Ikhtisar: Indonesia menggunakan pendekatan yang dilandasi oleh penegakan hukum sipil dan aturan hukum dalam operasi melawan terorisme dalam negeri. Sejak peristiwa pengeboman Bali di 2002, Indonesia telah menerapkan tekanan secara berkesinambungan guna melumpuhkan kapabilitas teroris dan jaringannya yang beroperasi di wilayah Indonesia. Sejumlah serangan atau upaya serangan berskala kecil oleh para ekstremis pro-ISIS terjadi sepanjang 2016 di sejumlah titik di Indonesia. Polisi terus berupaya mendeteksi dan menghadang sejumlah rencana dan sel, termasuk rencana untuk mengebom istana negara di bulan Desember yang dikaitkan dengan teroris Indonesia yang bersekutu dengan ISIS, Bahrun Naim.
Kelompok ekstremis Indonesia yang keras terus menggunakan website, media sosial, serta pesan privat dalam menebarkan ideologi radikal mereka, menggalang dana, merekrut, serta berkomunikasi dengan para pengikut baru. Selain itu, terdapat kekhawatiran bahwa para pejuang teroris Indonesia di mancanegara dapat kembali dari Suriah dan Irak dengan pelatihan, keahlian, dan pengalaman operasional, dan karenanya dapat melakukan serangan terencana lainnya terhadap personel atau fasilitas pemerintah Indonesia, target pihak asing, serta sasaran empuk lainnya.
Per Desember, amendemen untuk memperkuat UU Anti Terrorisme tahun 2003 di Indonesia, yang akan memperkuat pasal-pasal melawan para teroris asing dengan mengkriminalisasi perlawanan ekstrateritorial, tindakan persiapan, serta bantuan materiil untuk terorisme, belum juga disahkan oleh badan legislatif Indonesia. Indonesia bukanlah anggota Koalisi Global untuk Melawan ISIS, tetapi pemerintah dan para pemimpin masyarakat sipil Muslim Indonesia telah secara tegas dan terus menerus menyatakan perlawanannya terhadap ISIS. Estimasi resmi untuk jumlah teroris asing asal Indonesia bervariasi antara lembaga dan dinas yang berwenang. Sedikitnya 800 WNI telah berangkat ke Irak dan Suriah sejak awal konflik berlangsung, termasuk wanita dan anak-anak. Di bulan Agustus, petugas mengatakan bahwa 568 WNI tetap tinggal di Irak dan Suriah, 69 tewas di zona konflik, dan 183 telah kembali ke Indonesia. Jumlah WNI yang kembali termasuk mereka yang dideportasi oleh petugas di negara transit saat menuju ke Timur Tengah. Para pejuang teroris asing juga mungkin kembali tanpa terdeteksi dengan memanfaatkan celah di perbatasan darat dan laut di negara kepulauan yang luas ini.
Seorang pentolan teroris Indonesia yang bersekutu dengan ISIS, Mubarak Salim (Abu Jandal Attamimi), dilaporkan tewas di Mosul, Irak, di bulan November, meski polisi belum memverifikasi kematiannya secara independen.
Pejabat Indonesia mendeskripsikan Jemaah Ansharut Daulah (JAD) dan jaringannya yang pro ISIS sebagai organisasi teroris paling berbahaya di Indonesia karena koneksi internasional dan regionalnya. Sebuah operasi gabungan antara kepolisian dan militer berhasil menewaskan Abu Wardah (Santoso), pimpinan Mujahidin Indonesia Timur yang pro ISIS pada 18 Juli, dan menangkap wakilnya, Mohammad Basri (Bagong), pada 14 September. Operasi ini terus memburu kurang dari 20 anggota yang tersisa di area pegunungan terpencil di wilayah Poso, Sulawesi Tengah.
Insiden teroris 2016: Terdapat lima serangan berskala kecil di seluruh Indonesia:
- Tanggal 14 Januari, empat pria menyerang pos polisi dan kedai kopi waralaba asal AS dengan senjata kecil dan bom rakitan di Jakarta Pusat. Tiga warga sipil Indonesia dan seorang korban dengan dua kewarganegaraan Aljazair-Kanada tewas dan sedikitnya 23 orang terluka. Keempat penyerang terbunuh saat melawan polisi dan sejumlah penahanan dilakukan setelah kejadian tersebut. Pimpinan JAD yang ditahan, Aman Abdurahman, dipercaya telah merencanakan serangan dengan bantuan dari pengebom Kedubes Australia di 2004 Iwan Darmawan (Rois) yang juga ditahan, serta pejuang ISIS asal Indonesia, Abu Jandal.
- Tanggal 5 Juli, Nur Rohman, seorang pengebom bunuh diri yang memiliki relasi dengan JAD, menyerang kantor polisi di Solo, Jawa Tengah, yang menewaskan dirinya serta melukai petugas polisi. Serangan ini terjadi di hari terakhir bulan suci Ramadan.
- Tanggal 27 Agustus, seorang pelaku berusia 17 tahun menyerang pastor Katolik menggunakan pisau yang menyebabkan luka ringan, setelah gagal meledakkan sebuah gereja di Medan, Sumatra Utara. Polisi menahan si penyerang, yang diradikalisasi lewat online dan menjadi simpatisan ISIS.
- Tanggal 20 Oktober, Sultan Azianzah menyerang tiga orang polisi dengan pisau, menyebabkan satu orang luka parah di Tangerang, Banten. Polisi menembak dan menewaskan Azianzah, yang memiliki hubungan dengan JAD, saat penyerangan berlangsung.
- Tanggal 13 November, mantan tahanan teroris Johanda melemparkan bom molotov ke gereja Oikumene di Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, yang menyebabkan empat anak luka parah serta merusak sejumlah sepeda motor. Salah satu korban, seorang gadis berusia dua tahun, kemudian meninggal akibat luka bakar yang diderita akibat penyerangan. Polisi menahan Johanda, yang merupakan bagian dari sel JAD.
Legislasi, Penegakan Hukum, dan Keamanan Perbatasan: Indonesia menerapkan pendekatan kontraterorisme berbasis aturan hukum. Setelah polisi mengadakan investigasi, berkas tersangka teroris dikirimkan ke Gugus Kerja Terorisme dan Kejahatan Transnasional, yang merupakan bagian dari Kejaksaan Agung untuk penuntutan. Legislasi yang relevan antara lain UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (15/2003), UU Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (9/2013), UU Darurat 1951, serta UU Hukum Pidana.
Upaya kontraterorisme dipimpin oleh kepolisian, di mana Densus 88 yang merupakan satuan khusus elit anti-terorisme, memimpin operasi dan investigasi. Presiden dapat memberi kewenangan kepada unit kontraterorisme militer Indonesia untuk membantu operasi kontraterorisme di dalam negeri bila diperlukan. Unit penegakan hukum semakin mampu dalam mendeteksi, menghadang, serta mencegah sebagian besar serangan sebelum dilakukan. Personel penegakan hukum mengikuti pelatihan dan aktivitas pengembangan profesional yang didanai oleh AS, guna membangun kapasitas polisi yang berkelanjutan baik dalam keahlian investigatif maupun taktis. Program-program ini diimplementasikan oleh program Bantuan Antiterorisme Departemen Luar Negeri AS, Biro Investigasi Federal (FBI), International Criminal Investigative Training and Assistance Program serta Office of Overseas Prosecutorial Development Assistance and Training Program dari Departemen Kehakiman AS (DOJ). Rotasi personel yang kerap dilakukan di berbagai lembaga, termasuk polisi, kader hukum, serta peradilan, menghambat perkembangan keahlian institusional jangka panjang.
Indonesia mengakui ancaman yang berasal dari para pejuang teroris asing, namun belum mengesahkan undang-undang yang secara eksplisit mengkriminalisasi upaya bantuan materiil, perjalanan untuk bergabung dengan organisasi teroris asing, atau tindakan penyerangan ekstrateritorial terkait terorisme. Pada 15 Februari, presiden menyerahkan rancangan amendemen terhadap UU 15/2003 kepada badan legislatif guna mengatasi celah-celah ini. Per Desember, amendemen ini masih diperdebatkan dan belum disahkan oleh badan legislatif.
Para jaksa Indonesia menyatakan bahwa antara Januari sampai November mereka telah mengajukan tuntutan, atau dalam proses mengajukan tuntutan, dalam 104 kasus terkait terorisme. Dari jumlah tersebut, 23 di antaranya berhubungan dengan aktivitas ISIS, termasuk delapan kasus terkait serangan pada 14 Januari. Di bulan November, seorang fasilitator penting dalam penyerangan, Saiful Muhtorir (Abu Gar), dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara. Dua pembuat bom dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, dan seorang fasilitator yang membantu menyediakan senjata kecil dijatuhi empat tahun penjara. Pada bulan Agustus, Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan di 2015 oleh ideolog teroris dan pendiri Jamaah Ansharut Tauhid yang tengah ditahan, Abu Bakar Ba’asyir.
Per awal Desember, terdapat 241 tahanan teroris di 71 lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Dengan estimasi 150 tersangka teroris ditahan di fasilitas penahanan pra-peradilan. Para teroris yang dijatuhi tuntutan non-terorisme tidak selalu disertakan atau dilacak melalui sistem peradilan sebagai terdakwa teroris, hingga menghasilkan kemungkinan adanya celah dalam upaya pelepasan diri dari terorisme dan deradikalisasi. Terdapat kekurangan dalam penilaian risiko, klasifikasi, serta manajemen tahanan teroris yang efektif, meski aparat lapas mengakui dan berupaya mengatasi tantangan sistemik ini. Pada bulan Februari, aparat mengisolasi sejumlah ideolog teroris terdakwa yang dicurigai terlibat dalam perencanaan penyerangan. Aparat terus mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya resividisme oleh tahanan teroris yang telah bebas.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bertanggung jawab dalam mengkoordinir intelijen dan informasi terkait terorisme di antara lembaga pemangku kepentingan. Personil BNPT diisi oleh para staf dari Kementerian Luar Negeri, militer Indonesia, dan Polri. Petugas imigrasi di pangkalan masuk utama, terutama bandara dan pelabuhan internasional yang besar, memiliki akses ke database biografi dan biometrik khusus domestik, namun tidak ada sistem pemantauan perbatasan yang tersentralisasi. Polisi menyimpan daftar pengawasan tersangka teroris, namun tidak selalu ada jalur komunikasi dan koordinasi yang jelas di antara lembaga yang berkepentingan. Indonesia berbagi informasi melalui INTERPOL dan tengah mengembangkan sistem untuk meningkatkan pemantauan perbatasan di pangkalan masuk utama dengan menggunakan data INTERPOL. Personel militer dan polisi kerap ditugaskan di sejumlah pangkalan masuk utama guna memastikan keamanan.
Menanggulangi Pendanaan Terorisme: Indonesia merupakan anggota Asia/Pacific Group on Money Laundering, sebuah badan regional yang serupa dengan Financial Action Task Force (FTAF). Unit intelijen keuangan Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), adalah anggota Egmont Group of Financial Intelligence Units. UU Anti Pendanaan Terorisme 9/2013 mengkriminalisasi pencucian uang dan pendanaan untuk teroris, dan pembekuan aset teroris terotorisasi sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1373 serta daftar rezim sanksi Dewan Keamanan PBB untuk NIIS (Da’esh) dan al-Qaeda dan daftar sanksi komite untuk Taliban. Dalam proses implementasinya, Indonesia terus mengeluarkan perintah pengadilan untuk mendaftar individu dan aset serta perintah pembekuan aset untuk dapat membekukan aset individu dan lembaga yang termasuk dalam sanksi Dewan Keamanan PBB untuk NIIS (Da’esh) dan al-Qaeda. Indonesia terus menyempurnakan proses elektronik untuk memastikan perintah yang melibatkan berbagai lembaga dikeluarkan tanpa hambatan dan aset yang teridentifikasi dibekukan tanpa penundaan. Namun belum jelas apakah Indonesia sudah secara konsisten melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1267, yang mensyaratkan semua pembekuan perlu diperbarui setiap tahun oleh yang berwenang.
Untuk kedua kalinya, Indonesia dan Australia mengadakan Counterterrorist Financing (CTF) Summit di Bali pada bulan Agustus yang dihadiri 200 spesialis dari lebih dari 20 negara. Indonesia dan Australia juga secara bersama mempublikasikan Regional Risk Assessment on Terrorist Financing yang pertama selama pertemuan itu.
Organisasi nirlaba (NPO) seperti organisasi keagamaan dan amal dapat dan diwajibkan menyerahkan laporan transaksi mencurigakan. PPATK melakukan kajian risiko di sektor NPO dan mengajukan peraturan presiden yang mewajibkan pemantauan dan regulasi terhadap NPO guna mencegah eksploitasi pendanaan teroris. Per Desember, presiden belum menandatangani ketentuan baru tersebut, yang akan melengkapi UU Anti Pendanaan Terorisme 9/2013. Sesuai rekomendasi FATF, Indonesia harus melakukan pendekatan berbasis resiko untuk memonitor NPO beresiko tinggi daripada memberlakukan persyaratan yang sama untuk semua sektor NPO.
Untuk informasi lebih jauh seputar kejahatan pencucian uang dan pendanaan, silakan merujuk pada 2017 International Narcotics Control Strategy Report (INCSR), Volume II, Money Laundering and Financial Crimes: http://www.state.gov/j/inl/rls/nrcrpt/index.htm.
Menanggulangi Ekstremisme yang Keras: Pemerintah Indonesia belum mengembangkan strategi nasional penanggulangan ekstremisme dengan kekerasan (CVE). Pemerintah dan para pemimpin masyarakat sipil menggalakkan pelaksanaan ajaran Islam Indonesia yang damai dan moderat sebagai alternatif untuk mencegah ajaran ekstremis yang keras. Organisasi teroris yang besar tetap menjadi sumber utama dari radikalisasi di Indonesia. Kelompok-kelompok ini sejak lama telah menyatakan keinginan mendirikan negara Islam di Indonesia dan memanfaatkan persepsi ketidakadilan terhadap umat Muslim di Indonesia dan mancanegara. Mereka mengeksploitasi baik ruang siber dan kelemahan pada sistem penjara Indonesia yang terlalu sesak guna memperluas pengaruh mereka dan menjaring anggota baru.
BNPT menggunakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) tingkat provinsi yang terdiri dari para pemimpin sipil dan agama untuk mengembangkan dan mengkoordinasikan pemrograman seputar CVE dalam komunitas mereka. BNPT juga bekerja sama dengan para pemimpin mahasiswa dalam mengembangkan konten kontranaratif, yang disebarkan melalui website dan akun media sosial resmi BNPT. Cetak biru deradikalisasi bagi tahanan teroris yang diterbitkan oleh BNPT pada akhir 2013 belum diterapkan sepenuhnya di akhir tahun 2016. Bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, BNPT berencana membuka pusat deradikalisasi di Sentul, di selatan Jakarta, namun hingga akhir 2016 masih belum beroperasi. Selain BNPT, polisi memberikan pelatihan kepada pejabat humas mereka mengenai pendekatan kontrapesan yang efektif.
Berbagai organisasi non pemerintah dan organisasi masyarakat sipil lainnya berperan aktif dalam mengembangkan pemrogaman CVE; akan tetapi koordinasi antara berbagai upaya ini dan program pemerintah masih minim. Terjadi peningkatan upaya masyarakat sipil dalam mengembangkan konten kontranaratif dan program berskala kecil yang ampuh untuk mengintegrasikan kembali para mantan tahanan teroris ke tengah masyarakat. Pada bulan Mei, organisasi masyarakat sipil Muslim terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama (NU), mengadakan pertemuan puncak internasional para pemimpin Islam moderat guna membahas ekstremisme keras. Upaya CVE NU mencakup cabang-cabang NU di luar negeri, kerjasama akademik, pemutaran film dokumenter, serta upaya-upaya kontrapesan baru.
Kooperasi Internasional dan Regional: Indonesia berpartisipasi dalam upaya kontraterorisme melalui sejumlah forum internasional, multilateral, dan regional termasuk PBB, Global Counterterrorism Forum (GCTF), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), serta Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Sebagai anggota GCTF, Indonesia bersama Australia memimpin dan mengadakan sesi pleno ketiga Working Group GCTF untuk Detention and Reintegration pada bulan Desember di Batam. Pada bulan Agustus, Indonesia mengadakan pertemuan internasional tingkat menteri di Bali guna menanggulangi pergerakan teroris lintas perbatasan. Secara bersamaan, Indonesia dan Australia mengadakan Pertemuan Puncak Penanggulangan Pendanaan teroris kedua serta merilis kajian risiko regional pendanaan kontrateroris. Pada bulan November, Indonesia mengadakan Sidang Umum INTERPOL di Bali.
Indonesia tetap aktif dalam ASEAN Regional Forum (ARF) Inter-Sessional Meetings on Counter-Terrorism and Transnational Crime dan APEC Counter-Terrorism Working Group. Indonesia terus memanfaatkan Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) sebagai sumber daya regional dalam upaya melawan kejahatan transnasional dengan fokus terhadap kontraterorisme. Amerika Serikat dan para mitra asing lainnya secara rutin menawarkan kelas pelatihan kontraterorisme di JCLEC. Sejak berdiri tahun 2014 sebagai prakarsa gabungan antara Australia dan Indonesia, JCLEC telah melatih lebih dari 20.500 petugas kepolisian dari 71 negara.