Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2021

Rangkuman Eksekutif

 

Konstitusi menjamin kebebasan beragama dan hak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing namun menyatakan bahwa warga negara wajib menerima pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang guna melindungi hak-hak orang lain, dan sebagaimana yang disebutkan dalam konstitusi, untuk memenuhi “permintaan yang beralasan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan moral, nilai-nilai keagamaan, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.”  Sejumlah pemerintah setempat memberlakukan undang-undang dan peraturan daerah yang membatasi ibadah agama, seperti misalnya aturan-aturan yang melarang ibadah Syiah dan Ahmadiyah.  Di provinsi Aceh, pihak yang berwenang meneruskan pelaksanaan hukuman cambuk dihadapan publik atas pelanggaran terhadap perda syariah, seperti penjualan minuman beralkohol, perjudian dan perselingkuhan.  Berbagai individu masih terus ditahan dan menaerim hukuman penjara karena melanggar undang-undang penistaan .  Lembaga Bantuan Hukum Indonesia melaporkan 67 kasus penistaan agama pada tahun 2020, tahun terbaru di mana data tersedia, dengan 43 kasus berkaitan dengan pernyataan  di media sosial.  Pada tanggal 20 April, polisi menjadikan Joseph Paul Zhang sebagai tersangka kasus penistaan karena pernyataan-pernyataan di kanal YouTubenya bahwa dia adalah nabi ke 26 dalam Islam.  Pada hari yang sama, Kementerian Komunikasi dan Informatika menghapus 20 video yang diunggah oleh Zhang yang dinilai berpotensi penistaan.  Pada tanggal 31 Mei, kepolisian memanggil Desak Made Darmawati, seorang dosen di sebuah perguruan tinggi di Jakarta, untuk dimintai keterangan sebagai tersangka penistaan setelah sebuah koalisi dari beberapa organisasi Hindu melaporkan Darmawati karena pernyataan-pernyataan yang disebarluaskan secara daring yang dipandang sebagai anti-Hindu.  Pada tanggal 25 Agustus, kepolisian menangkap Muhammad Kace di Bali atas pernyataan-pernyataan terkait penistaan  di dalam sebuah video YouTube yang mengeritik kurikulum agama Islam yang digunakan di Indonesia dan mengritik Nabi Muhammad.  Pada tanggal 22 Agustus, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan pernyataan yang menekankan bahwa penistaan agama tetap dipandang sebagai tindak pidana dan bahwa pidato-pidato keagamaan harus difokuskan pada pendidikan dan pembangunan persatuan nasional serta toleransi beragama.  Mayoritas agama di daerah masih terus  menunda atau menolak pembangunan dan renovasi rumah-rumah ibadah untuk para minoritas agama setempat.  Pada bulan Juni, pemerintah kota Bogor memberikan tanah untuk relokasi GKI Yasmin, yang pembangunannya terhenti pada tahun 2007 karena  penentangan dar beberapa pemuka Muslim setempat.  Pejabat pemerintah kota dan nasional mengatakan bahwa tindakan itu mengakhiri sengketa yang sudah berlarut-larut, namun para anggota jemaat GKI Yasmin secara terbuka menyatakan bahwa mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan mereka tetap ingin membangun gedung gereja mereka di tempat semula, sesuai pengarahan keputusan Mahkamah Agung pada tahun 2020.  Pada tingkat nasional pemerintah dan para pemuka agama bekerja sama secara erat dalam menyusun pembatasan untuk menghadapi pandemi COVID-19.  Pada bulan Juni, pemimpin Front Pembela Islam (FPI) yang dilarang, sebuah kelompok yang dikenal karena kekerasan dan intoleransi agama, dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena menyebarkan informasi palsu yang berkaitan dengan COVID-19.  Pada bulan Januari, dua mahasiswi bukanMuslim menolak mengenakan jilbab yang diwajibkan oleh sekolah mereka.  Sebagai akibat dari kontroversi yang menyusul, pemerintah mengeluarkan surat keputusan bersama para menteri pada bulan Februari yang mencegah sekolah-sekolah memaksa para siswi mengenakan jilbab, sebuah keputusan yang disambut hangat oleh para aktivis kebebasan beragama.  Namun demikian, Mahkamah Agung, menganulir surat keputusan itu pada bulan Mei dengan dalih bahwa itu bertentangan dengan empat undang-undang yang sudah ada.  Pada bulan Januari, Presiden Joko Widodo mencalonkan dan Dewan Perwakilan Rakyat secara bulat menyetujui Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, seorang Protestan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia  Jenderal Listyo  adalah orang Kristen pertama yang menduduki jabatan itu sejak tahun 1970.

 

Pada tanggal 11 Mei, empat petani beragama Kristen di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dibunuh oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur.  Pada tanggal 28 Maret, dua pengebom bunuh diri, yang kemudian diidentifikasikan sebagai suami istri, menyerang Katedral Katolik Yesus Hati Kudus di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, di mana kkedua penyerang tewas mati dan 20 orang lainnya cedera.  Pada tanggal 28 Mei, polisi menangkap 11 tersangka anggota kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah di Merauke, Papua karena dugaan berkomplot untuk membunuh Uskup Agung Katolik Merauke Petrus Canisius Mandagi dan merencanakan serangan terhadap sejumlah gereja Kristen di Provinsi Papua yang terletak paling timur itu.  Para pemeluk Muslim Syiah dan Ahmadiyah dilaporkan terus menerus merasa terancam oleh “kelompok-kelompok intoleran.”  Retorika anti-Syiah adalah sesuatu yang umum di sejumlah saluran media daring dan media sosial.  Para individu yang berafiliasi pada tingkat lokal dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebuah badan ulama Muslim nasional kuasi-pemerintahan, menggunakan retorika yang dipandang sebagai intoleran oleh berbagai minoritas agama, termasuk oleh Muslim Syiah dan Ahmadiyah.  Lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) melaporkan bahwa ada berbagai laporan mengenai serangan terhadap para pemeluk Muslim Syiah di beberapa acara Muslim Syiah.  Pada bulan September, sekelompok massa yang terdiri dari ratusan orang menyerang sebuah masjid Ahmadiyah di Kabupaten Sintang (suatu subdivisi administrasi di bawah tingkat provinsi), Kalimantan Barat, mengakibatkan kerusakan parah pada masjid itu – kepolisian setempat yang  hadir di masjid itu tidak menghentikan aksi pengrusakan.  Pada tanggal 27 September, para pemuka agama dari berbagai agama menghadiri Dialog Para Pemimpin Dewan Keagamaan di Jakarta, dan mengeluarkan “Pernyataan Agama untuk Indonesia yang Adil dan Damai.”

 

Duta Besar serta para pejabat kedutaan dan konsulat A.S. melakukan advokasi untuk kebebasan beragama kepada pemerintah, termasuk pada tingkat tertinggi.  Isu-isu yang diangkat termasuk tindakan-tindakan terhadap minoritas agama, penutupan tempat-tempat ibadah, akses organisasi-organisasi keagamaan asing, penjatuhan hukuman untuk penistaan dan pelecehan agama, pentingnya toleransi beragama dan supremasi hukum, serta penerapan syariah terhadap warga non-Muslim.  Pada bulan Desember, Duta Besar memberikan sambutan mengenai kebebasan dan toleransi beragama dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh MUI untuk meluncurkan sekolah hak-hak asasi manusia bagi para ulama Muslim.  Pada bulan Februari, Kuasa Usaha (Charge d’Affaires) memberikan sambutan yang menekankan pada  kebebasan dan toleransi beragama dalam ulang tahun ke 43 Masjid Nasional Istiqlal, sebuah acara yang dihadiri oleh Wakil Presiden, para menteri anggota kabinet dan berbagai pejabat teras pemerintahan.  Pada bulan Februari, kedutaan besar mulai bekerja bersama prakarsa Voice of Istiqlal dari Masjid Nasional Istiqlal, untuk  menganjurkan toleransi dan kemajemukan, dialog lintas iman dan kesetaraan gender di Indonesia dan secara internasional.  Selama bulan Ramadhan, kedutaan besar melakukan penjangkauan secara luas yang mengangkat nilai-nilai toleransi dan kebebasan beragama, diperkirakan telah menjangkau 100 juta orang.  Kedutaan besar dan konsulat melakukan penjangkauan secara luas untuk mempromosikan respek terhadap kemajemukan dan toleransi agama melalui berbagai acara, wawancara media, prakarsa-prakarsa media sosial, lektur  melalui lewat media daring   dan di depan  publik, pertukaran remaja dan  program pendidikan.

 

Bagian I. Demografi Agama

 

Pemerintah A.S. menaksir populasi keseluruhan  275,1 juta jiwa(pertengahan tahun 2021).  Berdasarkan sensus tahun 2010, 87,2 persen dari total pendudukn beragama Islam, 7 persen Protestan, 2,9 persen Katolik dan 1,7 persen Hindu.  Orang-orang yang mengidentifikasikan diri dengan kelompok-kelompok agama lainnya, termasuk Budha, penganut agama tradisional, Khonghucu, Gafatar dan denominasi-denominasi Kristen lainnya serta mereka yang tidak menjawab  pertanyaan sensus, terdiri dari 1,3 persen populasi.

 

Sebagian besar dari populasi Muslim adalah Sunni.  Diperkirakan satu hingga lima juta Muslim adalah Syiah.  Banyak kelompok Muslim yang lebih kecil eksis; taksiran menempatkan jumlah total penganut Islam Ahmadiyah berkisar antara 200.000 dan 500.000.

 

Banyak kelompok agama memasukkan  unsur-unsur Islam, Hindu dan Budha, sehingga sulit untuk memilah-milah guna memperoleh jumlah penganut secara tepat.  Diperkirakan sekitar 20 juta orang, terutama di Jawa, Kalimantan dan Papua memraktikkan berbagai sistem kepercayaan tradisional, sering kali secara kolektif disebut sebagai aliran kepercayaan.  Ada sekitar 400 komunitas aliran kepercayaan yang berbeda-beda di seluruh Indonesia.

 

Populasi Sikh diperkirakan berkisar antara 10.000 hingga 15.000, sekitar 5.000 di Medan dan sisanya di Jakarta.  Ada komunitas Yahudi yang sangat kecil di Jakarta, Manado, Jayapura dan di tempat-tempat lain, dengan jumlah keseluruhan orang Yahudi diperkirakan sebanyak 200 orang.  Komunitas Baha’i dan Falun Dafa (atau Falun Gong) melaporkan ribuan anggota, namun perkiraan secara independen tidak tersedia.  Jumlah penganut ateisme juga tidak diketahui, namun kelompok Ateis Indonesia menyatakan bahwa pihaknya memiliki  lebih dari 1.700 anggota.

 

Provinsi Bali mayoritas adalah Hindu dan provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara umumnya adalah Kristen.

 

Bagian II.  Status Penghormatan Pemerintah terhadap Kebebasan Beragama

 

Kerangka Kerja Hukum

 

UUD menjamin hak untuk menganut agama berdasarkan pilihan masing-masing dan menyatakan bahwa kebebasan beragama adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dibatasi.  Konstitusi menyatakan, “Bangsa ini berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa,” namun menjamin hak setiap orang untuk beribadah menurut agama atau kepercayaan masing-masing, mengatakan bahwa hak untuk beragama adalah hak asasi manusia yang tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif.

 

Konstitusi menyatakan bahwa warga negara wajib menerima pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang guna melindungi hak-hak orang lain, dan guna memenuhi sebagaimana yang disebutkan dalam konstitusi,  “permintaan yang beralasan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan moral, nilai-nilai keagamaan, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.”  Undang-undang membatasi warga negara menjalankan hak-hak ini dengan cara yang mengganggu hak-hak orang lain, dengan cara yang bertentangan dengan standar moral secara umum dan dengan nilai-nilai keagamaan atau yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum.

 

Kementerian Agama (Kemenag) secara resmi mengakui dan mendukung enam kelompok agama:  Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Khonghucu.  Pemerintah mempertahankan praktik yang sudah lama yang mengakui Islam Sunni sebagai versi resmi dari Muslim setempat, sekalipun konstitusi tidak mempunyai ketetapan seperti itu.

 

Pasal-pasal penistaan dalam KUHP melarang pernyataan-pernyataan publik yang disengaja atau kegiatan-kegiatan yang menghina atau melecehkan salah satu dari keenam agama yang diakui atau yang berniat mencegah seseorang menganut agama resmi tersebut.  Pasal-pasal ini juga menentukan bahwa ketika terjadi pelecehan terhadap salah satu dari keenam agama yang diakui secara resmi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kemenag dan Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) harus memberi peringatan kepada individu yang bersangkutan terlebih dahulu sebelum mengajukan dakwaan pelecehan.  Pasal-pasal ini juga melarang penyebaran informasi yang dirancang untuk menyebarkan kebencian atau perpecahan di antara individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama atau ras.  Para individu dapat dikenakan penuntutan untuk pernyataan-pernyataan yang bersifat menista, ateisme atau bidaah berdasarkan ketetapan-ketetapan ini atau berdasarkan undang-undang anti pelecehan dan dapat dikenakan hukuman penjara maksimum lima tahun.  Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) melarang penyebaran dari informasi-informasi yang sama secara elektronika,dan pelanggaran tersebut dapat dikenakan hukuman maksimum enam tahun.

 

Pemerintah mendefinisikan agama sebagai mempunyai nNabi, kitab suci dan Ttuhan, serta diakui secara internasional.  Pemerintah menganggap keenam agama yang diakui secara resmi memenuhi syarat-syarat ini.  Organisasi-organisasi yang mewakili salah satu dari keenam agama yang diakui dan disebut dalam undang-undang penodaan agama tidak perlu mendapatkan akta hukum jika pendiriannya dilakukan dengan akta notaris dan mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia.  Organisasi-organisasi keagamaan di luar keenam agama yang diakui yang tercantum dalam undang-undang penodaan agama  harus mendapatkan akta hukum sebagai organisasi masyarakat sipil (OMS) dari Kemendagri.  Kedua kementerian berkonsultasi dengan Kemenag sebelum mengabulkan status hukum bagi organisasi-organisasi keagamaan.  Undang-undang mewajibkan semua OMS untuk menjunjung ideologi nasional Pancasila, yang mencakup azas-azas kepercayaan kepada satu Tuhan, keadilan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial, dan dilarang melakukan tindakan-tindakan penistaan atau menyebarkan kebencian agama.  Berdasarkan undang-undang, semua kelompok keagamaan harus mendaftarkan diri secara resmi pada pemerintah.  Persyaratan pendaftaran organisasi-organisasi keagamaan mencakup syarat-syarat berikut ini:  organisasi tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD; harus bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba dan demokratis; dan harus mempunyai anggaran dasar/anggaran rumah tangga yang disahkan oleh notaris dan mempunyai tujuan yang didefinisikan secara spesifik.  Organisasi kemudian mendaftarkan diri kepada Kemenag.  Setelah memperoleh persetujuan Kemenag, organisasi diumumkan secara publik melalui lembaran negara.  Pelanggaran hukum dapat mengakibatkan hilangnya status hukum, pembubaran organisasi dan penangkapan anggota berdasarkan pasal-pasal penistaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau undang-undang lainnya yang berlaku.  Kelompok agama adat harus mendaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai aliran kepercayaan untuk dapat memperoleh status hukum secara resmi.

 

Keputusan bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung melarang upaya dakwah oleh komunitas Muslim Ahmadiyah maupun tindakan main hakim sendiri terhadap kelompok ini.  Pelanggaran terhadap larangan dakwah Ahmadiyah dapat dikenakan hukuman penjara maksimum lima tahun      penistaan.  Berdasarkan undang-undang pidana, tindakan main hakim sendiri dapat dikenakan hukuman penjara maksimum empat setengah tahun.

 

Keputusan bersama menteri lainnya oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung melarang Gerakan Fajar Nusantara, dikenal sebagai Gafatar,  melakukan dakwah, menyebarkan ajarannya secara publik, atau semua kegiatan lainnya yang dianggap menyebarkan penafsiran yang menyimpang dari Islam.  Pelanggaran terhadap larangan ini dapat didakwa dengan tuduhan penistaan dan dapat dikenakan hukuman penjara maksimum lima tahun  dengan dakwaan pasal  penistaan.

 

Tidak ada keputusan bersama menteri yang melarang upaya penyiaran agama oleh kelompok-kelompok lainnya.  Sekali pun demikian, MUI mengeluarkan fatwa yang melarang dakwah dari apa yang disebutnya sebagai kelompok-kelompok yang menyimpang, seperti Inkar al-Sunnah, Ahmadiyah, Islam Jama’ah, Komunitas Lia Eden dan al-Qiyadah al-Islamiyah.  Sekali pun MUI tidak mencap Islam Syiah sebagai menyimpang, MUI mengeluarkan fatwa dan pedoman yang memperingatkan mengenai penyebaran ajaran Syiah.

 

Pemerintah mewajibkan semua kelompok agama yang terdaftar secara resmi untuk mematuhi arahan Kemenag dan kementerian-kementerian lainnya dalam isu-isu seperti pembangunan rumah ibadah, bantuan asing terhadap lembaga-lembaga agama dalam negeri dan penyebaran agama.

 

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 menyatakan bahwa kelompok-kelompok keagamaan dilarang melakukan ibadah di kediaman-kediaman pribadi, dan untuk mendirikan sebuah rumah ibadah wajib mengumpulkan tanda tangan dari paling sedikit 90 anggota jemaat dan 60 orang warga masyarakat setempat yang beragama lain yang menyatakan bahwa mereka mendukung pembangunan itu.  Pemerintah setempat bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan itu, dan, pelaksanaan dan penegakan  peraturan daerah sangat bervariasi.  Keputusan itu juga mewajibkan persetujuan dari dewan lintas iman setempat, Forum Kerja Sama Umat Beragama (FKUB).  FKUB yang dibentuk oleh pemerintah  di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan terdiri dari para pemuka dari keenam agama resmi.  FKUB bertanggung jawab untuk mediasi konflik-konflik antar agama.

 

Undang-undang mewajibkan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri.  Para siswa berhak untuk meminta pelajaran agama dalam salah satu dari enam agama resmi, namun tidak selalu ada guru yang dapat mengajar kelas agama yang diminta.  Berdasarkan undang-undang, siswa tidak boleh menolak kewajiban mengambil pelajaran agama.

 

Berdasarkan persyaratan kesepakatan damai tahun 2005 yang mengakhiri konflik separatis, Provinsi Aceh mempunyai wewenang unik untuk menjalankan aturan syariah.  Undang-undang memperbolehkan pelaksanaan dan aturan syariah provinsi dan memperluas yurisdiksi pengadilan agama untuk mencakup transaksi ekonomi dan kasus-kasus pidana.  Pemerintah Aceh menyatakan bahwa syariah di Aceh hanya berlaku bagi para penduduk Muslim di provinsi itu, sekalipun Muslim bukan penduduk Aceh dan penganut agama-agama lain boleh menerima syariah sebagai ganti dari hukuman berdasarkan undang-undang pidana.

 

Peraturan syariah provinsi Aceh menyatakan bahwa hubungan seksual sesama jenis secara konsensual, perzinahan, perjudian, konsumsi minuman beralkohol, dan kedekatan dengan lawan jenis di luar nikah bagi penduduk Muslim di provinsi itu sebagai tindak pidana.  Keputusan gubernur Aceh melarang perempuan bekerja di restoran atau mengunjungi restoran tanpa didampingi oleh suami atau keluarga lelaki setelah pukul 9 malam. Keputusan walikota Banda Aceh melarang perempuan bekerja di warung kopi, warnet, atau tempat-tempat olahraga setelah jam 1 siang. Peraturan daerah syariah melarang perempuan Muslim penduduk Aceh mengenakan pakaian ketat di depan umum, dan para pejabat sering merekomendasikan mengenakan penutup kepala.  Peraturan ini memungkinkan para pejabat setempat untuk “mengingatkan” perempuan Muslim mengenai aturan-aturan ini namun tidak memperbolehkan para perempuan ini ditahan jika  terjadi pelanggaran.  Sebuah kabupaten di Aceh melarang perempuan duduk mengangkang ketika membonceng di sepeda motor.  Hukuman maksimum untuk pelanggaran aturan syariah termasuk penjara dan cambuk.  Ada aturan-aturan yang dimaksudkan untuk membatasi berapa kerasnya pencambukan ketika dilakukan oleh pihak yang berwenang.

 

Banyak pemerintah daerah di luar Aceh yang sudah memberlakukan aturan-aturan berdasarkan pertimbangan agama; kebanyakan adalah di daerah dengan mayoritas Muslim.  Banyak dari aturan ini berkaitan dengan hal-hal seperti pendidikan agama dan hanya berlaku untuk kelompok agama tertentu.  Sejumlah peraturan daerah  yang berbasis  keagamaan pada dasarnya berlaku untuk semua warga.  Misalnya, beberapa peraturan setempat mewajibkan restoran untuk tutup saat jam-jam puasa di bulan Ramadhan, melarang minuman beralkohol, atau mewajibkan pengumpulan zakat .  Paling sedikit 30 peraturan daerah , termasuk di Kabupaten Sintang, melarang atau membatasi kegiatan-kegiatan penganut agama minoritas , khususnya Muslim Syiah dan Ahmadiyah.

 

Undang-undang ini memuat ketetapan yang tidak jelas mengenai pernikahan beda   agama, yang kadang kala ditafsirkan sebagai larangan untuk pernikahan beda  agama, sekalipun ada keputusan Mahkamah Agung tahun 1986 yang secara jelas memperbolehkan pernikahan antar agama.  Undang-undang mewajibkan para pihak untuk melakukan upacara pernikahan sesuai dengan ritual dan ajaran agama baik dari pengantin laki-laki maupun perempuan.  Karena beberapa ajaran agama melarang pernikahan beda  agama, beberapa kelompok dan pejabat pemerintah berpendirian bahwa tidak boleh ada pernikahan antar agama jikalau salah satu agama jelas-jelas melarang pernikahan beda agama.  Para pemuka agama, aktivis HAM dan jurnalis menyatakan bahwa pernikahan beda  agama adalah sulit kecuali jikalau pengantin lelaki atau perempuan bersedia untuk menikah hanya berdasarkan upacara salah satu dari kedua agama.

 

Undang-undang mewajibkan pemimpin kelompok aliran kepercayaan untuk membuktikan bahwa anggotanya ada di paling sedikit tiga kabupaten, yang merupakan sebutan administratif satu tingkat di bawah provinsi, sebelum pemimpin itu boleh memimpin acara pernikahan secara resmi.  Batasan ini secara efektif menghalangi anggota dari kelompok-kelompok yang lebih kecil dan tidak mempunyai kehadiran geografis seperti itu untuk mendapatkan layanan upacara pernikahan secara resmi dari anggota kepercayaan mereka, sekalipun kelompok-kelompok boleh saling membantu satu sama lain dan memfasilitasi pernikahan oleh kelompok dengan tradisi dan ritual kepercayaan yang sama.

 

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mewajibkan organisasi keagamaan dalam negeri untuk mendapatkan persetujuan dari Kemenag ketika menerima dana dari donatur luar negeri dan melarang penyebaran literatur dan selebaran agama kepada para anggota kelompok agama lain, serta melakukan penyiaran agama dari rumah ke rumah.  Kelompok-kelompok agama, kecuali untuk Muslim Ahmadiyah dan Gafatar, tidak dilarang untuk menyebarkan penafsiran dan pengajaran mereka kepada anggota-anggota lain dalam agama mereka di tempat ibadah masing-masing.

 

Pekerja agama dari luar negeri harus memperoleh visa pekerja agama, dan organisasi keagamaan luar negeri harus mendapatkan izin dari Kemenag untuk dapat menyediakan bantuan dalam bentuk apa pun (barang, personil, atau keuangan) kepada kelompok keagamaan setempat.

 

Indonesia adalah negara yang menandatangani International Covenant on Civil and Political Rights.

 

Praktik-Praktik Pemerintah

 

Pada tanggal 16 Agustus, para mantan pemimpin FPI mengumumkan berdirinya Front Persaudaraan Islam, yang memiliki singkatan yang sama dengan organisasi yang sekarang dilarang itu.  Organisasi, lambang-lambang dan kegiatan-kegiatan FPI secara resmi dilarang pada bulan Desember 2020 setelah pemerintah mengeluarkan maklumat  yang menyatakan bahwa FPI adalah sebuah organisasi massa yang “tidak terdaftar.”  Organisasi-organisasi masyarakat sipil dan keagamaan sudah lama menuduh FPI sebagai kelompok Muslim garis keras yang terlibat dalam kekerasan, pemerasan, intimidasi dan intoleransi terhadap komunitas Muslim lain serta agama dan suku minoritas lain, dan mereka mengatakan bahwa penggantian nama organisasi adalah suatu upaya untuk “mengelak” dari larangan pemerintah.

 

Pada tanggal 8 Januari, Komnas HAM mengeluarkan laporan mengenai penembakan enam anggota FPI oleh polisi di jalan tol Jakarta-Cikampek di Provinsi Jawa Barat.  Komisi memperoleh temuan bahwa polisi tidak melanggar hukum ketika menewaskan dua anggota FPI namun melanggar hukum ketika menewaskan empat lainnya sementara mereka berada dalam tahanan  kepolisian.  Komnas HAM menyebut pembunuhan keempat orang ini sebuah pelanggaran hak-hak asasi manusia.  Pada bulan April, juru bicara kepolisian melaporkan bahwa tiga anggota kepolisian  Polda Metro Jaya dinyatakan sebagai tersangka, dan sementara menjalani penyidikantercatat  salah seorang dari ketiga polisi itu telah meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan di bulan Januari.  Pada tanggal 18 Oktober, media melaporkan persidangan kedua tersangka yang masih hidup, Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Pada tanggal 24 Juni, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis Rizieq Shihab, seorang ulama Muslim dan pemimpin FPI,  empat tahun penjara karena menyebarkan informasi palsu mengenai hasil diagnosis COVID-19-nya yang “secara sengaja mengakibatkan kebingungan di masyarakat.”  Pada akhir November 2020, Shihab mengunggah video di media sosial yang disiarkan secara ulang dan luas oleh media lokal saat dia mengatakan bahwa tes COVID-19-nya adalah negatif sekalipun dia diopname di sebuah rumah sakit di luar Jakarta untuk menjalani pengobatan  melawan  virus itu.  Sebelum pengumuman di media sosial, Shihab dan para pendukungnya mengadakan beberapa pertemuan besar, termasuk pernikahan putrinya, yang dihadiri oleh ribuan orang, yang menurut pemerintah mengakibatkan lonjakan kasus COVID-19.  Pada tanggal 27 Mei, pengadilan yang sama memvonis Shihab dan lima pemimpin FPI lainnya  delapan bulan penjara karena melanggar protokol kesehatan selama berlangsungnya pertemuan  itu.  Pemerintah membebaskan kelima pemimpin FPI lainnya pada tanggal 6 Oktober setelah menjalani hukuman selama delapan bulan, sementara Shihab tetap dalam tahanan.  Para mantan anggota FPI dan beberapa OMS mengkritik kasus Shihab  bersifat politik karena dia lantang mengritik pemerintah.

 

Di Aceh, pihak yang berwenang melanjutkan hukuman cambuk di hadapan publik atas pelanggaran terhadap syariah, seperti penjualan minuman beralkohol, perjudian dan perzinahan.  Hukuman cambuk tetap dilakukan di depan umum sekalipun ada perintah gubernur Aceh pada tahun 2018 yang mengatakan bahwa hal itu haruslah dilakukan di lembaga pemasyarakatan.  Berbagai  media penyiaran  dan para pengamat hukum sering mengambil foto atau merekam pelaksanaan hukuman cambuk.  Pemerintah dan petugas syariah mengatakan bahwa penduduk Aceh yang non-Muslim  boleh memilih apakah dihukum secara syariah atau prosedur pengadilan sipil, namun warga Muslim Aceh harus menjalani hukuman berdasarkan syariah.  Menurut laporan media dan para aktivis HAM, beberapa warga Aceh non-Muslim memilih hukuman berdasarkan syariah, kabarnya karena berlangsung cepat dan untuk menghindari persidangan yang berlarut-larut dan mahal serta kemungkinan hukuman penjara yang lama.

 

Pada tanggal 8 Februari, tiga warga non-Muslim yang dinyatakan bersalah karena memiliki minuman beralkohol secara ilegal di Banda Aceh meminta hukuman berdasarkan syariah dan masing-masing menerima 40 cambukan.  Salah seorang yang dihukum menyatakan secara terbuka bahwa dia melakukan itu demi menghindari hukuman penjara yang lama.  Pada tanggal 28 Januari, dua lelaki dicambuk masing-masing 77 kali di Banda Aceh setelah dinyatakan bersalah melakukan hubungan seks sesama jenis, melanggar larangan kegiatan homoseks di provinsi itu.  Pada tanggal 25 Agustus, sepasang lelaki dan perempuan dicambuk masing-masing 100 kali karena berhubungan seks di luar pernikahan di Sabang.  Pada tanggal 20 Agustus, seorang lelaki dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan 100 kali cambukan untuk kasus pelecehan seksual  terhadap anak,  Pada tanggal 6 Oktober, seorang perempuan berusia 19 tahun pingsan setelah dicambuk 100 kali karena berhubungan seks di luar nikah di Kabupaten Aceh Barat Daya.

 

Laporan Human Rights Watch tanggal 9 September menyatakan bahwa lebih dari 150 orang, umumnya dari kalangan agama minoritas, divonis bersalah berdasarkan undang-undang penistaan yang diberlakukannya sejak tahun 2004, dan bahwa undang-undang itu paling banyak  digunakan terhadap orang-orang yang mengkritik Islam, termasuk Muslim yang mengkritik agamanya sendiri.  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)  melaporkan 67 kasus penistaan agama pada tahun 2020, tahun terbaru di mana data tersedia, termasuk  43 kasus terkait  dengan pernyataan yang dibuat di media sosial.  International Christian Concern, sebuah LSM internasional yang melakukan advokasi untuk komunitas Kristen yang diyakini mengalami persekusi, menyatakan dalam siaran pers pada bulan Januari bahwa undang-undang penistaan diberlakukan secara berat sebelah, ketika orang-orang Kristen sering menjadi sasaran persekusi  karena “menghina Islam.”

 

Pada akhir 2020, Pengadilan Negeri Bandung menvonis Apollinaris Darmawan, usia 68 tahun, seorang pensiunan pegawai negeri sipil, lima tahun penjara karena penistaan berdasarkan UU ITE dikarenakan serangkaian cuitan di Twitter dan video yang diunggahnya di Twitter dan Instagram, yang antara lain, mengatakan bahwa Islam bukan sebuah agama dan harus diusir dari negara ini.  Pihak  berwenang sebelumnya menjatuhkan hukuman empat tahun penjara terhadap dirinya  pada tahun 2017 namun dia dibebaskan  lebih awal  pada tahun 2020.

 

Pada tanggal 20 April, polisi menjadikan Joseph Paul Zhang sebagai tersangka kasus penistaan karena pernyataan-pernyataan di kanal YouTube-nya bahwa dia adalah Nabi ke 26 dalam Islam.  Pada hari yang sama, Kementerian Komunikasi dan Informatika menghapus 20 video yang diunggah oleh Zhang yang dianggap berpotensi penistaan.  Berdasarkan laporan-laporan media, Zhang, seorang pendeta Protestan, telah menanggalkan kewarganegaraannya dan telah bermukim di Jerman sejak 2018, sehingga memicu Kepolisian Republik Indonesia mengirimkan permintaan “red notice” kepada Interpol, yang akan memberitahukan pihak-pihak berwenang di seluruh dunia bahwa yang bersangkutan adalah buronan ekstradisi.  Hingga akhir tahun, Interpol belum secara publik menanggapi permintaan red notice itu.

 

Pada tanggal 31 Mei, polisi memanggil Desak Made Darmawati, seorang dosen perguruan tinggi di Jakarta, untuk diperiksa sebagai tersangka penistaan berdasarkan UU ITE.  Sebuah koalisi organisasi-organisasi Hindu di Bali memberitahukan kepolisian bahwa Darmawati membuat pernyataan-pernyataan dalam video online yang disebarluaskan bahwa agama Hindu percaya pada banyak tuhan dan ritual kremasi Hindu adalah sesuatu yang aneh.  Sekali pun Darmawati, yang sudah berpindah agama dari Hindu ke  Islam  meminta maaf secara terbuka untuk pernyataan-pernyataannya pada tanggal 17 April, media melaporkan di bulan September bahwa para penyidik kepolisian memanggil lima individu untuk diperiksa sehubungan dengan tuduhan tersebut.

 

Pada tanggal 19 Juli, Pengadilan Negeri Singaraja di Bali menghukum Lars Christensen, seorang warga negara Denmark, dua tahun penjara untuk penistaan karena insiden pada 2019 saat dia merusak sebuah kuil Hindu yang berada di rumah yang telah dibelinya dan sedang direnovasi.  Insiden itu direkam video oleh mantan pacarnya dan video itu disebarkan secara luas secara daring .  Pada tanggal 21 September, Pengadilan Tinggi Denpasar mengabulkan banding Christensen dan mengurangi hukumannya menjadi tujuh bulan.

 

Pada tanggal 25 Agustus, kepolisian menangkap Muhammad Kace di Bali untuk penistaan dalam kaitan dengan pernyataan-pernyataan yang dibuat di dalam sebuah video YouTube yang mengkritik kurikulum agama Islam yang digunakan di Indonesia dan mengritik Nabi Muhammad.  Pihak berwenang antara lain mendakwa Kace mengubah kata “Allah” dalam syahadat Islam menjadi “Yesus.”  Para pemimpin MUI, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, serta Menteri Agama Yaqut Qoumas, secara terbuka mengungkapkan dukungan mereka untuk penuntutan Kace atas dasar penistaan.  Kace masuk Kristen dari Islam pada tahun 2014.  Setelah penangkapannya dia dibawa ke rumah tahanan di Jakarta untuk menantikan persidangan.  Pada tanggal 26 Agustus, Kace melaporkan bahwa dia dipukul dan dilumuri kotoran manusia oleh sesama tahanan di rumah tahanan Jakarta.  Lima individu dijadikan tersangka atas serangan terhadap Kace, termasuk mantan jenderal polisi Napoleon Bonaparte, yang sedang menjalani hukuman penjara karena membantu pelarian seorang tersangka korupsi.  Pada bulan Desember, persidangan Kace untuk kasus penistaan dimulai dan sedang berjalan pada akhir tahun.

 

Pada tanggal 28 Agustus, polisi menangkap penceramah  Yahya Waloni di Jakarta Timur untuk penistaan dan ucapan kebencian berdasarkan undang-undang ITE karena khotbah yang menyatakan bahwa Alkitab adalah fiksi dan untuk pernyataan-pernyataan yang dibuat di media sosial bahwa Yesus adalah seorang nabi yang gagal dan bahwa nabi Muhammad tidak memerintahkan orang untuk sembahyang.  Sebuah kelompok bernama Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme awalnya melaporkannya  ke polisi pada bulan April.  Waloni masuk Islam dari agama Kristen pada tahun 2006.  Pada tanggal 27 September, dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Yahya meminta maaf kepada komunitas Kristen. untuk pernyataan-pernyataannya.  Dalam persidangan di bulan Desember, Waloni mengaku bersalah atas dakwaan penistaan dan jaksa menuntut hukuman tujuh bulan penjara.  Hingga akhir tahun ini, Waloni belum divonis.

 

Pada bulan Desember, kepolisian Jakarta menangkap Joseph Suryadi, seorang pegawai sebuah perusahaan properti, sebagai tersangka penistaan dan ucapan kebencian berdasarkan Undang-Undang ITE dan KUHP.  Suryadi sebelumnya mengirim pesan di WhatsApp Group yang menurut laporan menghina Nabi Muhammad.

 

Pada tanggal 22 Agustus, Menteri Agama mengeluarkan pernyataan yang menekankan bahwa penistaan tetap merupakan tindak pidana dan  ceramah-cermah keagamaan harus difokuskan pada pendidikan dan membangun kesatuan bangsa serta toleransi beragama.  Pada tanggal 26 Agustus, Menag  mengeluarkan pernyataan mendorong kepolisian untuk menerapkan undang-undang penistaan dengan setara dan adil terhadap semua pelanggar tanpa memandang agama.

 

Kemenag mempertahankan wewenangnya di  tingkat nasional dan daerah  untuk melakukan “pembinaan” kelompok-kelompok beragama dan umat beragama, termasuk upaya untuk mengalihkan kelompok-kelompok minoritas agama ke dalam Islam Sunni.  Mulai dari tahun 2014, komunitas-komunitas Ahmadiyah di beberapa kabupaten Jawa Barat melaporkan bahwa pemerintah setempat memaksa atau mendorong pertobatan Muslim Ahmadiyah, dengan menggunakan persyaratan bahwa  orang-orang Ahmadiyah menandatangani formulir menolak keyakinan mereka guna bisa  mendaftarkan diri untuk pernikahan atau  ibadah  haji.

 

Pada bulan November 2020, 274 Muslim Syiah dan pemimpinnya, Tajul Muluk, masuk ke Islam Sunni.  Sebelumnya, Muluk secara terbuka menyatakan bahwa tidak ada yang memaksa dia dan pengikutnya untuk berpindah.  Komunitas Muluk tersingkir ke pinggiran Surabaya, Jawa Timur, pada tahun 2012 setelah kelompok-kelompok anti-Syiah menggunakan kekerasan  secara paksa mengusir mereka dari rumah-rumah mereka di Kabupaten Sampang, Madura.  Pada bulan Januari, setelah seorang anggota komunitas Muluk, Hatimah (hanya menggunakan satu nama), meninggal, komunitas Sunni di lingkungan itu menolak mengijinkan pemakaman dirinya  di sebuah kuburan Islam karena dugaan bahwa mantan Muslim Syiah belum bertobat sepenuhnya.  Pejabat pemerintah setempat melakukan mediasi terhadap sengketa itu, dan menghasilkan kesepakatan untuk memperbolehkan penguburan Hatimah di kuburan setempat asal saja para mantan penganut Muslim Syiah itu dibimbing oleh ulama Sunni dan menghadiri pelajaran agama.

 

Pada tanggal 3 Februari, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa hadir dalam sebuah upacara pemberian 230 akta tanah kepada mantan Muslim Syiah yang bertobat bersama dengan Muluk agar mereka dapat secara permanen memiliki tanah di tempat tinggal mereka sejak mereka diusir dari Kabupaten Sampang.  Pada bulan Februari, pejabat senior Nahdlatul Ulama cabang Jawa Timur mengunjungi komunitas mantan Muslim Syiah untuk memberikan  paket bantuan termasuk sembako, dan juga untuk menjalin hubungan dengan komunitas itu.

 

Pada tanggal 30 Juli, sembilan Muslim Syiah dari komunitas yang sama, termasuk pemimpin mereka Mohammad Zaini, masuk ke Islam Sunni.  Zaini secara terbuka menyatakan bahwa kelompok itu tidak dipaksa untuk bertobat.  Pada tanggal 15 September, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko   mengunjungi Sampang untuk menyampaikan apresiasi kepada Bupati Sampang Slamet Junaedi yang telah menyelesaikan konflik sosial-agama dengan Muslim Syiah   termasuk masuknya Muluk dan para pengikutnya ke Islam Sunni.  Pada tanggal 30 November, dalam diskusi kelompok terarah di antara warga masyarakat mengenai penyelesaian konflik itu, Slamet Junaedi menyatakan kesiapannya untuk bekerja bersama dengan komunitas itu agar mereka dapat pulang dan tinggal kembali di Sampang.

 

Pemerintah menanggapi  pandemi COVID-19 dengan menjalankan berbagai kebijakan guna mencegah penyebaran virus  dengan membatasi acara-acara publik, termasuk kumpulan-kumpulan keagamaan.  Pada tingkat nasional pemerintah dan para pemuka agama bekerja sama secara erat dalam menyusun pembatasan ini.  Pada tanggal 23 Februari, ribuan pemimpin lintas iman berkumpul di Masjid Nasional Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara, untuk menerima vaksinasi COVID-19 guna menunjukkan dukungan lintas iman pada upaya-upaya kesehatan publik Indonesia dalam memerangi pandemi COVID-19.

 

Pada tanggal 30 Juli, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) secara publik membatalkan pengakuan terhadap International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) sebagai suatu bentuk dari Hindu.  Pernyataan nasional oleh PHDI itu dilakukan menyusul pernyataan pada bulan Agustus 2020 oleh PHDI cabang Bali yang menolak ISKCON.  Pada bulan April, Majelis Desa Adat di Denpasar, Bali menutup Ashram Krishna Balaram, sebuah kuil ISKCON.  DPRD Bali dan Majelis Desa Adat Bali mendukung keputusan itu, dan ISKCON cabang Indonesia kemudian mengadukan kepada Komnas HAM, Gubernur Bali, PHDI Bali, Majelis Desa Adat Bali dan beberapa pejabat lokal karena melanggar kebebasan beragama para pengikut ISKCON.  Pada tanggal 27 Agustus, Komnas HAM mengirimkan surat kepada Gubernur Bali Wayan Koster, para pejabat pemerintah lokal lainnya dan kepolisian,  untuk menjamin kebebasan beragama para pengikut ISKCON dan membolehkan  mereka untuk mempraktikkan kepercayaan mereka secara  damai.  Pada tanggal 6 September, Majelis Desa Adat menolak rekomendasi KOMNAS HAM, dan menyatakan bahwa ajaran-ajaran ISKCON sangat berbeda dari ajaran-ajaran Hindu dan  ISKCON berusaha mengganti tradisi Hindu Bali.

 

Menurut kelompok-kelompok keagamaan dan LSM, para pejabat pemerintah dan polisi kadang-kadang tidak berhasil mencegah kelompok-kelompok keagamaan dan kelompok yang berafiliasi dengan agama tertentu, yang secara umum disebut “kelompok-kelompok intoleran,” melakukan  pelanggaran terhadap kebebasan beragama orang lain dan melakukan tindakan-tindakan intimidasi lainnya, seperti perusakan atau penghancuran rumah-rumah ibadah dan rumah-rumah tempat tinggal.  Kelompok-kelompok yang sering disebut sebagai intoleran antara lain, Forum Umat Islam, Front Jihad Islam, Majelis Mujahidin Indonesia dan FPI yang sekarang dilarang.

 

Pada bulan Februari, Kemenag dan Komnas HAM mengumumkan pembentukan desk bantuan bersama untuk secara cepat menanggapi laporan-laporan terkait intoleransi agama.  Beka Ulung Hapsara, salah seorang komisioner Komnas HAM, mengatakan bahwa desk bantuan itu akan menangani pengaduan dari semua kelompok keagamaan, termasuk dari aliran kepercayaan dan Muslim Ahmadiyah.

 

Pada bulan Maret, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan regulasi yang mewajibkan semua penceramah yang tampil dalam acara-acara TV di bulan Ramadhan untuk bersikap “pantas,” yang artinya mematuhi standar-standar yang ditentukan oleh MUI, antara lain kompeten, kredibel, dan tidak terkait dengan organisasi-organisasi terlarang.

 

Pada bulan September, DPR menambahkan revisi Rancangan Undang-Undang KUHP  ke dalam Daftar Legislasi Prioritas, yang menunjukkan niat pemerintah untuk meloloskan rancangan undang-undang untuk merevisi undang-undang itu dalam tahun itu.  DPR membatalkan versi sebelumnya dari RUU ini pada tahun 2019 setelah terjadi unjuk rasa publik secara massal.  Berbagai OMS mengungkapkan keprihatinan bahwa legislasi itu dapat memperluas undang-undang penistaan dan bagian-bagian pidana lainnya yang dapat digunakan untuk membatasi kebebasan beragama dalam versi RUU yang diperbarui.  DPR melanjutkan penyusunan usulan legislasi pada akhir tahun.

 

Pada bulan Februari, Setara Institute, sebuah LSM yang melakukan penelitian dan advokasi untuk  demokrasi, kebebasan politik dan hak-hak asasi manusia, mengeluarkan Indeks Toleransi Kota tahun 2020 yang mengukur toleransi beragama di 94 kota di seluruh negara ini.  Indeks ini mengukur kebijakan dan tindakan pemerintah daerah setempat, regulasi sosial dan demografi agama setempat.  Lima kota teratas adalah Salatiga, Singkawang, Manado, Tomohon dan Kupang, sementara lima kota paling bawah adalah Pangkal Pinang, Makassar, Depok, Padang dan Banda Aceh.  Indeks ini memperoleh temuan adanya peningkatan secara keseluruhan dalam hal toleransi di seluruh negara ini dibandingkan dengan indeks 2018.

 

Pada bulan Mei, Setara Institute menerbitkan laporan tahunannya mengenai kondisi kebebasan beragama di negara ini.  Berdasarkan laporan ini, ada 424 tindakan pelanggaran kebebasan beragama pada tahun 2020, dibandingkan dengan 327 pada tahun 2019.  Para pelaku negara bertanggung jawab untuk 239 tindakan ini, termasuk 71 kasus diskriminasi, 21 kasus penangkapan dan 16 kasus pelarangan kegiatan keagamaan, dengan sisa kasus kebanyakan berkaitan dengan penggunaan undang-undang penistaan.

 

Di seluruh negara ini, kelompok-kelompok minoritas agama, termasuk kelompok-kelompok Muslim di daerah mayoritas non-Muslim, tetap menyatakan bahwa aturan resmi bagi perlunya 90 anggota komunitas agama dan dukungan 60 anggota dari komunitas agama lain di daerah itu untuk mendirikan atau merenovasi rumah ibadah merupakan penghalang bagi kelanjutan pendiriannya.  Para anggota komunitas Yahudi mengungkapkan bahwa karena jumlah mereka di seluruh negara ini begitu sedikit, adalah mustahil bagi mereka untuk mendirikan sinagog baru.

 

Berbagai LSM melaporkan bahwa pemerintah setempat tidak menerbitkan izin pembangunan rumah ibadah baru sekali pun jemaat memenuhi persyaratan keanggotaan oleh karena para penentang pembangunan sering menekan para tetangga yang beragama lain untuk tidak mendukung pembangunan itu.  Dalam banyak kasus, sejumlah kecil penentang yang berafiliasi dengan agama mayoritas setempat dilaporkan sudah cukup untuk menghentikan persetujuan pembangunan, sehingga secara de facto agama mayoritas mempunyai veto terhadap pembangunan rumah-rumah ibadah di beberapa tempat.  Para pemuka agama-agama yang diakui oleh negara dan duduk dalam forum lintas agama yang didukung oleh pemerintah dilaporkan menemukan cara-cara untuk menghalangi para penganut aliran kepercayaan mendirikan rumah-rumah ibadah, sebagian besar melalui persyaratan izin membangun yang ketat.  Para penganut aliran kepercayaan mengatakan bahwa mereka takut dituduh menganut ateisme jikalau mereka mengadukan perlakuan demikian di pengadilan.  Para pemuka agama Kristen mengatakan bahwa para pejabat setempat tanpa batas waktu yang jelas menunda persetujuan atas permohonan membangun gereja baru karena para pejabat itu takut bahwa pembangunan itu akan menuai protes.  Muslim Ahmadiyah dan Syiah serta Kristen mengatakan bahwa mereka juga menghadapi masalah ketika meminta persetujuan untuk relokasi ke fasilitas sementara ketika tempat ibadah utama mereka sedang direnovasi.

 

Pemerintah setempat, kepolisian dan organisasi-organisasi keagamaan dilaporkan berusaha untuk menutup rumah-rumah ibadah kelompok-kelompok agama minoritas dengan dalih pelanggaran izin, seringkali setelah ada  protes dari “kelompok-kelompok intoleran,” sekali pun kelompok-kelompok minoritas itu telah mendapat izin yang diperlukan.

 

Banyak jemaat tidak dapat memperoleh jumlah tanda tangan yang dibutuhkan dari orang-orang bukan anggota mereka untuk mendukung pembangunan rumah ibadah dan sering menghadapi protes dari “kelompok-kelompok intoleran” ketika proses aplikasi berlangsung, sehingga izin pembangunan itu tidak mungkin diperoleh.  Sekalipun pihak berwenang menerbitkan izin, mereka menghentikan pembangunan beberapa rumah ibadah setelah menghadapi tantangan hukum dan protes publik.  Gereja-gereja Protestan dan Katolik juga melaporkan bahwa “kelompok-kelompok intoleran” memaksa mereka membayar uang perlindungan jika mereka tetap beroperasi tanpa izin.  Beberapa rumah ibadah yang sudah berdiri sebelum keputusan bersama menteri mengenai pembangunan rumah ibadah itu diberlakukan pada tahun 2006 melaporkan bahwa mereka tetap diwajibkan memenuhi persyaratan atau menghadapi ancaman penutupan.  Banyak rumah ibadah  beroperasi tanpa izin di gedung-gedung perkantoran, mal, rumah-rumah pribadi dan toko-toko.

 

Jemaah-jemaah Ahmadiyah menghadapi tekanan dari para pejabat setempat untuk menghentikan pembangunan dan renovasi rumah-rumah ibadah mereka.  Pada tanggal 6 Mei, Bupati Garut Rudy Gunawan mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan-kegiatan Ahmadiyah berdasarkan Keputusan Bersama Menteri mengenai Ahmadiyah. dan menghentikan pembangunan masjid Ahmadiyah di Kabupaten Garut, Jawa Barat.  Pada tanggal 8 Mei,  koalisi 42 OMS mengirimkan surat terbuka kepada bupati yang mengkritik perintah itu sebagai pelanggaran kebebasan beragama.

 

Pada tanggal 3 September, sekelompok massa yang terdiri dari 100 orang melakukan perusakan terhadap masjid Muslim Ahmadiyah Miftahul Huda di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, dan membakar habis sebuah bangunan di sebelahnya.  Media melaporkan bahwa polisi tidak berbuat apa-apa ketika serangan terjadi.  Masjid itu telah beroperasi sejak 2004.  Setelah serangan itu, Menteri Agama  mengutuk serangan itu sebagai aksi yang tidak dapat dibenarkan dan melanggar hukum.  Sebelum serangan itu, pemerintah setempat telah mengeluarkan keputusan pada bulan April yang melarang kegiatan-kegiatan Ahmadiyah di kawasan itu.  Pada bulan Agustus, pejabat pemerintah untuk sementara menyegel masjid Ahmadiyah setelah adanya laporan mengenai ancaman dari kelompok anti-Ahmadiyah setempat, Aliansi Umat Islam.  Pada tanggal 27 Agustus pemerintah setempat mengeluarkan surat yang memutuskan menutup masjid itu secara permanen.  Polisi menangkap 22 orang sehubungan dengan kasus itu, dan menyebut tiga orang yang ditangkap itu berpotensi menjadi otak di balik serangan itu.  Hingga akhir tahun, para pejabat pemerintah melakukan penyidikan terhadap insiden itu dan keterlibatan kelompok-kelompok garis keras dan pemerintah setempat.

 

Setelah serangan terhadap masjid itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saat itu. Said Aqil Siradj mengatakan  kepada pers bahwa dia mengutuk keras semua tindak kekerasan terhadap Ahmadiyah.  Selain itu, para pejabat Kemenag mengatakan kepada media \ bahwa mereka mulai peninjauan kembali Keputusan Bersama Menteri tahun 2008 yang mengkriminalisasikan kegiatan-kegiatan Ahmadiyah.  Hingga tanggal 8 September, polisi sudah menangkap 26 tersangka terkait  serangan itu dan penyidikan sementara sedang  berlangsung.  Pada tanggal 13 September, tajuk rencana   koran Jakarta Post menyerukan pembatalan keputusan bersama itu, mengatakan bahwa Keputusan Bersama itu “hanya melegitimasikan tindakan kekerasan terhadap Ahmadiyah.”

 

Pada bulan Februari, pengacara untuk Puji Hartono, kepala musala di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, mengajukan tuntutan hukum kepada pemerintah setempat dan minta agar dia  diizinkan melanjutkan kembali kegiatan-kegiatan keagamaan dan pembangunan musala itu.  Menurut pengacaranya, di musala itu sudah dilakukan pengajian sejak tahun 1982, namun pada bulan Februari 2020 pejabat pemerintah setempat melarang dirinya melakukan pengajian di sana dan menghentikan pengerjaan renovasi.  Selain itu, media juga melaporkan bahwa para pejabat pemerintah setempat mengusir Puji Hartono dari desa itu, dan dia meninggalkan isteri dan 11 anaknya.  Pengacara Hartono mengatakan bahwa penutupan musala itu dan pengusiran Hartono dilakukan secara ilegal.

 

Pada bulan April, sebuah tulisan di media mengenai gereja Huria Kristen Batak Protestan di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menarik perhatian nasional pada tahun itu.  Pada bulan Maret 2020, gereja itu dibuka secara resmi, namun tidak lama sesudah itu ditutup akibat pembatasan pandemi COVID-19.  Namun  ketika gereja berusaha untuk dibuka kembali pada  bulan Agustus 2020, pemerintahan desa menolak permintaannya bisa buka kembali .  Pers melaporkan bahwa sikap permusuhan dari anggota  agama lain di dalam masyarakat setempat adalah alasan di balik keputusan pemerintah menolak permintaan gereja bisa buka kembali.  Pada bulan November 2020, pemerintah desa secara resmi mengeluarkan perintah untuk menutup gereja itu karena mengganggu para warga di lingkungan itu.  Selama gereja ditutup, para anggota gereja menyewa sebuah lokasi lain di kota yang berdekatan untuk kegiatan dan upacara keagamaan mereka.

 

Pada tanggal 23 Mei, Gereja Baptis Indonesia di kawasan Tegal Sari Kulon kota Semarang, Jawa Tengah dibuka secara resmi.  Pemerintah kota pada awalnya memberikan izin pembangunan gereja pada tahun 1998, namun pembangunan mengalami serangkaian penundaan dikarenakan oleh protes-protes warga komunitas setempat terhadap proyek pembangunan tersebut, tindakan pemerintah menghentikan pembangunan dan jemaat mengalami kekurangan dana.

 

Pada tanggal 13 Juni, Walikota Bogor, Jawa Barat, Bima Arya, menghibahkan tanah kepada wakil dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pengadilan untuk membangun gedung gereja baru oleh gereja afiliasi mereka, GKI Yasmin. Bima Arya mengungkapkan bahwa tindakan ini mengakhiri sengketa yang berlarut-larut terkait  pembangunan gedung gereja baru yang telah dimulai oleh GKI Yasmin pada tahun 2006 namun dihentikan setahun kemudian, setelah pemerintah kota membatalkan izin mendirikan bangunan semula dikarenakan, apa yang digambarkan oleh media, sebagai tekanan dari kelompok-kelompok Muslim setempat.  Setelah keputusan pembatalan izin, jemaat GKI Yasmin mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintah kota, yang menghasilkan keputusan Mahkamah Agung tahun 2020 yang memerintahkan pemerintah kota Bogor untuk memberlakukan kembali izin bangunan untuk di lokasi awal.  GKI Yasmin juga mempermasalahkan pernyataan Bima Arya di bulan Juni dan mengatakan bahwa isu tersebut belum selesai dan jemaatnya tidak dilibatkan dalam rencana apa pun yang berkaitan dengan relokasi, di mana pemerintah kota hanya berunding dengan GKI Pengadilan, sebuah gereja yang berafiliasi dan bukan terkait secara langsung, dengan GKI Yasmin.  Para anggota GKI Yasmin memboikot acara tanggal 8 Agustus yang diadakan oleh Walikota Bima Arya karena memberikan izin mendirikan bangunan kepada gereja afiliasi tersebut.  Pada tanggal 10 September, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan terbuka memberikan ucapan selamat kepada Bima  atas keberhasilannya menyelesaikan sengketa,  sementara itu wakil ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menyatakan  kepada pers bahwa kasus itu mencerminkan tren dominan di negara ini  di mana “kelompok-kelompok minoritas dipaksa untuk tunduk kepada keinginan kelompok-kelompok mayoritas,” ketimbang  pemerintah tidak memberikan perlindungan hukum pada kelompok-kelompok minoritas.

 

Pada tanggal 27 Agustus, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, setelah menghadiri sholat Jumat di Masjid Agung  Istiqlal, berjalan kaki melalui “Terowongan Persaudaraan” yang baru saja selesai dibangun yang menghubungkan masjid itu dengan Katedral Katolik Jakarta yang berdekatan.  Amin mengatakan bahwa terowongan itu “bukan sekadar simbol, namun dapat memberi inspirasi untuk menyatukan komunitas-komunitas agama.”  Presiden Jokowi  awalnya memberi persetujuan pembangunan terowongan itu pada bulan Februari 2020.

 

Pada bulan Desember 2020, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di Manado, Sulawesi Utara, sebuah perguruan tinggi Islam negeri, membangun “rumah moderasi agama” di kampus sebagai tempat untuk membicarakan toleransi beragama dan masyarakat pluralistik.  Para pemimpin lintas agama  dari komunitas Muslim, Hindu, Katolik, Kristen, Khonghucu dan Budha setempat menghadiri peresmian bangunan itu.

 

Para bulan Juli, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina  mengeluarkan laporan yang mengungkapkan bahwa antara tahun 2015 dan 2020 ada paling sedikit 122 kasus masyarakat setempat menolak pembangunan rumah ibadah dengan merujuk pada pemerintah setempat berdasarkan keputusan bersama menteri tahun 2006 mengenai rumah ibadah, dengan sekitar 60 persen kasus melibatkan gereja, 28 persen melibatkan masjid dan  12 persen lainya melibatkan tempat-tempat ibadah agama Budha, Hindu dan Khonghucu.

 

Para penganut aliran kepercayaan masih terus mengatakan bahwa para guru menekan mereka untuk mengirimkan anak-anak mereka ke kelas-kelas pendidikan agama yang dilakukan oleh salah satu dari enam agama yang diakui secara resmi.  Kelompok-kelompok agama minoritas yang  tidak termasuk dalam keenam agama yang diakui secara resmi mengatakan bahwa sekolah sering memperbolehkan anak-anak mereka menggunakan jam pelajaran agama di ruang belajar, namun para pejabat sekolah mewajibkan para orang tua menandatangani dokumen yang menyatakan bahwa anak-anak mereka mendapatkan pendidikan agama.  Para siswa Muslim Ahmadiyah melaporkan bahwa pelajaran agama Islam hanya berfokus pada ajar Sunni.

 

Pada tanggal 3 Februari, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama mengeluarkan keputusan bersama menteri perihal penggunaan seragam di sekolah, melarang kebanyakan sekolah negeri memaksa para siswi untuk mengenakan hijab.  Keputusan itu dikeluarkan setelah dua siswi non-Muslim di Sumatera Barat menolak mengenakan hijab yang diwajibkan oleh sekolah.  Orang tua dari salah seorang siswi merekam video pertemuan mereka dengan para pejabat sekolah yang mengatakan bahwa siswi wajib mengenakan hijab dan kemudian mengunggah  video itu di media sosial, memicu pemberitaan di media massa nasional .  Setelah itu, kepala sekolah  meminta maaf, dan mengakui bahwa ada 23 siswi non-Muslim di sekolah itu yangdiwajibkan untuk mengenakan hijab.  Keputusan itu memerintahkan pemerintah setempat dan para kepala sekolah untuk membatalkan aturan yang mengharuskan pengenaan hijab, namun tidak melarang siswi Muslim dan para guru untuk memilih mengenakan hijab di sekolah.

 

Pada bulan Februari, pers melaporkan bahwa Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengidentifikasi 32 provinsi dan kabupaten di negara ini yang mewajibkan anak-anak perempuan dan para perempuan mengenakan hijab di sekolah-sekolah negeri, gedung-gedung pemerintahan dan ruang-ruang publik lainnya.  Dalam sejumlah kasus, perempuan muda dipotong rambutnya, dikeluarkan dari sekolah, dikenakan hukuman atau diberhentikan dari pekerjaan mereka.  Pada bulan Februari, seorang peneliti Human Rights Watch mengatakan kepada media  bahwa sekolah-sekolah di lebih dari 20 provinsi mewajibkan pakaian keagamaan sebagai seragam sekolah mereka.

 

Pada tanggal 3 Mei, Mahkamah Agung membatalkan keputusan bersama menteri mengenai hijab, menyatakan bahwa keputusan itu bertentangan dengan empat undang-undang, termasuk Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Perlindungan Anak, dan mengatakan bahwa anak di bawah 18 tahun tidak berhak memilih pakaian mereka sendiri.  Menteri agama  mengungkapkan kekecewaannya dengan keputusan itu dan akan berkonsultasi dengan rekan-rekan menteri lainnya di kabinet mengenai langkah berikutnya.

 

Pada bulan Maret Human Rights Watch menrilis  laporan mengenai aturan berpakaian bagi para perempuan dan anak perempuan, menemukan bahwa “dalam lebih dari dua dekade terakhir, perempuan dan anak perempuan di negara ini menghadapi tuntutan hukum dan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengenakan pakaian yang dipandang Islami sebagai bagian yang lebih luas dari upaya untuk memaksakan syariah di pelbagai daerah di negara ini.”  Laporan ini mengungkapkan bahwa perempuan dan anak-anak perempuan di seluruh negara ini harus berhadapan dengan berbagai aturan lokal, tekanan sosial, perundungan dan pelecehan untuk memaksa mereka mengenakan hijab di sekolah-sekolah, kantor-kantor pemerintah dan di ruang-ruang publik, sehingga mengakibatkan tekanan psikologis dan pelanggaran kebebasan beragama mereka .

 

Pada tanggal 1 Maret, Pendeta Gomar Gultom, ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), organisasi payung Kristen Protestan terbesar di Indonesia, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa organisasi itu telah menyurati  Menteri Agama agar bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan  para penerbit buku untuk melakukan revisi atau menarik buku-buku pelajaran agama Islam yang merujuk pada Alkitab.  Gultom mengatakan bahwa pelajaran-pelajaran agama “seharusnya diajarkan di ruang pribadi seperti dalam keluarga atau di rumah-rumah ibadah – bukannya di sekolah-sekolah.”  Surat itu mengutip kritik-kritik terhadap kitab-kitab Injil dalam buku-buku pelajaran Islam.

 

Pada tanggal 5 April, meenteri agama  memerintahkan semua pegawai Kemenag untuk memberi kesempatan berdoa untuk agama-agama lain di luar Islam dalam semua acara dan kegiatan Kemenag.

 

Menurut laporan-laporan media, pada bulan April, komunitas Muslim Ahmadiyah yang tersingkir dari desa mereka di Gereneng karena  kekerasan masyarakat pada tahun 2018, sudah dipindahkan ke lokasi baru  dekat kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.  Pemerintah provinsi  Nusa Tenggara Barat menyatakan kepada  pers bahwa mereka menjajaki rencana untuk membangun infrastruktur di lokasi baru ini dan memperingatkan komunitas itu untuk tidak kembali ke Gereneng karena ada permusuhan  sosial di sana.  Sejumlah OMS dan akademisi setempat mengkritik pendekatan pemerintah ini sebagai sikap tunduk pada tekanan mayoritas agama setempat dan bukannya melindungi minoritas agama.

 

Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, sekitar 120 Muslim Ahmadiyah tetap berada   di dalam rumah-rumah susun yang sempit sebagai pengungsi internal setelah sekelompok massa mengusir mereka dari desa mereka di Lombok Timur pada tahun 2006.  Menurut laporan-laporan media di bulan Mei, komunitas itu tetap tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap.  Media juga melaporkan pada bulan Mei  16 orang Muslim Ahmadiyah lainnya terusir  oleh konflik yang sama tinggal di bekas sebuah rumah sakit di Praya, Lombok Tengah.

 

Sekali pun pemerintah secara umum memperbolehkan warga negara untuk tidak mengisi kolom agama di KTP  dan keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2017 mengizinkan warga negara  memilih aliran kepercayaan di KTP mereka, individu-individu terus melaporkan kesulitan untuk mendapatkan layanan publik jika mereka memilih salah satu pilihan itu.  Menghadapi masalah ini, banyak anggota agama minoritas, termasuk para penganut aliran kepercayaan, mengungkapkan mereka memilih untuk mencantumkan salah satu agama yang diakui yang mirip dengan keyakinan mereka atau yang sesuai dengan agama mayoritas setempat.  Menurut para peneliti, praktik seperti ini ini menyelubungi angka sebenarnya dari para penganut agama dalam statistik pemerintah.

 

Pada bulan Juni, pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur memberikan KTP  kepada hampir 300 penganut aliran kepercayaan yang mencantumkan agama mereka secara  benar.  Sebelumnya para penganut ini tidak mempunyai tanda pengenal atau dokumen mereka dikosongkan kolom agamanya.  Pada tanggal 2 Juni, Bupati Banyuwangi Ipuk Fietsiandani menyatakan kepada  pers bahwa pemerintah akan menyediakan layanan kepada semua warga masyarakat tanpa diskriminasi.

 

LSM dan kelompok-kelompok advokasi agama terus mendesak pemerintah untuk menghapuskan kolom agama dari KTP.  Para penganut  agama minoritas mengungkapkan bahwa kadang-kadang mereka menghadapi diskriminasi setelah orang lain melihat afiliasi agama mereka di KTP.  Para warga komunitas Yahudi mengatakan mereka merasa tidak nyaman mengungkapkan agama mereka secara terbuka dan sering memilih untuk mengatakan bahwa mereka beragama  Kristen atau seorang Muslim, tergantung pada agama dominan di daerah tempat tinggal mereka, karena kekhawatiran bahwa komunitas setempat tidak mengerti agama mereka.

 

Laki-laki dan perempuan dengan latar belakang agama  berbeda yang ingin menikah mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan mendapatkan pemuka agama yang bersedia melakukan upacara pernikahan.  Beberapa pasangan yang berbeda agama memilih agama yang sama di KTP mereka agar dapat menikah secara sah.  Banyak individu yang melaporkan bahwa mereka lebih suka melakukan pernikahan beda agama di luar negeri sekalipun opsi ini sangat terbatas dikarenakan oleh pembatasan perjalanan akibat pandemi COVID-19.

 

Kelompok-kelompok minoritas Muslim, antara lain Ahmadiyah, Syiah, dan Gafatar terus melaporkan penolakan  ketika mereka meminta KTP sebagai Muslim, yang pada dasarnya menghalangi mereka mendapatkan layanan publik jika mereka tidak bisa mendapatkan KTP,

 

Baik pemerintah pusat maupun daerah mempunyai pejabat yang dipilih dan ditunjuk dari kalangan kelompok agama minoritas.  Misalnya, Andrei Angouw memenangkan pemilihan walikota Manado pada bulan Desember 2020 dan menjadi walikota pertama di Indonesia yang beragama Konghucu.  Dari 34 anggota kabinet Presiden Widodo terdapat enam pemeluk agama minoritas (empat Protestan, satu Katolik, dan satu Hindu), jumlah keseluruhan yang sama dengan masa pemerintahannya sebelumnya.

 

Banyak individu dalam pemerintahan, media, masyarakat sipil dan masyarakat umum yang vokal dan aktif dalam melindungi dan mendorong toleransi dan pluralisme.  Pada tanggal 7 April, dalam upacara pembukaan Musyawarah Nasional ke-9 Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Presiden Widodo menyatakan bahwa praktik-praktik agama yang eksklusif harus dihindari dan kelompok-kelompok keagamaan harus saling menghargai keyakinan masing-masing untuk menghindari perpecahan dalam masyarakat.

 

Pada tanggal 13 September, menteri agama  berpidato di G20 Interfaith Conference mengangkat apa yang dia sebut sebagai komitmen Indonesia terhadap pluralisme dan toleransi agama serta peran agama dalam membina perdamaian internasional.

 

Pada tanggal 26 Maret, Menag Yaqut  menyampaikan ucapan selamat tahun baru (Naw-Ruz) kepada para penganut Baha’i dalam sebuah video yang diunggah ke YouTube dan dia membicarakan pentingnya kesatuan dan moderasi beragama.  Video mulai menyebar luas secara daring pada bulan Juli, dan kelompok-kelompok garis keras mulai mengkritik pesan tahun baru menteri.  Sebagai tanggapan, menag mengatakan kepada pers bahwa walaupun pemerintah secara resmi mendukung dan melindungi enam agama resmi di Indonesia, itu bukan berarti bahwa agama-agama lain seperti Yudaisme, Zoroastrianisme, Shintoisme atau Taoisme adalah ilegal di negara ini atau tidak dilindungi oleh konstitusi.  Menyambung pernyataan menag, ketua MUI Cholil Nafis secara terbuka mengingatkan Kemenag untuk tidak mendukung atau mengakui agama Baha’i.

 

Pada bulan Januari, Presiden Jokowi  mencalonkan Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang beragama Kristen Protestan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia  dan Dewan Perwakilan Rakyat secara bulat menyetujuinya.  Jenderal Listyo  adalah orang Kristen pertama yang menduduki jabatan itu sejak tahun 1970.  Dia mendapatkan dukungan dari NU dan Muhammadiyah serta organisasi-organisasi massa Islam dan para ulama Muslim di Banten, sebuah provinsi yang berbatasan dengan ibukota yang oleh para pengamat dikenal karena konservatisme agamanya, di mana dia dulunya adalah kepala kepolisian daerah tersebut.  Walaupun demikian, ketua MUI, menyatakan rasa prihatin sehubungan dengan pencalonan Jenderal Listyo, mengatakan bahwa “sekali pun Indonesia adalah negara sekuler, tidaklah pantas jika kepala kepolisian berlatar belakang non–Muslim.  Adalah alamiah kalau para pemimpin suatu negara memiliki agama yang sama dengan mayoritas penduduknya.”

 

Para pekerja asing bidang keagamaan dari berbagai kelompok agama terus menyatakan bahwa relatif mudah bagi mereka untuk mendapatkan visa, dan beberapa kelompok melaporkan bahwa tidak banyak campur tangan pemerintah dalam kegiatan-kegiatan keagamaan mereka.  Pembatasan yang berkaitan dengan pandemi COVID-19 yang sangat membatasi masuknya orang-orang asing ke Indonesia juga berdampak pada kemampuan para pekerja asing bidang keagamaan untuk masuk ke negara ini.

 

Kepolisian menyediakan perlindungan khusus bagi  sejumlah gereja Katolik di kota-kota besar selama Misa dan hari-hari raya Kristen.  Kepolisian juga menyediakan perlindungan khusus pada tempat-tempat ibadah umat Budha dan Hindu ketika ada perayaan keagamaan.

 

Pada tanggal 27 Desember, para pemuka agama dari berbagai agama menghadiri Dialog Para Pemimpin Dewan Keagamaan di Jakarta, mengeluarkan “Deklarasi  Agama-agama untuk Indonesia yang Adil dan Damai.” Para perwakilan dari kementerian Agama, MUI, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (Katolik), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) semuanya menandatangani dokumen itu.  Pernyataan itu mengatakan bahwa semua bentuk diskriminasi, kekerasan, kebencian dan perusakan tempat-tempat ibadah adalah bertentangan dengan  ajaran agama dan menggarisbawahi dukungan para pemuka agama terhadap NKRI  dan Pancasila.

 

Menurut laporan pers, pemerintah mengusulkan promosi Candi Borobudur Buddha Mahayana abad kesembilan, salah satu bangunan Buddha terbesar di dunia, sebagai destinasi pariwisata global.  Laporan mengatakan bahwa proyek itu diarahkan untuk menarik pengunjung domestik dan internasional, dengan tujuan untuk mendorong wajah yang lebih moderat untuk agama di negara ini.  Menteri agama yaqut  mengatakan bahwa pemerintah sedang mempelajari bagaimana mempromosikan upacara-upacara agama Buddha di Borobudur “yang dapat dihadiri oleh umat Buddha [dari] seluruh dunia,” sebagai bagian dari upaya pihak berwenang untuk meningkatkan moderasi beragama di negara ini.  Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto, ketua dewan pembina Majelis Buddhayana Indonesia mengungkapkan keinginannya agar Borobudur tidak digambarkan sebagai “pusat ibadah global umat Buddha.” karena dapat mengakibatkan “salah paham dan salah penafsiran.” dan lebih baik menggunakan istilah “Pusat Budaya dan Spiritualitas Universal untuk Berbagai Agama.” .

 

Bagian III.  Status Penghormatan Masyarakat terhadap Kebebasan Beragama

 

Pada tanggal 11 Mei, empat petani beragama Kristen di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dibunuh oleh kelompok  Mujahidin Indonesia Timur (MIT), yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai kelompok teroris.  Kelompok yang sama dituduh membunuh empat penduduk Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah di bulan November 2020.  Menurut Voice of America, kepolisian setempat menyatakan   “terorisme dan perampokan” sebagai motivasi  para penyerang   Juru bicara presiden  mengutuk insiden tersebut, menjanjikan bahwa para teroris yang bertanggung jawab terhadap serangan itu akan ditangkap.  Pada tanggal 18 September, pasukan keamanan menewaskan pemimpin MIT Ali Kalora  dalam sebuah baku tembak .  Pada akhir tahun, pasukan keamanan terus melakukan operasi untuk berupaya menangkap sisa-sisa anggota kelompok tersebut.

 

Pada tanggal 28 Maret, dua pengebom bunuh diri, yang kemudian diidentifikasikan sebagai suami isteri, menyerang Katedral Katolik Yesus Hati Kudus di Makassar, Sulawesi Selatan. Penyerangan tersebut menewaskan kedua penyerang  dan melukai 20 orang lainnya.  Polisi mengatakan bahwa mereka yang  luka-luka antara lain adalah empat satpam dan beberapa jemaat.  Serangan terjadi pada saat Misa Minggu Palma. Polisi mengidentifikasi kedua pengebom sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), sebuah organisasi yang oleh pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai organisasi teroris, yang juga  bertanggung jawab atas pengeboman  tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur tahun 2018.  Dalam pidato televisi, Presiden Widodo menyerukan agar tenang dan mengatakan bahwa “negara menjamin keselamatan umat beragama untuk beribadah tanpa rasa takut.”  Menteri Agama Yaqut s secara terbuka menyerukan agar kepolisian meningkatkan keamanan di rumah-rumah ibadah.  Pada bulan Mei, pers melaporkan bahwa polisi telah menangkap 53 orang dalam kaitan dengan pengeboman.

 

Pada tanggal 28 Mei, polisi menangkap 11 tersangka anggota JAD di Merauke, Papua atas   rencana pembunuhan Uskup Agung Katolik Merauke Petrus Canisius Mandagi dan merencanakan serangan terhadap beberapa gereja Kristen di daerah paling timur di provinsi Papua ini.  Pihak kepolisian mengatakan  kepada pers bahwa para tersangka ini terafiliasi dengan orang-orang yang bertanggung jawab untuk aksi pengeboman bulan Maret di Makassar.

 

Muslim Syiah dan Ahmadiyah dilaporkan terus menerus merasa terancam oleh “kelompok-kelompok intoleran.”  Retorika anti-Syiah adalah sesuatu yang umum di sejumlah saluran media daring dan  media sosial.

 

Para individu di tingkat lokal yang berafiliasi dengan MUI menggunakan retorika yang dipandang sebagai intoleran oleh kelompok agama minoritas-minoritas, termasuk berbagai fatwa yang menyatakan bahwa Syiah dan Ahmadiyah adalah kelompok sesat.  Pengurus MUI nasional tidak menanggapi atau tidak menolak para tokoh MUI lokal yang mengeluarkan fatwa-fatwa seperti itu.  Pada bulan Agustus, Konferensi Nasional MUI mengeluarkan rekomendasi agar Kemenag selalu berkonsultasi dengan MUI sebelum mengambil keputusan terkait  isu-isu yang berkaitan dengan Ahmadiyah, Syiah dan Baha’i.  Pada bulan Maret, MUI Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, menyatakan  kelompok agama  Hakekok Balatasutak sesat  , menyimpang  dan menyatakan  para anggotanya harus menjalani konseling untuk kembali ke jalan agama yang benar.  Setelah perusakan masjid Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, di bulan September, MUI setempat menandatangani kesepakatan dengan FKUB setempat untuk “merangkul” komunitas Ahmadiyah setempat untuk memastikan bahwa mereka kembali pada ajaran  Islam yang benar.

 

Pada tanggal 12 Agustus, Muhammad Roin, ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) cabang Jawa Barat, menyatakan bahwa “Syiahisme” bukanlah bagian dari Islam dan  sekte yang menyimpang.  Dia menyerukan pemerintah setempat dan kepolisian di Jawa Barat untuk menghentikan rencana apa pun dari Syiah untuk memperingati Asyura.

 

Berdasarkan laporan tahunan Setara Institute mengenai kebebasan beragama di negara ini, para aktor non-negara melakukan 185 tindakan yang menghalangi kebebasan beragama pada tahun 2020, meningkat dari 168 tindakan pada tahun 2019.  Tindakan-tindakan ini termasuk 62 kasus intoleransi, 32 kasus penistaan, 17 kasus penolakan pembangunan rumah ibadah, dan delapan kasus pelarangan  ibadah.

 

Pada tanggal 3 Juni, ratusan anggota Nahdlatul Ulama di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengadakan unjuk rasa menentang pembangunan sebuah masjid di komunitas mereka yang berafiliasi dengan Muhammadiyah.  Tidak lama setelah itu, ketua Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah setempat bertemu dan secara terbuka menyatakan bahwa mereka telah menyelesaikan sengketa itu.  Beberapa poin dari pertemuan Nadhlatul Ulama dan Muhammadiyah termasuk kesepakatan bahwa Muhammadiyah melengkapi persyaratan administrasi untuk pembangunan masjid dan kedua pihak mendorong komunikasi antar para pengikut mereka di tingkat lokal.

 

Pada tanggal 20 September, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengirimkan surat kepada semua lembaga yang berkaitan dengan Nahdlatul Ulama untuk menghentikan semua program dan proyek kerja sama dengan dua organisasi internasional, American Jewish Committee dan Institute for Global Engagement, dan juga  Institut Leimena, sebuah lembaga kajian Kristen yang berkantor di Indonesia.  Tidak ada alasan yang diberikan dalam surat sehubungan dengan keputusan itu.  Para aktivis melaporkan pandangan mereka bahwa surat tersebut  melemahkan kebebasan beragama, dan dipelopori oleh faksi-faksi tertentu dalam NU yang memandang tindakan-tindakan organisasi agama minoritas ini  “mengganggu” tatanan sosial negara ini,  Hingga akhir tahun ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama belum secara terbuka memberikan alasan mengapa surat itu dikeluarkan.

 

Teori konspirasi yang mengkambinghitamkan orang Yahudi untuk pandemi COVID-19 menyebar luas secara daring, mendorong Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD untuk membuat pernyataan  bahwa pandemi COVID-19 bukanlah akibat dari konspirasi Yahudi.  Mahfud menjelaskan bahwa bahkan sejumlah akademisi dan dosen mengulang teori konspirasi ini dan dia ingin menghentikan penyebarannya karena mengganggu upaya penanggulangan pandemi.

 

Situs-situs berita Kristen melaporkan bahwa sekitar 12 murid  sekolah dasar, berusia 9 hingga 12 tahun, melakukan tindakan perusakan terhadap sebuah tempat pemakaman Kristen di Solo (Surakarta), Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 21 Juni.  Menurut otoritas setempat, anak-anak ini bersekolah di dekat tempat pemakaman itu.

 

Pada tanggal 10 Juni, penduduk Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menolak rencana untuk mengubah rumah menjadi gereja di lingkungan mereka.  Media melaporkan bahwa salah satu tokoh masyarakat setempat menolak rencana itu karena pemilik rumah tidak meminta izin terlebih dahulu dari komunitas setempat yang mayoritas Muslim sebelum menjalankan rencana itu.

Yohanes Kasmin, pemimpin  jemaat yang meminta perubahan tersebut, mengatakan bahwa sengketa itu  akibat dari salah paham dan sejak berdirinya, kongregasi  tidak pernah memiliki tempat ibadah yang permanen.

 

Pada bulan April, masyarakat Kristen, Hindu dan Budha di Kabupaten Blitar, Jawa Timur bergabung dengan umat Muslim setempat, untuk membantu pendirian sebuah masjid.  masyarakat setempat menyatakan kepada media  bahwa komunitas mayoritas Hindu di daerah tersebut  mempunyai riwayat  panjang  terkait kerja sama lintas agama.

 

Berdasarkan survei di bulan Mei oleh Saiful Mujani Research and Consulting, sebuah lembaga poling opini publik, 88 persen orang Indonesia tahu tentang konflik Israel dan Palestina, dan  65 persen responden setuju bahwa konflik itu adalah antara Yudaisme dan Islam, 14 persen tidak setuju, dan 22 persen mengatakan tidak tahu.

 

Banyak kelompok agama dan LSM yang besar dan berpengaruh, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, secara resmi mendukung dan mengadvokasi toleransi, pluralisme dan perlindungan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai kesempatan.  Pada bulan Juli, Katib Aam Syuriah Nahdlatul Ulama dan World Evangelical Alliance menandatangani pernyataan kerja sama untuk membentuk hubungan kerja sama guna mendorong solidaritas dan penghormatan antar budaya.

 

Menurut laporan “Who Cares About Free Speech” oleh Future of Free Speech, sebuah proyek kolaborasi antar organisasi-organisasi LSM dan akademis, hanya 26 persen warga negara  yang disurvei pada bulan Februari mendukung kebebasan berpendapat  yang menyinggung agama, sementara 74 persen lainnya setuju bahwa pemerintah boleh mencegah orang dari mengatakan hal-hal yang menyinggung  agama.

 

Berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting pada bulan September  , 16 persen  dari total responden menunjukkan dukungan terhadap pemerintahan yang berdasarkan ajaran Islam, sementara 77 persen mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh berdasarkan pada agama tertentu.

 

Indeks Kerukunan Umat  Beragama  Kemenag  tahun 2020 menunjukkan penurunan kerukunan  agama antara 2019 dan 2020.  Indeks itu menggunakan sebuah survei terhadap 1.220 responden di 34 provinsi untuk mengukur kerukunan lintas agama  meliputi tiga aspek:   toleransi, kesetaraan dan solidaritas.  Indeks menggunakan nilai dari 0 hingga 100 di mana 100 adalah paling harmonis. Skor nasional 2020 adalah 67,46, turun dari 73,83 di tahun 2019.  Sebuah paper kebijakan Kemenag menyebutkan empat alasan yang mungkin untuk penurunan ini:  meningkatnya prasangka terhadap kelompok-kelompok yang berbeda, khususnya terhadap para penganut aliran kepercayaan, Muslim Ahmadiyah dan Syiah serta ateis; penurunan dalam sub-indeks toleransi, di mana 38 persen menyatakan mereka akan terganggu jika ada tempat ibadah agama lain yang dibangun dekat mereka; penurunan dalam sub-indeks kesetaraan, di mana 36 persen responden mengungkapkan bahwa mereka tidak akan mendukung orang yang berbeda agama untuk menjadi presiden; dan penurunan pada indeks solidaritas, di mana 36 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak akan mendukung orang-orang yang beragama lain melakukan acara atau perayaan keagamaan.  Berdasarkan survei itu, lebih dari 50 persen responden mengatakan tidak pernah mempunyai kontak langsung dengan orang-orang yang beragama berbeda.

 

Pada tanggal 20 Desember, Kemenag mengumumkan hasil Indeks Kerukunan Umat Beragama 2021, di mana secara keseluruhan skor kerukunan  telah naik ke 72,39.

 

Bagian IV.  Kebijakan dan Keperansertaan  Pemerintah A.S.

 

Duta Besar, Charge d’Affaires, para pejabat kedutaan dan pejabat dari Konsul Jenderal di Surabaya dan Konsulat di Medan secara teratur berperanserta  dengan semua tingkatan pemerintahan dalam isu-isu kebebasan beragama.  Isu-isu yang didiskusikan antara lain tindakan-tindakan terhadap minoritas agama, penutupan tempat-tempat ibadah, akses untuk organisasi-organisasi keagamaan asing, vonis untuk penistaan dan pelecehan agama.  Mereka juga membicarakan pengaruh yang “tidak semestinya” dari kelompok-kelompok intoleran, pentingnya supremasi hukum, penerapan hukum syariah bagi warga non-Muslim, pentingnya pendidikan dan dialog lintas agama dalam mempromosikan toleransi, perlindungan yang setara bagi semua warga negara tanpa memandang agama atau kepercayaan, serta mempromosikan  toleransi di forum-forum internasional.

 

Pada tanggal 22 Februari, Kuasa Usaha (Charge d’Affaires) memberikan sambutan dengan penekanan pada  kebebasan dan toleransi beragama pada ulang tahun ke 43 Masjid Nasional Istiqlal, sebuah acara yang dihadiri oleh Wakil Presiden, para menteri dan berbagai pejabat teras pemerintahan.

 

Pada tanggal 9 April, seorang pejabat dari Kantor Urusan Kebebasan Beragama Departmen Luar Negeri  memberikan sambutan yang berfokus pada kebebasan beragama dan pluralisme dalam sebuah seminar MUI yang berjudul “Reading the Direction of U.S. President Joe Biden’s Policy Regarding Muslims and the Islamic World,” bersama dengan sejumlah cendekiawan Muslim senior.

 

Pada tanggal 15 Desember, Duta Besar menyampaikan sambutan mengenai pentingnya kebebasan beragama dan toleransi, serta menyerukan penghentian kekerasan terhadap Muslim Ahmadiyah dan Syiah, dalam sebuah acara MUI yang berjudul “International Webinar on Human Rights in Various Perspectives and the Launching of MUI Human Rights School.”  Pembicara-pembicara lain dalam acara itu termasuk Menteri Agama Yaqut Qoumas , Ketua MPR Bambang Soesatyo, dan Wakil Menteri Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia Edward Hiariej.

 

Pada bulan Februari, Kedutaan Besar mulai bekerja bersama prakarsa Voice of Istiqlal dari Masjid Nasional Istiqlal, yang berusaha mempromosikan  toleransi dan keberagaman , dialog lintas iman dan kesetaraan gender di Indonesia dan  internasional.  Kedutaan besar memberikan pelatihan bahasa dan teknis kepada para staf Voice of Istiqlal.  Segera setelah pelatihan dimulai, Voice of Istiqlal mengundang dan menyiarkan secara daring sebuah dialog lintas agama  dengan para pemimpin agama Islam , Kristen, Hindu, Budha dan Khonghucu  pada bulan September guna  membahas pentingnya kerja sama lintas agama  dalam membantu menanggulangi pandemi COVID-19.  Acara termasuk sambutan dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Gomar Gultom dan Imam Besar Nasaruddin Umar.

 

Pada bulan Maret, Kedutaan Besar bersama dengan Srikandi Lintas Iman yang berkantor di Yogyakarta menyelesaikan sebuah proyek untuk mempromosikan pluralisme agama melalui pendidikan anak usia dini dan melalui penggunaan  media sosial di antara kaum perempuan.  Proyek ini menyediakan pelatihan kepada 57 guru dari berbagai sekolah di Yogyakartaserta 59 pemimpin agama perempuan.  Konten yang mendorong kebebasan dan toleransi beragama  dibuat sebagai bagian dari komponen media sosial dari proyek yang  menjangkau lebih dari 130.000 orang.

 

Pada tanggal 30 September, Kedutaan Besar bersama dengan Asia Foundation menyelesaikan proyek sebesar 11,5 juta dolar AS yang melibatkan berbagai lembaga bantuan hukum untuk membela  hak asasi manusia dan kebebasan beragama di enam provinsi ( termasuk semua provinsi di pulau Jawa) kecuali Banten dan Papua.  Kedutaan Besar mendukung para mitra ini dalam penyusunan  dokumen karya ilmiah advokasi untuk penjangkauan terkait peraturan-peraturan yang mendiskriminasikan minoritas agama, meningkatkan kapasitas mereka untuk mewakili kelompok-kelompok agama minoritas dalam kasus-kasus hukum, melakukan kampanye publik strategis untuk membangun keterlibatan masyarakat sipil yang lebih luas guna menghadapi intoleransi, serta  penerbitan laporan berkala mengenai pelanggaran kebebasan beragama.  Proyek ini diperkirakan sudah membantu menyediakan bantuan hukum kepada 240.000 orang dari komunitas-komunitas yang terpinggirkan.

 

Kedutaan Besar melanjutkan proyek sebesar 24,44 juta dolar yang bertujuan untuk mengembangkan alat-alat dan sistem yang lebih efektif untuk meningkatkan toleransi beragama.  Proyek ini bermitra dengan para pejabat pemerintah di tingkat nasional dan lokal, OMS-OMS, universitas-universitas, lembaga-lembaga penelitian, serta gerakan-gerakan akar rumput yang berfokus pada mempromosikan kebebasan beragama dan toleransi.

 

Kedutaan Besar melanjutkan proyek kegiatan senilai  3,3 juta dolar untuk mempromosikan toleransi beragama dan pluralisme di kalangan siswa-siswi sekolah menengah atas  Dalam kemitraan dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, proyek ini bertujuan untuk merancang dan menjalankan kurikulum seni dan budaya yang inovatif di kecamatan-kecamatan terpilih  guna  meningkatkan ketahanan komunitas terhadap intoleransi beragama.

 

Selama Ramadhan, kedutaan besar dan konsulat-konsulat melakukan kampanye penjangkauan secara luas di media cetak dan  elektronika serta di media sosial terkait  toleransi beragama, diperkirakan menjangkau 100 juta orang Indonesia.  Charge d’Affaires atau Kuasa Usaha tampil di Amanah Wali 5, salah satu serial sinetron yang paling tinggi peringkatnya di negara ini, di mana dia mengunjungi sebuah pasar “buatan”  untuk belajar mengenai tradisi orang Indonesia dan berbincang tentang   toleransi dan keberagaman.    Para pejabat kedutaan tampil di acara-acara televisi, radio dan daring, dan juga dalam wawancara-wawancara dengan media massa guna membagikan pengalaman mereka merayakan Ramadhan di negara itu dan pendekatan Amerika Serikat terkait  pluralisme dan kebebasan beragama.  Kedutaan Besar menyelenggarakan serangkaian acara daring dan membantu publikasi artikel di media massa   tentang orang-orang Indonesia yang pernah tinggal di Amerika Serikat dan  juga pengalaman mereka dalam hal kebebasan beragama dan pluralisme di sana.

 

Duta Besar dan Kuasa Usaha bertemu secara berkala dengan para pemimpin dua organisasi Muslim terbesar negara ini, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, untuk membahas toleransi beragama dan pluralisme serta  lebih mengembangkan bidang-bidang kerja sama.

 

Para pejabat kedutaan bertemu secara berkala dengan rekan sejawat mereka dari kedutaan-kedutaan lainnya untuk membahas dukungan  terhadap kebebasan beragama dan kepercayaan serta untuk saling bertukar informasi dalam bidang-bidang yang menjadi perhatian, program-program yang dijalankan  serta bidang-bidang yang memungkinkan untuk  bekerja sama.

 

Kedutaan mensponsori empat warga Indonesia untuk mengikuti program virtual terkait kebebasan beragama dan pluralisme.  Dalam program lima minggu tersebut, para peserta bertemu dengan para pemimpin berbagai agama di Amerika Serikat  untuk berdiskusi tentang  peranpemuka agama dalam masyarakat mereka masing-masing serta  mengembangkan ide-ide kerja sama dengan para pemimpin dari agama yang sama atau yang berbeda untuk tujuan bersama bagi masyarakat.

 

Pada tanggal 7 Mei, Kedutaan menyelenggarakan sebuah diskusi mengenai “Community Building in Islam” (Pembangunan Komunitas dalam Islam), yang menampilkan para pembicara dari Indonesia dan Amerika Serikat, termasuk Imam Besar Masjid Nasional Istiqlal Nasaruddin Umar, yang membahas bagaimana para pemuka agama dapat membantu membangun masyarakat tanpa memandang latar belakang agama.

 

Pada tanggal 25 Agustus, Kedutaan menyelenggarakan sebuah talk show secara virtual dengan judul “Fostering Diversity and Tolerance among Youth” (Membina Kebhinekaan dan Toleransi di kalangan Remaja) yang menampilkan para alumni program pertukaran Amerika Serikat.  Diskusi dalam acara itu berfokus pada bagaimana kaum muda Indonesia mempersepsikan pluralisme, dan bagaimana mereka mengalami diskriminasi berdasarkan agama, etnis, dan pengelompokan ras, serta  upaya-upaya  mengatasi kesenjangan-kesenjangan ini.

 

Kedutaan memposting  sambutan dan komentar mengenai kebebasan beragama dari Menteri Luar Negeri, Asisten Menlu untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, serta pejabat tinggi pemerintahan lainnya yang sudah diterjemahkan   di situs web Kedutaan.  Kedutaan juga membuat grafik untuk media sosial dan mengirim informasi kepada para jurnalis setempat untuk mendorong mereka meliput isu-isu ini.