INDONESIA: Tingkat 2
Pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya dapat memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan orang; pemerintah tengah mengerahkan upaya yang signifikan guna mewujudkannya. Pemerintah Indonesia menunjukkan upaya yang lebih baik dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya dan oleh karena itu Indonesia tetap berada di Tingkat 2. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan peningkatan upaya dengan melakukan lebih banyak penyelidikan, penuntutan, penjatuhan hukuman kepada para pelaku perdagangan manusia, dan identifikasi lebih banyak korban dibandingkan tahun sebelumnya. Pemerintah Indonesia juga telah memulangkan dan memberikan layanan kepada lebih banyak warga negara Indonesia yang menjadi korban di luar negeri; menerapkan peraturan baru untuk mencegah perdagangan manusia di industri perikanan; bernegosiasi dengan sektor swasta dalam usaha mengurangi kerentanan para pekerja Indonesia di luar negeri; serta mengadakan pelatihan untuk para pegawai pemerintah dan aparat penegak hukum. Pemerintah Indonesia menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada seorang pejabat imigrasi pada Juni 2017 berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tahun 2007 . Meski demikian, pemerintah Indonesia tidak memenuhi standar minimum di beberapa bidang yang menjadi perhatian utama. Tindak korupsi yang menjadi endemik di kalangan pejabat masih berlangsung menghambat upaya pemberantasan perdagangan orang dan memungkinkan para pelaku perdagangan manusia bebas beroperasi tanpa jerat hukum. Undang-Undang TPPO tahun 2007 memuat syarat penglibatan kekerasan, tipuan, atau paksaan pada kasus perdagangan seks anak yang dinilai tidak konsisten dengan hukum internasional. Kurangnya pengetahuan pejabat tentang indikator-indikator dan peraturan terkait perdagangan manusia menghalangi upaya identifikasi korban secara proaktif di antara populasi yang rentan dan menghambat upaya penegakan hukum.
REKOMENDASI UNTUK INDONESIA
Perlunya peningkatan upaya penyelidikan, penuntutan, dan penjatuhan hukuman bagi pejabat publik yang korup dan sengaja mengabaikan, memfasilitasi, atau terlibat dalam kejahatan perdagangan orang; mengubah Undang-Undang TPPO tahun 2007 untuk menghapus syarat penggunaan kekerasan, tipuan, atau paksaan untuk pengusutan kasus perdagangan seks anak; meningkatkan upaya yang efektif untuk mengawasi agen dan perantara perekrutan tenaga kerja serta menyelidiki, menuntut, dan menghukum pelaku perdagangan manusia; memperbaiki prosedur untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok rentan yang berpotensi menjadi korban perdagangan manusia, antara lain pekerja migran yang sudah kembali ke kampung halaman, orang yang terlibat dalam kegiatan prostitusi, dan awak kapal penangkap ikan; melatih staf Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan pengawas ketenagakerjaan tentang identifikasi korban dan prosedur rujukan; menyediakan pelatihan untuk para hakim, jaksa, polisi, dan pekerja sosial; mengambil langkah untuk menghapus biaya yang dibebankan oleh agen perekrut tenaga kerja kepada para calon pekerja; secara proaktif menawarkan layanan reintegrasi bagi yang teridentifikasi sebagai korban; menggalakkan kampanye migrasi aman dan legal yang disertai dengan langkah-langkah pencegahan terjadinya perdagangan manusia; meningkatkan sumber daya Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang serta meningkatkan koordinasi antar kementerian; menciptakan sistem pengumpulan data di semua tingkatan penegakan hukum untuk melacak upaya pemberantasan perdagangan manusia; melatih pegawai rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan lainnya mengenai ketentuan yang menjamin perawatan korban perdagangan manusia yang didanai oleh pemerintah; dan menciptakan protokol nasional yang bertugas memperjelas peran pemerintah daerah dan dinas terkait untuk memperkarakan kasus perdagangan manusia di luar provinsi asal korban.
PENUNTUTAN
Pemerintah Indonesia telah meningkatkan upaya penegakan hukum. Undang-Undang TPPO tahun 2007 mengkriminalisasi segala bentuk kejatahan yang melibatkan perdagangan tenaga kerja dan perdagangan seks dewasa dengan jerat hukuman tiga hingga 15 tahun penjara. Hukuman tersebut dinilai cukup berat dan sepadan dengan hukuman yang ditetapkan untuk pidana berat lainnya, seperti pemerkosaan. Berbeda dengan hukum internasional, undang-undang ini mensyaratkan penggunaan kekerasan, tipuan, atau paksaan untuk menyatakan kejahatan terkait perdagangan seks anak, sehingga tidak semua bentuk perdagangan seks anak dapat dikriminalisasi.
Pejabat korup dilaporkan terus memfasilitasi penerbitan dokumen-dokumen palsu, menerima suap untuk mengizinkan perantara (broker) untuk memindahkan para migran menyebrangi perbatasan, melindungi lokasi terjadinya perdagangan seks, tidak melakukan pengawasan yang sepatutnya terhadap agen-agen perekrutan, dan menghalangi penegakan hukum serta proses pengadilan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku. Namun, pemerintah Indonesia telah menghukum seorang pegawai imigrasi berdasarkan Undang-Undang TPPO tahun 2007 dan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara pada Juni 2017.
Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ASEAN Melawan Perdagangan Orang, Khususnya Perempuan dan Anak-anak, yang ditetapkanmelalui Undang-Undang No.12/2017. Undang-undang tersebut memperluas kewenangan pemerintah untuk mengusut tersangka yang terlibat perekrutan ilegal dan memberikan dasar hukum bagi penegak hukum di Indonesia untuk bekerja sama dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Para pejabat pemerintah melaporkan tidak efektifnya koordinasi antara polisi, saksi, jaksa, dan hakim telah menghambat upaya pemerintah untuk menyelidiki, menuntut, dan menghukum para pelaku, terutama ketika pada kasus yang melibatkan sejumlah wilayah yuridiksi atau negara lain. Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang Kepolisian Republik Indonesia tidak memiliki mekanisme untuk melacak investigasi di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten, sehingga mempersulit mereka dalam menentukan total jumlah investigasi dan kasus yang terselesaikan. Polisi melaporkan 123 penyelidikan kasus perdagangan manusia baru pada 2017, naik dibandingkan 110 pada 2016. Kepolisian Republik Indonesia telah menyerahkan 51 berkas kasus ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada 2017. Mahkamah Agung menerapkan mekanisme pengdokumentasian tuntutan yang komprehensif, namun perbedaan statisik terus berlanjut sebagai akibat dari kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum karena praktik pengawasan informal mandiri lembaga itu sendiri masih belum berkembang. Mahkamah Agung melaporkan 407 penuntutan kasus perdagangan orang baru selama tahun 2017, meningkat bila dibandingkan dengan 263 tuntutan pada tahun sebelumnya yang merupakan hasil dari pengumpulan data yang semakin membaik. Mahkamah Agung juga melaporkan 324 putusan, lebih tinggi dibanding 190 putusan pada tahun sebelumnya dengan masa hukuman berkisar dari dua setengah hingga tujuh tahun.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menyelenggarakan pelatihan kepada 580 calon jaksa dan berkoordinasi dengan LSM untuk menyusun buku panduan tentang perdagangan manusia bagi pejabat penegak hukum. Kementerian lain juga memberikan pelatihan untuk aparat penegak hukum di sembilan provinsi termasuk 22 kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), serta 71 anggota Satuan Tugas 115.
PERLINDUNGAN
Pemerintah Indonesia menaruh perhatian pada upaya-upaya perlindungan. Walaupun pejabat pemerintah pusat tidak mengumpulkan data secara komprehensif, mereka telah mengidentifikasi 5.801 korban. Komisi Perlindungan Anak secara resmi mengidentifikasi 293 anak yang diduga sebagai korban perdagangan anak. Namun demikian, pemerintah tidak melaporkan apakah identifikasi tersebut mengarah pada investigasi atau penyediaan layanan perlindungan korban. LSM lokal memperkirakan ada sebanyak 80.000 anak dieksploitasi untuk perdagangan seks pada 2017.
Rancangan undang-undang tentang perlindungan tenaga kerja domestik di Indonesia mashi berada di Badan Legislatif DPR. Sebuah organisasi internasional melaporkan bahwa korban perdagangan manusia sering kali tidak mengetahui adanya layanan reintegrasi pemerintah, termasuk pelatihan tentang cara memulai usaha kecil, dan layanan tindak lanjut bagi korban yang telah meninggalkan tempat penampungan namun masih belum bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bertanggung jawab untuk mendanai perawatan kesehatan korban secara cuma-cuma di rumah sakit milik Kepolisian Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan telah melatih petugas rumah sakit untuk menyediakan layanan kesehatan kepada para korban perdagangan manusia dan tindak kekerasan di 12 provinsi selama 2017, termasuk perawatan fisik dan psikologi yang dilakukan oleh paramedis dan petugas layanan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit.
Sistem pengaduan di Pusat Krisis milik Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menerima 4.475 pengaduan dari pekerja yang ditempatkan di luar negeri, termasuk 71 kasus yang dipastikan sebagai perdagangan manusia dan 2.430 kasus yang memiliki indikator perdagangan manusia. Meski pemerintah dilaporkan telah memulai penyelidikan berdasarkan pengaduan-pengaduan tersebut, pemerintah tidak melaporkan hasilnya. Sebanyak tujuh kementerian telah bersama-sama menyelesaikan pembuatan formulir untuk mengidentifikasi korban perdagangan orang bagi staf di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri . Formulir ini akan digunakan sebagai rujukan dalam penyelidikan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Pada bulan Mei 2017, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dengan didukung oleh KBRI di Kuala Lumpur menggunakan formulir tersebut untuk mengidentifikasi 40 warga negara Indonesia korban perdagangan manusia. Pemerintah telah memulangkan 340 korban perdagangan manusia dari luar negeri, lebih rendah dibandingkan dengan 602 korban pada 2016. Pemerintah menyediakan tempat penampungan sementara bagi korban-korban yang kembali dari luar negeri dan memberikan bantuan reintegrasi. Pemerintah kemudian mengarahkan mereka ke lembaga-lembaga pemerintahan setempat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah memberikan bantuan hukum kepada sekitar 257 korban perdagangan manusia, dibandingkan 165 korban pada 2016. Sejumlah lembaga memberikan bantuan hukum dengan tingkatan yang berbeda-beda sesuai dengan catatan protokol yang terdokumentasikan, namun jumlah total penerima bantuan tersebut tidak diketahui. Pada bulan Agustus 2017, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Pedoman tersebut menjelaskan secara spesifik bahwa hakim harus melindungi korban perempuan selama tahap pemeriksaan perkara, pengambilan putusan, dan uji materi dengan mempertimbangkan kesetaraan gender dan trauma psikologi. Surat Keputusan tersebut juga memuat pedoman pencegahan agar tidak menambah trauma korban dengan mengizinkan kesaksian melalui video. Pemerintah memfasilitasi pembayaran ganti rugi bagi 54 korban selama tahun 2017.
Tidak ada laporan dari pemerintah tentang korban yang dihukum karena tindakan kriminal yang dilakukannya saat menjadi korban perdagangan orang. Upaya yang tidak memadai untuk memeriksa kelompok yang rentan sesuai indikator kejahatan perdagangan orang, termasuk pada saat razia penangkapan orang-orang dalam bisnis prostitusi atau pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal, dapat mengakibatkan korban-korban yang tidak teridentifikasi terkena proses hukum. Pemerintah tidak menyediakan alternatif hukum untuk korban berkewarganegaraan asing yang dipindahkan ke negara lain dimana mereka mungkin menghadapi kesulitan atau masalah hukuman.
PENCEGAHAN
Pemerintah meningkatkan upaya-upaya guna mencegah perdagangan orang. Gugus Tugas TPPO di tingkat nasional sudah membentuk 32 satuan tugas tingkat provinsi dan 191 satuan tugas tingkat kabupaten dan kota. Gugus Tugas TPPO mengadakan pertemuan di tiga provinsi yang dihadiri oleh pejabat-pejabat dari 33 provinsi dan berakhir pada Desember 2017 dengan menghasilkan evaluasi Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RAN PTPPO). Namun demikian, minimnya dana dan kurangnya koordinasi internal dan antar satuan tugas daerah dengan Gugus Tugas tingkat nasional kadang menghambat kegiatan pemberantasan perdagangan manusia.
Pada Oktober 2017, pemerintah mengesahkan perubahan terhadap Undang-Undang Pekerja Migran Indonesia yang memuat pedoman hukuman tambahan untuk kejahatan terkait perekrutan ilegal serta membatasi peran agen perekrutan dan penempatan swasta dengan mencabut wewenang mereka untuk mengurus dokumen perjalanan calon pekerja migran.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Penang, Malaysia, bernegosiasi untuk membuat perjanjian dengan beberapa perusahaan Malaysia dalam rangka penerapan sistem pembayaran melalui fasilitas perbankan elektronik untuk mengurangi kerentanan pekerja migran terhadap eksploitasi atau pemerasan.
Untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada nelayan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai memberlakukan beberapa peraturan baru untuk memerangi perdagangan manusia. Peraturan-peraturan tersebut mewajibkan perusahan perikanan Indonesia untuk mematuhi standar perlindungan hak asasi manusia internasional, seperti kesehatan dan keamanan kerja, rekrutmen, dan keamanan, dan kepatuhan ini menjadi syarat untuk mendapatkan izin penangkapan ikan. KKP juga mulai mengharuskan perusahaan perikanan untuk memasukkan peraturan tersebut ke dalam kebijakan internal dan kebijakan hukum perusahaan. Sebuah peraturan tambahan KKP yang memungkinkan pemerintah untuk menerapkan kontrak kerja terstandarisasi bagi nelayan Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan domestik dan asing yang beroperasi baik di perairan Indonesia maupun internasional.
Pemerintah bekerjasama dengan dua LSM lokal mengimplementasikan program penanganan perdagangan anak “Count Every Child Project” untuk , ,” untuk memastikan agar anak-anak diberi dokumen identitas seperti akta kelahiran yang dapat mengurangi kerentanan mereka terhadap perdagangan manusia. Sebuah penelitian Bank Dunia baru-baru ini menyimpulkan bahwa tingginya jumlah pekerja migran yang berdokumen sebagian merupakan hasil dari prosedur pendaftaran birokrasi yang berbelit-belit. Birokrasi semacam ini telah mendorong calon pekerja migran untuk mencari perantara ilegal demi mendapat dokumen perjalanan dan visa untuk ke luar negeri.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memperluas upayanya untuk menjangkau pekerja rumah tangga yang mencari pekerjaan di luar negeri dengan pelatihan khusus berupa keterampilan pekerjaan rumah tangga dan pedoman tentang cara menghindari pelaku perdagangan manusia dan perantara yang tidak memiliki izin. Pekerja rumah tangga yang bekerja di Indonesia juga mendapat pelatihan dari Asosiasi Pelatihan dan Penempatan Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia (APPSI). Pada 2017, Kantor Imigrasi Batam menolak 511 permohonan paspor dari mereka yang berniat menggunakan paspor tersebut untuk bekerja di luar negeri secara ilegal. Selain itu, Kemnaker melaporkan bahwa mereka berhasil menggagalkan kepergian 1.310 pekerja asing dan mencabut izin sebuah agen rekrutmen.
Pada Desember 2017, Kemlu meluncurkan kembali Aplikasi Safe Travel, yang memungkinkan kementerian tersebut untuk melacak identitas dan informasi pekerjaan pekerja migran di luar negeri. Aplikasi tersebut memiliki tombol panik yang memungkinkan kelompok pekerja migran rentan di luar negeri untuk meminta bantuan pihak berwajib setempat ketika berada dalam kesulitan. Aplikasi ini juga berisi informasi KJRI dan KBRI di seluruh dunia.
Walaupun Pemerintah Indonesia masih melanjutkan moratorium penempatan tenaga kerja ke 21 negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, Indonesia dan Arab Saudi mencapai kesepakatan pada Oktober 2017 untuk mengizinkan pekerja migran Indonesia untuk mengajukan permohonan visa di sektor pekerjaan domestik dan mengumumkan mekanisme perlindungan 24 jam yang memungkinkan pekerja untuk mencari bantuan perihal perubahan kontrak. Jaminan hukum yang baik dalam hal pencarian kerja di Arab Saudi telah mendorong pekerja migran untuk tidak mencari bantuan perekrut ilegal dan menjadi korban perdagangan manusia.
Kementerian Luar Negeri melakukan program kampanye kesadaran publik di delapan wilayah sumber pekerja migran dan di Tiongkok. Kementerian tersebut juga menyelenggarakan 10 acara bincang di radio dan mendistribusikan materi cetak ke 16 kabupaten di Indonesia. Kementerian Pariwisata mengadakan kampanye kesadaran publik untuk mencegah pariwisata seks dan memulai program pemberdayaan masyarakat untuk mencegah terjadinya eksploitasi seks terhadap perempuan dan anak-anak. Pemerintah juga bekerja sama dengan 10 universitas untuk menyebarluaskan informasi mengenai migrasi yang aman kepada mereka yang sedang mencari pekerjaan di luar negeri; lebih dari 2.500 mahasiswa mengikuti sesi informasi tersebut.
Pemerintah telah menyediakan pelatihan anti-perdagangan orang untuk personil militer sebelum bertugas ke luar negeri untuk misi perdamaian internasional, dan memberikan pelatihan mengenai identifikasi korban perdagangan orang dan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri untuk personil diplomatik.Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) bermitra dengan Afrika Selatan untuk menciptakan program percontohan guna membantu warga Indonesia yang bekerja di kapal penangkapan ikan milik asing. Program ini mendukung pengumpulan data melalui sebuah forum yang didedikasikan untuk nelayan Indonesia dan dimaksudkan untuk membantu Kemenlu mengawasi nelayan Indonesia yang bekerja di luar negeri guna mencegah terjadinya perdagangan manusia. Pemerintah berencana untuk memperluas cakupan program hingga Mauritius dan negara-negara lainyang banyak dikunjungi nelayan asal Indonesia.
PROFIL PERDAGANGAN MANUSIA
Seperti dilaporkan lima tahun sebelumnya, Indonesia merupakan salah satu negara asal utama dan pada tataran tertentu menjadi negara tujuan serta transit bagi laki-laki, perempuan, dan anak-anak Indonesia untuk menjadi pekerja paksa dan korban perdagangan seks. Seluruh provinsi (34 provinsi) di Indonesia merupakan daerah asal sekaligus tujuan perdagangan orang. Pemerintah memperkirakan sekitar 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri—kebanyakan dari mereka adalah perempuan—tidak memiliki dokumen atau telah tinggal melewati batas izin tinggal. Situasi ini meningkatkan kerentanan mereka terhadap perdagangan orang. Jumlah sebenarnya jauh lebih besar mengingat banyaknya buruh migran yang secara turun temurun mengelak untuk memenuhi persyaratan penempatan dan izin bekerja ke luar negeri yang diterbitkan oleh pemerintah, yang kerap dilakukan atas hasutan pelaku perdagangan orang.
Banyak warga Indonesia dieksploitasi menjadi pekerja paksa dan terlilit hutang di Asia dan Timur Tengah, terutama di sektor pekerja rumah tangga, buruh pabrik, pekerja konstruksi, pekerja manufaktur, perkebunan kelapa sawit di Malaysia, dan kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Malaysia tetap menjadi tujuan utama bagi pekerja migran Indonesia; pemerintah memperkirakan lebih dari satu juta dari 1,9 juta pekerja Indonesia yang berstatus tidak resmi berada di Malaysia.Perempuan Indonesia dewasa dan remaja menjadi sasaran perdagangan seks, terutama di Malaysia, Taiwan, dan Timur Tengah. Pekerja rumah tangga merupakan mata pencaharian terbanyak yang dilakukan oleh perempuan Indonesia yang bekerja di Indonesia maupun di Singapura, Malaysia, Hong Kong dan Timur Tengah, namun mereka tidak dianggap sebagai pekerja formal dan tidak dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan setempat. Jam kerja yang berlebihan, tidak adanya kontrak kerja resmi, dan gaji yang tidak dibayar adalah beberapa perlakuan tidak wajar yang paling umum dihadapi oleh asisten rumah tangga asal Indonesia.
LSM memperkirakan perekrut tenaga kerja bertanggung jawab atas lebih dari separuh kasus perdagangan perempuan Indonesia di luar negeri. Pekerja migran kerap menerima akumulasi utang dalam jumlah besar dari perusahaan perekrutan tenaga kerja Indonesia dan asing serta membuat mereka rentan terhadap jeratan utang. Sebagian perusahaan memanfaatkan kesempatan ini dengan memberi jeratan utang, menahan dokumen, dan mengancam dengan kekerasan agar pekerja tetap melakukan kerja paksa. Korupsi endemik di kalangan pejabat pemerintahan memfasilitasi praktik-praktik yang berkontribusi terhadap kerentanan perdagangan manusia di industri perjalanan, perhotelan, dan perekrutan tenaga kerja.
Di Indonesia, laki-laki, perempuan, dan anak-anak dieksploitasi untuk kerja paksa di bidang penangkapan ikan, pengolahan ikan, dan konstruksi; di perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit; serta di pertambangan dan manufaktur. Banyak peremupuan dewasa dan remaja dieksploitasi di sektor rumah tangga dan perdagangan seks. Korban seringkali direkrut dengan iming-iming penawaran kerja di restoran, pabrik, atau menjadi asisten rumah tangga tetapi kemudian dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK). Jeratan utang sangat lazim dialami para korban perdagangan seks. Perempuan dewasa dan remaja dijadikan pekerja seks di sekitardaerah operasi pertambangan di provinsi Maluku, Papua, dan Jambi. Wisata seks anak banyak ditemui di Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura, dan Bali adalah destinasi para turis Indonesia yang bepergian dengan tujuan pariwisata seks anak.
Nelayan Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing melaporkan perlakuan buruk yang berkepanjangan, praktik kerja paksa, gaji yang tidak dibayar, dan, dalam beberapa kasus terdapat dugaan pembunuhan. Mereka bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Filipina yang beroperasi di Indonesia dan perairan Thailand, Sri Lanka, Mauritius, dan India. Banyak agen perekrutan di Myanmar, Indonesia, dan Thailand mempekerjakan nelayan dengan memberi mereka identitas dan surat izin kerja palsu, memaksa mereka untuk mencari ikan di tengah laut dengan jam kerja yang penjang dan merenima gaji rendah atau tidak dibayar sama sekali serta kerap menerima siksaan fisik. Para nelayan tersebut dilarang meninggalkan kapal dan melaporkan penyiksaan tersebut dibawah ancaman pengaduan kepada otoritas setempat atas kepemilikan identitas palsu atau ditahan di penjara sementara di darat. Terdapat lebih dari 7.000 nelayan Indonesia yang masuk dan keluar bekerja di kapal-kapal asing yang berlabuh di Cape Town, Afrika Selatan, dan dilaporkan menghadapi kondisi kerja yang buruk, terutama bagi mereka yang bekerja di kapal-kapal Taiwan, Korea, dan Jepang.