) yang disahkan pada 2014 berlaku sejak Oktober dan memperluas pemberlakuan hukum syariah terhadap non-Muslim di beberapa kasus tertentu. Di bawah hukum pidana yang baru, pelanggaran termasuk homoseksualitas, perjudian, mengkonsumsi minuman beralkohol, dan kedekatan dengan lawan jenis di luar pernikahan dapat dikenakan hukum cambuk, denda, dan penjara (lihat bagian 6). Pemerintah setempat menjaga agar hukum yang baru tidak diterapkan pada non Muslim tetapi belum ada klarifikasi mengenai pengecualian tersebut secara tertulis.

Prosedur Persidangan

Undang-undang Dasar mengatur tentang hak atas pengadilan yang adil namun korupsi dan penyalahgunaan wewenang di kehakiman menghalangi penegakan hak tersebut bagi banyak orang. Undang-undang menganggap bahwa seorang terdakwa dianggap tidak bersalah sampai ia terbukti bersalah. Terdakwa segera diberitahukan secara terperinci tentang tuntutan dan hak mereka untuk membela diri di hadapan pengadilan dan memanggil saks-saksi untuk membantu pernyataan mereka di dalam pengadilan. Suatu pengecualian diizinkan dalam kasus di mana jarak atau biaya dianggap terlalu berlebihan untuk membawa saksi ke hadapan pengadilan; dalam hal demikian dapat dipergunakan keterangan di bawah sumpah. Dalam beberapa kasus, pengadilan mengizinkan pengakuan paksa dan membatasi penyerahan bukti pembelaan.  Terdakwa berhak untuk menghindari tindakan yang dapat memberatkan di pengadilan. Dari masing-masing 825 pengadilan di Indonesia, majelis hakim memproses sidang dengan mengajukan pertanyaan, mendengarkan bukti, memberikan putusan bersalah atau tidak, dan kemudian menjatuhkan vonis hukuman.  Terdakwa dan jaksa penuntut umum dapat mengajukan banding. Terdakwa dapat mengakses bukti penuntutan melalui permohonan kepada majelis hakim yang mengadili.

Tanggal  16 Februari, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi mengabulkan sidang praperadilan yang diajukan oleh kondidat Kapolri Budi Gunawan dan membatalkan status tersangka yang dikenakan kepadanya  dalam kasus korupsi yang diajukan oleh KPK.

Banyak LSM dan pengamat hukum, termasuk Indonesia Corruption Watch mencatat bahwa keputusan tersebut tidak sejalan dengan preseden dan tidak memiliki dasar hukum atau hukum pidana dan memperingatkan bahwa keputusannya akan menjadi sebuah preseden yang mengizinkan tersangka korupsi orang terkenal untuk dapat menghindari tuduhan. Lima tersangka dengan kasus yang sama  mengajukan gugatan praperadilan,  dan tiga di antaranya dilkabulkan. Komisi Yudisial, sebuah badan lembaga negera mandiri, merekomendasikan teguran untuk Hakim Sarpin atas keputusannya. Namun, Mahkamah Agung memutuskan bahwa tersangka dapat menggugat statusnya tersebut melalui gugatan praperadilan semacam itu (lihat bagian 2.a.).

Undang-undang memberikan hak kepada terdakwa untukmemperoleh bantuan    pengacara, mulai dari masa penangkapan dan pada setiap tahap pemeriksaan. Undang-undang juga  mewajibkan agar terdakwa dalam kasus yang melibatkan hukuman mati atau hukuman penjara 15 tahun atau lebih diwakili oleh penasihat hukum. Dalam kasus-kasus yang melibatkan kemungkinan hukuman penjara lima tahun atau lebih, undang-undang mewajibkan negara untuk menyediakan perwakilan hukum jika terdakwa kurang mampu secara finansial. Secara teori, terdakwa yang kurang mampu boleh mendapatkan bantuan hukum pribadi. LSM bidang bantuan hukum pun menyediakan penasihat hukum tanpa dikenakan biaya kepada terdakwa yang kurang mampu. Contohnya,  Lembaga Bantuan Hukum Jakarta memberikan bantuan untuk menangani 2.472 kasus selama tahun 2014.  Undang-undang memperluas hak ini kepada semua warga negara. Dalam beberapa kasus, perlindungan prosedural dan kasus yang berkaitan dengan pengakuan paksa tidak mencukupi untuk menjamin peradilan yang adil.Dengan pengecualian pengadilan syariah di aceh dan beberapa pengadilan militer, persidangan bersifat publik dan terbuka.

Pada bulan April, meskipun dengan adanya bukti medis yang dihadirkan pada persidangan yang menyatakan bahwa tidak ditemukan adanya penganiayaan, dua guru dari Jakarta International School dijatuhi hukuman  10 tahun penjara dengan tuduhan pelecehan seksual terhadap tiga  murid laki-laki di sekolah tersebut. Enam pekerja kebersihan kontrak sekolah tersebut juga divonis bersalah karena pelecehan seksual terhadap seorang anak lelaki di sekolah tersebut pada bulan Desember 2014, setelah mencabut  pengakuan yang diduga dilakukan di bawah siksaan (lihat bagian 1,c,). Pada 14 Agustus, Mahkamah Agung membatalkan putusan terhadap kedua guru tersebut dan menyatakan tidak ada bukti penganiayaan fisik atau pelecehan seksual. Putusan banding para petugas kebersihan kemudian ditolak pada 20 Agustus, dan mereka tetap mendekam dipenjara. Tanggal 15 September, jaksa penuntut umum mengajukan banding untuk pembebasan para guru ke Mahkamah Agung, namun belum ada putusan sejak November.

Narapidana dan Tahanan Politik

LSM memperkirakan terdapat 51 tahanan politik dari provinsi Papua dan Papua Barat, dan setidaknya sembilan tahanan politik dari Maluku. Sebagian besar dituntut dengan pasal pengkhianatan dan konspirasi untuk tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pemasangan simbol-simbol separatis, dan banyak yang menjalani hukuman dengan masa hukuman penjara yang cukup lama. Sejumlah aktivis kemerdekaan dari Papua dan Maluku mendekam di tahanan atau penjara karena mengekspresikan pandangan politik mereka dengan cara damai. Tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada laporan kejadian penangkapan khusus karena pengibaranbendera separatis tetapi lebih kepada kasus penangkapan terkait unjuk rasa dan himbauan untuk kemerdekaan yang dilakukan secara damai dan berujung kepada penahanan dan peradilan dengan tuntutan makar.

Tanggal 9 Mei, dalam kunjungan resmi-nya ke Papua, Presiden Jokowi mengumumkan rencana untuk membebaskan 90 narapidana dari Papua dan Maluku, termasuk tahanan politik. Presiden juga memberikan grasi kepada lima narapidana yang dipenjara untuk keterlibatan dalam serangan di gudang senjata TNI di Wamena pada tahun 2003. Banyak tahanan politik menolak pemberian grasi dari pemerintah  karena menurut undang-undang, permintaan grasi harus diminta oleh narapidana dan yang mensinyalir pengakuan bersalah. Filep Karma, juru bicara de facto para tahanan politik Papua yang menjalani hukuman 15 tahun penjara karena menaikkan bendera Bintang Kejora, menolak tawaran pemerintah atas remisi hukuman pada 17 Agustus. Tanggal 19 November, pemerintah membebaskan Karma setelah menuntaskan hukuman yang telah dikurangi. Sejak November yang lainnya masih masih dalam penjara.

Pada 27 Januari, Pengadilan Negeri di Ambon memvonis Simon Saiya, pimpinan kelompok separatis Republik Maluku Selatan, lima tahun penjara atas dakwaan pengkhianatan. Pengadilan juga memberikan hukuman tiga tahun penjara kepada tujuh pengikutnya yang ditangkap bersama dengan Saiya karena demonstrasi damai pada 2014 yang termasuk pengibaran bendera RMS yang dilarang.

Para aktivis hak asasi setempat melaporkan bahwa mereka dan anggota keluarga pada umumnya dapat mengunjungi narapidana politik, walaupun pemerintah setempat menempatkan sebagian narapidana di pulau lain yang terletak jauh dari keluarga mereka.

Prosedur dan Perbaikan Yudisial Perdata

Sistem pengadilan perdata dapat menjadi wadah untuk memberikan kompensasi bagi korban pelanggaran atas hak asasi manusia; akan tetapi, korupsi yang merajalela dan pengaruh politik kemudian membatasi akses korban untuk mendapatkan hak perbaikan tersebut.

Restitusi Properti

Sebuah undang-undang memungkinkan pemerintah untuk mengambil alih tanah dengan alasan kepentingan  umum dari pemiliknya asalkan pemerintah memberikan kompensasi yang layak. LSM menuduh pemerintah menggunakan kekuasaannya untuk menguasai atau memfasilitasi akuisisi swasta atas tanah untuk proyek pembangunan danseringkali tanpa kompensasi yang adil. Di kasus lain, BUMN dituduh telah membahayakan sumber daya tempat masyarakat menggantungkan mata pencaharian mereka.

Aktivis menuduh pemerintah provinsi DKI Jakarta telah mengusir orang-orang yang tinggal di wilayah banjir di Kampung Pulo Jakarta Selatan tanpa sebab dan kompensasi yang jelas. Berdasarkan peraturan, pemerintah dapat mengusir warga asalkan mereka merelokasi atau memberikan kompensasi kepada para warga; LSM mengklaim pemerintah gagal memenuhi standar tersebut ketika mereka menggusur paksa para warga pada 20 Agustus; pemerintah secara internal memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini.

Akses dan kepemilikan lahan tetap menjadi sumber besar konflik pada tahun ini. Sejumlah undang-undang dan peraturan mengizinkan lebih dari satu  pihak untuk mendapatkan klaim yang sah terhadap satu tanah yang sama. Pada tahun ini petugas keamanan terkadang mengusir mereka yang terlibat di sengketa lahan tanpa proses yang benar, sering kali memihak pada pelaku bisnis ketimbang warga miskin. Pada bulan September, Komnas HAM melaporkan bahwa mereka telah mencatat terdapat hampir 9,000 konflik sengketa tanah di Indonesia, dengan mencatat bahwa di banyak kasus, polisi dan TNI mengusir warga atas nama perusahaan.

f. Campur Tangan Sewenang-wenang terhadap Privasi, Keluarga, Rumah atau Surat-Menyurat

Undang-undang mewajibkan adanya surat perintah pengadilan untuk melakukan penggeledahan terkecuali untuk kasus-kasus yang melibatkan kegiatan makar, kejahatan ekonomi dan tindak korupsi. Aparat keamanan umumnya menghormati persyaratan ini. Undang-undang juka mengizinkan penggeledahan tanpa surat perintah pengadilan ketika keadaan “mendesak dan memaksa” dan untuk pelaksanaan penyadapan oleh KPK. Undang-undang Manajemen Konflik Sosial 2012 memberikan kekuatan khusus kepada polisi untuk membatasi kebebasan sipil dan mengizinkan intervensi militer untuk mengatur konflik yang mungkin menyebabkan keresahan sosial.

LSM mengklaim adanya beberapa laporan bahwa petugas keamanan masuk ke rumah-rumah dan kantor-kantor mereka dengan menyatakan bahwa aparat biasanya melakukan pengawasan tanpa surat perintah pengadilan untuk paraindividu dan kediaman mereka serta mengawasi telepon mereka.

Bagian 2. Penghormatan Kebebasan Sipil, Termasuk:

a. Kebebasan untuk menyatakan pendapat dan Pers

Konstitusi dan undang-undang memberikan kebebasan berbicara dan kebebasan pers. Namun, beberapa elemen di dalam pemerintahan, peradilan, dan kepolisianmenggunakan undang-undang pencemaran nama baik dan fitnah untuk membatasi kebebasan berbicara dan pers. Pemerintah menggunakan undang-undang separatisme untuk membatasi para individu dalam menyerukan kemerdekaan secara damai.

Kebebasan Berbicara dan Berekspresi: Undang-undang mengatur konten  yang dianggap menghina agama atau yang menganjurkan separatisme sebagai bentuk tindak pidana.

Elemen di dalam pemerintahan, pengadilan, dan kepolisian, secara selektif menerapkan undang-undang pidana pencemaran nama baik dalam bentuk yang membatasi kebebasan berbicara. Misalnya, setelah Komisi Judisial, mengritik keputusan kontroversial hakim Sarpin Rizaldi pada gugatan pra peradilan yang diajukan oleh jenderal polisi Budi Gunawan terhadap KPK dan merekomendasikan agar ia diberi diskors, Hakim Sarpin mengajukan tuntutan pidana pencemaran nama baik bersama polisi terhadap dua komisioner, Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri. Meskipun adanya himbauan untuk membatalkan kasus tersebut, Bareskrim kepolisian menindaklanjuti tuntutan dan secara resmi menyatakan kedua komisioner tersebut sebagai tersangka, dan kasusnya masih aktif sejak bulan November (lihat bagian 1.e.)

Kebebasan Pers dan Media: Media independen berlaku aktif dan mampu mengekspresikan berbagai aspirasi; akan tetapi, peraturan daerah dan peraturan tingkat nasional terkadang digunakan untuk membatasi media. Pada bulan Mei, Presiden Jokowi mencabut larangan terhadapwartawan asing yang mengunjungi Papua dan Papua Barat. Pelaksanaan perubahan ini tidak sebanding dengan beberapa wartawan asing yang dilaporkan menghadapi masalah dalam memperoleh, sementara yang lain melaporkan hambatan birokratis, atau disangkal untuk datang dengan alasan keamanan. Advokasi untuk kebebasan pers menduga bahwa sebuah kelompok antar kementerian termasuk TNI dan badan intelijen masih meninjau permintaan para wartawan asing untuk mengunjungi wilayah tersebut.

Kekerasan dan Pelecehan: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan 29 kasus kekerasan terhadap wartawan dan kantor-kantor media antara bulan Januari dan Agustus.

Pada tanggal 20 Januari, seorangpegiat antikorupsi bernama Mathur Husairi terluka akibat ditembak oleh orang tak dikenal di depan rumahnya di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Penyerangnya tidak pernah ditangkap, tetapi LSM mencatat kritik Husairi terhadap mantan bupati Bangkalan dan pembicara DPRD Fuad Amin Imron, yang ditangkap oleh KPK atas tuntutan korupsi pada bulan Desember 2014.

Elemen-elemen di dalam pemerintahan dan kepolisian juga menggunakan undang-undang tentang pencemaran nama baik dan fitnah untuk melakukan intimidasi terhadap jurnalis dan media. Pada bulan Januari, polisi membuka kembali kasus pemfitnahan terhadap Jakarta Post karena menerbitkan kartun anti Da’esh pada tahun 2014. LSM mencatat bahwa tuntutan pemfitnahan diajukan hanya beberapa hari setelah harian tersebut mendukung Jokowi dalam pemilihan presiden yang sedang berlangsung saat itu.

Sensor atau Pembatasan Konten: Kejaksaan Agung mempunyai wewenang untuk mengawasi bahan-bahan tertulis dan meminta surat perintah pengadilan untuk melarang penerbitan materi-materi tertulis.

Berdasarkan Undang-undang Penistaan agama, “menyebarkan kebencian terhadap agama, bidah, dan penistaan agama” dapat dijerat hukuman penjara sampai dengan lima tahun. Protes oleh kelompok garis keras atau dewan pemimpin agama yang konservatif biasanya mendesak penguasa lokal untuk mengambil tindakan berdasarkan undang-undang tersebut. Tanggal 15 Juli, empat anggota Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara), sebuah gerakan keagamaan kecil, divonis empat tahun penjara karena melakukan penistaan di Aceh.

Walaupun Undang-undang Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang melambangkan identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang bendera Bintang Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan bendera Bulan Bintang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Bendera GAM tetap menjadi sumber kontroversi sejak badan legislatif Aceh mengeluarkan peraturan yang menjadikannya bendera resmi provinsi tersebut pada tahun 2013.  Pemerintah pusat menyatakan berulangkali bahwa pemerintah pusat tidak menerima bendera provinsi tersebut dan pengibaran bendera GAM masih tetap dilarang. Tanggal  29 Juli,  anggota militer dan kepolisian menurunkan bendera GAM di Pasie Raya, Aceh.

Undang-undang terkait Fitnah: Pada bulan Maret, polisi melakukan penyelidikan terhadap Majalah Tempo untuk kasus pencemaran nama baik terkait artikel yang diterbitkan di bulan Januari tentang rekening bank mencurigakan calon Kapolri Budi Gunawan. Pada bulan Juli, politikus Maruli Hendra Utama mengajukan tuntutan pencemaran nama baik kepada Tempo terkait artikel tentang kriminalisasi para komisioner KPK oleh kepolisian.

Kebebasan Internet

Pemerintah mendakwa para individu untuk kebebasan berekspresi di bawah UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang ini yang mengatur kejahatan, pornografi, perjudian, penyuapan, kebohongan, ancaman, dan rasisme dalam jaringan, melarang warga negara untuk mengedarkan informasi yang bersifat fitnah dalam format elektronik  dan menghukum pelanggar dengan hukuman maksimum enam tahun penjara atau denda Rp. 1 miliar (87.500 dollar AS) atau keduanya. Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) antara bulan Januari dan September, 21 orang telah ditangkap atau didakwa karena melanggar UU ITE.

Menurut Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi, sekitar 29 persen dari total penduduk memiliki akses internet, yang artinya terdapat sekitar 80 juta pengguna internet di Indonesia yang menjadikannya populasi pengguna internet terbesar ke delapan di dunia.

Pada 31 Maret, pengadilan di Bandung dan Yogyakarta memutus bersalah dalam dua kasus pencemaran nama baik secara online. Pengadilan Negeri Yogyakakarta memutuskan seorang mahasiswa pasca sarjana bersalah karena pencemaran nama baik di bawah UU ITE dan dihukum dua bulan penjara dan didenda karena menuliskan pesan di media sosial yang menyatakan, “Yogya miskin, bodoh, tidak beradab. Teman dari Jakarta dan Bandung, jangan menginap di Yogya. Semua penduduk Yogya bangsat.” Pada hari yang sama, pengadilan Bandung menjatuhi hukuman lima bulan penjara kepada seorang wanita yang dilaporkan oleh suaminya karena isi pesan pribadinya kepada lelaki lain yang didapatkan melalui jejaring sosialnya. n

Pada tanggal 28 September, polisi di Ternate, Maluku Utara, menangkap mahasiswa Universitas Khairun Ternate karena mengunggah video yang ia rekam tentang polisi lalu lintas yang menerima suap atas dasar bahwa ia mencemarkan nama baik kepolisian. Setelah adanya kampanye populer untuk membebaskan sang mahasiswa tersebar di dalam jaringan, Kepala Kepolisian Ternate kemudian memerintahkan pembebasannya pada 3 Oktober.

Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi masih terus mendesak penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir akses terhadap situs-situs porno dan muatan lainnya yang dianggap bermuatan provokasi. Kementerian tersebut tidak memiliki teknologi atau kemampuan untuk memblokir sendiri situs-situs yang diminta tersebut. Implementasi pembatasan ini bergantung kepada masing-masing ISP dan dapat berujung pada pencabutan ijin ISP yang bersangkutan.

Pada 31 Maret Kementerian Komunikasi dan Informasi menginstruksikan ISP untuk membatasi akses kepada 19 website dengan konten islami yang dipandang “radikal,” yang juga memuat dukungan terhadap terorisme dan kelompok teroris seperti ISIS, menyebut presiden “kafir” serta menyerukan penggulingan pemerintahan. Sebuah proses antar lembaga yang dipimpin oleh Badan Nasional Pemberantasan Teroris menetapkan daftar laman yang diblok tersebut. Pemerintah lantas mencabut perintahnya setelah menerima nota keberatan dari pemimpin agama dan politisi Islam yang semakin meluas.

Kebebasan Akademis dan Acara Budaya

Pemerintah pada umumnya tidak membatasi acara kebudayaan atau kebebasan akademik. Namun, pemerintah terkadang gagal mencegah kelompok garis keras yang menghentikan kegiatan budaya yangdianggap sensitif, dan secara aktif menggagalkan beberapa acara yang berkaitan dengan perayaan 50 tahun pembersihan anti komunis tahun 1965-66, . Universitas dan institusi akademik juga terkadang tunduk kepada tekanan kelompok garis keras yang ingin membatasi kegiatan dan acara yang sensitif.

Pada 23 Oktober, pengelola Ubud’s Writers’ Festival di Bali setuju atas permintaan dari pejabat setempat untuk membatalkan beberapa kegiatan yang dterkait dengan pembunuhan massal 1965-66, termasuk pemutaran film documenter karya Joshua Oppenheimer, serta sebuah acara yang mengkritik proyek pembangunan kontroversial untuk reklamasi Tanjung Benoa Bali. Pemerintah setempat mengancam untuk membatalkan seluruh festival jika acara-acara ini tidak dibatalkan. Diskusi Tanjung Benoa kemudian dilangsungkan di lokasi yang berbeda pada 31 Oktober. Tanggal 11 Maret, anggota Forum Masyarakat Islam dan Forum Anti Komunis Indonesia memprotes pemutaran film dokumenter karya Oppenheimer, “The Look of Silence,” di Universitas Islam Nasional Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rektor kemudian  tidak berhasil meminta organisasi kemahasiswaan untuk membatalkan acara pemutaran film. Para mahasiswa secara efektif mencegah para pendemo yang ingin membatalkan acara.

Pada bulan Januari, seorang pengajar dari UIN di Aceh terpaksa bersembunyi karena ancaman dari kelompok intoleran dan masyarakat setelah foto-foto kunjungan ke sebuah gereja yang ia atur untuk para mahasiswanya muncul secara di jejaring sosial. Rektor memberinya cuti admnistratif dan menyatakan bahwa ia tidak mendapatkan izin untuk kunjungan tersebut.

Pada tanggal 11 November, rektor Universitas Brawijaya di Malang, Jawa Timur, “tunduk” kepada tekanan  pihak-pihak luar dan membatalkan seminar mengenai “hak-hak minoritas di dunia global” yang menampilkan pembicara mengenai permasalahan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks (LGBTI). Pada 12 November, Pers Mahasiswa Universitas Diponegoro, di Semarang, Jawa Tengah, membatalkan diskusi bertemakan LGBTI setelah menerima ancaman dan rektor universitas menolak memberikan izin kepada para penyelenggara.

Pada tahun ini Badan Sensor Film milik pemerintah tetap menyensor film-film lokal dan impor untuk kandungan pornografi dan penistaan agama atau hal lainnya.

b. Kebebasan untuk Berkumpul dan Berserikat secara Damai


Kebebasan Berkumpul

Undang-undang mengatur kebebasan untuk berkumpul, dan pada umumnya pemerintah menghormati hak ini.  Undang-undang mewajibkan para demonstran untuk memberikan pemberitahuan tertulis kepada kepolisian tiga hari sebelum melakukan demonstrasi yang direncanakan dan bagi kepolisian untuk menerbitkan tanda terima atas pemberitahuan tertulis tersebut . Tanda terima ini berfungsi secara de facto sebagai izin atas demonstrasi tersebut. Kepolisian Papua secara rutin menolak untuk mengeluarkan tanda terima pemberitahuan kepada calon demonstran dengan alasan bahwa demonstrasi kemungkinan besar akan melibatkan himbauan untuk merdeka, suatu tindakan yang dilarang di bawah undang-undang yang sama.

Tanggal 30 April, polisi menangkap 12 mahasiswa yang mmenyebarkan undangan demonstrasi damai di Manokwari, Papua Barat. Para mahasiswa tersebut adalah anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) organisasi masyarakat sipil papua yang mengkampanyekan kemerdekaan. Hari berikutnya polisi menangkap ratusan demonstran yang sedang memperingati “aneksasi” Papua dan mendukung keanggotaan Gerakan Pembebasan Papua Barat Bersatu di Melanesian Spearhead Group. Tindakan ini termasuk menahan 200 pendemo yang sedang menuju lokasi demonstrasi di dekat Dewan Adat Papua di manokwari dan penangkapan 30 aktivis KNPB mendekati kantor DPRD setempat di Jayapura. Polisi menyebutkan bahwa mereka tidak memiliki izin untuk melakukan demonstrasi (lihat bagian 1.d.). Sebagian besar pendemo segera dibebaskan, tetapi empat penyelenggara demonstrasi di Manokwari ditangkap atas tuduhan menghasut pada tanggal 23 Novemberdan dijatuhi hukuman satu setengah tahun penjara.

Kebebasan  Berserikat

Undang-undang dasar dan undang-undang  khusus mengatur tentang kebebasan berserikat, yang pada umumnya dihormati oleh pemerintah. Pada tahun 2013 DPR mengeluarkan Undang-undang tentang Organisasi Massa,untuk menggantikan undang-undang 1985.  Bulan Desember 2014 Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi koalisi LSM untuk menghapus banyak pasal dalam UU yang dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk membatasi kebebasan berkelompok.

Undang-undang mensyaratkan LSM asing untuk memiliki nota kesepahaman dengan kementerian terkati untuk terdaftar secara resmi.  Beberapa organisasi melaporkan kesulitan untuk mendapatkan MOU ini dan mengklaim bahwa pemerintah menahan MOU untuk menghalangi status pendaftaran mereka.

Beberapa kelompok advokasi LGBTI melaporkan menemukan kesulitan ketika akan mendaftarkan organisasi mereka.

c. Kebebasan Beragama

Lihat Laporan Kebebasan Beragama Internasional dari Departemen Luar Negeri di   www.state.gov/religiousfreedomreport/.

d. Kebebasan Untuk bergerak, Orang-orang Yang Dipaksa Meninggalkan Tempat Tinggal (IDP), Perlindungan Terhadap Pengungsi, dan Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan.

Undang-undang mengatur tentang kebebasan atas pergerakan di dalam negeri secara bebas dan pada umumnya mengizinkan melakukan perjalanan keluar negeri, namun undang-undang dasar mengizinkan pemerintah untuk mencegah orang-orang tertentu untuk masuk atau meninggalkan negeri. Undang-undang memberikan kekuasaan luas kepada pihak militer ketika negara diumumkan dalam status  keadaan darurat, termasuk kekuasaan untuk membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut; akan tetapi, pemerintah tidak menggunakan kuasa ini.

Pemerintah bekerja sama dengan Kantor PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan organisasi kemanusiaan yang lain dalam memberi perlindungan dan bantuan kepada  pengungsi internal dalam negeri (IDP), pengungsi, pengungsi yang kembali, pencari suaka, orang-orang tanpa kewarganegaraan, dan orang-orang lain yang perlu perlindungan.

Pergerakan di Dalam Negeri: Tanggal 9 Mei, Presiden Jokowi mengumumkan pencabutan pelarangan  kunjungan wartawan asing ke Papua dan Papua Barat (lihat bagian 2.a.), namun sejak September kebijakan baru ini tetap tidak dilaksanakan.

Perjalanan ke luar negeri: Pemerintah mencegah kedatangan dan kepergian sesuai permintaan kepolisian, kejaksaan, KPK, dan kementerian keuangan. Beberapa orang yang dicegah memasuki atau meninggalkan negeri termasuk para wajib pajak yang tidak membayar pajak, orang-orang yang didakwa atau dijatuhi hukuman, individu yang tersangkut dalam kasus korupsi, dan orang-orang yang terlibat dalam sengketa hukum.

 Internally Displaced Persons (IDP)

Kurangnya pemantauan sistematis dari kondisi pengembalian  dan pemukiman kembali IDP serta kesulitan dalam menentukan siapa yang masih mtermasuk ke dalam IDP  mempersulit perhitungan jumlah dari orang-orang yang dipaksa meninggalkan tempat tinggal. LSM internasional Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC) melaporkan bahwa sejak Juli sekitar 31.400 orang “mengungsi karena kekerasan atau konflik,” hampir semuanya telah mengungsi selama 15 tahun. Lebih dari 300 penduduk Syiah dari Madura tetap dimukimkan di pingir kota Surabaya setelah kekerasan komunal memaksa mereka untuk meninggalkan tempat tinggal mereka pada tahun 2012. Meskipun ada sejumlah upaya rekonsiliasi oleh pemerintah pusat an LSM,  pejabat pemerintah provinsi tidak melakukan upaya konstruktif terhadap kelompok garis keras yang menolak mengizinkan kaum Syiah untuk kembali ke rumah-rumah mereka. Di Lombok, 118 anggota kelompok Ahmadiyah tetap berada di perumahan milik pemerintah provinsi setelah massa mengusir mereka dari tempat tinggal mereka di tahun 2006.

Undang-undang menetapkan bahwa pemerintah menjamin “pemenuhan hak orang dan orang-orang yang terpaksa meninggalkan rumah karena bencana dengan cara yang adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.”

Perlindungan Terhadap  Pengungsi

Akses Suaka:  Negara ini tidak terlibat dalam dari Konvensi 1951 terkait Status Pengungsi atau Protokol 1967 dari konvensi tersebut, dan negara ini tidak memiliki suatu sistem penentuan status pengungsi atau pemberian suaka. UNHCR memproses seluruh klaim untuk status pengungsi di negara ini. Pemerintah tidak menerima pengungsi untuk dimukimkan kembali atau memfasilitasi integrasi lokal atau naturalisasi. Pemerintah merujuk para migran yang ingin kembali ke negara asalnya kepada International Organization for Migration (IOM) untuk mengakses Program Bantuan Pemulangan Sukarela IOM.  Beberapa adalah pelamar itu sendiri, dan sisanya adalah anggota keluarga. Sebagian besar pengungsi atau pencari suaka berasal dari Afghanistan, Burma, Somalia, dan Iran. Sekitar 4.620 orang (35 persen orang-orang lain yang menjadi perhatian) tinggal di 13 rumah tahanan imigrasi di seluruh negeri, sementara sisanya sebagian besar tinggal di rumah-rumah kos melalui bantuan dari IOM.

Pada bulan Mei, pemerintah mengizinkan sekitar 1.800 migran yang terdampar di laut untuk mendarat. Dari jumlah ini, UNHCR mendaftar hampir 1.000 pencari suaka Rohingya dari Myanmar. Pemerintah setempat, beserta dengan UNHCR, IOM, dan LSM nasional dan internasional lainnya, memberikan makanan, air, tempat penampungan, pelayanan kesehatan, dan dukungan psikososial kepada para   pencari suaka ini.

Pekerjaan: Pemerintah melarang pengungsi lintas batas untuk bekerja, meskipun tidak secara tegas menegakkan larangan ini.

Akses kepada Pelayanan Dasar:  Pemerintah melarang para pengungsi untuk mendapatkan akses ke pendidikan dasar negeri dan layanan kesehatan umum, tetapi pemerintah tidak memberlakukan larangan ini secara ketat.

Perlindungan Sementara: Menindaklanjuti kedatangan kapal-kapal migran dari Myanmar dan Bangladesh tanggal 29 Mei, pemerintah menawarkan untuk memberikan perlindungan sementara kepada 3.500 orang tanpa memandang status mereka sebagai pengungsi. Pemerintah akhirnya memberikan perlindungan terhadap sekitar 1.800 orang termasuk beberapa Rohingya Myanmar yang akhirnya mengajukan suaka dan sekitar 700 orang migran Bangladesh yang berpartisipasi dalam program Bantuan Kepulangan Sukarela IOM.

Bagian 3. Kebebasan Berpartisipasi dalam Proses Politik

Konstitusi dan undang-undang memberikan kemampuan untuk memilih pemerintah mereka melalui pemilihan umum yang bebas dan adil, dan warga negara melaksanakan hak ini melalui pemilihan berdasarkan hak pilih universal.

Pemilihan Umum dan Partisipasi Politis

Undang-Undang Dasar mengatur pemilihan umum nasional setiap lima tahun. Komisi Pemilihan Umum bertanggung jawab melaksanakan pemilihan. Anggota DPR secara otomatis menjadi anggota MPR, sebuah badan yang dipilih secara penuh yang terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD.

Pemilihan Umum baru-baru ini: Pada tahun 2014 para pemilih telah memilih Joko Widodo (dikenal sebagai Jokowi) menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. Jokowi mengalahkan pensiunan jenderal Prabowo Subianto dalam pemilihan yang dinilai bebas dan adil oleh para pengamat. Tahun 2014 para pemilih juga memilih DPR baru di pemilu legislatif nasional. Dua belas partai nasional bertanding di pemilu legislatif, dan 10 partai akhirnya mendapatkan kursi di parlemen. Lebih dari 70 persen pemilih yang memenuhi syarat berpartisipasi dalam proses pemilihan demokratis terpusat terbesar di dunia.

Pilkada untuk walikota, bupati, gubernur, dan wakilnya serentak terjadi di bulan Desember dan dipandang sebagai pilkada bebas dan adil oleh para pengamat. Pada periode sebelum pemilihan beberapa LSM menuduh pejabat setempat menyalahgunakan undang-undang yang mencegah pencalonan tunggal di pemilihan setempat dan membuat pemilihan tertunda dan gubernur terpaksa memilih pejabat sementara jika tidak ada kandidat lawan yang sesuai di pemilihan setempat. Para Pengamat menuduh pejabat dan partai politik di Surabaya, Jawa Timur, dan Mataram Nusa Tenggara Barat menolak untuk mengusung calon untuk mencalonkan diri melawan petahana populer sehingga gubernur yang berafiliasi dengan oposisi dapat memeilih pengganti yang mereka inginkan.

Partai Politik dan Partisipasi Politik:

Di tahun 2012, DPR menaikkan 3,5 persen ambang batas suara bagi partai-partai untuk mendapatkan parlemen menjadi. Di pemilihan umum tahun 2014, sepuluh partai dinilai memenuhi ambang batas ini dan dinyatakan berhak untuk mengikuti pemilihan umum. Empat peraih suara terbanyak adalah partai-partai nasionalis, diikuti oleh  tiga partai berorientasikan Islam.

Semua warga negara dewasa yang berusia 17 tahun atau lebih memenuhi syarat untuk memperoleh hak pilih kecuali: anggota polisi dan tentara yang masih aktif, tahanan yang menjalani kurungan lima tahun atau lebih, orang-orang yang menderita gangguan mental, dan orang-orang yang dicabut hak suaranya melalui putusan pengadilan yang tidak dapat dicabut kembali. Remaja yang sudah menikah (yaitu mereka yang berumur di bawah 17 tahun) adalah orang dewasa dan diizinkan untuk memilih.

Pada bulan September 2014, DPR yang akan akan berakhir masa tugasnya mengesahkan peraturan yang menghapuskan pemilihan langsung untuk para pejabat daerah. Presiden Yudhoyono yang hampir menyelesaikan jabatannya mengeluarkan keputusan presiden yang disinyalir menghalangi sementara implementasi dari peraturan baru tersebut, dan tanggal 20 Januari dewan perwakilan rakyat yang baru terpilih kemudian memutuskan untuk mengembalikan pemilihan langsung.

Partisipasi Perempuan dan Kaum Minoritas:  Tidak ada pembatasan hukum pada peran perempuan dalam politik. Undang-undang tentang partai politik memandatkan agar perempuan mengisi paling sedikit 30 persen dari anggota pendiri suatu partai politik baru.

Undang-undang pemilu yang dikeluarkan sebelum pemilu nasional 2009 memiliki klausul yang tidak mengikat bagi partai-partai untuk memilih perempuan paling sedikit 30 persen dari tempat calon dalam daftar partai mereka. Selama  pemilu 2014, KPU menerapkan peraturan tersebut yang kemudian ditaati oleh partai-partai besar jumlah perempuan dalam parlemen menurun setelah pemilu 2014, dari 18 persen menjadi 17 persen dalam kursi DPR dan dari 27 persen menjadi 13 persen dalam kursi DPD.

Undang-undang tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD dan DPRD (Undang-undang MD3) membatalkan ketentuan dari undang-undang sebelumnya yang memberi pertimbangan khusus terhadap perwakilan wanita di posisi kepemimpinan DPR. Pada bulan 2014 Mahkamah Konstitusi menyetujui mosi yang diajukan sebuah LSM untuk mengembalikan syarat tersebut.

Sejak Agustus, wanita menduduki 7.6 persen dari semua posisi walikota dan bupati. Tidak ada gubernur wanita. Sejak Agustus, kurang dari 7 persen kandidat terdaftar untuk pemilihan regional di bulan Desember adalah wanita.

Tidak ada data statistik resmi mengenai latar belakang etnis para legislator di DPR. Kabinet Presiden Jokowi mencerminkan keberagaman etnis dan agama di negeri ini dan memasukkan lebih banyak menteri wanita dibandingkan kabinet-kabinet sebelumnya (delapan dari 34 menteriyang ditunjuk).

Anggota FPI melakukan unjukrasa di depan Kantor Gubernur Jakarta dan Kantor DPRD memprotes naiknya Bajuki Tjahaja Purnama,  yang beragama Kristen dan beretnis Tionghoa, menjadi Gubernur menggantikan Presiden terpilih Jokowi.

Bagian 4. Korupsi dan Kurangnya Transparansi di Pemerintahan

Undang-undang mengatur tentang hukuman bagi pejabat pemerintah pelaku tindak pidana korupsi, dan pada umumnya berusaha keras menerapkan undang-undang ini.  Elemen-elemen di dalam pemerintahan, polisi dan kehakiman mencoba untuk mengurangi usaha-usaha untuk penuntutan korupsi. Meskipun ada penangkapan dan pemidanaan terhadap pejabat tinggi dan terpandang, ada pemahaman yang meluas secara domestik dan internasional bahwa korupsi tetap mewabah. KPK, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Bareskrim Polri dan Kejagung dibawah tindak pidana khusus memiliki kewenangan atas penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi.

KPK tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki anggota militer.

Pada bulan Januari KPK menetapkan nominasi Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi untuk kejahatan yang dilakukan selama masa jabatannya sebagai kepala lembaga pendidikan karir Polri. Budi Gunawan mengajukan gugatan praperadilan terhadap status tersangkanya, dan dalam sidang keputusan yang kontroversial, Pengadilan Jakarta Selatan menemukan bahwa KPK tidak bisa menyelidiki Komjen Budi Gunawan untuk tindak pidana korupsi (lihat bagian 1.e.). Unsur-unsur di kepolisian kemudian menindaklanjuti kasus yang melibatkan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, yang berujung pada penangguhan penahanan mereka, dan juga kasus pencemaran nama yang melibatkan dua komisioner Komisi Yudisial (lihat bagian 2.a.). Jokowi menolak rencana DPR untuk mengubah undang-undang KPK, menunjuk komisioner sementara untuk mengisi posisi Samad dan Bambang, dan kemudian menunjuk panitia seleksi untuk mengusulkan kandidat untuk mengisi lima anggota komisi ketika masa jabatan yang berlangsung berakhir di bulan Desember.

Korupsi:   Pemerintah memiliki pengadilan tindak pidana korupsi di 34 provinsi

KPK terus menyelidiki dan mendakwa para pejabat yang diduga melakukan korupsi di semua tingkat di pemerintahan. Beberapa kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi pemerintahan meliputi program pengadaan atau pembangunan infrastruktur pemerintah skala besar yang melibatkan beberapa menteri, gubernur, walikota, hakim pengadilan tinggi, aparat kepolisian,dan sejumlah pegawai negeri. Hingga bulan Mei, KPK telah melakukan 58 penyelidikan dan 45 penuntutan dan mengembalikan asset negara senilai115 miliar rupiah. Menurut laporan tahunannya, sejak Mei KPK memiliki 80 persen tingkat penuntutan di tahun ini.

KPK melakukan penahanan terhadap sejumlah hakim sepanjang tahun ini, dan LSM pengawaskorupsi menyatakan bahwa korupsi masih tetap menyebar luas diseluruh sistem hukum.  Suap dan pemerasan mempengaruhi penuntutan, penjatuhan vonis, dan penghukuman dalam kasus-kasus perdata dan pidana.  Oknum-oknum kunci dalam sistem pengadilan dituduh menerima suap dan melakukan pembiaran terhadap kantor-kantor pemerintahan lainnya yang diduga melakukan korupsi. Lembaga bantuan hukum melaporkan kasus berkembang sangat lambat kecuali pejabat yang berkepentingan diberikan uang suap. Sejumlah jaksa penuntut bahkan meminta bayaran dari terdakwa untuk menjamin tuntutan yang lebih ringan.

Tanggal 9 Juli KPK menangkap Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro bersama dua hakim PTUN, Amir Fauzi dan Dermawan Ginting.  Ketiganya diduga menerima suap dari pengacara terkenal Gerry Baskara dari OC Kaligis Associates dalam kasus korupsi yang melibatkan Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Tanggal  28 Juli, KPK menyatakan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istri ke duanya, Evi Susanti sebagai tersangka karena peran mereka memfasilitasi penyuapan. KPK juga menduga pengacara dari kantor OC Kaligis tersebut menyuap Kantor Kejaksaan Sumatera Utara untuk menghentikan penyelidikan atas gubernur karena penyalahgunaan dana bantuan sosial negara. Pada 23 Oktober, Mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat, Rio Capella ditangkap karena menerima suap untuk memfasilitasi skema tersebut.

Di bawah arahan dari Presiden Jokowi, pada 18 Juni, Polisi Jakarta membentuk satuan khusus untuk menyelidiki dugaan korupsi yang berkaitan dengan waktu inap barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara. Tanggal 28 Juli satuan tugas menangkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan, Kasubdit Barang Modal Direktorat Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Imam Aryanta beserta Mingkeng (broker) dan Lusia (broker) sebagai tersangka dalam kasus penyuapan di  bea cukai. Saat penggeledahan, Satgas menemukan uang tunai senilai 42.000 USD. Tanggal 28 Agustus, Bareskrim Polri melakukan penggeledahan lagi di pelabuhan, kali ini di kantor-kantor BUMN operasional pelabuhan, Pelabuhan Indonesia II.  Pihak Bareskrim mengatakan bahwa dari hasil penggeladahan terdapat dugaan kasus korupsi dalam pengadaan 10 unit alat berat senilai 54 miliar rupiah.

Pada tahun 2014 Komisi Ombudsman Nasional menerima 6.180 keluhan umum terhadap pejabat pemerintahan. Sebagian besar keluhan mereka dterkait pejabat pemerintah dan anggota polisi di daerah.

Polisi biasanya meminta suap atas pembayaran tilang  lalu lintas hingga suap dalam jumlah besar yang berkaitan dengan investigasi tindak pidana. Para petugas yang korup seringkali melakukan penggeledahan, pencurian, dan pemerasan terhadap tenaga kerja migran yang kembali dari luar negeri, yang kebanyakan adalah perempuan.

Pengumuman Harta Kekayaan: Menurut undang-undang, pejabat senior pemerintah serta pejabat lain yang bekerja pada instansi pemerintah, diwajibkan menyerahkan laporan harta kekayaan. Undang-undang mewajibkan agar laporan tersebut memuat semua kekayaan yang dimiliki oleh pejabat, pasangannya, serta anak yang menjadi tanggungannya. Laporan tersebut harus diserahkan setiap dua tahun terhitung setelah pejabat tersebut dilantik dan dalam waktu dua bulan setelah meninggalkan jabatan. Hal ini kemudian segera dilaporkan kepada KPK. KPK bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut dan mempublikasikannya dalam Lembar Negara dan secara online. Terdapat sanksi pidana bagi pejabat yang tidak mematuhi kewajiban tersebut dan bisanya hal ini mengindikasikan kasus yang melibatkan korupsi. Tidak semua kekayaan dapat seluruhnya diverifikasi karena kurangnya sumber daya manusia di lingkungan KPK.

Akses Informasi Untuk Publik: Undang-undang tentang Kebebasan Informasi memberikan warga negara akses ke informasi pemerintah serta menyediakan suatu mekanisme  untuk memudahkan warga negara dapat memperoleh informasi tersebut . Undang-undang mengizinkan untuk perlindungan informasi “rahasia”, termasuk informasi tentang pertahanan dan keamanan negara, investigasi yang melibatkan kegiatan penegakan hukum, informasi mengenai pejabat publik, dan kepentingan bisnis dari badan usaha milik negara. Banyak entitas pemerintah tetap tidak ingin atau tidak siap untuk mengimplementasikan undang-undang tersebut.

Menurut penelitian tahun 2014 oleh Aliansi Jurnalis Independen, pihak yang berwenang memberikan 34 persen dari permintaan informasi.  Menurut penelitian 34 persen permintaan ditolak, dan sisanya diabaikan atau informasinya hanya diungkapkan secara tidak lengkap atau tidak relevan.

Bagian 5. Sikap Pemerintah Mengenai Investigasi Internasional dan Non Pemerintah tentang Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Sejumlah organisasi hak asasi manusia pada umumnya beroperasi di seluruh negeri tanpa ada pembatasan dari pemerintah, melakukan investigasi dan menerbitkan temuannya tentang kasus-kasus hak asasi manusia serta mengadvokasi untuk perbaikan atas kinerja pemerintah dalam bidang hak asasi manusia. Pemerintah melakukan pertemuan dengan LSM lokal, mengadakan dialog bersama, dan mengambil beberapa langkah sebagai bentuk keprihatinan terhadap LSM. Akan tetapi, sebagian pejabat pemerintah, khususnya di Papua dan Papua Barat, melakukan pengawasan, pelecehan, dan campur tangan yang disertai tindak ancaman dan intimidasi.

Para pegiat hak asasi manusia di Papua melaporkan pelecehan berkelanjutan dari polisi setempat dan menerima pesan-pesan ancaman melalui telepon.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Badan Internasional Lainnya: Pemerintah mengizinkan kunjungan pejabat PBB yang berkaitan dengan pemantauan perkembangan situasi hak asasi manusia di Indonesia. Aparat keamanan dan anggota badan intelijen cenderung mencurigai organisasi hak asasi manusia asing, terutama yang beroperasi di Papua dan Papua Barat. Hal ini membatasi pergerakan organisasi-organisasi tersebut di wilayah ini.

Pemerintah mengizinkan palang merah international ICRC  untuk mengunjungi penjara guna memantau kondisi penjara dan perlakukan terhadap narapidana, namun  melarang ICRC untuk melakukan pertemuan tertutup dengan para narapidana. Pemerintah sekarang telah mengizinkan ICRC untuk melakukan kunjungan ke Papua dan melakukan serangkaian kegiatan terbatas seperti memberikan pelatihan kepada tentara dan polisi, pengembangan kurikulum sekolah, dan bantuan sanitasi/teknis untuk penjara.

Badan-badan Hak Asasi Manusia Pemerintah:  Sejumlah badan independen yang terafiliasi dengan pemerintah mengangkat masalah hak asasi manusia, termasuk Ombudsman Nasional, Komnas Perempuan dan Komnas HAM.  Masyarakat pada umumnya mempercayai Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Ombudsman, akan tetapi kerjasama pemerintah atas rekomendasi mereka bukan merupakan suatu kewajiban dan tidak bersifat umum.

Pada tahun 2012 Komnas HAM mempublikasikan temuannya mengenai tragedi anti komunis tahun 1965 dan 1966.  Berdasarkan investigasi selama empat tahun, Komnas HAMmenyimpulkan bahwa tindakan pemerintah, termasuk pembunuhan, penumpasan, perbudakan, pengucilan atau pemindahan penduduk secara paksa, pencabutan kemerdekaan pribadi, siksaan, pemerkosaan, dan penghilangan yang dipaksakan, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pemerintah belum menindaklanjuti pelanggaran serius ini, dan Kejaksaan Agung belum mengajukan tuntutan apapun dalam kasus-kasus yang terkait dengan peristiwa tersebut.

Kejaksaan Agung dan beberapa kementerian menawarkan pembentukan “komite rekonsiliasi” non-peradilan untuk mencari solusi non kriminal untuk penganiayaan di masa lalu, termasuk restitusi dan permintaan maaf resmi. LSM mengritik proposal ini sebagai usaha untuk melindungi para pelanggar HAM berat dari penuntutan.  Koalisi LSM mengajukan peninjauan kembali (PK) dengan dugaan Kejagung telah menyalahgunakan pasal di dalam Hukum Pengadilan HAM untuk menghindari penuntutan kasus ini dan kasus-kasus lainnya (lihat bagian 1.b.).

Walaupun undang-undang tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh menyatakan bahwa pengadilan hak asasi manusia akan didirikan di Aceh, pengadilan semacam ini belum dibentuk dan Hal ini disinyalir karena kesulitan yang berasal dari peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional lainnya

Bagian 6. Diskriminasi, Pelecehan Social, dan Perdagangan Manusia

Undang-undang dasar tidak secara eksplisit melarang diskriminasi berdasarkan  ras, jenis kelamin, agama, pendapat politik, kebangsaan, atau kewarganegaraan, status sosial, ketidakmampuan, orientasi seksual dan/atau identitas gender, bahasa, status HIV positif, atau penyakit lainnya. Undang-undang dasar mengatur kesamaan hak seluruh warga negara, baik pribumi maupun pendatang.  Kadang-kadang pemerintah gagal membela hak-hak ini, khususnya untuk masyarakat minoritas.

Perempuan

Perkosaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Undang-undang mengkategorikan pemerkosaan sebagai tindak pidana, walaupun definisi hukum mengenai pemerkosaan hanya meliputi penetrasi organ seksual secara paksa, dan pengajuan kasus ini memerlukan konfirmasi dan saksi.  Pemerkosaan dalam perkawinan bukan merupakan pelanggaran kriminal khusus menurut KUHP, tetapi termasuk dalam  “pemaksaan hubungan seksual” dalam peraturan mengenai KDRT dan diancam dengan hukuman pidana. Statistik nasional yang terpercaya mengenai insiden perkosaan tetap tidak tersedia. Dalam laporan tahun 2014,Komnas Perempuan mencatat  3.307 kasus kekerasan seksual. Pemerkosaan dapat dihukum mulai dari empat hingga 14 tahun penjara, dan pemerintah memenjarakan pelaku pemerkosaan dan upaya pemerkosaan; akan tetapi, hukuman ringan terus menjadi masalah, dan banyak pemerkosa yang divonis menerima hukuman minimum.  Undang-undang melarang kekerasan dalam rumah tangga dan bentuk kekerasan lain terhadap perempuan; kendati demikian, kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah.  Kekerasan terhadap perempuan tetap tidak didokumentasikan dengan baik dan secara signifikan kurang dilaporkan oleh pemerintah.  Pada tahun 2014 Komnas Perempuan  293.220 laporan mengenai kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga adalah bentuk kekerasan yang paling umum terhadap perempuan.   Tekanan sosial mencegah banyak perempuan untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga dan oleh karena itu,  kebanyakan LSM yang terlibat dalam masalah perempuan yakin bahwa angka kekerasan aktual di lapangan jauh lebih tinggi daripada statistik resmi yang ada.

Pemerintah menjalankan pusat pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak-anak (P2TPA) di 34 provinsi dan sekitar 110 kabupaten. Pusat layanan ini memberikan konseling dan pelayanan dukungan kepada wanita dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Pusat pelayanan provinsi yang lebih besar memberikan pelayanan psikososial yang lebih menyeluruh, sementara kualitas dukungan di pusat layanan tingkat kabupaten bervariasi. Para wanita yang tinggal di pedesaan atau kabupaten tanpa pusat layanan semacam ini memeiliki kesulitan menerima dukungan pelayanan. Secara nasional, polisi memberikan layanan “ruang krisis khusus” atau “meja perempuan” di mana petugas wanita menerima laporan dari para wanita dan anak korban serangan dan perdagangan seksual dan di mana korban menemukan tempat penampungan sementara.

Mutilasi/Pemotongan Alat Kelamin Perempuan (FGM/C): merupakan sebuah masalah dan tidak ada undang-undang yang melarang praktik ini. Survei nasional pertama Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) menemukan lebih dari setengah dari anak perempuan di bawah usia 11 tahun mengalami semacam FGM/C, dan 79 persennya dilakukan sebelum mereka berusia enam bulan. Tidak ada data resmi mengenai jenis FGM/C yang dilakukan, namun menurut Komnas Perempuan dan LSM lain, mayoritas FGM/C yang dilakukan adalah Tipe IV. Di wilayah perkotaan, mayoritas FGM/C dilakukan oleh bidan, sementara di pedesaan pelaku praktik FGM/C yang paling umum adalah oleh dukun bayi. Komnas Perempuan melaporkan bahwa bidan dan dukun bayi sering memasukkan “sunat perempuan” ke dalam bagian dari “paket” pelayanan dan menyarankan prosedur tersebut untuk klien mereka. Tahun 2014 Menteri Kesehatan memberlakukan kembali SK tahun 2010 yang menetapkan panduan praktik aman untuk FGM/C. SK 2010 ini membatalkan pelarangan kementerian terhadap FGM/C yang ditentang oleh MUI dan kelompok agama lainnya. Penerapan kembali memindahkan kewenangan untuk mengatur FGM/C kepada badan penasihat kesehatan yang juga terdiri dari pemimpin keagamaan.

Pelecehan Seksual: Pasal 281 KUHP melarang tindakan asusila di depan publik dijadikan dasar untuk gugatan pidana untuk semua pelecehan seksual. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dihukum dengan hukuman penjara sampai dengan dua tahun dan delapan bulan serta sedikit denda.

Hak-hak Reproduksi: Pemerintah mengakui hak individu dan pasangan untuk menentukan jumlah, jarak, dan untuk melehirkan keturunan serta informasi dan cara untuk merencanakannya serta hak untuk memperoleh standar kesehatan reproduksi tertinggi, bebas dari diskriminasi, pemaksaan, dan kekerasan.  Kendati demikian, menurut sebuah studi yang diterbitkan oleh sebuah LSM internasional di tahun 2012, rata-rata 30 persen perempuan yang disurvei selama 4 tahun di usia yang sudah tidak menginginkan keturunan pada akhirnya melahirkan anak. Studi tersebut menemukan bahwa terdapat sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi jumlah tersebut, termasuk pemakaian metoda alat kontrasepsi jangka pendek  ketimbang  jangka  panjang. Walaupun pemerintah memberikan subsidi dan memberikan kemudahan untuk mendapatkan kontrasepsi di seluruh Indonesia, namun biaya kontrasepsi yang mahal dan infrastruktur kesehatan yang buruk seringkali membatasi ketersediaannya. Menurt survey Kementerian Kesehatan tahun 2013, 59,3 persen  wanita yang telah menikah menggunakan kontrasepsi modern. Perkiraan prevalensi alat kontrasepsi di antara seluruh perempuan bervariasi antara 62 persen hingga 70 persen, meskipun LSM setempat melaporkan bahwa perempuan lajang secara khusus sulit mendapatkan akses yang cukup ke kontrasepsi.

Menurut laporan  WHO tahun 2013, Rasio resmi kematian ibu melahirkan adalah 190 per 100.000 kelahiran hidup, menurun dari angka 250 pada tahun 2005. Penyebab utama dari kematian ibu melahirkan adalah postpartum hemorrhage, pre-eclampsia, dan sepsis.  Menurut Kementerian Kesehatan, sebanyak 69 persen dari seluruh kelahiran dibantu oleh bidan. pengawasan untuk program bidan dialihkan dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Kesehatan dan LSM internasional mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi pada tingkat kematian ibu, termasuk kurangnya pelatihan untuk bidan dan dukun bayi, tetap kurangnya akses kepada pelayanan obstetric darurat yang menyeluruh, dan ketersediaan yang terbatas akan pengobatan maternal dan neonatal yang penting. Rumah sakit dan pusat kesehatan tidak melaksanakan secara optimum pengelolaan komplikasi, dan terdapat masalah dengan rujukan untuk komplikasi. Status ekonomi seorang perempuan, tingkat pendidikan, dan usia pada pernikahan pertama juga memengaruhi angka kematian pada ibu yang sedang melahirkan. Pada tahun 2014 sebuah koalisi LSM mengajukan gugatan terhadap Undang-undang Perkawinan yang menyebutkan bahwa usia 16 tahun sebagai usia minimum pernikahan sebagai faktor kontribusi signifikan tingkat kematian ibu. Pada bulan Juni, Mahkamah Kosntitusi menolak gugatan ini.

Aborsi adalah legal dalam kasus perkosaan atau ketika jiwa sang ibu terancam. Di bawah peraturan, perempuan harus mengajukan permohonan aborsi dalam 40 hari dari saat menstruasi terakhirnya, dan jika telah menikah, memiliki persetujuan pasangan untuk melakukan prosedurnya.

Diskriminasi: Undang-undang mengatur status dan hak hukum yang sama bagi wanita maupun pria di bawah hukum keluarga, tenaga kerja, property, dan kebangsaan. Undang-undang tidak memberikan janda hak-hak waris yang setara. undang-undang juga menyatakan bahwa partisipasi perempuan dalam proses pembangunan tidak boleh bertentangan dengan peran mereka dalam memperbaiki kesejahteraan keluarga dan dalam mendidik generasi muda. Undang-undang Pernikahan tahun1974 menetapkan usia sah pernikahan 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria. Undang-undang yang sama juga menunjuk pria sebagai kepala keluarga. Oleh karena itu wanita menikah yang bekerja di luar rumah dikenai pajak lebih tinggi dibandingkan pria bekerja yang mendapatkan perlakukan perpajakan tertentu sebagai kepala keluarga.

Perceraian boleh dilakukan baik oleh laki-laki dan perempuan. Banyak  pihak yang diceraikan tidak menerima tunjangan, karena tidak ada sistem untuk melaksanakan pembayaran tersebut.  Jika tidak ada perjanjian kawin, harta gono-gini kemudian dibagi sama rata. Undang-undang mewajibkan perempuan yang bercerai untuk menunggu 40 hari sebelum menikah kembali, namun laki-laki dapat segera menikah kembali.

Di bawah kewenangan khusus untuk melaksanakan perda syariah, pada bulan Juni, Kota Banda Aceh menerapkan peraturan setempat yang melarang kafe-kafe dan rumah makan untuk melayani wanita yang tidak ditemani atau mempekerjakan pegawai wanita setelah jam 10 malam. Menurut pemerintah Banda Aceh, peraturannya didasarkan pada SK Gubernur Aceh yang belum dikeluarkan yang menetapkan jam tutup pada pukul 9 malam.

Meskipun mereka tidak memiliki kewenangan untuk menerapkan undang-undang berdasarkan pertimbangan syariah atau keagamaan, pemerintah setempat di luar Aceh juga menerapkan peraturan yang menganjurkan kesederhanaan perempuan dan pakaian Islami untuk perempuan muslim. Misalnya, peraturan setempat tahun 2009 di Tasikmalaya, Jawa Barat mengharuskan semua wanita Muslim yang sudah puber untuk berbusana “sesuai dengan ajaran Islam.”

Pemerintah setempat di luar Aceh juga menerapkan peraturan setempat dengan cara yang mendiskriminasi perempuan. Misalnya LSM mencatat bahwa perda  anti-prostitusi di Bantul dan Tangerang sering digunakan untuk menahan wanita yang sedang berjalan di malam hari. Komnas Perempuan mencatat 365 perda yang tidak konstitusional dan mendiskriminasi perempuan. Kementerian Dalam Negeri bertanggungjawab untuk “mengharmonisasikan” perda  yang tidak sejalan dengan peraturan nasional. Dan sebuah undang-undang tahun 2014 mendorong kewenangan ini, namun hingga saat ini, kementerian belum melaksanakan kewenangan ini untuk mencabut peraturan setempat yang diskriminatif.

Wanita mengalami diskriminasi di tempat kerja, baik ketika dipekerjakan maupun dalam mendapatkan kompensasi yang adil (lihat bagian 7.d.).

Anak-Anak

Pencatatan Kelahiran:  Status kewarganegaraan utamanya diperoleh  melalui orang tua; akan tetapi, status kewarganegaraan ini juga dapat diperoleh melalui kelahiran di wilayah Indonesia. Tanpa pencatatan kelahiran, keluarga akan menemukan kesulitan dalam mengakses manfaat asuransi yang disponsori pemerintah dan ketika mendaftarkan anak-anak ke sekolah.

Keputusan Mahkamah Konstitusi  tahun 2012 menggantikan undang-undang tahun 1974,  dan menetapkan bahwa anak-anak yang lahir di luar perkawinan dicatat dengan ikatan sipil hanya dengan ibunya. Keputusan tersebut mengatur tentang penyertaan bukti DNA dalam menentukan kedudukan sebagai ayah dan memberikan hak warisan atas kekayaan ayah untuk anak-anak yang lahir di luar perkawinan.

Undang-undang melarang pemungutan biaya untuk dokumen identitas legal yang dikeluarkan oleh catatan sipil. Namun, LSM mencatat bahwa di beberapa kelurahan setempat tidak memberikan akte kelahiran secara gratis.

Pada bulan Januari, presiden menandatangani Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang menyebutkan identitas legal sebagai pelayanan dasar penting guna membantu  anggota masyarakat yang paling miskin dan rentan.

Pendidikan:  Walaupun undang-undang mengatur tentang pendidikan gratis, kebanyakan sekolah tidak gratis, dan kemiskinan menyebabkan pendidikan sulit dijangkau bagi banyak anak-anak. Pada bulan Juni pemerintah memperkenalkan program nasional wajib belajar 12 tahun, tetapi pelaksanaannya tidak merata. Menurut laporan UNICEF tahun 2014, lebih dari enam juta anak-anak di antara usia 7 dan 18 tidak bersekolah. Pendaftaran di sekolah dasar dan menengah sama untuk anak perempuan dan lelaki, tetapi menurut LSM, anak lelaki lebih mungkin menyelesaikan sekolah terutama di wilayah pedesaan.

Pelecehan  Anak: Pekerja anak dan penganiayaan seksual adalah masalah yang serius. Undang-undang melarang penganiayaan anak, tetapi usaha pemerintah untuk mengatasinya lamban dan tidak efektif. Undang-undang Perlindungan Anak mengatur tentang eksploitasi ekonomi dan seksual anak-anak, adopsi, perwalian dan permasalahan yang lain; akan tetapi, sebagian pemerintah provinsi tidak menegakkan ketentuan ini.  Antara rentang waktu bulan Januari danjuni , Komisi Nasional Perlindungan Anak menerima 816 laporan pelecehan anak,  dan 441  diantaranya terkait dengan pelecehan seksual.

Menurut laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan tahun 2012, sekitar 3,4 juta anak berumur 10-17 tahun terpaksa bekerja karena faktor kemiskinan.

Pernikahan Dini dan Paksa: Perbedaan hukum antara seorang wanita dewasa dan seorang anak perempuan tidak diatur dengan jelas. Undang-undang menetapkan umur minimum untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun (laki-laki 19 tahun), tetapi Undang-undang tentang Perlindungan Anak menyatakan orang di bawah usia 18 dikategorikan sebagai anak-anak.

Anak perempuan yang menikah medapatkan status hukum sebagai orang dewasa. Anak-anak perempuan seringkali menikah sebelum mencapai usia 16, terutama di pedesaan dan di daerah miskin. Laporan UNICEF tahun 2014 mencatat bahwa sekitar 25 persen perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.

Mutilasi/Pemotongan Genital Perempuan (FGM/C): Silakan lihat informasi untuk anak-anak di bawah 18 tahun di bagian wanita di atas.

Eksploitasi Seksual Terhadap Anak: KUHP melarang seks sukarela di luar perkawinan dengan anak perempuan di bawah usia 15 tahun. Undang-undang tidak tidak membahas perilaku heteroseksual antara perempuan dewasa dan anak lelaki, tetapi melarang tindakan seksual sesama jenis antara orang dewasa dan anak-anak dibawah umur. Undang-undang tentang Pornografi tahun 2008 melarang pornografi anak dan menetapkan hukuman maksimum 12 tahun dan denda Rp 6 milliar untuk membuat dan memperdagangkan pornografi anak. UNICEF memperkirakan bahwa secara nasional 40.000 hingga 70.000 anak-anak menjadi korban eksploitasi seks dan 30 persen dari seluruh pekerja seks komersial perempuan masih di bawah umur.

Anak-anak Terlantar: Menurut laporan pemerintah setidaknya 8.000 anak-anak hidup di jalanan di Jakarta dan sekitar 230.000 secara nasional. Pemerintah tetap mendanai tempat penampungan yang dikelola LSM setempat dan menanggung biaya pendidikan beberapa anak jalanan.

Penculikan Anak Internasional: Indonesia bukan merupakan pihak yang terlibat dalam Konvensi Hague 1980 tentang Aspek Sipil dari Penculikan Anak Internasional. Untuk informasi lebih lanjut, silakan lihat laporan kepatuhan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ditravel.state.gov/content/childabduction/en/legal/compliance.html dan  informasi mengenai negara secara khusus di:  travel.state.gov/content/childabduction/english/country/indonesia.html.

Anti-Semitisme

Populasi orang Yahudi sangat kecil. Beberapa media memberitakan teori  konspirasi tentang anti-Semitisme.

Perdagangan Manusia

Silakan lihat Laporan Perdagangan Manusia Departemen Luar Negeri Amerika Serikat di www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/.

Penyandang disabilitas

Undang-undang melarang tindak diskriminasi terhadap orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik dan mental baik dalam hak memperoleh pekerjaan, pendidikan, akses ke perawatan kesehatan, atau pelayanan negara. Undang-undang ini tidak memuat persyaratan khusus mengenai akses penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan perjalanan udara dan transportasi lain, namun memberikan mandat khusus untuk memudahkan penyandang disabilitas dalam mendapatkan akses ke fasilitas publik; akan tetapi, dalam prakteknya pemerintah tidak secara khusus melaksanakan ketentuan ini. Pemerintah menggolongkan orang-orang yang menyandang disabilitas  ke dalam tiga kategori: disabilitas secara fisik, disabilitas secara mental, dan disabilitas secara fisik dan mental. Kategori ini selanjutnya dibagi hak memperoleh pendidikan. Pada tahun 2013 KPU menandatangani nota perjanjian dengan beberapa LSM untuk bekerjasama dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam Pemilihan Umum nasional. Sebagai hasilnya, 3,6 juta pemilih dengan disabilitas dapat  memberikan suara pada pemilu 2014. Namun, Menurut Laporan dari Agenda, koalisi organisasi penyandang disabilitas (OPD) dan LSM lainnyam pada Pemilu tahun 2014, hanya 74 dari 470 tempat pemilihan (16 persen) di seluruh Aceh, Jawa Tengah, Jakarta, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan yang dapat diakses sepenuhnya oleh pemilih dengan disabilitas.

Undang-undang memberikan hak kepada anak-anak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan dan rehabilitasi.  Menurut salah satu LSM, terdapat 1,4 juta penyandang disabilitas di Indonesia, dan kurang dari 4 persen memperoleh akses yang layak ke pendidikan. Menurut LSM lebih dari 90 persen anak penyandang disabilitas adalah  penyandang  tuna netra dan buta huruf. Sebagian orang muda penyandang disabilitas lebih memilih menjadi pengemis untuk mencari nafkah. Menurut laporan tahun 2015 majalah Inside Indonesia, anak-anak dengan keterbatasan tujuh kali lebih jarang menghadiri sekolah dibandingkan rekannya yang tidak memiliki keterbatasan.

Minoritas Kebangsaan/Ras/Suku

Pemerintah secara resmi mendorong toleransi ras dan suku.

Penduduk Pribumi

Pemerintah menganggap semua warga negara sebagai “pribumi”; akan tetapi, pemerintah mengakui  keberadaan “ masyarakat terasing” dan hak mereka untuk ikut serta dalam kehidupan politik dan sosial secara penuh. Masyarakat terasing ini termasuk ribuan suku Dayak di Kalimantan, keluarga yang hidup sebagai pengembara laut, dan 312 suku asli yang diakui secara resmi di Papua. Penduduk asli, terutama di Papua, masih mendapatkan mendapatkan perlakuan diskriminasi, dan hanya sedikit perubahan dalam penghormatan tanah dan hak adat mereka. Kegiatan pertambangan dan penebangan kayu, yang kebanyakan ilegal mengakibatkan masalah sosial, ekonomi, dan logistik yang signifikan bagi masyarakat terasing ini.  Pemerintah tidak dapat mencegah perusahaan yang seringkali bekerjasama dengan pihak militer dan kepolisian setempat  untuk melakukan pelanggaran batas tanah milik masyarakat pribumi.  Di Papua dan Papua Barat, ketegangan terus berlanjut antara  penduduk asli Papua dan  para pendatang dari provinsi lain. Kaum Melanesia di Papua mengutip bahwa rasisme dan diskriminasi merupakan pemicu terjadinya kekerasan dan ketimpangan ekonomi di wilayah tersebut

Pada tahun 2013, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memenangkan gugatan aliansi masyarakat pribumi yang menuntut perubahan sebagian dari isi undang-undang tentang kehutanan tahun 1999. Putusan tersebut meniadakan kepemilikan negara secara otomatis atas hutan yang ada di dalam area yang berada dalam hukum masyarakat adat setempat. Akan tetapi, akses ke lahan masyarakat adat terus menjadi sumber konflik utama di seluruh negeri. Perusahaan besar dan peraturan pemerintah memaksa orang keluar dari tanah adatnya.  Pejabat pemerintah pusat dan daerah dilaporkan memperoleh  “imbalan” dari perusahaan pertambangan dan kelapa sawit atas pemberian akses lahan yang merugikan penduduk setempat. Para aktivis pembela hak tanah melaporkan menerima ancaman dari pemerintah dan pihak swasta setelah mengungkap masalah ini di ranah publik.

Beberapa tahun belakang ini, program pemerintah untuk memindahkan penduduk dari pulau-pulau yang padat di Jawa dan Madura sudah jauh berkurang.  Konflik komunal seringkali terjadi di sepanjang garis suku di area yang memiliki populasi transmigran yang cukup besar. (lihat Diskriminasi dan Kekerasan Masyarakat di bawah ini).

Tindakan-tindakan Kekerasan, Diskriminasi, dan Pelecehan Lainnya  Berdasarkan Orientasi Seksual dan Identitas Gender

Undang-undang Pornografi  mengkriminalkan media yang memperlihatkan kegiatan seksual sesama jenis dan menggolongkan perbuatan tersebut sebagai penyimpangan; yang dapat dikenakan  denda berkisar antara 250 juta hingga 7 miliar dan hukuman kurungan  antara  enam bulan hingga 15 tahun dengan hukuman tambahan sepertiga lebih berat untuk perbuatan yang melibatkan anak dibawah umur. Selain itu, peraturan daerah di seluruh negeri mengkategorikan perbuatan seksual sesama jenis sebagai tindak pidana. Misalnya, Provinsi Sumatera Selatan dan Kotamadya Palembang mempunyai perda yang mengkriminalkan perbuatan seks sesama jenis serta prostitusi. Berdasarkan peraturan daerah di Jakarta, aparat keamanan menganggap setiap waria (transgender) yang ditemukan di jalanan pada malam hari sebagai penjaja seks. Menurut media dan laporan LSM, pihak berwenang setempat terkadang melecehkan sejumlah individu waria  dan memaksa mereka untuk membayar suap setelah ditahan oleh aparat keamanan setempat. Korupsi di kepolisian, pandangan bias, dan kekerasan menyebabkan individu LGBT menghindari interaksi dengan polisi. Pengaduan  resmi oleh korban dan orang-orang yang terkena dampak langsung dalam kasus-kasus diatas biasanya diabaikan.   Dalam kasus pidana dengan korban LGBT, polisi menyelidiki kasus dengan cukup baik, sepanjang tersangka tersebut tidak memiliki afiliasi dengan polisi.

MUI, badan ulama Muslim tertinggi di negara ini, mengeluarkan fatwa tentang “Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan” pada Desember 2014. Fatwa mencatat bahwa hukuman mati diperbolehkan untuk sodomi dan pelecehan anak di bawah hukum Islam, dan menyarankan bahwa pemerintah segera mengesahkan peraturan “mencegah pengesahan keberadaan komunitas homoseksual.” Fatwa MUI tidak memiliki wewenang hukum di Indonesia dan sering diabaikan, tetapi di beberapa kasus, fatwa tersebut  mendorong dibuatnya peraturan pemerintah.

Pada bulan September seorang anggota DPR mengritik CONQ, LSM LGBTI dan meminta Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi untuk mem-blokir kumpulan video yang menunjukkan kehidupan LGBTI di Indonesia yang difasilitasi oleh kelompok tersebut. Meskipun pemerintah tidak melakukan pemblokiran, CONQ membuat video tersebut menjadi koleksi khusus sebagai pencegahan untuk melindungi pembuat filmnya.

Tanggal 1 Oktober, anggota kepolisian di Bali menetapkan salah satu pegawai hotel Four Seasons Indonesia sebagai tersangka untuk kasus penistaan karena menjual paket liburan kepada pasangan sejenis yang mengadakan upacara “pernikahan” di hotel tersebut. Polisi juga membuka penyelidikan terhadap  manager hotel tersebut, yang juga seorang ekspatriat. Pihak kepolisian di Boyolali, Jawa Tengah meningkatkan keamanan untuk mencegah kekerasan setelah seorang pria dan wanita transgender melakukan upacara pernikahan tanggal 10 Oktober. Pada 16 Oktober Forum Umat Islam melakukan aksi protes di depan DPRD dan pasangan tersebut terpaksa memindahkan warung makan yang mereka miliki karena ketakut akan diserang kelompok tersebut.

Polisi Syariah di Aceh dilaporkan atas pelecehan terhadap individu waria.  Pemerintah Provinsi NAD memberlakukan hukum syariah baru yaitu menerapkan hukuman 100 cambukan untuk tindakan homoseksual (lihat bagian 1.c.). Pada tanggal 28 September, dua wanita muda ditangkap karena diduga sebagai lesbian. Karena hukum pidana yang baru belum berlaku, mereka dikirim ke tempat  rehabilitasi, LSM mengungkapkan keprihatinan, namun, polisi syariah di Aceh telah meningkatkan pengawasan terhadap komunitas LGBTI dalam mengantisipasi penangkapan lainnya di bawah hukum pidana yang baru.

Sejumlah  LSM melaporkan bahwa kelompok agama, anggota keluarga dan publik pada umumnya seringkali mengucilkan individu LGBT.  Sebuah survei LSM tahun 2013 menemukan bahwa 89 persen responden dari Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar mengalami diskriminasi atau kekerasan dalam berbagai bentuk. Selama tahun 2014 Komnas Perempuan mencatat 37 kasus kekerasan terhadap individu LGBT.

Undang-undang tentang anti diskriminasi tidak berlaku bagi individu LGBT dan Pemerintah hampir melakukan pembiaran dan tidak mengambil langkah apapun untuk mencegah diskriminasi terhadap kaum LGBT.

Organisasi LGBT dan LSM beroperasi secara terbuka, dan seringkali menyelenggarakan acara kecil-kecilan di tempat-tempat umum, walaupun seringkali tanpa dilengkapi izin dari pemerintah setempat.

Keluarga seringkali memberikan terapi kepada LGBT di bawah umur hingga mengurung mereka dirumahnya atau dipaksa untuk menikah. Mengganggu anak-anak yang dianggap LGBT sudah merupakan hal biasa.

Pada bulan November 2014, orang-orang tak dikenal menyerang peserta sebuah parade memperingati Hari Peringatan Transgender Internasional di Yogayakarta. Menurut penyelenggara parade, pesan elektronik disebarluaskan di BlackBerry Messenger sebelum acara telah memancing masyarakat untuk memprotes tindakan apapun terkait memperingati “Hari Transgender.” Di penutupan parade, tiga orang menyerang enam peserta, memukul, dan menendang mereka dan memukuli mereka dengan bambu. Para korban menderita memar pada wajah dan kepala mereka, serta satu mengalami patah jari.

LSM mendokumentasikan contoh-contoh pejabat pemerintah yang tidak menerbitkan kartu identitas kepada waria. Di tahun 2013 perubahan terhadap Undang-undang Catatan Sipil memungkinan orang-orang transgender untuk secara resmi mengubah jenis kelamin mereka jika mereka telah menyelesaikan operasi penggantian kelamin. Sejumlah pengamat mengatakan bahwa prosesnya rumit  dan menurunkan martabat karena proses tersebut mensyaratkan adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa operasi sudah dilakukan dan hanya diijinkan dalam kondisi-kondisi khusus yang tidak diatur dengan jelas. Tanggal  13 Mei, Pengadilan negeri Kebumen di Jawa Tengah menyetujui permintaan resmi untuk perubahan kelamin setelah pihak yang mengajukan memberikan bukti di pengadilan bahwa ia telah melalui beberapa operasi merubah kelamin dari pria menjadi wanita. Pengadilan juga mengabulkan penggantian nama dan jenis kelamin di catatan sipil.

Para transgender menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan dan dalam mendapatkan pelayanan publik dan kesehatan.

Stigma Sosial HIV dan AIDS

Stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS sudah tersebar luas. Akan tetapi, pemerintah seringkali mendorong toleransi terhadap penderita HIV/AIDS dan sudah mengambil langkah untuk mencegah infeksi baru dengan menyediakan obat antiretroviral tanpa dipungut biaya, meskipun dengan sejumlah kendala administratif. Posisi pemerintah akan toleransi ditaati secara tidak merata di setiap lapisan masyarakat; misalnya, upaya pencegahan seringkali tidak agresif karena ketakutan terhadap pihak konservatif agama yang memiliki cara pandang yang berlawanan. Selain hambatan mendapatkan akses ke obat antiretroviral, calon penerima harus membayar biaya diagnostik, pengobatan, atau biaya dan pengeluaran lain yang membuat biayanya sulit dijangkau public. Orang-orang dengan HIV/AIDS dilaporkan tetap mengalami diskriminasi dalam pekerjaan (lihat bagian 7.d.).

Tanggal 5 Juli, seorang wanita warga kota Semarang dilaporkan tidak mendapatkan akses pelayanan medis oleh klinik kecamatan dan UGD di Salatiga, Jawa Tengah, setelah salah satu perawat di bagian administrasi mengetahui bahwa ia mengidap HIV positif.

Pada 1 September, FPI membubarkan acara penyadaran HIV/AIDS di Sukabumi, Jawa Barat yang memasukkan turnamen voli transgender.

Tanggal 8 September, pemrintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mengesahkan peraturan yang melarang orang dengan HIV/AIDS untuk menikah. Peraturan tersebut meminta setiap orang yang ingin menikah untuk mengirimkan hasil pemeriksaan medis, dan memberikan hak kepada pemerintah untuk membatalkan atau menolak pernikahan jika salah satu calon mempelai mengidap HIV/AIDS. Peraturan berlaku pada 1 Oktober.

Kekerasan atau Diskriminasi Sosial Lainnya

Kelompok agama minoritas seringkali menjadi korban diskriminasi sosial dan tindak kekerasan,  termasuk kelompok Ahmadiyah, Syiah, dan Muslim non-Sunni lainnya; di daerah  di mana merupakan minoritas, Muslim Sunni dan Kristen juga menjadi korban diskriminasi sosial.

Ketegangan suku dan agama terkadang mempunyai andil dalam kekerasan yang terlokalisir. ketegangan antara masyarakat setempat dan pekerja migran terkadang berujung kepada kekerasan. Beberapa LSM mencatat bahwa baik ketegangan etnis antara migran dan penduduk asli serta ketegangan keagamaan merupakan faktor dalam kejadian ini.

Pada tanggal 17 Juli sebuah kelompok masyarakat asli Papua yang terafiliasi dengan gereja GIDI terlibat bentrok dengan masyarakat Muslim pendatang yang sedang merayakan Idul Fitri di Tolikara Papua. Beberapa hari sebelumnya petugas setempat mengedarkan surat atas nama gereja GIDI melarang Muslim untuk merayakan secara umum atau memakai hijab bagi wanita muslim pada saat konferensi GIDI. Para saksi melaporkan bahwa masyarakat melempar batu dan meneriaki umat muslim, dan polisi melemparkan tembakan ke udara. Apa yang terjadi kemudian simpang siur, namun para demonstran membakar tempat ibadah umat Islam dan beberapa toko yang dimiliki oleh para pendatang dan petugas keamanan menembak dan menewaskan dua masyarakat asli Papua.

Tanggal 26 September, sekelompok orang menculik dan memukuli Salim “Kancil” hingga tewas. Salim Kancil merupakan seorang pegiat lingkungan yang sedang menyiapkan protes atas konsesi pertambangan pasir illegal yang dilakukan oleh PT Indo Multi Mineral Sejahtera di dekat Lumajang, Jawa TImur. Kelompok tersebut juga menyerang Tosan, kawan Salim Kancil, (tanpa nama belakang) yang kemudian membutuhkan perawatan medis setelah dipukuli. Polisi segera menangkap 22 orang terkait dengan pembunuhan Salim dan membawa mereka ke pengadialn. Kasus ini berakhir dengan, mengaitkan kepala desa setempat sebagai pemimpin operasi pertambangan illegal. Kepala desa mengakui telah menyuap tiga petugas kepolisian setempat untuk menjaga operasi tambang, menjauhkannya dari kritik LSM,juga untuk mengacuhkan ketika pembunuhan berlangsung . Tiga petugas kepolisian tersebut dinyatakan bersalah dalam sebuah persidangan kode etik internal, dikenakan hukuman teguran, penurunan pangkat, dan 21 hariipenjara.

Pada tanggal 13 Oktober sebuah kelompok intoleran Pemuda Peduli Islam (PPI) membakar sebuah gereja di Singkil, Aceh. Gereja tersebut digunakan pekerja Batak Kristen dari Sumatera Utara yang keberadaanya telah lama ditentang oleh kelompok Islam setempat. Dalam insiden pembakaran, ribuan masyarakat setempat melarikan diri ke Sumatera Utara. Sementara itu, pemerintah setempat bekerja untuk memastikan kepulangan mereka dengan aman Akhirnya, pada 19 Oktober, pemerintah Aceh memulai merobohkan sepuluh gereja karena tidak mempunyai ijin, yang merupakan bagian dari perjanjian sebelumnya dengan kelompok keagamaan dan pejabat setempat.

Bagian 7. Hak-hak Pekerja


a. Kebebasan  Berserikat dan Hak atas Perundingan Bersama

Undang-undang, dengan sejumlah batasannya memberikan hak pekerja untuk menjadi anggota  serikat independen, melakukan pemogokan resmi, dan berunding secara kolektif. Undang-undang ini melarang tindakan diskriminasi dalam berserikat.

Pekerja di sektor swasta memiliki hak yang luas untuk berserikat, tetapi undang-undang memberi pembatasan untuk berorganisasi bagi pekerja sektor publik. Walaupun undang-undang mengakui kebebasan berserikat dan hak untuk berorganisasi bagi pegawai negeri, karyawan hanya boleh membentuk asosiasi dengan beberapa larangan, sepeti hak untuk melakukan pemogokan kerja.

Karyawan badan usaha milik negara (BUMN) diizinkan membentuk serikat, tetapi hak mereka untuk melakukan pemogokan dibatasi karena karyawan BUMN dipandang merepresentasikan kepentingan nasional yang lebih penting (lihat di bawah). Undang-undang mengatur bahwa 10 atau lebih pekerja berhak membentuk serikat, dan keanggotaannya terbuka bagi semua pekerja, tanpa memandang afiliasi, agama, suku, atau jenis kelamin. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan pencatatan terhadap pembentukan suatu serikat, federasi, atau konfederasi dan memberikan nomor pendaftaran kepada mereka. Agar tetap tercatat, serikat kerja harus terus memberitahukan kepada pemerintah tentang perubahan dalam badan pengurusnya.

Undang-undang mengizinkan pemerintah untuk melakukan permohonan kepada pihak pengadilan untuk membubarkan suatu serikat apabila bertentangan dengan Pancasila atau undang-undang dasar. Sebuah serikat juga dapat dibubarkan apabila pimpinan atau anggotanya, atas nama serikat, melakukan tindak pidana yang dianggap mengancam keamanan negara dan dihukum paling sedikit lima tahun penjara. Segera setelah serikat itu dibubarkan, pimpinan dan anggotanya tidak boleh mendirikan serikat yang lain dalam waktu paling sedikit tiga tahun. Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat kekhawatirannya terhadap hal tersebut karena sanksi pembubaran serikat dianggap tidak sepadan.

Undang-undang mengizinkan organisasi pekerja yang tercatat pada pemerintah untuk menyusun Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang terikat kepada perusahaan dan melakukan fungsi serikat pekerja yang lain. Undang-undang menyertakan pembatasan terhadap perundingan bersama, termasuk persyaratan agar suatu serikat atau lebih dari dua serikat mewakili lebih dari 50 persen tenaga kerja perusahaan untuk merundingkan KKB.

Hak untuk melakukan pemogokan dibatasi berdasarkan undang-undang.  Berdasarkan Undang-undang pekerja harus memberikan pemberitahuan tertulis kepada pihak yang berwenang dan kepada perusahaan tujuh hari sebelumnya agar pemogokan dianggap sah.  Pemberitahuan harus secara spesifik menyebutkan waktu mulai dan akhir dari pemogokan, tempat serta alasan untuk aksi mogok dan disertai tanda tangan ketua dan sekretaris dari serikat yang melakukan pemogokan.  Sebelum melakukan mogok kerja, pekerja harus melakukan mediasi yang panjang dengan perusahaan dan melanjutkan rencana pemogkan ke mediator pemerintah. Jika tidak ditaati, pemohon pemogokan dapat berisiko dinyatakan illegal. Serikat mencatat bahwa undang-undang mengizinkan perusahaan untuk menunda negosiasi KKB dengan beberapa konsekuensi hukum. Dalam hal demonstrasi yang ilegal, perusahaan dapat membuat dua permintaan tertulis dalam waktu tujuh hari kerja agar pekerja dapat kembali bekerja. Pekerja yang tidak kembali bekerja setelah dua permintaan ini dianggap telah mengundurkan diri.

Kebanyakan pegawai negeri atau karyawan BUMN dilarang untuk mogok kerja. ILO telah memberi rekomendasi agar pelarangan ini dihilangkan. Semua pemogokan di “perusahaan yang memberikan layanan untuk kepentingan publik pada umumnya atau pada perusahaan yang kegiatannya akan membahayakan keselamatan nyawa manusia bila dihentikan” dianggap ilegal. Peraturan tidak menentukan jenis dari perusahaan yang dimaksud, sehingga penentuan ini diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah. Pemogokan juga dianggap ilegal apabila dikategorikan sebagai  “bukan merupakan akibat dari negosiasi yang gagal”.  Serikat menduga bahwa di tahun-tahun belakangan, pemerintah telah meluaskan jumlah tempat atau situs yang dipandang sebagai kepentingan nasional, dan menggunakan penunjukan ini untuk membernarkan penggunaan satuan keamanan untuk menegakan larangan aktivitas pemogokan.

Pemerintah tidak selalu menegakkan undang-undang yang melindungi kebebasan berserikat dan mencegah diskriminasi anti-serikat secara efektif. Hukuman bagi pelanggaran pidana tersebut minimal satu tahun kurungan dan denda sebesar 100 juta hingga 500 juta rupiah dan secara umum cukup memadai dalam mencegah terjadinya pelanggaran. Kantor dinas ketenagakerjaan setempat bertanggung jawab dalam penegakan peraturan tersebut. Pemberlakuan KKB beragam yang didasarkan pada   kemampuan dan kepentingan dari pemerintah daerah masing-masing.

Proses hukum sebuah kasus diskriminasi anti serikat bergerak sangat lambat melalui sistem pengadilan. Suap dan korupsi dalam sengketa pekerja terus berlangsung, dan pengadilan jarang memenangkan pekerja bahkan untuk kasus-kasus di mana Kementerian Ketenagakerjaan merekomendasikan pembelaan kepada para pekerja.  Sementara pekerja yang dikeluarkan terkadang menerima uang pesangon atau ganti rugi lainnya sehingga jarang diantara mereka dipekerjakan kembali. Beberapa ketentuan dalam undang-undang tindak pidana telah digunakan untuk menuntut secara hukum para anggota serikat karena melakukan mogok misalnya hukum pidana karena “melakukan tindakan yang dapat dihukum” atau  melakukan “tindakan tidak menyenangkan” yang menciptakan tanggung jawab pidana atas berbagai bentuk perbuatan. ILO meminta pemerintah untuk mencabut atau merubah pasal-pasal ini, yang dianggap dapat digunakan sebagai alasan untuk penangkapan secara sewenang-wenang terhadap para anggota dan pemimpin serikat.

Pekerja di sektor swasta membentuk dan mengikuti serikat pilihan mereka tanpa persetujuan perusahaan sebelumnya atau persyaratan yang berlebihan. Akan tetapi, kebebasan berserikat seringkali diwarnai oleh sejumlah praktek di lapangan yang biasa terjadi. Serikat menduga bahwa perusahaan biasanya menugaskan kembali pemimpin buruh yang dinilai dapat menjadi masalah. . Intimidasi anti serikat seringkali berupa pemutusan hubungan kerja, mutasi, atau tuduhan tindak kejahatan yang direkayasa.  Perusahaan sering menuntut pimpinan serikat atas kerugian yang diderita selama unjuk rasa. Aktivis tenaga kerja terus mengklaim bahwa perusahaan mengatur pembentukan serikat ganda, termasuk serikat “kuning”, untuk melemahkan serikat-serikat yang sudah resmi dibentuk.

Perlakuan perusahaan terhadap penyelenggara serikat, termasuk pemberhentian, pemindahtugasan,  dan kekerasan terus berlanjut. Pengusaha biasanya memakai taktik intimidasi terhadap pelaku pemogokan,  termasuk pemberhentian administratif terhadap karyawan. Beberapa Laporan yang kredibel menyebutkan polisi dilibatkan untuk melakukan investigasi atau interogasi terhadap pengurus serikat.   Sebagian pengusaha bahkan mengancam karyawan yang melakukan kontak dengan pengurus serikat Manajemen  memberhentikan pekerja yang aktif memimpin kegiatan mogok ketika perusahaan melakukan perampingan atau pemindahtugasan.

Banyak pemogokan yang cenderung tidak diberi sanksi atau demonstrasi “liar” terjadi kegagalan dalam perundingan untuk menyelesaikan keluhan atau ketika perusahaan menolak mengakui keberadaan suatu serikat. Pengusaha memanfaatkan proses rumit yang diwajibkan untuk melakukan pemogokan  secara sah untuk menghambat gerakan suatu serikat untuk melakukan hal tersebut. Serikat mencatat bahwa keputusan perngusaha menunda negosiasi KKB yang menyebabkan serta  pemogokan atau tindakan hukum yang diambil untuk melawan anggota serikat ketika negosiasi KKB gagal. ILO mengutip kurangnya budaya menawar secara kolektif sebagai faktor yang berkontribusi terhadap banyaknya perselisihan buruh.

Dalam beberapa kasus, perusahaan menyatakan bangkrut  untuk menghindari pembayaran uang pesangon yang diwajibkan oleh undang-undang, menutup pabrik selama beberapa hari, kemudian mempekerjakan kembali pekerja sebagai tenaga kerja kontrak dengan biaya lebih rendah. Pimpinan dan aktivis yang terlibat dalam serikat biasanya tidak dipekerjakan kembali.

Kecenderungan meningkatnya penggunaan karyawan kontrak secara langsung untuk mempengaruhi hak serikat untuk berorganisasi dan berunding secara kolektif. Berdasarkan Undang-undang, tenaga kerja tidak tetap hanya digunakan untuk pekerjaan yang “bersifat sementara”, sementara perusahaan dapat “mengalihdayakan” (menyerahkan sebagian dari pekerjaannya kepada perusahaan lain) hanya apabila pekerjaan tersebut merupakan kegiatan tambahan dalam suatu operasi bisnis. Peraturan pemerintah membatasi pengusaha untuk mengalihdayakan pekerjaan ke dalam lima kategori pekerja (petugas kebersihan, keamanan (security), transportasi, katering, dan pekerjaan terkait untuk mendukung pertambangan).  Akan tetapi, banyak perusahaan melanggar ketentuan ini, seringkali dengan bantuan dinas ketenagakerjaan setempat.  Misalnya, serikat melaporkan bahwa pemilik hotel sering mencoba menggunakan dalih untuk jasa kebersihan guna membenarkan pemecatan staf hotel yang berserikat yang berkerja di bagian tatagraha dan mengalihdayakan pelayanan ini.

b. Pelarangan Kerja Paksa atau Kerja Wajib

Undang-undang melarang kerja paksa, dengan memberi hukuman antara tiga hingga 15 tahun penjara dan denda Rp. 120 juta hingga 600 juta (10.500 hingga 52.500 dollar AS) kepada pihak yang melakukannya.  Pemerintah mengalami kesulitan dalam menegakkan larangan ini secara efektif. Pemerintah memberlakukan moratorium pengiriman pembantu rumah tangga ke sejumlah negara tertentu dimana terdapat kasus-kasus  perdagangan manusia dan   kerja paksa di masa lampau dengan WNI sebagai korbannya, mencabut ijin agen-agen penyalur tenaga kerja yang dicurigai memperdagangkan orang menjadi pekerja paksa atau situasi kerja ijon, dan melancarkan penyelidikan terhadap kasus-kasus pekerja paksa.

Sebagai contoh, polisi menyelidiki kasus-kasus kerja paksa di sektor perikanan, termasuk penyelidikan terhadap perusahaan patungan Indonesia dan Thailand yang dilaporkan melakukan perdagangan manusia ratusan nelayan dari Myanmar, Kamboja, Laos, Thailand di kapal-kapal yang berada di perairan Indonesia. Lima kapten kapal berkewarganegaraan Thailand dan dua pejabat perusahaan Indonesia didakwa dengan perdagangan manusia. Pengadilannya berjalan sejak November.

Terdapat laporan yang dapat dipercaya, bahwa terjadi praktik kerja paksa, termasuk kerja paksa dan kerja wajib oleh anak-anak (lihat bagian 7.c.).  Kerja paksa terjadi dalam bentuk penghambaan dalam rumah tangga dan di sektor pertambangan, perikanan dan pertanian.

Lihat Laporan Perdagangan Manusia Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat di http://www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/.

c. Pelarangan Pekerja Anak dan Usia Minimum Bekerja

Undang-undang dan peraturan melarang pekerja anak yang didefinisikan sebagaisemua pekerja anak yang berusia antara lima hingga 12 tahun, tanpa menghiraukan jumlah jam kerja; pekerja anak berusia antara 13-14 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu; dan  pekerja anak berusia antara 15-17 tahun yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu.

Hukuman atas pelanggaran terhadap ketentuan ini berkisar antara satu hingga empat tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp 100 juta hingga 400 juta. Bentuk terburuk dari pekerja anak,  semua orang di bawah usia 18 tahun yang terlibat dalam salah satu dari 13 jenis pekerjaan berbahaya  seperti: prostitusi atau ekploitasi seksual komersil lainnya, pertambangan, pencarian mutiara, konstruksi, perikanan lepas pantai, pemulung, pembuatan bahan peledak, bekerja di jalanan, pembantu rumah tangga, industri perhotelan, perkebunan, kehutanan, dan industri yang menggunakan bahan kimia berbahaya. Pelanggaran terhadap larangan untuk mempekerjakan anak-anak dapat dikenakan hukuman dua hingga lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta hingga 500 juta.

Pemerintah mengalami kesulitan dalam menegakkan larangan ini secara efektif. Namun demikian, pemerintah terus berupaya pada tingkat lokal untuk melindungi dan menerapkan peraturan dan kebijakan yang baru dalam memerangi pekerja anak, dan juga untuk memperluas akses terhadap program perlindungan sosial.

Dalam periode pelaporan, Komisi Perlindungan Anak memperkirakan 3,6 juta anak-anak antara usia 10 dan 17 yang bekerja. Angka yang tidak diketahui namun signifikan dalam jumlah,   melakukan pekerjaan terburuk untuk kategori buruh anak termasuk eksploitasi seks komersial (lihat bagian 6, anak-anak) dan industri berbahaya. Pekerja anak umumnya terjadi di jasa rumah tangga, pertanian di daerah pedalaman, pertambangan, industri ringan, manufaktur, dan perikanan. Pekerja paksa anak-anak terjadi di sektor pertanian di pedalaman, jasa pembantu rumah tangga, jenis-jenis tertentu di sektor perikanan, manufaktur, dan pertambangan.   dan perikanan.

Juga lihat Temuan Departemen Tenaga Kerja AS tentang Bentuk Terburuk dari Pekerja Anak di www.dol.gov/ilab/reports/child-labor/findings.

d. Diskriminasi Dalam Pekerjaan atau Profesi

Undang-undang melarang tindak diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan jenis kelamin, ras, etnis, agama, dan orientasi politik. Undang-undang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk ” mendapat pekerjaan yang sesuai bagi semua manusia berdasarkan keterbatasan, pendidikan dan kemampuan mereka.” Dalam kebanyakan kasus pemerintah tidak menerapkan perlindungan ini secara efektif. Tidak ada undang-undang yang melarang diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender, status HIV-positif, atau penyakit yang dapat menular lainnya.

Tidak ada laporan tentang penegakan peraturan yang dilakukan pemerintah sepanjang tahun. Akan tetapi, Kementerian Tenaga Kerja, Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Wanita, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas bermitra dalam mengurangi ketidaksetaraan gender, termasuk didalamnya pembentukan Satuan Tugas Kesetaraan Kesempatan Kerja (KKK) pada tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan. Satgas KKP tetap menjalankan tugasnya sepanjang tahun.

Perempuan, buruh migran, dan penyandang disabilitas umumnya menghadapi tindak diskriminasi di tempat kerja, termasuk hanya ditawarkan pekerjaan yang berstatus rendah. Sejumlah Individu transgender menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan, seperti halnya orang-orang dengan HIV/AIDS.

Menurut laporan Index Gender Gap Index dari   World Economic Forum tahun 2014, wanita menghasilkan 31 persen kurang dari apa yang dihasilkan oleh pria untuk pekerjaan yang sama, dan sekitar 57 persen lebih rendah secara keseluruhan. Beberapa aktivis mengatakan bahwa di perusahaan manufaktur wanita ditempatkan di pekerjaan yang bergaji dan berlevel rendah. Pekerjaan yang secara tradisional diasosiasikan dengan wanita kurang dihargai dan kurang diperhatikan. Di bawah undang-undang perburuhan, pekerja rumah tangga tidak mendapatkan upah minimum, asuransi kesehatan, kebebasan berkumpul, delapan jam kerja sehari, libur sehari dalam seminggu, waktu cuti, atau kondisi lingkungan kerja yang aman. LSM melaporkan bahwa perlakuan buruk dan perilaku diskriminatif tetap merejalela.

Polisi wanita dan anggota militer wanita menjadi sasaran pemeriksaan atau tes keperawanan sebagai syarat pekerjaan termasuk pemeriksaan tulang panggul secara digital yang disebutkan para aktivis menyakitkan, merendahkan, dan mendiskriminasi (serta tidak akurat secara medis). Meskipun ada pertentangan dari masyarakat, namun pejabat kepolisian dan militer tetap mempertahankan praktek tersebut.

Pekerja migran sering menjadi sasaran pemerasan anggota polisi dan diskriminasi sosial. Di tahun-tahun sebelumnya, terdapat sejumlah laporan dimana terjadi pemecatan tanpa adanya hukuman terhadap orang yang mengidap HIV positif.

e. Kondisi Kerja  Yang Dapat Diterima

Upah minimum berbeda di setiap daerah di Indonesia karena gubernur menetapkan batas minimum upah dan kepala daerah mempunyai hak untuk menetapkan tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah setempat menyesuaikan upah minimum setiap tahun berdasarkan rekomendasi dari dewan penggajian setempat, yang terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi pengusaha, dan perwakilan serikat pekerja.  Faktor utama dalam menetapkan upah minimum adalah perkiraan pemerintah atas “upah hidup layak”, yang  ditentukan berdasarkan harga dari 60 jenis barang.  Tahun ini, upah minimum terendah adalah di provinsi Yogyakarta sebesar 1,2 juta per bulan, dan yang tertinggi di Bekasi sebesar Rp 3,3 juta. Peraturan pemerintah mengizinkan para pengusaha di bidang tertentu, termasuk usaha kecil dan menengah serta industri padat karya seperti tekstil, untuk mendapatkan pengecualian dari persyaratan upah minimum.

Undang-undang menetapkan 40 jam kerja per minggu, dengan satu kali istirahat selama 30 menit untuk setiap empat jam kerja. Undang-undang juga mewajibkan paling sedikit satu hari istirahat per minggu. Perusahaan sering mewajibkan lima setengah atau enam hari kerja per minggu. Undang-undang melarang kerja lembur yang berlebihan. Tarif kerja lembur harian adalah 1,5 kali upah sejam normal untuk satu jam pertama dan dua kali upah sejam untuk jam kerja berikutnya, dengan minimum tiga jam lembur per hari dan tidak boleh lebih dari 14 jam per minggu. Undang-undang juga mewajibkan pengusaha untuk mendaftarkan pekerja  dan membayar kontribusi kepada perusahaan asuransi milik negara.

Undang-undang Ketenagakerjaan juga mewajibkan pengusaha untuk menyediakan lapangan kerja yang aman dan sehat dan memperlakukan pekerja secara bermartabat. Undang-undang memungkinkan para pekerja untuk menghindarkan diri mereka dari situasi yang membahayakan kesehatan atau keselamatan tanpa mempertaruhkan pekerjaan mereka.

Pejabat dari dinas ketenagakerjaan bertanggung jawab untuk melaksanakan peraturan tentang upah minimum, jam kerja, serta standar kesehatan dan keselamatan. Hukuman bagi pelanggaran atas undang-undang ini termasuk sanksi pidana, denda, dan penjara hingga empat tahun (bagi pelanggaran terhadap undang-undang upah minimum) dan umumnya sudah cukup memadai untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Kendati demikian, usaha penegakan pemerintah tetap belum memadai, khususnya pada perusahaan kecil. Pengawasan terhadap standar kerja pun masih tetap lemah. Penegakan standar-standar kesehatan dan keselamatan pada perusahaan yang lebih kecil dan pada sektor informal cenderung lemah dan tidak ada. Terdapat sekitar 2.400 penyelia yang bertugas untuk memeriksa hal ini secara keseluruhan dantidak ada penegakan upah minimum di sektor informal.

Peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan upah minimum, hanya berlaku terhadap sekitar 30 persen pekerja di sektor formal. Para pekerja di sektor informal tidak mendapatkan perlindungan atau manfaat yang sama.

Walaupun undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan menteri memberikan berbagai fasilitas perlindungan untuk pekerja di luar pegawai  pemerintah, namun hanya sekitar 10 persen pekerja menerima jaminan sosial tenaga kerja.  Pemerintah terus menerapkan undang-undang tahun 2011 yang memperbarui sistem jaminan sosial.  Undang-undang menunjuk   satu badan negara (BPJS Kesehatan) untuk menangani perlindungan kesehatan umum dan badan lain (BPJS Ketenagakerjaan) untuk menangani asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, tunjangan hari tua, dan pensiun. Tanggal 1 September,  serikat memproters usaha pemerintah untuk membatasi jumlah uang pensiun dan persyaratan kelayakan, dan berhasil menuntut komitmen pemerintah untuk meninjau kembali proposal tersebut melalui konsultasi dengan serikat. Orang-orang yang bekerja di perusahaan sektor formal sering menerima manfaat kesehatan, makan, dan transportasi yang jarang diberikan untuk pekerja di sektor informal.

Serikat kembali mendesak pemerintah untuk memperbaiki catatan buruk terkait kondisi keamanan kerja serta menegakkan peraturan terkait dengan kesehatan dan keamanan kerja, terutama di sektor konstruksi.