Pada Hari Perempuan Internasional, kita merayakan keberanian dan kontribusi perempuan dan anak-anak perempuan di seluruh dunia.
Kenyataannya yang sebenarnya tidak ada masyarakat yang dapat mecapai potensinya secara utuh jika separuh dari populasinya masih tertinggal.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyoroti kondisi ini pekan lalu, ketika kami memberikan penghargaan International Women of Courage Award kepada 10 pemimpin luar biasa.
Mereka adalah pembawa perdamaian, yang mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk rekonsiliasi. Mereka adalah perawat pasien Ebola, meskipun berisiko. Mereka adalah jurnalis yang menguak korupsi dan melawan ekstremisme garis keras. Mereka adalah aktivis yang berpegang teguh dalam melawan kekerasan dan diskriminasi di lingkungan kerja, di rumah, dan di jalan raya.
Dari hari ke hari, para pemimpin tersebut aktif membela hak asasi dan aspirasi yang universal. Mereka berdiri dan berjuang agar setiap perempuan dan anak perempuan dapat hidup secara sempurna, sehat, dan produktif. Sayangnya, upaya yang luar biasa ini justru menjadikan perempuan sebagai target. Dengan memperjuangkan keamanan perempuan lain, mereka membahayakan keamanan mereka sendiri.
Jadi, selain menghormati keberanian para perempuan tersebut, kami juga menegaskan kembali komitmen kami akan kesetaraan gender. Ini adalah komitmen yang akan, dan harus, kami jaga dalam menerapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) untuk 15 tahun ke depan.
Tujuan kita jelas. Kita harus mencegah dan tanggap akan kekerasan berbasis gender. Upaya tersebut tidak hanya penting bagi nilai kemanusiaan, tapi itu juga sangat penting bagi keamanan kita bersama.
Kita harus membukakan pintu bagi perempuan agar dapat berpartisipasi secara penuh di dalam masyarakat – baik sebagai petani, pengusaha, insinyur, eksekutif, dan para pemimpin di negara mereka.
Dan kita harus berinvestasi untuk generasi perempuan berikutnya dengan menjamin bahwa anak perempuan pergi ke sekolah di lingkungan yang aman. Mereka harus bisa lulus sekolah – terdorong untuk menjadi bagian dari komunitas mereka, berbekal ijazah.
Saya tidak akan pernah melupakan kisah seorang perempuan muda bernama Haleta Giday, yang saya jumpai tahun lalu di acara President Obama’s Summit of the Washington Fellowship for Young African Leaders. Dia baru lulus dari salah satu sekolah terbaik di Etiopia. Dia bisa memilih pekerjaan apa pun yang dia inginkan. Dia memutuskan untuk mewakili perempuan dan anak-anak perempuan korban kekerasan. Ketika Haleta melihat betapa banyak janda yang kehabisan uang setelah mereka kehilangan suami mereka, Haleta mulai berkampanye untuk mendidik perempuan mengenai hak hukum dan keuangan mereka.
Perempuan seperti Haleta, perempuan-perempuna yang kami berikan penghargaan pekan lalu, mereka mendorong kemajuan dalam bidang kesetaraan gender.
Hari ini, Amerika Serikat kembali menegaskan komitmen kami untuk memastikan bahwa proses yang sangat penting ini terus berjalan – bahwa perempuan dan anak-anak perempuan di mana pun dapat menikmati kebebasan dan hak-hak yang sama dengan yang lainnya.